Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM

“PERADABAN ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN”


DOSEN PENGAMPU:
RAMLI DINATA, M.Pd.I

DISUSIN OLEH:

SITI AISYAH (12101186)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURYAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONTIANAK 2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh


Puji syukur kita kepada kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan limpahan rahmat
dan hidayah sehingga kami bisa menyusun makalah “Sejarah Peradaban Islam” dan tidak
lupa selalu sholawat dan salam selalu kita curahkan kepada nabi kita yaitu Nabi Muhammad
SAW. Yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang
menderang ini. Adapun maksud tujuan pembuatan dan penyusunan makalah yang berjudaul
“Peradaban Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin” untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sejarah Peradaban Islam yang diampuh oleh bapak Ramli Dinata M.Pd.I
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi
pembaca. Tidak terlepas juga dari semua itu, kami juga menyadari masih banyak nya
kekurangan sehingga kami sebagai penulis sangat mengharapkan kritikan dan sarana
pembaca supaya dapat mengembangkan perbaikan penyusunan pada makalah kami untuk
kedepannya.

Pontianak, 20 Oktober 2021


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………..
ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………
iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………4
1.1 latar Belakang………………………………………………………………………….4
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………..4
1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………………………5
1.4 Manfaat Penulisan……………………………………………………………………..5
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………
5
2.1 KHULAFAUR RASYIDIN…………………………………………………………..5
2.1.1 Pengertian Khulafaur Rasyidin……………………………………………………..5
2.1.2 Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq (11-13 H / 632-634 M)…………………………6
2.1.3 Khalifah Umar Ibnu al-Khathab (13-23 H / 634-644 M)…………………………..9
2.1.4 Khalifah Utsman ibn Affan (23-35 H / 644-656 M)
……………………………….11
2.1.5 Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H / 656-651)…………………………………12
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………..13
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………..14
3.2 Saran…………………………………………………………………………………14
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..15

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Doktrin tentang khalifah yang disebutkan diddalam Al-Quran ialah bahwa sesuatu
diatas bumi ini, berupa dan kemampuan yang diperoleh seorang manusia hanyalah karunia
dari Allah SWT. Allah telah menjadikan manusia dalam kedudukan sedemikian sehingga ia
dapat menggunakan pemberian dan karunia-karunia yang dilimpahkan kepada nya didunia ini
sesuai dengan keridhoan-nya. Namun khalifah tidak menjadi khalifah yang benar selama
tidak mengikuti hukum Allah yang sebenarnya. Berdasarkan hal ini, maka manusia bukanlah
penguasa atau pemilik dirinya sendiri, tetapi ia hanyalah khalifah atau wakil sang pemilik
yang sebenarnya.
Permasalahn pertama yang dihadapi umat dan peradaban islam setelah kemangkatan
Nabi Muhammad SAW adalah pengganti Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin umat
dan pemegang kekuasaan tertinggi. Nabi Muhammad SAW tidak menunjuk pengganti dan
tidak pula menunjuk/memberikan pesan bagaimana cara penggantian kepemimpinan dan
pemegang kekuasaan tertinggi dikalangan umat islam dilaksanakan sehingga hampir terjadi
pertempuran daerah di kalangan kaum muslimin. Namun tokoh-tokoh dalam masyarakat
muslim mengetahui benar benar bahwa islam menuntut adanya kekhalifahan yang didasarkan
atas musyawarah, maka tidak satu keluarga pun memonopoli pemerintahan, tidak seorang
pun merampas kekuasaan dengan kekuatan atau paksaan,dan tidak seorang pun mencoba
untuk memuji dirinya atau memaksakan pribadinya guna mencapai kedudukan khalifah. Tapi
masyarakat pada masa itu dengan suka rela telah memilih empat dari para “sahabat nabi”
untuk diangkat sebagai khalifah-khalifah secara bergantian. Jelasnya, umat islam dengan
melalui musyawarah yang diikuti pemboikotan telah berhasil memilih dan mengangkat
seorang khalifah yaitu Abu Bakar sebagai khalifah pertama, dan kemudian disusul oleh Umar
bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Keempat khalifah itulah dalam sejarah
islam terkenal dengan sebuatan Khulafaur al-rasyidin. Rasulullah wafat, khulafaur al-
Rasyidin menggantikan kedudukan beliau. Berdasarkan hal tersebut penulis mencoba untuk
membahas tentang kepemimpinan Khulafaur rasyidin.
Setelah ditinggal Nabi Muhammad SAW. Perjuangan untuk menyebarkan islam beralih
kepada empat sahabat terdekat beliau, yang dikenal dengan Khulafaurrasyidin. Siapakah
Khulafaur rasyidin itu?

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas bisa kita ketahui ada beberapa masalah yang dapat
ditemukan dan dapat kita kaji barsama yaitu:
 Apa yang dimaksud dengan khulafaur Rasyidin?
 Siapa saja empat sahabat Nabi Muhammad SAW yang dikenal dengan khulafaur
rasyidin?

1.3 Tujuan Penulisan


 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Khulafaur Rasyidin
 Untuk mengetahui siapa saja empat sahabat Nabi Muhammad SAW yang dikenal
dengan khulafaur rasyidin
 Untuk menyelesaikan tugas yang diampuh oleh bapak Ramli Dinata, M.Pd.I

1.4 Manfaat Penulisan


 Menambah wawasan lebih bagi penulis dan pembaca mengenai Khulafaur Rasyidin
dalam hal pengertian maupun metode yang ada Khulafaur Rasyidin.
 Penulis berharap dengan adanya makalah ini akan bermanfaat bagi pembaca untuk
dikemudian hari.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KHULAFAUR RASYIDIN


2 .1.1 Pengertian Khulafaur Rasyidin
Kekhalifahan Rasyidin adalah khalifah yang berdiri setelah wafatnya Nabi Muhammad
SAW. Tahun 632 M, atau tahun 11 H. Kekhalifahan ini terdiri atas empat khalifah pertama
dalam sejarah islam, yang disebut sebagai Khulafaur Rasyidin. Pada puncak kejayaannya,
kekhalifahan rasyidin membentang dari jazirah Arab, sampai ke levant, kaukasus dan Afrika
Utara di barat, serta sampai ke dataran tinggi Iran dan Asia Tengan di timur. Kekhalifahan
rasyidin merupakan negara terbesar dalam sejarah sampai masa tersebut.
Khulafaur Rasyidin ialah para sahabat-sahabat terdekat Nabi Muhammad SAW. Kata
khulafaurrasyidin itu berasal dari bahasa arab yang terdiri dari bahasa khulafa dan rasyidin.
Khulafa itu menunjukan banyak khalifah, bila satu disebut khalifah,yang mempunyai arti
pemimpin dalam arti orang yang mengganti kedudukan Rasulullah SAW sesudah wafat
malindungi agama agama dan siasat keduniaan agar setiap orang menepati apa yang telah
ditentukan oleh batas-batasnya dalam melaksanakan hukum-hukum syariat agama islam.
Pada prinsipnya pemilihan keempat khalifah tersebut berdasarkan petunjuk alQuran yang
menegaskan bahwa “dalam memecahkan segala permasalahan yang dihadapi hendaknya
dilaksanakan dengan cara musyawarah” Surat Asy-Syura ayat 38 :
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan
shalat, sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan
mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka.
Dan dijelaskna di dalam Quran Surat Ali Imran ayat 159”
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap
mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri
dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah
membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya
Adapun kata rasyidin itu bearti arif dan bijaksana. Jadi khulafaurrasyidin mempunyai
arti pemimpin yang bijaksana sesudah Nabi Muhammad wafat. Para khulafaurrasyidin itu
adalah pemimpin yang arif dan bijaksana. Mereka terdiri dari pada sahabat Nabi Muhammad
SAW yang berkualitas timggi dan baik. Dalam Al-quran, manusia secara umum merupakan
khalifah allah dimuka bumi untuk merawat dan memberdayakan bumi beserta isi nya.
Sedangkan khalifah secara khusus maksud nya adalah pengganti Nabi Muhammad SAW
sebagai Imam umatnya. Dan secara kondisional juga menggantikannya sebagai penguasa
sebuah edentitas kedaulatan islam (negara). Sebagaimana diketahui bahwa Nabi Muhammad
SAW selain sebagai Nabi dan Rasul juga sebagai Imam, penguasa, panglima perang dan lain
sebagainya. Nabi Muhammad tidak mengajarkan secara langsung bagaimana memilih
pemimpin setelah beliau menimggal. Secara tidak langsung, islam memberikan kebebasan
untuk membuat model pemilihan khalifah.
Tugas Khulafaur Rasyidin adalah menggantikan kepemimpinan Rasulullah dalam
mengatur kehidupan kaaum muslimin. Jika tugas Rasulullah terdiri dari dua hal yaitu, tugas
kenabian dan tugas kenegaraan. Maka Khulafaur Rasyidin bertugas menggantikan
kepemimpinan Rasulullah dalam masalah kenegaraan yaitu sebagai kepala negara atau kepala
pemerintahan dan pemimpin agama. Adapun tugas kerosulan tidak dapat digantiakan oleh
Khulafaur Rasyidin karena Rasulullah adalah nabi dan rosul yang terakhir. Sedangkan tugas
Khulafaur Rasyidin sebagai kepala negara adalah mengataur kehidupan rakyatnya agar
tercipta kehidupan yang damai, adil, dan sentosa, Sedangkan sebagai pemimpin agama
Khulafaur Rasyidin bertugas mengataur hal-hal yang berhubungan dengan masalah
keagamaan.
Khulafaur Rasyidin merupakan pemimpin umat islam dari kalangan sahabat pasca Nabi
wafat. Mereka merupakan pemimpin yang dipilih langsung oleh para sahabat melalui
mekanisme yang demokratis.siapa yang terpilih, maka sahabat yang lain memberikan baiat
(sumpah setia) pada calon yang terpilih tersebut. Ada dua cara dalam pemilihan khalifah ini,
Yaitu: pertama, secara musyawarah oleh sahabat Nabi. Kedua, berdasarkan atas penunjukan
khalifah sebelumnya.

2. 1 2. Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq (11-13 H/632-634 M)


Abu Bakar ash-Shiddiq adalah orang pertama dari kalangan sahabat Nabi
Muhammad SAW. Yang diberitahukan masuk syurga. Ia adalah khalifah pertama yang
meneruskan perjuangan setelah beliau wafat. Ia pula yang menerima ajaran beliau dan
memeluk islam. Abu Bakar lahir pada tahun 573 M. dan wafat pada 23 Jumadil akhir tahun
13 H. bertepatan dengan bulan agustus 634 M. dalam usianya 63 tahun. Usia nya lebih mudah
3 tahun ketimbang Nabi Muhammad SAW. Ia diberi julukan Abu Bakar atau pelopor pagi
hari, kerena ia termasuk pria yang masuk islam pertama. Sedangkan ash-Shiddiq karena ia
senantiasa membenarkan hal yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW terutama Isra Miraj.
Namanya ialah Abdullah ibn Abi Quhaifah Attamini. Dizaman pra islam bernama
Abdullah ibnu Ka’bah, kemudian diganti oleh nabi menjadi Abdullah. Ia termasuk salah
seorang sahabat yang utama. Juluknan nya Abu Bakar (bapak pemagi) karena dari pagi-pagi
betul memeluk agama islam, gelarnya ash-shiddiq karna ia selalu membenarkan Nabi dalam
barbagai pristiwa terutama Isra’ Mi’raj. Jadi Nabi Muhammad sering kali menunjukannya
untuk mendampinginya disaat penting atau jika berhalangan, dan Rasul tersebut
mempercayainya sebagai pengganti untuk menangani tugas-tugas keagamaan.
Ketika nabi Muhammad wafat, nabi tidak meninggalakn wasiat tentang siapa yang
akan menggantikan yang akan menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat islam
setelah beliau wafat. Beliau tampaknya menyerahkan persoalan tersebut pada kaum muslim
sendiri untuk menentukannya. Karena itulah, tidak lama setelah beliau wafat dan jenazahnya
belum dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul dibalai kota bani
Sa’idah, Madinah, Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin.
Sepak terjang pola pemerintahan abu Bakar dapat dipahami dari pidato abu Bakar
ketika ia diangkat menjadi khalifah. Secara lengkap pidatonya sebagai berikut:
“Wahai manusia sungguh aku telah memangku jabatan yang kamu kerjakan, padahal
aku bukan orang yang terbaik diantara kamu. Apabila aku melaksanakan tugasku dengan
baik, bantulah aku dan jika aku berbuat salah, luruskanlah aku. Kebenaran adalah suatu
kepercayaan, dan kedustaan adalah suatu penghianatan. Orang yang lemah diantara kamu
adalah orang yang kuat bagi ku sampai aku memenuhi hak-haknya, dan orang kuat diantara
kamu adalah lemah bagiku hingga aku mengambil haknya, insya Allah. Jangan lah salah
seorang dirimu meninggalkan jihad. Sesungguhnya kaum yang tidak memenuhi panggilan
jihat maka Allah akan menimpakan suatu kehinaan. Patulah kepadaku selama aku taat kepada
Allah dan Rasul-Nya, sekali-kali jangan lah kamu menaatiku. Dirikanlah sholat, semoga allah
merahmatimu”.
Masa awal pemerintahan Abu Bakar banyak di guncang oleh pemberontakan orang-
orang murtad yang mengaku-ngaku menjadi nabi dan enggan membayar zakat, karena hal
inilah khalifah lebih memusatkan perhatiannya memerangi para pemberontak, maka
dikirimlah
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M beliau meninggal
dunia. Selain menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam tubuh umat islam, Abu
bakar juga mengembangkan wilayah keluar arab.
Adapun faktor-faktor terpilihnya Abu Bakar antara lain:
1. pasukan untuk memerangi para pemberontak ke yamamah. Menurut pendapat umum
yang ada yang ada pada zaman itu, seorang khalifah (pemimpin) haruslah berasal dari
suku Quraisy; pendapat itu didasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW yang
berbunyi “al-aimmah min Quraisy” (kepemimpinan itu ditangan orang Quraisy)
2. Sahabat sependapat tentang ketokohan pribadi Abu Bakar sebagai khalifah karena
beberapa keutamaan yang dimilikinya, antara ia adalah laki-laki dewasa pertama yang
memeluk islam, ia satu satunya sahabat yang menemani Nabi Muhammad SAW pada
saat hijrah dari Makkah ke Madinah dan ketika bersembunyi digua Tsur, ia yang
ditunjuk oleh Rasulullah SAW untuk mengimani shalat pada saat beliau uzur, dan ia
keturunan bangsawan, cerdas, dan berakhlak mulia.
3. Beliau sangat dekat dengan Rasulullah SAW, baik dalam bidang agama maupun
kekeluargaan. Beliau seorang dermawan yang mendermakan hartanya untuk
kepentingan islam.
Selain itu Abu Bakar juga melakukan ekspansi wilayah ke persia dan romawi. Minat
kaum Muslimin untuk memerangi bangsa Romawi lebuh besar dari minat mereka untuk
memerangi bangsa Persia. Hal ini disebabkan karena gangguan bangsa Romawi terhadap
kaum Muslimin lebih besar dari pada gangguan bangsa persia. Lagi pula negri Syam, Mesir,
dan Palestina adalah merupakan negara-negara jajahan bengsa Romawi yang semiang kalam
pun tidak menaruh keikhlasan terhadap bangsa romawi itu.
Abu Bakar mengirim bela tentara islam ke persia dibawah pimpinan Khalid ibnu
Walid dibantu oleh al-Mutsanna ibnu Haritsah, Lasykar ini dapat mengalahkan kerajaan
Manadzirah dan menduduki kota Hijrah dan Anbar. Setelah kota hijrah dan Anbar diduduki,
lasykar Islam mara ke pedalaman persia. Tetapi, belatentara yang dikirim oleh Abu Bakar
memerangi bangsa Romawi mengalami kesulitan, sehingga Abu Bakar memerintahkan
Khalid ibnu Walid untuk mengangkat ke negeri romawi.
Abu Bakar sendiri mengumpulkan belatentara yang besar jumlahnya untuk untuk
dikirim kenegara Romawi. Lasykar ini dibagi Abu Bakar atas empat pasukan yaitu:
1. Satu pasukan dipimpin oleh Abu Ubaidah ibnu Jarrah yang pernah diberi julukan oleh
Nabi:”Aminul Ummah” (kepercayaan umat). Pasukan ini dikirim ke Himsh. Abu
Ubaidah juga diberi tugas sebagai pemegang pemimpin tertinggi dari keempat
pasukan ini.
2. Satu pasukan dibawah pimpinan Yazid ibnu Abi Sufyan, dikirim ke damaskus.
3. Satu pasukan dipimpin oleh Amr ibnu Ash dikirim ke Palestina.
4. Satu pasukan dibawah pimpinan Syurahbil ibnu Hasanah dikirim ke lembah Jurdania.
Selain itu, Abu Bakar juga melakukan perluasan wilayah. Pada tahap pertama, Abu
Bakar terlebih dahulu menaklukkan persia pada tahap kedua, Abu Bakar berupaya
menaklukkan kerajaan romawi dengan membentuk empat barisan pasukan. Masing-masing
kelompok dipimpin seorang panglima dengan tugas menundukkan daerah yang telah
ditentukan. Keempat kelompok tentara dan panglimanya itu adalah sebagai berikut:
1. Abu Ubaidah bin Jarrah bertugas di daerah Homs, Suriah Utara, dan Antiokia
2. Amru bin Ash mendapatkan perintah untuk menaklukkan wilayah palestina yang saat
itu berbeda dibawah kekuasaan Romawi Timur.
3. Syurahbil bin Sufyan diberi wewenang menundukkan Tabuk dan Yordania.
4. Yazid bin Abu Sufyan mendapat perintah untuk menaklukkan Damaskus dan Suriah
Selatan.
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata,”Abu Bakar ash-Shiddiq wafat pada hari senin di malam
hari, ada yang mengatakan bahwa Abu Bakar wafat setelah Maghrib dan dikebumikan pada
malam itu juga yaitu tepatnya delapan hari sebelum berakhirnya bulan Jumadil Akhir tahun
13 H, setelah beliau mengalami sakit selama 15 hari. Beliau wafat pada usia 63 tahun, persis
dengan usia Nabi Muhammad SAW. Ia memegang kepemimpinan selama dua tahun tiga
bulan
2. 1.3 KHALIFAH UMAR IBNU AL-KHATHAB (13-23 H / 633-644 M)
Umar menjadi khalifah kedua diangkat dan dipilih oleh para pemuka mislimin dan
disetujui oleh jamaah. Beliau bernama Umar bin Khattab bin Naufail bin Abdul Uzza bin
Rabbah bin Qurth bin Razah bin Ady bin Kaab bin Luat. Amirul Mukminin, Abu Hafsah al-
Quraisyi, al-Adawi, al-Faruq. Beliau masuk islam pada tahun keenam kenabian. Saat itu
beliau berusia 27 tahun.
Umar adalah calon tunggal khalifah Abu Bakar waktu sakit dan akan wafat setelah
bermusyawarah dengan para sahabat pilihannya. Ketika itu, dalam sakitnya Abu Bakar,
beliau menunaikan satu tugas yang sungguh mulia yang pernah dilakukan orang sesudah
Rasulullah Saw. Terhadap islam dan muslimin, yaitu penunjukan Umar bin Al-Khattab
sebagai khalifah. Para ahi sejarah banyak sekali berbicara tentang penunjukan ini. Mereka
memberikan kesan, bahwa Abu Bakar telah bermusyawarah dengan beberapa orang sahabat
Nabi yang penting diantaranya Abdurrahman bin Auf, Usman bin Affan, Saida bin Zaid bin
Naufail. Dan mereka semua sependapat dengan Abu Bakar.
Dilahirkan 12 tahun setelah kelahiran Rasulullah saw. Ayahnya bernama Khattab. Dan
ibunya bernama Khatimah. Perawakannya tinggi besar dan tegap demgam otot-otot yang
menonjol dari kaki dan tangannya. Jenggot yang lebat dan berwajah tampan, serta warna
kulitnya coklat kemerah-merahan. Beliau dibesarkan di dalam lingkungan Bani Adi, salah
satu kaum dari suku Quraisy. Beliau merupakan khalifah kedua didalam islam setelah Abu
Bakar As Siddiq.
Sewaktu masih terbaring sakit, khalifah Abu Bakar secara diam-diam melakukan
tinjauan pendapat terhadap tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan sahabat mengenai pribadi
yang layak untuk menggantikannya. Pilihan beliau jatuh pada Umar ibn al-Khattab.
Umar adalah calon tunggal khalifah Abu Bakar waktu sakit dan akan wafat setelah
bermusyawarah dengan para sahabat pilihannya. Ketika itu, dalam sakitnya Abu Bakar, ia
menunaikan suatu tugas yang sungguh mulia yang pernah dilakukan orang sesudah
Rasulullah saw. terhadap islam dan muslimin, yaitu penunjukan Umar bin Al-Khattab
sebagai khalifah. Para ahli sejarah banyak sekali berbicara tentang penunjukan ini. Mereka
memberikan kesan, bahwa Abu Bakar telah bermusyawarah dengan beberapa orang sahabat
Nabi yang penting diantaranya Abdurrahman bin Auf, Usman bin Affan, Saida bin Zaid bin
Nufail. Dan mereka semua sependapat dengan Abu Bakar.
Berdasarkan sumber lain disebutkan dalam riwayat Al-lalaka`y dari Utsman bin
Ubaid bin Abdullah bin Umar, dia berkata, “Sebelum ajal tiba, Abu Bakar memanggil
Utsman bin Affan, agar dia menulis surat wasiat yang akan didiktekannya. Sebelum Abu
Bakar selesai mendiktekan nama yang akan menggantikan kedudukannya, dia pingsan tak
sadarkan diri karena sakitnya. Ketika Abu Bakar siuman kembali, dia melihat dalam surat itu
sudah tertulis nama Umar bin Al-Khathab, maka Abu Bakar berkata,”Rupanya engkau sudah
menulis nama seseorang”. Utsman menjawab. “karena aku mengkhawatirkan keadaanmu dan
akau takut akan terjadi perpecahan. Maka kutulis nama Umar bin Al-Khatthab” Abu Bakar
berkata,”semoga Allah merahmatimu.andaikan engkau menulis namamu sendiri, sebenarnya
engkaupun layak.” Dan ketika Abu Bakar meninggal dunia, ia mewasiatkan khilafah bagi
Umar r.a dengan mengumpulkan penduduk dimasjid Nabi saw., kemudian berkata kepada
mereka: “Apakah kalian menyetujui orang yang kutunjuk untuk menggantikan kedudukanku
sepeninggalku? Sesungguhnya aku, demi Allah telah bersungguhsungguh berdaya upaya
memikirkan tentang hal ini, dan aku tidak mengangkat seseorang dari sanak keluargaku, tapi
aku telah menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantiku. Maka dengarlah dan taatlah
kepadanya”. Orang banyak pun berkata : “Samina wa athana” (“kami dengar dan kami taat”).
Umar meneruskan langkah-langkah yang dilakukan Abu Bakar dalam menyebarkan islam
untuk membangun kedaulatan Islam sampai berdiri tegak. Kemampuannya dalam
melaksanakan pembangunan ditandai dengan keberhasilannya diberbagai bidang.
Pemerintahan dibawah kepemimpinan Umar dilandasi prinsip-prinsip musyawarah. Untuk
melaksanakan prinsip musyawarah itu dalam pemerintahannya, Umar senantiasa
mengumpulkan para sahabat yang terpandang dan utama dalam memutuskan sesuatu bagi
kepentingan masyarakat. Karena pemikiran dan pendapat mereka sangat menentukan bagi
perkembangan kehidupan kenegaraan dan pemerintahan. Umar menempatkan mereka dalam
kedudukan yang lebih tinggi dari semua pejabat negara lainnya. Hal ini tidak lain karena
dilandasi rasa tanggung jawab kepada Allah SWT

Khalifah kedua itu dinobatkan sebagai khalifah pertama yang sekaligus memangku
jabatan panglima tertinggi pasukan islam, dengan gelar khusus amir al-mukmin (panglima
orang-orang beriman). pada hari rabu bulan dhzulhijah tahun 23 H Umar Bin Khattab wafat,
beliau ditikam ketika sedang melakukan sholat subuh oleh seorang majusi yang bernama Abu
Lu’luah, budak milik al-mughirah bin syu’bah diduga ia mendapat perintah dari kalangan
majusi. Umar bin Khattab dimakamkan di samping Nabi Saw dan Abu Bakar As Siddiq,
belliau wafat dalam usia 63 tahun.
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar juga telah didirikan pengadilan, untuk
memisahkan antara kekuasaan eksekutif dan yudikatif yang pada pemerintahan Abu Bakar,
khalifah dan para pejabat adminstratif merangkap jabatan sebagai qadhi atau hakim. Awalnya
konsep rangkap jabatan trersebut juga diadopsi pemerintahan Umar. Tetapi, seiring dengan
perkembangan keukasaan kaum muslimin, dibutuhkan mekanisme administraif yang
mendukung terselenggaranya sistem pemerintahan yang baik.
Setidaknya ada 3 faktor penting yang ikut andil mempengaruhi kebijakankebijakan
umar dalam bidang hukum yaitu militer, ekonomi dan demografis (multi suku)
1) Faktor militer Penaklukan besar-besaran pada masa pemerintahan Umar adalah fakta yang
tak dapat difungkiri. Beliau menaklukan Irak, Syiria, Mesir, Armenia dan daerahdaerah yang
ada di bawah kekuasaan Romawi dan Persia. Untuk mewujudkan dan menyiapkan pasukan
profesional, Umar menciptakan suatu sistem militer yang tidak pernah dikenal sebelumnya
yaitu seluruh personil militer harus terdaptar dalam buku catatan negara dan mendapat
tunjangan sesuai dengan pangkatnya. Pembentukan militer secara resmi menuntut untuk
melakukan mekanimisme baru yang sesuai dengan aturan-aturan militer.
2) Faktor ekonomi Dengan semakin luasnya daerah kekuasaan Islam, tentu membawa
dampak pada pendapatan negara. Sumber-sumber ekonomi mengalir ke dalam kas negara,
mulai dari kharaj (pajak tanah), jizyah (pajak perlindungan), ghanimah (harta rampasan
perang), Fai (harta peninggalan jahiliyah), tak ketinggalan pula zakat dan harta warisan yang
tak terbagi. Penerimaan negara yang semakin bertumpuk, mendorong Umar untuk merevisi
kebijakan khalifah sebelumnya (Abu Bakar). Umar menetapkan tunjangan yang berbeda dan
bertingkat kepada para rakyat sesuai dengan kedudukan sosial dan kontribusinya terhadap
Islam. Padahal sebelumnya, tunjangan diberikan dalam porsi yang sama.
3) Faktor demografis Faktor ini juga sangat berpengaruh pada kebijakan-kebijakan yang
diambil oleh Umar. Jumlah warga Islam non-Arab semakin besar setelah terjadi penaklukan
sehingga kelompok sosial dalam komunitas Islam semakin beragam dan kompleks sehingga
terjadi asimilasi antara kelompok. Terlebih lagi setelah kota Kufah dijadikan sebagai kota
pertemuan antarsuku baik dari utara maupun selatan. Perbauran inilah yang membawa pada
perkenalan institusi baru.
Umar dikenal seseoang yang pandai dalam menciptakan peraturan, karna tidak hanya
memperbaiki bahkan mengkaji ulang terhadap kebijakan yang telah ada. Khalifah umar juga
telah menerapkan prinsip demokratis dalam kekuasaan yaitu dengan menjamin hak yang
sama bagi setiap warga negara. Khalifah umar dikenal seorang yang sederhana bahkan ia
membiarkan tanah dari negeri jajahan untuk dikelolah oleh penmiliknya bahkan melarang
kaum muslimin memilikinya, sedangkan para prajurit menerima tunjangan dari Baitul Mal,
yaitu dihasilkan dari pajak

2. 1.4 KHALIFAH UTSMAN IBN AFFAN ( 23-35 H / 664-656 M )


Nama lengkapnya ialah Ustman ibn Affan ibn abdil Ash ibn Umayyah dari pihak
Quraisy. Ia memeluk islam lantaran ajakan Abu Bakar, dan menjadi salah seorang sahabat
dekat Nabi. Melalui persaingan ketat dengan ali, tim formatur yang dibentuk oleh Umar bin
Khatthab akhirnya membermandet kekhalifahan kepada Ustman ibn Affan. Masa
pemerintahannya adalah yang terpanjang dari semua khalifah dizaman al-Khulafa’ ar-
Rasyidin yaitu 12 tahun. Tapi sejarah mencatat tidak seluruh masa kekuasaan menjadi saat
yang baik dan sukses bagi beliau. Para pencatat sejarah membagi masa pemerintahan Ustman
ibn Affan menjadi dua priode, enam tahun pertama merupakan masa pemerintahan yang baik
dan enam tahun terakhir adalah merupakan masa pemerintahan yang buruk.
Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat kecewa terhadap kepemimpinan
Ustman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang
terpenting diantaranya adalah Marwan ibn Hakam. Dialah pada dasarnya yang menjalankan
pemerintahan, sedangkan Ustman hanya menyadang gelar Khalifah.
Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan Ali ibn Abi Thalib senantiasa memberi
nasehat agar beliau bersikap tegas terhadap kaum kerabatnya yang melakukan
penyelewengan yang mengatas namakan dirinya, namun nasehatnasehat tersebut tidak
ditanggapi. Akibatnya, orang-orang yang tidak setuju kepadanya melancarkan protes dan
huru-hara. Utsman bin Affan memimpin kekhalifahan selama 12 tahun namun para sejarawan
mencatat bahwa tidak seluruh masa kepemimpinannya meraih kesuksesan. Enam tahun
pertama merupakan masa pemerintahan yang baik enam tahun berikutnya masa pemerintahan
yang buruk.30 Paruh terakhir kepemimpinan khalifah Utsman menghadapi banyak
pemberontakan dan oposisi sebagai bentuk protes ummat islam atas kebijakan
pemerintahannya yang cenderung terlalu mengakomodir kepentingan-kepentingan Bani
Umayyah.
Prestasi yang terpenting bagi Khalifah Ustman adalah menulis kembali al-Quran yang
telah ditulis pada zaman Abu Bakar yang pada waktu itu disimpan oleh Khafsoh binti Umar.
Manfaat dibukukan al-Quran pada masa Ustman adalah
1. Menyatukan kaum muslimin pada satu macam mushaf yang seragam ejaan tulisannya.
2. Menyatukan bacaan, kendatipun masih ada perbedaannya, namun harus tidak
berlawanan dengan ejaan mushaf Ustmani.
3. Menyatukan tertib susunan surat-surat menurut tertib urut yang kelihatan pada mushaf
sekarang ini.
Situasi politik pada masa akhir pemerintahan Ustman semakin mencekam dan
timbul pemberontakan-pemberontakan yang mengakibatkan terbunuhnya Ustman. Ustman
akhirnya wafat sebagai syahid pada hari jumat tanggal 17 Dzulhijjah 35 H/ 65 M. ketika para
pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Ustman saat membaca al-quran.
Persis seperti yang disampaikan Rasulullah perihal kematian Ustman yang syahid nantinya.
Beliau dimakamkan di pekuburaan Baqi di Madinah.

2. 1.5 KHALIFAH ALI IBN ABI THALIB (35-40 H / 656-661 M)


Peristiwa pembunuhan Ustman mengakibatkan kegentingan diseluruh dunia islam
yang waktu itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontakan yang
waktu itu menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali Bin Abi thalib
menjadi khalifah. Waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair Bin Awwam dan Thalhan
bin Ubaidillah memaksa beliau sehingga akhirnya Ali menerima baiat mereka. Menjadikan
Ali satu-satunya khalifah sebelum dipilih melalui cara yang berbeda-beda.
Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi
berbagai macam pergolakan. Tidak ada masa sedikitpun dalam pemerintahannya yang
dikatakan stabil.
Persoalan pertama yang dihadapi Ali adalah pemberontakan yang dilakukan oleh
Thalhab, Zubair, dan Aisyah. Alasan mereka Ali tidak mau menghukum para pemburuh
Ustman dan mereka menuntut bela terhadap darah Ustman yang telah ditumpahkan secara
zalim. Bersamaan dengan itu, kebijakan-kebijakan Ali juga mengakibatkan timbulnya
perlawanan dari gubenur di damaskus. Muawiyah yang didukung oleh sejumlah bekas
penjabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan.
Pristiwa yang dikenal dalam masa Ali adalah terjadinya perang antara kubu Ali dan
kubu Muawiyah. Perang tersebut terjadi didaerah bernama Siffin, sehingga perang ini disebut
perang Siffin. Pada saat Mu’awiyah dan tentara nya mendasak Amr bin Ash sebagai
penasehat Mu’awiyah yang dikenal cerdik dan pandai berunding, meminta agar Mu’awiyah
memerintahkan pasukannya mengangkat mushaf al-Quran di ujung tombak sebagai isyarat
berdamai dengan cara tahkim (arbitrase) dengan demikian Mu’awiyah terhindar dari
kekalahan total. Seusai perundingan, Abu Musa sebagai yang tertua dipersilahkan untuk
berbicara terlebih dahulu. Sesuai dengan kesepakatan sebelumny antara mereka berdua, Abu
Musa menyatakan pemberentian Ali dari jabatannya sebagai khalifah dan menyerahkan
urusan pemggantinya kepada kaum muslimin. Tetapi ketika tiba giliran Amr bin Ash, ia
menyatakan persetujuan atas pemberhentian ali dan menetapkan jebatan khaligah bagi
Mu’awiyah. Teryata Amr bin Ash menyalahi kesepakatan semula yang dibuat bersama Abu
musa. sepak terjangnya dalam pristiwa ini merugkan Ali menolak keputusan merugikan
pihak Mu’awiyah. Ali menolak keputusan tahkim tersebut, dan tetap mempertahankan
kedudukannya. Setelah terjadinya pristiwa tersebut kelompok ali pecah menjadi dua bagian,
dan kelompok yang kekuar dari kelompok Ali dinamai sebagai kelompok kharawij.(orang-
orang yang keluar)
Pada 24 januari 661, ketika Ali sedang dalam perjalanan menuju masjid Kuffah, ia
terkena hantaman pedang beracun didahinya. Pedang tersebut yang mengenai otaknya,
diayunkan oleh seorang pengikut kelompok Kharawij, Abd al-Rahman ibn Muljam, yang
ingin membalas dendam atas kematian keluarga seorang wanita, temannya yang terbunuh di
Nahrawan.
Peristiwa pembaiatan ini terjadi pada hari Jumat,13 Dzul Hijjah 35 H./23 Juni 656 M
di Mesjid Nabawi, seperti pembaiatan para khalifah sebelumnya. Ali sendiri sesungguhnya
tidaklah terlalu berambisi dengan jabatan itu, pada awalnya beliau menampik dengan
mengatakan bahwa Thalhah dan Zubairlah yang lebih cocok untuk menempati posisi
kekhalifahan tersebut. Hanya karena terus-menerus didesak, kemudian dukungan yang datang
makin gencar, akhirnya beliau menerima jabatan tersebut.
Segera setelah dibaiat, khalifah Ali mengambil langkah-langkah politik, yaitu:
1) Memecat para pejabat yang diangkat oleh Utsman, termasuk didalamnya beberapa
gubernur lalu menunjuk penggantinya.
2) Mengambil tanah yang telah dibagikan Utsman kepada keluarga dan kaum kerabatnya.
3) Memberikan kepada kaum muslimin tunjangan yang diambil dari bait al-mal, seperti yang
pernah dilakukan oleh Abu Bakar, pemberian dilakukan secara merata, tanpa membedakan
sahabat yang lebih dulu memeluk agama Islam atau yang belakangan.
4) Meninggalkan kota Madinah dan menjadikan kota Kufah sebagai pusat pemerintahan.
Dari uraian di atas dapat kita ketahui bahwa proses pengangkatan Abu Bakar menjadi
Khalifah adalah melalui proses pemilihan secara langsung oleh umat. Dan dalam perjalanan
sejarah Kekhilafahan Islam tidaklah seluruh Khalifah dipilih secara langsung oleh umat. Ada
juga yang penunjukan Khalifah sebelumnya seperti Umar bin Khatab. Ada yang dipilih oleh
Ahlu ahli wa aqdi, seperti Usman bin Affan. Dan di masa-masa berikutnya ada yang dengan
sistem putera mahkota. Meski berbeda-beda cara pemilihannya tapi semuanya diangkat
melalui metode baiat.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Khalifah Abu bakar diangkat menjadi khalifah atas dasar pemufakatan dan
musyawarah para pemuka-pemuka kaum muslimin dan disetujui oleh jamaah muslimin,
tanpa ada peninggalan calon dari Rasul, Umar menjadi khalifah kedua atas pencalonan abu
bakar yang segera juga mendapat persetujuan umat dilanjutkan dengan penentuan Utsman bin
Affan sebagai khalifah ketiga di rundingkan dalam rapat dan setelah Ustman terbunuh, Ali
lah yang merupakan calon terkuat untuk menjadi khalifah keempat. Perluasan wilayah
kekuasaan islam yang dibangun Umar bin Khattab mampu menstabilkan kekuatan politik.
Dikarenakan banyak metode yang digunakan Umar dalam melakukan perluasan wilayah,
sehingga musuh mau menerima Islam karena perlakuan adil kaum muslim. Nepotisme dan
pertentangan antarkelompok pada khulafaur rasyidin terjadi pada masa Utsman bin Affan
karena dalam kepemimpinannya banyak terpengaruh oleh saudaranya dari bani Umayyah
sehingga jabatan banyak dipegang oleh keluarganya sehingga masyarakan merasa tidak suka
serta adanya pertentangan kelompok anatara bani Umayah dan bani Hasyim pada saat
terpilihnya Utsman bin Affan.
Perkembangan peradaban islam yang pesat pada masa khulafaurrasyidin, juga terdapat
banyak hanbatan yaitu:
a. Munculnya nabi-nabi palsu setelah pasca meninggalnya Rasulullah SAW.
b. Munculnya kelompok-kelompok pemberontakan baik dari luar islam terlebih dari
dalam islam iti sendiri.
c. Terjadinya perpecahan kaum muslimin yang dipicu oleh kelompok-kelompok tertentu
yang berkeinginan menduduki posisi kekhalifahan, akhirnya orang-orang islam pada
masa itu saling membunuh antara satu dengan yang lainnya, dan salah satu tokoh
yang terkenal berambisi merebut kekuasaan adalah Mu’awiyah & Zubair, dan masih
banyak lagi yang lainnya yang berambisi untuk menjadi khalifah.
Dalam mengatasi pemberontakan juga ditempuh dua cara yaitu perjanjian damai dan
perang, namun usaha yang dilakukan dalam mengatasi masalah ini tidak berhasil, hingga
akhirnya ali bin abu thalib meninggal terbunuh. Justru situasi kembali damai ketika Hasan
Ibnu Ali menyerahkan tahta kepemimpinan kepada Mu’awiyah yang sangat berambisi
menjadi pemimpin kaum muslimin. Dengan penyerahan kekuasaan itu, maka berakhirlah
pemerintahan khulafaurrasyidin.

3.2 Saran
Saya mengemukakan permasalahan yang ada diatas, penulis berharap agar para pembaca
memberikan saran dan kritikan yang membangun dan memotivasi mengenai isi dan hasil
tugas makalah yang penulis buat supaya penulis bisa terus memperbaiki kesalahan yang
masih banyak di dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Amin, Islam dari masa ke masa, Bandung: Rusyda, cetakan pertama 1986.
Ahmad Jamil, Sejarah Kebudayaan Dinamika Islam, Gersik: Putra Kembar Jaya, 2011.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, Cetakan keenambelas 2004.
Dedi Supriyady, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, cetakan ketiga
2011.
Hanun Asrohah, Sejarah peradaban Islam, Jakarta: Wacana Ilmu, 2001.
Machfud Syaefuddin, Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 3013.
Mufrad, Kisah Hidup Umar bin Khattab, Jakarta: Zaman, 2008.
Philip K. Hitti, Histori Of The Arabs, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002.
Samsul Munir Amin, Sejarah Perkembangan Islam, Jakarta: Amzah, 2009.
Syalaby Ahmad. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Al-Husna Zikra, 2000.
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam. Muchtar Yahya. Jakarta: Pustaka al-Husna. 2007
Syazali Munawir. Islam dan Tata Negara. Jakarta: UI Press, 1991.
Sulton Adi, Umar bin Khattab, Bandung: Fitrah, 2010.

Anda mungkin juga menyukai