Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. I. A.

T
DENGAN DIAGNOSA MEDIS WAHAM
DI RUMAH SAKIT JIWA NAIMATA
KUPANG

OLEH
Miryam M Olla
(213111077)

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2021/2022
Landasan Teori

A. Definisi
Waham adalah keyakinan yang keliru tentang isi piker yang dipertahankan secara
kuat atau terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan (SDKI, 2017). Waham
adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat/terus menerus namun
tidak sesuai dengan kenyataan (Keliat, 2014).
Gangguan isi pikir adalah ketidakmampuan individu memproses stimulus internal
dan eksternal secara adekuat. Gangguannya adalah berupa waham yaitu keyakinan
individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan dengan realitas. Keyakinan individu
tersebut tidak sesuai dengan tingkat intelektual dan latar belakang budayanya, serta tidak
dapat diubah dengan alasan yang logis. Selain itu keyakinan tersebut diucapkan berulang
kali (Kusumawati, 2010).
B. Rentang respon waham
Skema rentang respon neurobiologis waham menurut Keliat (2011) yaitu
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Kadang-kadang proses pikir Gangguan isi pikir halusi asi
terganggu
Persepsi akurat Ilusi Gangguan isi pikir halusi asi
Emosi konsisten Emosi berlebihan Perubahan proses emosi
Perilaku sesuai Perilaku yang tidak biasa Perilaku tidak terorganisasi
Hubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial

1. Fase waham
Menurut Eriawan (2019) proses terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu:
a. Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik
maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham da[at terjadi pada orang-orang
dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin
dan terbatas. Keinginan untuk memenuhi kebuthan hidupnya mendorongnya
melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien secara sosial ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara realita dan selfideal sangat tinggi. Dapat
dipengaruhi juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang (life
spanhistory)
b. Fase lack of esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self
ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan
yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui
kemampuannya. Misalnya saat lingkungan suda mulai kaya, menggunakan
teknologi komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta memiliki
kekuasaan yang luas, seseorang memasang self ideal yang melebihi lingkungan
tersebut. Padahal self reality nya sangat jauh.
c. Fase control internal external
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa yang ia
katakana adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai kenyataan.
Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien ada;ah sesuatu yang sangat berat, karena
kebutuhannya untuk diuakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima
lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum
terpenuhi sejak kecil secara optimal.
d. Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungan
menyebabakan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu
yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang.
Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan control diri dan tidak berfungsinya norma
(Super ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
e. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap
bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya.
Keyakinan sering disertai hakusinasi pada saat klien menyendiri dari
lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering menyendiri dan menghindar
interaksi sosial (Isolasi sosial).
f. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham keyakinan yang
salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering berkaitan
dengan traumatic masa lalu atau kebutuhan yang tidak terpenuhi. Waham bersifat
menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri
dan orang lain. Penting sekali untuk mengguncang keyakinan klien dengan cara
konfrontatif serta memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa apa yang dilakukan
menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi sosial.

C. Klasifikasi
Waham dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis menurut Direja (2011) yaitu:

Jenis Waham Pengertian Perilaku Klien


Waham Kebesaran Keyakinan secara “Saya ini pejabat di
berlebihan bahwa dirinya kementrian semarang!”
memiliki kekuatan atau “Saya punya perusahaan
kelebihan yang berbeda paling besar lho”
dengan orang lain,
diucapkan berulang-ulang
tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan
Waham Agama Keyakinan terhadap suatu “Saya adalah tuhan yang
agama secara berlebihan, bisa menguasai dan
diucapkan berulang-ulang mengendalikan semua
tetapi tidak sesuai dengan makhluk”
kenyataan
Waham Curiga Keyakinan seseorang atau “Saya tahu mereka mau
sekelompok orang yang menghancurkan saya,
mau merugikan atau karena iri dengan
mencederai dirinya, kesuksesan saya”
diucapkan berulang-ulang
tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan
Waham Somatik Keyakinan seseorang “Saya menderita kanker”
bahwa tubuh atau sebagian padahal hasil pemeriksaan
tubuhnya terserang lab tidak ada sel kanker
penyakit, diucapkan pada tubuhnya
berulang-ulang tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan
Waham Nihlistik Keyakinan seseorang “Ini saya berada di alam
bahwa dirinya sudah kubur ya, semua yang ada
meninggal dunia, tetapi disini adalah roh-rohnya”
tidak sesuai dengan
kenyataan

D. Etiologi
Menurut Direja (2011) bahwa ada 2 faktor yang mempengaruhi seseorang mengalami
waham yaitu:
1. Faktor predisposisi
a) Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan sksn mengganggu hubungan interpersonal seseorang.
Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir dengan gangguan
persepsi, klien menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan
emosi tidak efektif
b) Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbulnya
waham

c) Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda atau bertentangan dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan peningkatan terhadap kenyataan
d) Faktor biologis
Waham diyakini karena adanya atrofi otak, pembesaran vertikel di otak, atau
perubahan pada sel kortikal dan limbic.
2. Faktor presipitasi
a) Faktor sosial budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti atau
diasingkan dari kelompok
b) Faktor biokimia
Dopamine, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi
penyebab waham pada seseorang
c) Faktor psikologis
Kecemasan dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi masalah sehingga klien
mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan.
E. Tanda dan Gejala
Menurut Direja (2011) tanda dan gejala waham ada beberapa yaitu:
1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan
2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3. Curiga
4. Bermusuhan
5. Merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan)
6. Takut, sangan waspada
7. Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
8. Ekspresi wajah tegang
9. Mudah tersinggung
F. Pengkajian
1. Identifikasi klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien
tentang: Nama klien, Nama perawat, tujuan, waktu pertemuan, topic pembicaraan
2. Keluhan utama/alasan masuk
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabakan klien dan keluarga datang ke
Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah dan
perkembangan yang dicapai.
3. Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada
masa lalu, pernah melakukan, mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari
lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dapat dilakukan
pengkajian pada keluarga faktor yang mungkin mengakibatkan terjadinya gangguan
yaitu:
a. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis
dari klien
b. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan dan
perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak.
c. Sosial budaya
Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan),
kehidupan yang terisolasi serta stress yang menumpuk.
4. Aspek fisik/biologis
Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital (tekanandarah, nadi, suhu,
pernafasan). Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi organ kalau
ada keluhan.
5. Aspek spikososial
a. Membuat genogram yang paling sedikit tiga generasi yang dapat menggambarkan
hubungan klien dan keluarga, masalah yang terikat dengan komunikasi,
pengambilan keputusan dan pola asuh
b. Konsep diri
a) Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang paling
disukai dan tidak disukai
b) Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap
status terhadap posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-laki atau perempuan
c) Peran: tugas yang diemban dalam keluarga/ kelompok dan masyarakat dan
kemampuan klien dalam melaksanakan tugas tersebut
d) Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan dan
penyakitnya
e) Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan penghargaan
orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi pengungkapan kekecewaan
terhadap dirinya sebagai wujud harga diri rendah.
f) Hubungan sosial dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelompok yang
diikuti dalam masyarakat.
g) Spiritual mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik
klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir), afek klien, interaksi selama
wawancara, persepsi klien, proses berpikir, isis pikir, tingkat kesadaran, memori,
tingkat konsentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik diri.
7. Proses berpikir
Proses pikir dalam berbicara jawaban klien kadang meloncat-loncat dari satu topic
ketopik lainnya, masih ada hubungan yang tidak logis dan tidak sampai pada tujuan
(flight ofides) kadang-kadang mengulangi pembicaraan yang sama (persevere).
Masalah keperawatan gangguan proses pikir
8. Isi pikir
Contoh isi pikir klien saat diwawancarai:
a. Klien mengatakan bahwa dirinya banyak mempunyai pacar, dan pacarnya orang
kaya dan bos batu bara (masalah keperawatan: waham kebesaran)
b. Klien mengatakan bahwa masuk RSJ karena sakit liver (masalah keperawatan:
waham somatic)
9. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampaun makan klien, klien mampu menyiapakan dan membersihkan alat
makan
b. Klien mampu BAB/BAK, menggunakan dan membersihkan toilet serta
membersihkan dan merapikan pakaian
c. Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien
d. Istirahat dan tidur klien, aktivitas didalam dan diluar rumah
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setelah minum obat
10. Masalah psikososial dan lingkungan
Dari data keluarga atau klien mengenai masalah yang dimiliki klien
11. Pengetahuan
Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian yang
dimiliki klien disimpulkan dalam masalah
12. Aspek medic
Terapi yang diterima oleh klien: ECT, terapi antara lain seperti terapi spikomotorik,
terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi okupasi, terapi lingkungan.
Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi dan perkembangan klien supaya dapat
melaksanakan sosialisasi secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat.
G. Pohon masalah
Skema pohon masalah menurut Fitria (2009) dalam Direja (2011) yaitu

Perilaku kekerasan

Waham

Menarik diri
Harga diri rendah

H. Diagnosa keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Perubahan isi pikir : Waham
3. Menarik diri
4. Harga diri rendah
I. Intervensi
Rencana Keperawatan Rencana Keperawatan yang diberikan pada klien tidak hanya
berfokus pada masalah waham sebagai diagnosa penyerta lain. Hal ini dikarenakan
tindakan yang dilakukan saling berkontribusi terhadap tujuan akhir yang akan dicapai.
Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa gangguan proses pikir :
waham yaitu (Keliat, 2009) :
1. Bina hubungan saling percaya Sebelum memulai mengkaji pasien dengan waham,
saudara harus membina hubungan saling percaya terlebih dahulu agar pasien merasa
aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus saudara
lakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah:
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Berjabat tangan
c. Menjelaskan tujuan interaksi
d. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien.
2. Bantu orientasi realita
a. Tidak mendukung atau membantah waham pasien
b. Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman
c. Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari
d. Jika pasien terus menerus membicarakan wahamnya dengarkan tanpa memberikan
dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti membicarakannya
e. Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realitas
f. Diskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak terpenuhi sehingga
menimbulkan kecemasan, rasa takut dan marah.
g. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pasien
h. Berdikusi tentang kemampuan positif yang dimiliki
i. Bantu melakukan kemampuan yang dimiliki j. Berdiskusi tentang obat yang
diminum k. Melatih minum obat yang benar
J. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi nyata
sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana hal ini terjadi karena perawat belum
terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan
Dalami (2009). Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa dilakukan berdasarkan
Strategi Pelaksanaan (SP) yang sesuai dengan masing-masing maslaah utama. Pada
masalah gangguan proses pikir : waham terdapat 4 macam SP yaitu :
SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, latihan orientasi realita orientasi orang,
tempat, dan waktu serta lingkungan sekitar).
SP 2 Pasien: Mengajarkan cara minum obat secara teratur
SP 3 Pasien: Mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi
kebutuhan dengan mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi
SP 4 Pasien: Mengidentifikasi kemampuan positif pasien yang dimiliki dan membantu
mempraktekkannya
K. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan klien (Dalami, 2009). Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien
terhadap tindakan yang telah dilaksanakan, evaluasi dapat dibagi dua jenis yaitu :
evaluasi proses atau formatif dilakukan selesai melaksanakan tindakan. Evaluasi hasil
atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan umum dan
tujuan khusus yang telah ditentukan.
Menurut Yusuf (2015) evaluasi yang diiharapkan pada asuhan keperawatan jiwa
dengan gangguan proses pikir adalah:
1. Pasien mampu melakukan hal berikut:
a. Mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataan.
b. Berkomunikasi sesuai kenyataan.
c. Menggunakan obat dengan benar dan patuh.
2. Keluarga mampu melakukan hal berikut:
a. Membantu pasien untuk mengungkapkan keyakinannya sesuai kenyataan
b. Membantu pasien melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan pasien.
c. Membantu pasien menggunakan obat dengan benar dan patuh.
L. Strategi pelaksanaan
Dx 1. Waham curiga
SP 1 yaitu
1. Membina hubungan saling percaya
2. Jangan membantah atau mendukung waham klien
3. Yakinkan klien dalam keadaan aman dan terlindungi
4. Observasi apakah waham klien mengganggu aktivitas sehari-harinya

SP 2 yaitu

1. Mengidentifikasi kemampuan positif pasien


2. Beri pujian pada penampilan klien yang dimiliki pada masa lalu dan saat ini
3. Tanyakan apa yang bisa dilakukan
4. Jika klien selalu berbicara tentang wahamnya dengarkan sampai wahamnya tidak ada

SP 3 yaitu:

1. Klien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang belum terpenuhi


2. Observasi kebutuhan klien sehari-hari
3. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi
4. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dengan timbulnya waham
5. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dalam memerlukan waktu
dan tenaga
6. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya
SP 4 yaitu:

1. Klien dapat berhubungan dengan realitas


2. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (realitas diri, orang lain, waktu, dan
tempat)
3. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas
4. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan oleh klien

SP 5 yaitu:

1. Klien dapat dukungan dari keluarga


2. Diskusikan dengan keluarga tentang
a) Gejala waham
b) Cara merawatnya
c) Lingkungan keluarga
d) Follow up dan obat
3. Anjurkan keluarga melaksanakannya dengan bantuan perawat

SP 6 yaitu:

1. Klien dapat menggunakan obat dengan benar


2. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang obat, dosis, efek samping dan akibat
dari penghentian obat
3. Diskusikan perasaan klien setelah minum obat
4. Berikan obat dengan 5 prinsip benar dan observasi setelah minum obat.
DAFTAR PUSTAKA

Direja, A. H. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Keliat, B. A. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, B. A. Dkk. (2014). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic


Course). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Kusumawati F dan Hartono Y. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Tim Pokja SDKI PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Anda mungkin juga menyukai