Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam merupakan agama yang sangat komplek. Sehingga dalam


memahaminya pun dibutuhkan cara yang tepat agar dapat tercapai suatu
pemahaman yang utuh tentang Islam. Di Indonesia sejak Islam masuk
pertama kali sampai saat ini telah tinmbul berbagai macam pemahaman
yang berbeda mengenai Islam.Sehingga dibutuhkanlah penguasaan tentang
cara-cara yang digunakan dalam memahami Islam.

Kehadiran agama islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw.


Diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera
lahir dan batin. Di dalamnya terdapat beberapa petunjuk tentang bagaimana
seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara
bernmakna dalam arti yang scluas-luasnya. Gambaran ajaran islam yang
demikian ideal itu pernah dibuktikan dalam sejarah dan manfaatnya
dirasakan oleh seluruh umat islam.

Dengan penyajian yang demikian itu, makal ah ini diharapkan dapat


membantu pembaca dalam memahami ajaran islam. Dengan demikian
makalah ini menempati posisi sebagai pengantar yang diharapkan dapat
menunjukan dengan jelas tentang bagaimana ajaran islam itu seharusnya
dipahami. Maka, dalam makalah ini penulis akan mencoba membahas
mengenai metodologi serta beberapa hal yang berkaitan untuk memahami
Islam di Indonesia.
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:

1. Apa kegunaan metedologi dalam Islam?

2. Apa yang dimaksud dengan studi Islam?

3. Bagaimana metode dalam memahami ajaran Islam?

C. Tujuan

Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah:

1. Mengetahui apa saja kegunaan metedologi dalam Islam.

2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan studi Islam.

3. Mengetahui bagaimana metode dalam memahami ajaran Islam.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Kegunaan Metedologi

Sejak kedatangan Islam pada abad ke-13, hingga saat ini, fenomena
pemahaman Islam umat indonesia masih bersifat variatif, mungkin juga
pemahaman Islam di negara-negara lain. Kita tidak tahu persis, apakah ini
merupakan sesuatu yang alami yang harus diterima dan diambil hikmahnya
atau diperlukan adanya standarisasi pemahan agar tidak melenceng dari
ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah serta sejalan dengan
kaidah-kaidah yang dapat dipertanggung jawabkan.

Kita dapat melihat orang yang pengetahunan keIslamannya cukup luas


dan mendalam, tetapi pemahamannya tidak terkonsep dan terorganisasi, yang
biasanya ilmu ini dipeoleh dari belajar secara otodidak. Maka orang tersebut
tidak dapat melihat hubungan yang terdapat di berbagai pengetahuan Islam
yang dipelajarinya tersebut, dan karenanya juga dia tidak dapat
menerapkannya jika ditugaskan untuk mengajar di sebuah perguruan tinggi.
Yang dimana dalam literatur perguruan tinggi membutuhkan keteraturan
dalam menggunakan kurikulum dan silabus.

Selanjutnya kita melihat sekelompok orang yang pemahamannya


sangat luas dalam salah satu ilmu keIslaman tertentu, tetapi kurang atau
menganggap remeh dalam ilmu keIslaman yang lain. Maka cara pandang
orang tersebut akan selalu menggunakan pertimbangan ilmu yang telah
dikuasainya. Misalkan orang yang ahli fiqih, tetapi lemah di ilmu yang lain,
maka akan selalu memandang setiap hal sesuai kacamata ilmu fiqih.1

1
A. Mukti Ali, Metodologi Ilmu Agama Islam, Yogyakarta: Tiara wacana, 1990, hal. 44
Akibat dari keadaan demikian, maka segala masalah yang ditanya kan
kepadanya selalu dilihat dari paradigma ilmu Fiqih. Ketika mereka ditanya
masalah pelacuran misalnya, maka jawabannya adalah dengan cara
memusnakan tempat pelacuran tersebut, karena dianggap sebagai tempat
maksiat. Padahal cara tersebut tidak akan memecahkan masalah, karena
masalah pelacuran bukanlah masalah keagamaan yang memerlukan ketetapan
hukum melainkan juga masalah ketenagakerjaan, kesenjangan sosial, struktur
sosial, sistem perekonomian dan sebagainya, yang dalam cara mengatasinya
memerlukan keterlibatan orang lain.

Pada tahab berikutnya, pernah pula yang menjadi primadona


masyarakat adalah ilmu Kalam (Teologi), sehingga setiap masalah yang
dihadapi selalu dilihat dari paradigma theologi. Lebih dari itu teologi yang
dipelajarinya hanya berpusat pada paham Asy'ari dan Maturidiyyah (sunni),
sedangkan paham lainnya dianggap sesat. Akibat dari keadaan demikian,
maka tidak terjadi dialog keterbukaan, saling menghargai dan sebagainya.2

Selanjutnya kita melihat pula munculnya paham ke-Islaman bercorak


tasawuf yang sudah mengambil bentuk tarikat yang terkesan kurang
menampilkan pola hidup yang seimbang antara urusan duniawi dan urusan
ukhrawi. Dalam tasawuf ini, kehidupan dunia terkesan diabaikan.Umat terlalu
mementingkan urusan akhirat, sedangkan urusan dunia menjadi terbengkalai.
Akibatnya keadaan umat menjadi mundur dalam bidang keduniaan, materi
dan fasilitas hidup lainnya.3

Pemahaman tersebut di atas jelas tidak membuat yang bersangkutan


keluar dari Islam dan dapat kita maklumi, karena sebagai akibat dari proses
pengaiaran Islam yang belum tersusun secara sistematik dan belum
disampaikan menurut prinsip, pendekatan dan metode terencanakan dengan
baik. Namun untuk kepentingan akademis dan untuk membuat Islam lebih
responsif dan fungsional dalam memadukan perjalanan umat serta menjawab
2
Ahmad Nawawi, Pengantar Studi Islam (Perspektif Metedologi). Yogyakarta: Azzagrafika, 2015,
hal. 116
3
A. Mukti Ali, Metodologi Ilmu Agama Islam, Yogyakarta: Tiara wacana, 1990, hal. 44
berbagai masalah yang dihadapi saat ini, diperlukan metode yangdapat
menghasilkan pemahaman Islam yang utuh dan konperhensif.4

Dari contoh tersebut, kita bisa menggambarkan bahwa pemahaman


Islam masih bersifat pasrsial atau belum utuh. Meskipun telah kita telah
menjumpai pemahaman Islam yang utuh, seperti; pemahaman yang
dikemukakan oleh Muhammad Abduh, Muhammad Iqbal, dan Fazlurrahman,
tapi itu semua belum tersosialisasikan kemasyarakat kita ini. Oleh karena itu
dibutuhkan sebuah cara atau tuntunan dalam memahami Islam salah satunya
adalah metodologi. Yang dimana Ali Mukti mengatakan bahwa metodologi
adalah masalah yang sangat penting dalam sejarah pertumbuhan ilmu.5

Kini disadari bahwa kemampuan dalam menguasai materi keilmuan


tertentu perlu diimbangi dengan kemampuan dibidang metodologi sehingga
pengetahuan yang dimilikinya dapat dikembangkan.6

Dalam kenyataan sekarang ini, kita bisa melihat negara eropa yang
pernah mengalami masa bodoh, dan akhirnya sekarang bisa menjadi negara
yang sangat maju. Menurut Ali Syariat, ini semua dikarenakan mereka
terpengaruh metode pemikiran Aristoteles.7 Oleh karena itu, metode
pemikiran memiliki peranan sangat penting dalam kemajuan dan
kemunduran. Demikian pentingnya metode ini, Ali Mukti mengatakan bahwa
yang menentukan dan membawa stagnasi dan masa kebodohan dan kemajuan
bukanlah karena ada atau tidak adanya orang yang jenius, melainkan karena
metode penelitian dan cara melihat sesuatu.8

Maka dapat sedikit kita sadari bahwa kemampuan dalam menguasai


materi keilmuan tertentu perlu dibarengi dengan kemampuan di bidang
metodologi, sehingga pengetahuan yang dimilik dapat dikembangkan.

4
Ahmad Nawawi, Pengantar Studi Islam (Perspektif Metedologi). Yogyakarta: Azzagrafika, 2015, hal. 117
5
A. Mukti Ali, Metodologi Ilmu Agama Islam, Yogyakarta: Tiara wacana, 1990, hal. 44
6
Khoiriyah, Memahami Metodologi Studi Islam, Yogyakarta: TERAS, 2013, hal. 19-20
7
Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2000, hal.146
8
Ibid, hal 44
Metodologi sendiri merupakan ilmu tentang metode. Dalam
pembahasan ini kami khususkan metodologi dalam ilmu Islam.
Fazlurrahman, orang Pakistan yang kini menjadi guru besar tamu di
Universitas Chicago, mempunyai pendapat bahwa pokok ajaran Islam ada
tiga, yaitu percaya kepada keesaan Allah, pembentukan masyarakat yang adil
dan kepercayaan hidup setelah mati. Untuk mempelajari hal itu, sudah barang
tentu orang harus mempelajari konteks sejarahnya yaitu, dalam suasana dan
situasi apa ayat Al-Qur'an itu diturunkan. Artinya bahwa Asbabun Nuzul
merupakan hadis yang juga merupakan sumber dalam memahami Islam,
rupa-rupanya digunakan Fazlurrahman dengan sanga hat-hati, dan hanya
hadis yang benar-benar hadis itulah yang diperg dengan mengingat sebab
sebab hadis itu diucapkan Nabi Mumerupakan satu kesatuan untuk
memahami hadis. Rupa-rupanya dalam penelitian hadis ini Fazlurrahman
sama sekali menolak hadis yang menurut pendapatnya bertentangan dengan
akal. Pengertian yang ia peroleh dari mempelajari Al-Qur'an dan Al-Hadis
dalam konteks sejarahnya itu lalu ditafsirkannya dalam perspektif
kontemporer

Melihat tiga macam metodologi tersebut di atas orang memahami


sekalipun pendekatan mereka berbeda, namun dapat diambil kesimpulan
bahwa elemen-elemen yang harus diketahui dalam Islam merupakan: (1)
Allah, (2) alam, dan (3) manusia. Allah, alam dan manusia atau teologi,
kosmologi, dan antropołlogi inilah tiga masalah pokok yang dibahas oleh
Islam-juga oleh agama-agama lainnya.

Memang hubungan antara Allah dengan dunia, dan hubungan antara


Allah dan manusia merupakan sangat penting dalam hidup dan kehidupan ini.
Dewasa ini tiga masalah besar itu masih mengejar-ngejar pikiran orang-orang
modern. Di antara mereka tidak sedikit yang mengikuti pemikiran-pemikiran
scientis dan mengambil sains sebagai jawabannya.

Ahli-ahli fisika, kima, dan biologi diharapkan dapat menciptakan


kosmogoni, kosmologi, dan antropologi baru. Tetapi orang-orang yang
lebih "progresif" berpendapat bahwa mempelajari tiga hal tersebut berarti
spekulasi metafisik, sedangkan orang-orang "paling progresif" melihat bahwa
tiga persoalan tersebut hanya dapat dijawab dengan agama. Inilah metodologi
yang keempat.

Masih ada orang yang berusaha memahami Islam dengan membahas


Allah, lalu dibandingkan dengan Allah-Allah di agama lain. Ada lagi yang
memulai dengan mempelajari kitab suci Al-Qur'an dan dibandingkan dengan
kita-kitab yang diwahyukan atau dianggap diwahyukan. Ada lagi cara untuk
mengetahui Islam dengan mempelajari diri pribadi Nabi Muhammad dan
dibandingkan dengan nabi-nabi dari agam lain, ada juga orang yang
mempelajari orang-orang besar yang membawa pikiran-pikiran besar,
dibandingkan satu dengan yang lain.9

Adapun tujuan sebuah metodologi dalam upaya mempelajari dan


memahami Islam antara lain sebagai berikut: 1. Untuk menghindari terjadinya
kesalahpahaman dalam memahami Islam atau pemahaman Islam yang sesat.
2. Untuk memberikan petunjuk cara-cara memahami Islam secara tepat,
benar, sistematis, terarah, efektif, efisien, dan membawa orang untuk
mengikuti kehendak agama. Bukan sebaliknya, agama yang harus mengikuti
kehendak masing-masing orang.

DAFTAR PUSTAKA

9
Faisar Ananda, Syafruddin Syam, M.Syukri Albani Nasution, Metode Studi Islam (Jalan Tengah
Memahami Islam). Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2015, hal. 54-55
Ali, Mukti, Metodologi Ilmu Agama Islam, Yogyakarta, Tiara wacana, 1990.
Khoiriyah, Memamahmi Metedologi Studi Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2006
Nata, Abudin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta, PT. Grafindo
Persada, 2000.
Nawawi, Ahmad. Pengantar Studi Islam (Perspektif Metedologi).
Yogyakarta:Azzagrafika. 2015
Ananda, Faisar. Syam, Syafruddin. Albani Nasutio, M.Syukri, Metode Studi Islam
(Jalan Tengah Memahami Islam). Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. 2015

Anda mungkin juga menyukai