Anda di halaman 1dari 15

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

TERAPI KOGNITIF TEKA-TEKI PADA LANSIA


DI LKS-LU BERINGIN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Keperawatan Gerontik


Dalam Mengikuti Profesi Ners

Disusun Oleh
Kelompok 5 dan 6
1. Isbat (8417210
2. Maylien E. Hasan (841721010)
3. Novriyanti Karim (841721011)
4. Rini Rahim (841721031)
5. Faikoh A. Masaniku (841721037)
6. Riswanto Ismail (8417210
7. Meilan Igirisa (8417210
8. Desiana Pratiwi Hantulu (841721043)
9. Adeleida Paramita Cahyo (841721002)
10. Merlin Hiko (841721038)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

TERAPI KOGNITIF TEKA-TEKI PADA LANSIA DI LKS-LU BERINGIN


Topik : Terapi Kognitif (Teka-Teki)

Hari/Tanggal : Jumat, 18 Maret 2022

Tempat : LKS-LU Beringin

Peserta/Sasaran : Lansia yang terdaftar di LKS-LU Beringin

Waktu : 30 Menit

Penyuluh : Mahasiswa Profesi Ners Angk. 15 Kelompok 5 dan 6

A. Latar Belakang
Lansia dapat dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Proses menjadi lansia merupakan proses alamiah yang dapat
terjadi pada setiap orang. Dimana keadaan yang ditandai oleh kegagalan
seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres
fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk
hidup serta peningkatan kepekaan secara individual. Aspek yang juga mengalami
penurunan secara degenerative adalah fungsi kognitif (kecerdasan/pikiran). Salah
satu contoh gangguan degeratif kognitif pada lansia adalah demensia.
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan
disfungsi hidup sehari-hari (Brocklehurst and Allen, 1987 dalam Boedhi-
Darmojo, 2009). Pada lansia dengan demensia penurunan kemampuan mental
yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan,
pikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi
kemunduran kepribadian, sehingga terkadang terjadi gangguan terhadap bio-
psiko-sosial-spritual pada lansia.
Menurut data dari Kementrian Kesehatan RI pada bulletin lansia tahun 2016
data lansia di Indonesia mengalami peningkatan 7,59% pada tahun 2014 dengan
usia harapan hidup rata-rata 69,5 tahun. Situasi global pada saat ini di antaranya
adalah setengah jumlah lansia di dunia (400 juta jiwa) berada di Asia,
Pertumbuhan lansia pada negara sedang berkembang lebih tinggi dari negara
yang sudah berkembang. Masalah terbesar lansia adalah penyakit degenerative.
Diperkirakan pada tahun 2050 sekitar 75% lansia penderita penyakit degeneratif
tidak dapat beraktifitas (tinggal di rumah).
Terapi aktifitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada kelompok lansia yang mempunyai masalah
keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok
digunakan sebagai target asuhan. Terapi kognitif berfokus pada masalah,
orientasi pada tujuan, kondisi dan waktu saat itu. Terapi ini bermanfaat untuk
meningkatkan keterampilan kognitif, meningkatkan fungsi kognitif lansia,
meingkatkan orientasi visiospasial serta meningkatkan fungsi eksekutif bagi
lansia. Terdapat beberapa jenis terapi yang dapat melatih fungsi kognitif lansia,
salah satu yang dapat dilakukan adalah permainan teka-teki (Syamsuddin, 2018).
Teka-teki kerap diaplikasikan pada lansia untuk membantu menghambat
penurunan fungsi kognitif, melatih kecerdasan emosional serta meningkatkan
daya ingat untuk mengingat nama, tempat serta pembendaharaan kata. Lansia
yang sering bermain teka-teki cenderung memiliki wawasan yang luas serta daya
ingat yang baik (Tim LRSLU, 2019).
Berdasarkan hasil observasi selama bertugas di LKS-LU Beringin pada lansia
kelolaan didapatkan beberapa lansia mempunyai masalah utama penurunan daya
ingat dan kognitif. Dari fenomena tersebut kelompok tertarik untuk melakukan
terapi aktivitas kelompok dengan topik terapi kognitif teka-teki.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah mengikuti terapi kognitif teka-teki selama 30 menit lansia
diharapkan lansia dapat meningkatkan tingkat kognitif (daya ingat).
b. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok teka-teki diharapkan lansia
dapat :
1. Melatih konsentrasi untuk memusatkan perhatian sesuai petunjuk yang
diberikan.
2. Melatih ketajaman daya ingat dan dapat meningkatkan pendengaran dan
kognitifnya.
C. Materi TAK
Terlampir
D. Metode TAK
- Ceramah
- Bermain Teka-Teki
E. Media
- Kertas yang tertulis kata acak
- Pulpen/Spidol
- Speaker Bluetooth
F. Proses Kegiatan
Tahap
No Penyuluh Peserta Waktu Media
Kegiatan
1. Pembukaan Orientasi Mendengarkan dan 5 menit
-
a. Salam terapeutik Menyetujui
Terapis mengucapkan
salam
Memperkenalkan terapis
dan pembimbing
b. Evaluasi /
Validasi
Menanyakan perasaan
klien saat ini
Menanyakan masalah
yang dirasakan
c. Kontrak
 Menjelaskan
tujuan kegiatan,
dari TAK
 Membuat kontrak
waktu kegiatan
yaitu 20 menit
 Menjelaskan
aturan main
- Lansia akan
diberikan kata
yang teracak.
Dimana kata
tersebut adalah
jawaban dari
pertanyaan yang
diberikan oleh Co-
Leader.
- Lansia akan
diberikan waktu
15 menit untuk
menyusun kata
tersebut.
2. Kegiatan a. Terapis akan Mendengarkan dan 20 PPT
memulai permainan Menjawab pertanyaan Menit
b. Kertas yang berisi
kata acak akan
dibagikan kepada
lansia
c. Terapi membacakan
pertanyaan
d. Lansia menjawab
pertanyaan dengan
cara menyusun
kertas yang berisi
kata acak.
e. Terapis memberikan
waktu 1 menit untuk
menjawab setiap
pertanyaan.
f. Terapis menilai
lansia yang tercepat
dalam menyusun
kata.
g. Terapis akan
membacakan
jawaban yang benar
dan menilai jawaban
lansia.
h. Terapis akan
memberikan reward
pada lansia yang
menulis jawaban
yang benar dan
tercepat.
Evaluasi pencapaian
tujuan
1) Menanyakan
Mengungkapkan
perasaan klien setelah
3. Terminasi pendapat. 5 Menit
mengikuti TAK
2) Memberikan pujian
dan penghargaan atas
keberhasilan klien.

G. Pengorganisasian dan Rincian Tugas


a. Pengorganisasian
Leader : Riswanto Ismail, S.Kep
Co-Leader : Novriyanti Karim, S.Kep
Fasilitator :
1. Meylan Igirisa, S.Kep
2. Isbat, S.Kep
3. Rini Rahim, S.Kep
4. Faikoh Masaniku, S.Kep
5. Merlin Hiko, S.Kep
6. Adeleida Paramita Chayo, S.Kep
7. Meylien E. Hasan, S.Kep
Observer : Desiana Pratiwi Hantulu, S.Kep
b. Rincian Tugas
1) Leader
 Membacakan tujuan dan peraturan kegiatan terapi aktifitas kelompok
sebelum kegiatan dimulai
 Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok dan
memperkenalkan dirinya
 Mampu memimpin terapi aktifitas kelompok dengan baik dan tertib
 Menetralisir bila ada masalah yang timbul dalam kelompok
2) Co-Leader
 Menjelaskan permainan
 Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktifitas
klien
 Mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang
3) Fasilitator
 Memfasilitasi klien yang kurang aktif
 Berperan sebagai role play bagi klien selama kegiatan
4) Observer
 Mengobservasi jalannya proses kegiatan
 Mencatat prilaku verbal dan non verbal klien selama kegiatan
berlangsung
2. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
1) Tim berjumlah 10 orang yang terdiri 1leader, 1 Co-leader, 7 fasilitator, 1
observer
2) Peserta hadir ditempat TAK
3) Penyelenggaraan TAK dilaksanakan di LKS-LU Beringin
4) Pengorganisasian penyelenggaraan TAK dilakukan sebelumnya
b. Evaluasi Proses
1) Leader menjelaskan aturan jalanya kegiatan dengan jelas
2) Fasilitator menempatkan diri di tengah-tengah klien
3) Observer menempatkan diri di tempat yang memungkinkan untuk dapat
mengawasi jalannnya kegiatan
4) Klien yang dapat mengikuti kegiatan dengan aktif dari awal sampai
selesai.
c. Evaluasi Hasil
1) Lansia dapat mengikuti permainan dengan aktif dari awal sampai akhir
2) Lansia dapat meningkatkan kognitifnya.
3) Lansia dapat meningkatkan daya ingatnya terhadap suatu objek.
H. Setting Tempat

CL L

CAAA F F

CK
F
F
F F

O
Keterangan :

L : Leader

CL : Co-Leader

F : Fasilitator

O : Observer

CAAA
: Ci Akademik

CK
:Ci Klinik
Lampiran

TERAPI KOGNITIF PADA LANSIA

A. PENGERTIAN TERAPI

Terapi kognitif merupakan terapi jangka pendek, terstruktur, berorientasi,


terhadap masalah saat ini, dan bersifat terapi individu. Terapi kognitif akan
lebih bermanfaat jika digabung dengan pendekatan perilaku. Kemudian terapi
ini disatukan dan di kenal dengan terapi perilaku kognitif. Terapi ini
memerlukan individu sebagai agen yang berfikir aktif dan berinteraksi dengan
dunianya. Tugas perawat adalah secara aktif dan langsung membantu klien
mempertimbangkan kembali stressor dan mengidentifikasi pola pemikiran
atau keyakinan yang tidak akurat untuk mengatasi masalah klien dari
perspektif kognitif.

B. TUJUAN TERAPI
1) Membantu klien dalam mengidentifikasi, menganalisis dan menentang
keakuratan kognisi negative klien.
2) Menjadikan atau melibatkan klien subjek terhadap realitas
3) Memodifikasi proses pemikiran yang salah dengan membantu klien
mengubah cara berfikir atau mengembangkan pola pikir yang rasional
4) Membentuk kembali pikiran individu dengan menyangkal asumsi yang
maladaptive, pikiran yang mengganggu secara otomatis, serta proses
pikiran tidak logis yang dibesar-besarkan. Berfokus pada ikiran individu
yang menentukan sifat fungsionalnya (Videbeck, 2008)
5) Menghilangkan sindrom depresi dan mencegah kekambuhan dengan
mengubah cara berfikir maladaptive dan otomatis. Klien harus menyadari
kesalahan cara berfikirnya. Kemudian klien harus belajar cara merespon
kesalahan tersebut dengan cara yang lebih adaptif. Dengan presfektif
kognitif, klien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran
dan harapan-harapan negative. Cara lain adalah dengan membantu klien
mengidentifikasi kondisi negative, mencarikan alternative, membuat
skema, yang sudah ada menjadi fleksibel, dan mencari kognisi perilaku
yang baru dan lebih adaptif
6) Membantu menargetkan proses berfikir serta perilaku yang menyebabkan
dan mempertahankan panic dan kecemasan. Dilakukan dengan cara
penyuluhan klien, restrukturisasi kognitif, pernafasan relaksasi terkendali,
umpan balik biologi, mempertanyakan bukti, memeriksa alternative, dan
reframing
7) Menempatkan individu pada situasi yang biasanya memicu perilaku
gangguan obsessive kompulsif dan selanjutnya mencegah responnya.
Misalnya dengan cara pelimpahan atau pencegahan respon,
mengidentifikasi, dan merestrukturisasi distorsi kognitif melalui
psikoedukasi
8) Membantu individu mempelajari respon relaksasi, membentuk hierarki
situasi fobia, dan kemudian secara bertahap dihadapkan pada situasinya
sambil tetap mempertahankan respon relaksasi misalnya dengan cara
desensitisasi sistematis. Restrukturisasi kognitif bertujuan untuk
mengubah presepsi klien terhadap situasi yang ditakutinya
9) Membantu individu memandang dirinya sebagai orang yang berhasil
bertahan hidup dan bukan sebagai korban, misalnya dengan cara
restrukturisasi kognitif
10) Membantu mengurangi gejala klien dengan restrukturisasi system
keyakinan yang salah
11) Membantu mengubah pemikiran individu dan menggunakan latihan
praktik untuk meningkatkan aktifitas sosialnya
12) Membentuk kembali perilaku dengan mengubah pesan-pesan internal
C. INDIKASI TERAPI

Terapi kognitif efektif untuk sejumlah kondisi psikiatri yang lazim,


terutama:

1) Penuruanan daya ingat


2) Depresi (ringan sampai sedang)
3) Gangguan panik dan gangguan cemas menyeluruh atau kecemasan
4) Individu yang mengalami stress emosional
5) Gangguan obsesif kompulsif (obsessive compulsive disorder) yang sering
terjadi pada orang dewasa dan memiliki respon terhadap terapi perilaku
dan antidepresan jarang terjadi pada awal masa anak-anak, meskipun
kompulsi terisolasi sering terjadi
6) Gangguan fobia (misalnya agoraphobia, fobia social, fobia spesifik)
7) Gangguan stress pasca trauma (post traumatic stress disorder)
8) Gangguan makan
9) Gangguan mood
10) Gangguan psikoseksual
11) Mengurangi kemungkinan kekambuhan berikutnya

D. TEKNIK PELAKSANAAN TERAPI

1. Mendukung klien untuk mengidentifikasi kognisi atau area berpikir dan


keyakinan yang menyebabkannnya khawatir
2. Mengguanakan teknik pertanyaan Socratic yaitu meminta klien untuk
menggambarkan, menjelaskan, dan menegaskan pikiran negative yang
merendahkan dirinya. Dengan demikian klien mulai melihat bahwa asumsi
tersebut tidak logis dan tidak rasional 3. Mengidentifikasi interpretasi yang
lebih realistis mengenai diri sendiri, nilai diri dan dunia. Dengan demikian
klien membentuk nilai dan keyakinan baru dan distress emosional menjadi
hilang

Terapi kognitif dipraktekkan diluar sesi terapi dan menjadi modal utama
dalam mengubah gejala. Terapi berlangsung lebih kurang 12-16 sesi yang terdiri
atas 3 fase:

1. Fase awal (sesi 1-4)

a). Membentuk hubungan terapeutik dengan klien


b). Mengajarkan klien tentang bentuk kognitif yang salah serta pengaruhnya
terhadap emosi dan fisik
c). Menentukan tujuan terapi
d). Mengajarkan klien untuk mengevaluasi pikiran-pikiran yang otomatis

2. Fase pertengahan (sesi 5-12)

a). Mengubah secara berangsur-angsur kepercayaan yang salah


b). Membantu klien mengenal akar kepercayaan diri. Klien diminta
mempraktekkan keterampilan berespon terhadap hal-hal yang
menimbulkan depresi dan memodifikasinya.

3. Fase akhir (sesi 13-16)

a). Menyiapkan klien untuk terminasi dan memprediksi situasi beresiko tinggi
yang relevan untuk terjadinya kekambuhan.
b). Mengonsolidasikan pembelajaran melalui tugas-tugas terapi sendiri

Anda mungkin juga menyukai