Disusun Oleh
Kelompok 5 dan 6
1. Isbat (8417210
2. Maylien E. Hasan (841721010)
3. Novriyanti Karim (841721011)
4. Rini Rahim (841721031)
5. Faikoh A. Masaniku (841721037)
6. Riswanto Ismail (8417210
7. Meilan Igirisa (8417210
8. Desiana Pratiwi Hantulu (841721043)
9. Adeleida Paramita Cahyo (841721002)
10. Merlin Hiko (841721038)
Waktu : 30 Menit
A. Latar Belakang
Lansia dapat dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Proses menjadi lansia merupakan proses alamiah yang dapat
terjadi pada setiap orang. Dimana keadaan yang ditandai oleh kegagalan
seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres
fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk
hidup serta peningkatan kepekaan secara individual. Aspek yang juga mengalami
penurunan secara degenerative adalah fungsi kognitif (kecerdasan/pikiran). Salah
satu contoh gangguan degeratif kognitif pada lansia adalah demensia.
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan
disfungsi hidup sehari-hari (Brocklehurst and Allen, 1987 dalam Boedhi-
Darmojo, 2009). Pada lansia dengan demensia penurunan kemampuan mental
yang biasanya berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan,
pikiran, penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi
kemunduran kepribadian, sehingga terkadang terjadi gangguan terhadap bio-
psiko-sosial-spritual pada lansia.
Menurut data dari Kementrian Kesehatan RI pada bulletin lansia tahun 2016
data lansia di Indonesia mengalami peningkatan 7,59% pada tahun 2014 dengan
usia harapan hidup rata-rata 69,5 tahun. Situasi global pada saat ini di antaranya
adalah setengah jumlah lansia di dunia (400 juta jiwa) berada di Asia,
Pertumbuhan lansia pada negara sedang berkembang lebih tinggi dari negara
yang sudah berkembang. Masalah terbesar lansia adalah penyakit degenerative.
Diperkirakan pada tahun 2050 sekitar 75% lansia penderita penyakit degeneratif
tidak dapat beraktifitas (tinggal di rumah).
Terapi aktifitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada kelompok lansia yang mempunyai masalah
keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok
digunakan sebagai target asuhan. Terapi kognitif berfokus pada masalah,
orientasi pada tujuan, kondisi dan waktu saat itu. Terapi ini bermanfaat untuk
meningkatkan keterampilan kognitif, meningkatkan fungsi kognitif lansia,
meingkatkan orientasi visiospasial serta meningkatkan fungsi eksekutif bagi
lansia. Terdapat beberapa jenis terapi yang dapat melatih fungsi kognitif lansia,
salah satu yang dapat dilakukan adalah permainan teka-teki (Syamsuddin, 2018).
Teka-teki kerap diaplikasikan pada lansia untuk membantu menghambat
penurunan fungsi kognitif, melatih kecerdasan emosional serta meningkatkan
daya ingat untuk mengingat nama, tempat serta pembendaharaan kata. Lansia
yang sering bermain teka-teki cenderung memiliki wawasan yang luas serta daya
ingat yang baik (Tim LRSLU, 2019).
Berdasarkan hasil observasi selama bertugas di LKS-LU Beringin pada lansia
kelolaan didapatkan beberapa lansia mempunyai masalah utama penurunan daya
ingat dan kognitif. Dari fenomena tersebut kelompok tertarik untuk melakukan
terapi aktivitas kelompok dengan topik terapi kognitif teka-teki.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah mengikuti terapi kognitif teka-teki selama 30 menit lansia
diharapkan lansia dapat meningkatkan tingkat kognitif (daya ingat).
b. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok teka-teki diharapkan lansia
dapat :
1. Melatih konsentrasi untuk memusatkan perhatian sesuai petunjuk yang
diberikan.
2. Melatih ketajaman daya ingat dan dapat meningkatkan pendengaran dan
kognitifnya.
C. Materi TAK
Terlampir
D. Metode TAK
- Ceramah
- Bermain Teka-Teki
E. Media
- Kertas yang tertulis kata acak
- Pulpen/Spidol
- Speaker Bluetooth
F. Proses Kegiatan
Tahap
No Penyuluh Peserta Waktu Media
Kegiatan
1. Pembukaan Orientasi Mendengarkan dan 5 menit
-
a. Salam terapeutik Menyetujui
Terapis mengucapkan
salam
Memperkenalkan terapis
dan pembimbing
b. Evaluasi /
Validasi
Menanyakan perasaan
klien saat ini
Menanyakan masalah
yang dirasakan
c. Kontrak
Menjelaskan
tujuan kegiatan,
dari TAK
Membuat kontrak
waktu kegiatan
yaitu 20 menit
Menjelaskan
aturan main
- Lansia akan
diberikan kata
yang teracak.
Dimana kata
tersebut adalah
jawaban dari
pertanyaan yang
diberikan oleh Co-
Leader.
- Lansia akan
diberikan waktu
15 menit untuk
menyusun kata
tersebut.
2. Kegiatan a. Terapis akan Mendengarkan dan 20 PPT
memulai permainan Menjawab pertanyaan Menit
b. Kertas yang berisi
kata acak akan
dibagikan kepada
lansia
c. Terapi membacakan
pertanyaan
d. Lansia menjawab
pertanyaan dengan
cara menyusun
kertas yang berisi
kata acak.
e. Terapis memberikan
waktu 1 menit untuk
menjawab setiap
pertanyaan.
f. Terapis menilai
lansia yang tercepat
dalam menyusun
kata.
g. Terapis akan
membacakan
jawaban yang benar
dan menilai jawaban
lansia.
h. Terapis akan
memberikan reward
pada lansia yang
menulis jawaban
yang benar dan
tercepat.
Evaluasi pencapaian
tujuan
1) Menanyakan
Mengungkapkan
perasaan klien setelah
3. Terminasi pendapat. 5 Menit
mengikuti TAK
2) Memberikan pujian
dan penghargaan atas
keberhasilan klien.
CL L
CAAA F F
CK
F
F
F F
O
Keterangan :
L : Leader
CL : Co-Leader
F : Fasilitator
O : Observer
CAAA
: Ci Akademik
CK
:Ci Klinik
Lampiran
A. PENGERTIAN TERAPI
B. TUJUAN TERAPI
1) Membantu klien dalam mengidentifikasi, menganalisis dan menentang
keakuratan kognisi negative klien.
2) Menjadikan atau melibatkan klien subjek terhadap realitas
3) Memodifikasi proses pemikiran yang salah dengan membantu klien
mengubah cara berfikir atau mengembangkan pola pikir yang rasional
4) Membentuk kembali pikiran individu dengan menyangkal asumsi yang
maladaptive, pikiran yang mengganggu secara otomatis, serta proses
pikiran tidak logis yang dibesar-besarkan. Berfokus pada ikiran individu
yang menentukan sifat fungsionalnya (Videbeck, 2008)
5) Menghilangkan sindrom depresi dan mencegah kekambuhan dengan
mengubah cara berfikir maladaptive dan otomatis. Klien harus menyadari
kesalahan cara berfikirnya. Kemudian klien harus belajar cara merespon
kesalahan tersebut dengan cara yang lebih adaptif. Dengan presfektif
kognitif, klien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran
dan harapan-harapan negative. Cara lain adalah dengan membantu klien
mengidentifikasi kondisi negative, mencarikan alternative, membuat
skema, yang sudah ada menjadi fleksibel, dan mencari kognisi perilaku
yang baru dan lebih adaptif
6) Membantu menargetkan proses berfikir serta perilaku yang menyebabkan
dan mempertahankan panic dan kecemasan. Dilakukan dengan cara
penyuluhan klien, restrukturisasi kognitif, pernafasan relaksasi terkendali,
umpan balik biologi, mempertanyakan bukti, memeriksa alternative, dan
reframing
7) Menempatkan individu pada situasi yang biasanya memicu perilaku
gangguan obsessive kompulsif dan selanjutnya mencegah responnya.
Misalnya dengan cara pelimpahan atau pencegahan respon,
mengidentifikasi, dan merestrukturisasi distorsi kognitif melalui
psikoedukasi
8) Membantu individu mempelajari respon relaksasi, membentuk hierarki
situasi fobia, dan kemudian secara bertahap dihadapkan pada situasinya
sambil tetap mempertahankan respon relaksasi misalnya dengan cara
desensitisasi sistematis. Restrukturisasi kognitif bertujuan untuk
mengubah presepsi klien terhadap situasi yang ditakutinya
9) Membantu individu memandang dirinya sebagai orang yang berhasil
bertahan hidup dan bukan sebagai korban, misalnya dengan cara
restrukturisasi kognitif
10) Membantu mengurangi gejala klien dengan restrukturisasi system
keyakinan yang salah
11) Membantu mengubah pemikiran individu dan menggunakan latihan
praktik untuk meningkatkan aktifitas sosialnya
12) Membentuk kembali perilaku dengan mengubah pesan-pesan internal
C. INDIKASI TERAPI
Terapi kognitif dipraktekkan diluar sesi terapi dan menjadi modal utama
dalam mengubah gejala. Terapi berlangsung lebih kurang 12-16 sesi yang terdiri
atas 3 fase:
a). Menyiapkan klien untuk terminasi dan memprediksi situasi beresiko tinggi
yang relevan untuk terjadinya kekambuhan.
b). Mengonsolidasikan pembelajaran melalui tugas-tugas terapi sendiri