Anda di halaman 1dari 3

Nama : Kristina Putri Alfionita Kate

NPM : 143015C19060
Kelas : VI GH
Mata Kuliah : Metode Penelitian
Tugas : Ringkasan Buku Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif

BAB1
KONSEP-KONSEP DASAR
DALAM PENELITIAN
A. Manusia yang Serba Ingin Tahu Dalam Mencari Kebenaran
Penelitian selalu disempurnakan untuk mengatasi sikap hidup dan cara berpikir yang
tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan zaman. Dan memang sesungguhnya bahwa sikap
hidup dan cara berpikir yang tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan zaman. Dan memang
sesungguhnya bahwa sikap hidup dan cara berpikir yang spekulatif-aksiomatis tidak dapat
dipertahankan lagi. Dan bagi mereka yang baru mempelajari dasar-dasar dan metodologi
penelitian, ada baiknya untuk mengenal taraf berfikir dalam mencari kebenaran, agar dapat
membedakan mana yang dapat dikatakan berfikir spekulatif-aksiomatis dan mana yang ilmiah.

B. Berbagai Cara Berpikir Dalam Mencari Kebenaran

Ada beberapa taraf dalam usaha manusia untuk mendapatkan kebenaran dan untuk dapat
menempatkan pentingnya kedudukan “penelitian” di antara berbagai taraf tersebut. Kiranya perlu
diterangkan bagaimana proses berpikir dalam taraf-taraf tersebut dilakukan:

1. Taraf Kebetulan: dalam taraf ini sebenarnya diperoleh secara kebetulan. Banyak peristiwa
penting dan penemuan yang berharga di dunia ini yang diilhami oleh sifat kebetulan, tidak
sengaja dilakukan penelitian secara ilmiah. Karena itu cara penemuan semacam ini tidak dapat
dogolongkan pada proses berpikir secara ilmiah. Sebagai contoh dalam sejarah ialah
ditemukannya obat malaria secara kebetulan oleh seorang pengembara di daerah tropik yang
terserang oleh penyakit demam yang datangnya dalam waktu-waktu tertentu.

2. Taraf Trial dan Error: proses berpikir dalam taraf ini menggunakan sikap untung-untungan,
tetapi ada kelebihannya dibandingkan dengan bekerja dalam taraf kebetulan, karena orang tidak
hanya menerima nasib dengan pasif, tetapi sudah ada usaha yang aktif, biarpun sifatnya masih
membabi buta dan serampangan, tidak ada kesadaran yang pasti untuk melakukan pemecahan
masalah.Trial dan error sebagai dasar dan metode penelitian sangat berbelit-belit, tidak teratur
dan tidak pernah pasti, karena itu tidak dapat disebut sebagai metode ilmiah dalam penelitian.

3. Taraf Otoritas dan Tradisi: dalam hal ini pendapat-pendapat badan atau orang-orang
tertentu yang berwibawa merupakan kebenaran yang mutlak.Pendapat-pendapat itu dijadikan
doktrin yang diikuti dengan tertib tanpa sesuatu kritik, dan orang-orang tidak lagi berusaha
menguji kebenaran tersebut, “the master always says the truth”. Hal ini sering kita jumpai dalam
rapat-rapat. Masalah otoritas dalam kerja ilmiah sangat berbahaya karena itu harus kita hadapi
dengan hati-hati kadang-kadang otoritas dapat mengandung kebenaran.

4. Taraf Spekulasi: di dalam sifat-sifatnya proses berpikir pada taraf spekulasi banyak
persamaannya dengan trial dan error, bedanya hanya sifatnya lebih sistematis. Dalam melakukan
tindakan ia berspekulasi atas suatu kemungkinan yang dipilihnya dari beberapa kemungkinan
lain. Disini tampak bahwa usahanya tak dapat disebut membabi buta. Ia memilih satu dari
beberapa kemungkinan, walaupun ia sendiri masih belum yakin apakah pilihannya itu telah
merupakan cara yang setepat-tepatnya.
5. Taraf Berpikir Kritis: proses berpikir dalam taraf ini dilandasi oleh pemikiran dedukatif,
artinya mula-mula menempatkan pangkal kebenaran umum atau premise-premise dalam susunan
yang teratur dari situasi dan ditarik suatu kesimpulan. Contoh: semua manusia harus mati.
Ahmad adalah manusia. Kesimpulan: sebab itu ahmad harus mati. Cara berfikir deduktif ini
banyak kelemahannya. Memang kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dari premise-premise itu
pasti benar, sekiranya premise-premise itu merumuskan kebenaran.

6. Taraf Berpikir Ilmiah: dalam taraf ini proses berpikir dapat dikatakan ilmiah apabila:
Kebenaran tersebut telah diuji dan dibuktikan dengan taraf-taraf berpikir bukan ilmiah. Dalam
mencari kebenaran dengan penelitian tersebut harus ada obyek studi yang jelas dengan sistem-
sistem dan metode-metode tertentu.
Jhon Dawey membagi garis-garis besar berfikir secara ilmiah dalam lima taraf:
a. The felt need.
b. The problem.
c. The hypothesis.
d. Collection of data as evidence.
e. Concluding belief.

The felt need : Dalam taraf permulaan orang merasakan sesuatu kesulitan untuk menyesuaikan
alat dengan tujuannya, untuk menemukan ciri-ciri sesuatu obyek, atau untuk menerangkan
sesuatu kejadian yang tidak terduga. The problem : Menyadari persoalan atau masalahnya
seorang pemikir ilmiah dalam langkah selanjutnya berusaha menegaskan persoalan itu dalam
bentuk perumusan masalah.
The hypothesis : Langkah yang ketiga adalah mengajukan kemungkinan pemecahannya atau
mencoba menerangkannya. Ini
boleh didasarkan atas terkaan-terkaan, kesimpulan-kesimpulan yang sangat sementara, teori-
teori, kesan-kesan umum atau atas dasar apapun yang masih belum dipandang sebagai
kesimpulan yang terakhir. Collection of data as evidence : selanjutnya bahan-bahan, informasi-
informasi atau bukti-bukti dikumpulkan dan melalui pengolahan-pengolahan yang logik mulai
diuji sesuatu gagasan beserta-beserta implikasinya. Concluding belief : Bertitik tolak dari bukti-
bukti yang sudah diolah sesuatu gagasan yang semula mungkin diterima, mungkin juga ditolak.
Dengan jalan analisa yang terkontrol terhadap hipotesa-hipotesa diajukan disusunlah suatu
keyakinan sebagai kesimpulan. Kelley (dalam Hadi, 1987) melengkapi lima taraf berfikir Dawey
dengan satu lagi ialah:
General value of the conclusion : Akhirnya, jika suatu pemecahan telah dipandang tepat, maka
disimpulkan implikasi-implikasi untuk masa depan. Ini disebut “refleksi” yang bertujuan untuk
menilai pemecahan-pemecahan baru dari segi kebutuhan-kebutuhan mendatang pertanyaan yang
ingin dijawab disini adalah “kemudian apa yang harus dilakukan?”. Ini kerap kali
dikemukakan pada taraf yang terakhir dalam suatu pemecahan masalah.

C. Ciri dalam Taraf Berpikir Ilmiah

Dalam taraf berfikir ilmiah kebenaran harus dibuktikan dengan penelitian yang
membedakan dengan cara berfikir non ilmiah seperti dalam taraf kebetulan, trial and error,
otoritas dan tradisi, spekulasi dan berfikir kritis. Penelitian adalah penyaluran hasrat ingin
manusia dalam taraf keilmuan.
Penyaluran sampai taraf ini disertai oleh keyakinan bahwa ada sebab bagi setiap akibat,
dan bahwa setiap gejala yang nampak dapat dicari penjelasannya secara ilmiah.Sebab akibat
bukan suatu masalah gaib, bukan suatu permainan kira-kira, bukan pula sesuatu yang diterima
atas otoritas. Dengan sikap yang berbeda ini, manusia telah berhasil menerangkan berbagai
gejala yang menampak dan menunjukkan pada kita sebab musabab yang sebenarnya dari satu
atau serentetan akibat. Sejalan dengan sikap itu, maka metode penelitian hanya akan menarik dan
membenarkan suatu kesimpulan apabila telah dibentengi dengan bukti-bukti yang meyakinkan,
jadi bila di dalam penelitian diperhitungkan pula ide seseorang yang berkewibawaan, maka
kebenaran ide ini kelak perlu diuji dan bukan saja terhadap ide yang serupa hal ini berlaku, tetapi
juga terhadap penelitian yang terdahulu, baik sebagai verivikasi maupun sebagai
follow-up atau susulan. Ini bukanlah didasarkan atas satu pandangan hidup yang negatif, yang
tidak menerima pendapat luar sebagai suatu yang dapat diperhitungkan atau yang “apriori”
dianggap salah. Sebaliknya untuk menemukan kebenaran penelitian memperhitungkan segala
sesuatu secara wajar. Penelitian diadakan bukan untuk membuktikan kesalahan suatu pendapat;
tetapi untuk menemukan kebenaran yang sesungguhnya. Ciri dalam taraf berfikir ilmiah melalui
penelitian harus adanya obyek studi yang jelas, dengan penggunaan sistem-sistemdan metode-
metode tertentu (Koentjaraningrat, 2007). Suatu cabang ilmu tentu mempunyai obyek, dan obyek
yang menjadi sasaran itu umumnya dibatasi. Sehubungan dengan itu, maka setiap ilmu lazimnya
mulai dengan merumuskan suatu definisi (batasan) perihal apa yang hendak dijadikan obyek
studinya. Setelah itu maka obyek studi ditempatkan dalam suatu susunan tertentu sehingga nyata
keduanya yang relatif dengan obyek-obyek lainnya yang ditinjau dari cabang ilmu yang
bersangkutan diletakkan di luar batasan yang dirumuskan itu.
Metode dalam dunia keilmuan sangat erat hubungannya dengan sistem dan menyangkut
masalah cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.
Sehubungan dengan itu, maka cabang-cabang ilmu itu memperkembangkan metodologinya yang
disesuaikan dengan obyek studi ilmu yang bersangkutan. Metode itu merupakan cara yang
nantinya akan ditempuh guna lebih mendalami obyek studi itu. Perlu dicatat, bahwa
suatu metode dipilih dengan mempertimbangkan kesesuaiannya dengan obyek studi. Karena itu
obyeklah yang menentukan metode dan bukan sebaliknya. Ada pendapat, bahwa suatu gejala
yang tidak bisa dikuantifikasikan dengan metode statistik tidak dapat dinilai sebagai suatu gejala
yang dapat dipandang sebagai obyek studi bersifat ilmiah. Suatu pendapat lain mengatakan
bahwa bila gejala yang tidak memungkinkan dilaksanakannya metode eksperimen dalam usaha
mempelajarinya, juga tidak dapat dijadikan obyek studi bersifat ilmiah. Pendapat-pendapat
demikian itu membalik urutan obyek studi dengan metodologinya.

Anda mungkin juga menyukai