Anda di halaman 1dari 4

SOSIOLOGI OLAHRAGA

TUGAS RUTIN II

O
L
E
H

Nama: Salsabila Aprilia Siregar


NIM: 6201111019
Kelas: PJKR II A 2020
Dosen Pengampu: Dr. Asep Suharta, M. Pd

PRODI PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
1. Carilah jenis-jenis olahraga menjadi ciri khas daerah/provinsi/kabupaten/kota tertentu sebagi produk dari
budaya, minimal jenis olahraga dari berbagai daerah. Disertai ilustrasi gambar dan deskripsikan secara
singkat tentang olahraga tersebut?
JAWAB:
Fahombo, Hombo Batu atau dalam bahasa
Indonesia "Lompat Batu"
adalah olahraga tradisional Suku Nias. Olahraga
yang sebelumnya merupakan ritual pendewasaan
Suku Nias ini banyak dilakukan di Pulau Nias dan
menjadi objek wisata tradisional unik yang teraneh
hingga ke seluruh dunia. Mereka harus melompati
susunan bangunan batu setinggi 2 meter dengan
ketebalan 40 cm atau lebih.
Dalam budaya Nusantara zaman dahulu, belum ada
keterlibatan latihan fisik layaknya olahraga
modern. Suku asli Nusantara umumnya
menghubungkan aktivitas fisik dengan praktik kesukuan; umumnya ritual, seni, kebugaran fisik dan bela
diri. Tarian perang dan pertempuran ritual pada suku Nusantara menjadi contoh awal dari "ritualisasi"
latihan fisik di Indonesia modern. Beberapa ritual suku asli Indonesia sangat mirip dengan olahraga, seperti
tradisi fahombo Nias untuk ritual pendewasaan yang mirip dengan lompat gawang dan lompat jauh di
atletik.
Pada masa lampau, pemuda Nias akan mencoba untuk melompati batu setinggi lebih dari 2 meter, dan jika
mereka berhasil mereka akan menjadi lelaki dewasa dan dapat bergabung sebagai prajurit untuk berperang
dan menikah. Sejak usia 10 tahun, anak lelaki di Pulau Nias akan bersiap untuk melakukan giliran
"fahombo" mereka. Sebagai ritual, fahombo dianggap sangat serius dalam adat Nias. Anak lelaki akan
melompati batu tersebut untuk mendapat status kedewasaan mereka, dengan mengenakan busana pejuang
Nias, menandakan bahwa mereka telah siap bertempur dan memikul tanggung jawab laki-laki dewasa.

Batu yang harus dilompati dalam fahombo berbentuk seperti sebuah monumen piramida dengan


permukaan atas datar. Tingginya tidak kurang dari 2 meter, dengan lebar sekitar 1 meter, dan panjang 60
cm. Pelompat tidak hanya harus melompati tumpukan batu tersebut, tetapi ia juga harus memiliki teknik
untuk mendarat, karena jika dia mendarat dengan posisi yang salah, dapat menyebabkan cedera
otot atau patah tulang. Pada masa lampau, di atas papan batu bahkan ditutupi dengan paku dan bambu
runcing, yang menunjukkan betapa seriusnya ritual ini di mata Suku Nias. Secara taktis dalam peperangan,
tradisi fahombo ini juga berarti melatih prajurit muda untuk tangkas dan gesit dalam melompati dinding
pertahanan musuh mereka, dengan obor di satu tangan dan pedang di malam hari.

2. Rumuskanlah nilai-nilai/social budaya dalam cabang olahraga tententu (sepak bola, bulu tangkis, pencak
silat, karate dll). Pilih salah satu cabang olahraga yang kalian minati. Dekripsikan dalam 1 s.d 2 halaman
disertai ilustrasi gambar?

JAWAB:
Karate adalah seni beladiri Jepang yang menggunakan dasar dan prinsip-prinsip beladiri dari Kung
Fu Cina. Seni yang menumbuhkan fundamental digunakan untuk menjaga kekuatan dan keseimbangan.
Karate adalah seni beladiri linear yang memanfaatkan tenaga sendiri dalam keadaan fokus untuk membela
diri terhadap serangan. Karate berasal dari pengucapan dalam bahasa Okinawa “kara” yang berarti Cina dan
“te” yang berarti tangan. Arti dari dua pengucapan itu adalah tangan Cina, teknik Cina, tinju Cina. Arti yang
pertama dari kara menjelaskan bahwa karate adalah sebuah teknik yang mengizinkan seseorang untuk
mempertahankan dirinya sendiri dengan tangan kosong dan tinju tanpa menggunakan senjata. Kedua, sama
dengan cermin bersih yang memantulkan bayangannya tanpa cela, atau sebuah lembah yang amat sunyi
yang menggaungkan suara. Jadi orang yang belajar karate-do haruslah membersihkan dirinya dari
kesombongan dan pikiran-pikiran jahat, hanya dengan sebuah pikiran dan batin yang jernih dia dapat
memahami apa yang diterimanyaTetapi dasar dari semua seni ini adalah sama dengan dasar pada karate-do
adalah menjadi satu dengan semua dasar seni beladiri. Isi adalah kekosongan, kekosongan adalah isi itu
sendiri. ”Kara” pada karate-do juga mempunyai arti ini. Dalam karate, memiliki banyak filosofi yang
berkaitan dengan budaya Jepang, seperti budaya hormat, kerja keras, disiplin, semangat yang tinggi dan lain
sebagainya berdasarkan ajaran Konfusius yang mengajarkan etika / moral dalam hubungan masyarakat
sehingga dapat membentuk karakter antara individu maupun kelompok di dalam masyarakat.

Karate berkaitan erat dengan konfusius yang sangat berpengaruh dalam semua aspek mental-
spritual masyarakat Jepang yang otomatis memiliki peran penting turut memberi warna terhadap esensi
murni yang menjadi dasar karatel-do itu sendiri. Konfusius menekankan sikap moral yang baik terhadap
masyarakat, etika adalah hal yang utama dalam konfusius. Dalam hal ini, karate mengakomodasi nilai-nilai
budaya asli orang Jepang, menekankan kepada penjernihan jiwa dan pikiran atau ketenangan dari pikiran
yang damai. Dalam karate, memiliki banyak filosofi yang berkaitan dengan budaya Jepang, seperti budaya
hormat, kerja keras, disiplin, semangat yang tinggi dan lain sebagainya berdasarkan ajaran Konfusius yang
mengajarkan etika / moral dalam hubungan masyarakat sehingga dapat membentuk karakter antara individu
maupun kelompok di dalam masyarakat. Didalam karate, terdapat hubungan senioritas antara senior-junior
yang dalam istilahnya dalam bahasa Jepang adalah senpai-kohai. Oleh karena itu, sikap hormat harus
diterapkan. Seorang kohai harus memberi hormat kepada senpai baik ketika melakukan latihan maupun
ketika di luar latihan. Disinilah terlihat budaya hormat masyarakat Jepang menjadi landasan seorang
karateka. Bukan hanya sikap hormat dan hubungan senioritas yang muncul dalam karate, tetapi kedisplinan,
sopan santun dan juga penguasaan diri yang tinggi juga mempunyai bagian yang penting. Dimana seorang
karateka harus menguasai disiplin dalam sikap dan waktu dan dapat menguasai diri dalam situasi apapun,
yang mana pada tujuan akhirnya dapat menjadikan seorang karateka yang memiliki etika, moral dan sopan
santun terhadap siapa saja.

Anda mungkin juga menyukai