Disusun Oleh :
Dosen Pembimbing :
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan kebutuhan mendasar dari setiap manusia untuk
dapat hidup layak, produktif, serta mampu bersaing untuk meningkatkan taraf
hidupnya. Perkembangan teknologi dalam bidang kesehatan berjalan dengan
pesat dalam abad terakhir ini, yang manfaatnya dapat dinikmati oleh
masyarakat luas. Namun demikian jangkauan pelayanan kesehatan ini masih
terbatas; artinya masih banyak masyarakat yang belum mampu menikmati
pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal ini sangat ditentukan oleh sistem
pelayanan kesehatan yang berlaku di suatu negara.
Badan Kesehatan Dunia WHO (World Health Organitation) untuk
pertama kalinya telah mengadakan analisis terhadap sistim kesehatan di 191
negara di dunia, yang hasilnya telah dipublikasikan pada tanggal 21 Juni 2000
pada "The World Health Report 2000 - Health Systems Improfing
performance". Analisis yang dilaksanakan dengan menggunakan 5
performance indecator ini, menunjukkan bahwa Perancis mempunyai sistem
kesehatan yang baik, diikuti oleh Italia, Spanyol, Oman, Austria, dan Jepang.
USA yang proporsi biaya pelayanan kesehatan terhadap GDP-nya tinggi
(dibanding negara lain) hanya menduduki rangking ke 37, sedangkan biaya
kesehatannya hanya 6 persen dari GDP, menduduki rangking ke 18.
Hal ini menunjukkan bahwa mutu sistem pelayanan kesehatan tidak
semata- mata ditentukan oleh besarnya biaya yang dikeluarkan untuk
pembiayaan kesehatan tersebut. Director General WHO Dr Gro Harlem
Brundtland menyatakan, pesan utama dari laporan ini adalah bahwa kesehatan
dan kesejahteraan masyarakat dunia sangat tergantung pada sistem kesehatan
yang diberlakukan bagi masyarakat. Walaupun perkembangan telah terjadi
dengan pesat dalam dekade terakhir ini, namun hampir di semua negara terjadi
underutilisasi dari resoucrces yang ada. Dampak dari sistem kesehatan yang
tidak tepat paling dirasakan oleh masyarakat miskin, yang akan semakin
terdorong kepada kemiskinan akibat tidak adanya perlindungan finansial
terhadap kesehatan.
Salah satu rekomendasi kunci dari laporan tersebut adalah agar negara-
negara mengembangkan asuransi kesehatan dengan cakupan populasi yang
luas. Agar dapat mempunyai cakupan populasi yang luas, maka sistem
kesehatan dalam suatu negara harus disusun dalam suatu tatanan yang
terintegrasi antara sistem pelayanan itu sendiri dengan sistem pembiayaan.
B. Tujuan
Mahasiswi diharapkan dapat mengerti dan memahami teori yang telah
didapat selama proses belajar mengajar sehingga dapat menerapkan secara
nyata sesuai tugas dan wewenang tentang penatalaksanaan masalah yg didapat
sehingga dapat dijadikan bekal dalam memberi wawasan yang bermanfaat
kemudian hari.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Note :
a. Input ialah sub-sub elemen yang dibutuhkan ialah sebagai masukan.
b. Proses adalah sebuah kegiatan yang bertujuan untuk dapat mengubah
masukan menjadi pengeluaran yang direncanakan.
c. Output merupakan suatu hasil dari sebuah proses.
d. Dampak ialah akibat yang dihasilkan.
e. Umpan balik merupakan sebuah hasil proses dan juga sebagai
masukan untuk sistem.
f. Lingkungan merupakan dunia diluar sistem yang dapat berpengaruhi
terhadap sistem.
2. Sebagai Contoh:
a. Input : Perawat, Dokter, obat.
b. Prosesnya : Kegiatan atau aktivitas berlangsung pelayanan puskesmas.
c. Outputnya : Pasien sembuh, proses penyembuhan, tidak sembuh.
d. Dampaknya : Meningkatkan status kesehatan.
e. Umpan balik : keluhan yang diderita pasien.
f. Lingkungannya : Masyarakat serta rumah sakit ataupun puskesmas
lainnya.
F. Berbagai Pilihan
Dengan memperhatikan model-model yang dianut banyak negara,
misalnya, model asuransi kesehatan komersil (AS) atau National Health
Service/NHS model Inggris, Indonesia sebenarnya pernah menetapkan
pilihan, yaitu ketika tahun 1968 melancarkan program asuransi kesehatan bagi
pegawai negeri dan penerima pensiun, diprakarsai Menteri Kesehatan saat itu
– Prof GA Siwabessi- melalui Keputusan Presiden No 230/1968 itu (nantinya)
diharapkan menjadi “embrio” asuransi kesehatan semesta/nasional yang
diberlakukan bagi seluruh penduduk.
Model ini mirip “Bismarek model”, diberlakukan di Jerman tahun 1882,
yang di dalam khasanah ekonomi kesehatan dikenal sebagai asuransi
kesehatan sosial. Namun, setelah itu, sampai sekarang, perkembangannya
sangat lamban. Berbagai upaya, dengan memperkenalkan berbagai konsep
untuk memperluas cakupan program, sejauh ini belum menampakkan hasil
yang menggembirakan, baik dalam bentuk konsep Dana Upaya Kesehatan
Masyarakat (DUKM) atau Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang
diprakarsai Departemen Kesehatan ataupun Jaminan Pemeliharaan Tenaga
Kerja (JPTK) yang merupakan bagian program Jamsostek. Cakupan seluruh
program itu, baru mencapai sekitar 13 persen penduduk, dimana peserta yang
terbesar adalah peserta PT Askes Indonesia (sekitar 14 juta orang)%0.
Kini, dengan semakin meningkatnya biaya pelayanan kesehatan, ada
kebutuhan makin mendesak, untuk segera memiliki suatu sistem jaminan
pemeliharaan kesehatan, yang dapat mencakup seluruh penduduk Indonesia,
meski pelaksanaannya harus bertahap. Hal ini perlu guna mengantisipasi era
globalisasi, di mana keterbukaan kita atas pasar komoditas kesehatan juga
makin terbuka, sehingga ada kebutuhan untuk melindungi rakyat dari praktik
kedokteran yang mungkin hanya akan mengeruk kantung kita. Model apa
yang layak dan dapat mempercepat cakupan program jaminan pemeliharaan
kesehatan-kesehatan?
Dari berbagai model yang telah dikembangkan di berbagai negara,
“Bismarek” model (asuransi kesehatan sosial), agaknya lebih mendekati
kebutuhan untuk mengejar ketertinggalan kita di bidang ini, karena model ini
ternyata mampu mencapai cakupan 100 persen penduduk di banyak negara.
Hal ini juga mempertimbangkan kelayakan model ini, yang ternyata telah
diberlakukan di banyak negara, khususnya di Eropa (selain Inggris), Asia
(Jepang, Korea, Taiwan, dan lain sebagainya). Dalam kaitan ini, ada prinsip-
prinsip universal yang perlu memperoleh perhatian.
I. Asuransi Kesehatan
Diantara berbagai model itu, asuransi kesehatan sosial menjadi pilihan
di banyak Negara. Penggunaan istilah asuransi dalam program ini adalah
karena adanya aspek pengalihan resiko (ekonomi) karena sakit dan syarat
hukum the law of the large number. Kecenderungan (universal) dari
implementasi asuransi kesehatan sosial adalah:
1. Bahwa program asuransi kesehatan sosial dimulai dari kelompok formal,
tenaga kerja, untuk kemudian berkembang pada kelompok non-formal dan
self employed. Program bagi masyarakat miskin seringkali dikembangkan
menjadi bagian dari kelompok non formal, atau dikembangkan secara
tersendiri bergantung kepada kebijakan negara. Program asuransi
kesehatan sosial di berbagai negara menunjukkan terjadinya peningkatan
akses seluruh penduduk ke fasilitas kesehatan serta terjadinya
pengendalian biaya.
2. Di berbagai negara, program ini dimulai dengan beberapa badan
penyelenggara akan tetapi jumlah tersebut semakin menurun. Dimulai
dengan kerjasama/koordinasi diantara berbagai badan penyelenggara,
selanjutnya terjadi merger sehingga akhirnya menjadi satu badan
penyelenggara yang menyelenggarakan program secara nasional (contoh;
Taiwan, Korea Selatan). Dengan demikian bargaining power badan
penyelengara semakin besar, sementara
3. Hukum the law of the large number juga semakin besar.
4. Perkembangan asuransi kesehatan sosial di berbagai Negara telah
mengubah konsep asuransi kesehatan tradisional dimana selanjutnya
asuransi kesehatan sosial tidak hanya dianggap sebagai sistem pembiayaan
tetapi juga sistem pemeliharaan kesehatan. Karena itu, dalam konsep
asuransi kesehatan sosial modern, program asuransi kesehatan
mendasarkan kerjanya pada dua hal penting yakni; integrasi sistem
pembiayaan (financing of healthcare) dan sistem pelayanan (delivery of
healthcare) yang efisien dan efektif.
5. Perbandingan Berbagai Model Asuransi Kesehatan
Aspek A suransi Kesehatan Sosial (Social Health Insurance)
Asuransi Kesehatan Komersial (Commercial/ Private Health Insurance)
Asuransi Kesehatan Komersial dengan regulasi (Regulated Health
Insurance)
6. Cat: Konsep asuransi dalam pembiayaan kesehatan telah berkembang
melalui berbagai
7. Pendekatan yakni sosial (social health insurance) dan komersial
(commercial health insurance). Dantara keduanya berkembang regulated
Health Insurance yang dalam laporan Bank Dunia ( 1993) disarankan
untuk dilaksanakan sebagai pengganti prinsip Commercial/ Private Helath
Insurance
8. Di Indonesia pengembangan asuransi kesehatan sosial (Jaminan
Kesehatan/JK) diatur dalam UU No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial (SJSN) yang merupakan salah satu program bersama program
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan
Kematian (JKM) dan Jaminan Pensiun (JP). Program JK diselenggarakan
secara nasional, berdasar prinsip asuransi sosial dan ekuitas. Tujuannya
adalah untuk memberikan manfaat pemeliharaan kesehatran dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
9. Prinsip asuransi sosial program JK dalam SJSN meliputi kepesertaan yang
bersifat wajib dan non diskriminatif bagi kelompok formal, iuran berdasar
persentase pendapatan menjadi beban bersama antara pemberi dan
penerima kerja sampai batas tertentu, sehingga ada kegotong-royongan
antara yang kaya-miskin, resiko sakit tinggi-rendah, tua-muda dengan
manfaat pelayanan medik yang sama (prinsip ekuitas), dan pelayanan
dapat diakses secara nasional (portabilitas), bersifat komprehensif, dengan
manfaat pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif,
termasuk obat dan bahan medis habis pakai. Pengelolaannya dilakukan
dengan prinsip kehati-hatian, nirlaba, transparansi dan akuntabilitas yang
tinggi. Dana program merupakan dana amanat yang digunakan sebesar-
besarnya untuk kepentingan peserta.
10. Kekhususan program JK dalam SJSN adalah bahwa Badan Penyelenggara
harus mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu
pelayanan dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk
meningkatkan efisiensi jaminan kesehatan. Penyelenggaraan jaminan
kesehatan menerapkan prinsip-prinsip managed healthcare concept,
misalnya penerapan konsep dokter keluarga, konsep rujukan, konsep
wilayah serta pembayaran prospektif (Prospective Payment System)
misalnya kapitasi, tariff paket, dan DRG’s (Diagnosis Related Groups).
Pelayanan obat diberikan sesuai dengan daftar dan harga tertinggi obat-
obatan, serta bahan medis habis pakai yang ditetapkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan prinsip-prinsip universal dari konsep asuransi kesehatan sosial
sebagaimana dikemukakan di atas, prinsip-prinsip itu juga sesuai falsafah kita
berbangsa dan bernegara. Prinsip-prinsip yang universal itu, tetap
menampakkan pelayanan kesehatan sebagai berwajah sosial, tanpa
menghilangkan aspek ekonomi komoditas kesehatan sebagai barang dan jasa
yang harus diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah ekonomi.
Prinsip-prinsip itu, memberi peluang seluruh rakyat memperoleh hak
dan kewajiban yang sama, tanpa membedakan status sosialnya. Semoga saran
ini memperoleh perhatian berbagai kalangan, para decision makers di negeri
ini dalam waktu sesingkat mungkin, mengingat kita sudah jauh tertinggal
dengan negara lainnya di sektor pembiayaan kesehatan ini.
Tuntutan terhadap pelayanan yang berkualitas baik terhadap
penyelenggara asuransi kesehatan maupun penyelenggaraa pelayanan
kesehatan akan semakin meningkat, demikian pula dalam kerjasama
bisnisnya, keduanya mempunyai keterikatan dan ketergantungan yang tinggi,
maka keduanya harus senantiasa meningkatkan performansinya secara terus
menerus, terlebih lagi dalam rangka menghadapi pesaing dari luar.
Upaya peningkatan yang berkesinambungan tidak hanya menjadi tanggung
jawab pemberi pelayanan kesehatan saja tetapi juga bagi penyelenggara
asuransi. Dan benchmarking sebagai salah satu metoda untuk peningkatannya
perlu pula dilaksanakan oleh perusahaan asuransi.
B. Saran
Penulis mohon maaf bila pada penulisan makalah ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis mohon kritik dan saran dari
pembaca guna untuk membangun kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA