ABSTRACT
This study aimed to unwrap the dynamic in policy making of food import, focusing
in political elitess’ interest during the period of 1999-2009. Every period was analized
emphasizing the main characters of nepotism and rent seeking: (a) the general character
of food policy, (b) regulation in prolonging its activity, and (c) policy actors/elites and the
political party dominating the policy sector. Result of this reseach were mainly the
difference of focus and characters on policy in 3 periods. Explanation of research finally
answered as followed: (1) government elites are the main actors and they are mostly the
policy makers from food institution, (2) the actors came from different political party and
bring about the different agenda to be supported with regulation, and (3) food institution
determined the rent-seeking activity through the same actors that also dominate the import
area. The important evidence of this point was the “three pairs of name” that affiliated
with (the same) political party, executed importing processes, and also influenced the
regulation in very the same time.
Keywords: political economy, food import policy, policy elites, incremental policy.
ABSTRAK
Studi ini mengkaji tentang dinamika kebijakan di Indonesia dengan fokus
penelitian tentang kepentingan elit politik dalam formulasi dan implementasi kebijakan
publik. Untuk mengetahui pola kepentingan elit politik selama kurun waktu 1999-2009,
kajian ini dibagi menjadi tiga periode sesuai rejim pemerintahan dalam rentang waktu
tersebut. Dalam setiap periode analisis ditekankan pada tiga pokok kajian yaitu (a)
bagaimana karakter kebijakan suatu periode pemerintahan, (b) regulasi yang dilakukan
untuk mengamankan kepentingan elites dan (c) aktor kebijakan dan partai politik yang
berpengaruh. Hasil penelitian yang menunjukkan pola hubungan kerjasama mengamankan
kepentingan dan dominasi aktor partai politik berdasarkan tiga periode tersebut kemudian
menjawab pertanyaan whose finally interest counts. Penelitian ini menemukan bahwa: (1)
elites pemerintah adalah aktor utama dalam kebijakan impor pangan yaitu didominasi oleh
aktor dari lembaga pangan, (2) para aktor tersebut asal dari lembaga dan partai politik
berbeda yang membawa dan mengakomodir kepentingan politiknya masing-masing
melalui regulasi.
1
Peneliti, Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKPD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Email: riawantiwahyu@gmail.com
25
NATAPRAJA Vol. 3 No. 1, Mei 2015
PENDAHULUAN
Trigger: sudah reformasi, masalah dari pemerintah yang sebelumnya.
tidak juga selesai. Setelah tiga periode Kegelisahan terkait kompleksitas
pemerintahan berbeda saat ini Indonesia formulasi kebijakan tersebut juga
masih terjebak dalam impor pangan yang disebabkan oleh adanya ketimpangan
penelitian ini berangkat dari kegelisahan akibat ketidaktepatan waktu dan
terkait kompleksitas dalam proses peruntukan kebijakan impor pangan di
formulasi kebijakan impor pangan di Indonesia. Setelah melewati empat masa
Indonesia. Kebijakan impor pangan pemerintahan sejak Orde Baru, kebijakan
seharusnya dibuat untuk memenuhi pangan menyisakan masalah ketimpangan
kepentingan publik dan didasari alasan ekonomi dan sosial jika dilihat dari
pemenuhan hak atas pangan, bukan karena kondisi petani maupun kaum miskin kota.
kepentingan politik dan daya tarik rente. Dalam konteks pertanian dan perdesaan,
Akan tetapi, banyaknya aktor pembuat ketimpangan dapat dilihat dari Nilai Tukar
2
kebijakan yang memiliki agendanya Petani (NTP) yang relatif kecil, jumlah
masing-masing menyebabkan adanya pengangguran yang besar, dan tingginya
penekanan pada kepentingan yang angka kemiskinan, terutama di perdesaan
berbeda. Dalam konteks kebijakan (BPS, 2012).
pangan, agenda utamanya ada pada Contoh pemberian beras miskin
pilihan antara swasembada produksi dan politisasi pangan telah dilakukan
pangan atau pemenuhan stok pangan. sejak adanya kebijakan pangan yang
Kedua hal inilah yang menjadi latar mengatasnamakan swasembada pangan
belakang gambaran proses formulasi dan pangan murah selama periode 1970-
kebijakan impor pangan di Indonesia. 2000. Politisasi ini menyebabkan
Melihat aspek historis kebijakan ketidakcukupan3 produksi pangan pada
pangan, maka kita harus melihat bahwa masa sesudahnya.
setiap pemerintah memiliki beban warisan
2
NTP adalah nilai ekonomi yang diterima oleh petani dibandingkan dengan nilai yang dibayarkanDengan
klaim pertumbuhan ekonomi makro sebesar 6 persen, maka fakta tingginya angka pengangguran tersebut
menunjukkan adanya kesalahan, seperti yang dinyatakan oleh Stiglitz (2012: 9) bahwa ada yang sistem yang
salah ketika pertumbuhan ekonomi makro dapat dicapai, tetapi pada saat yang sama ketimpangan
(inequality) juga semakin besar. Kebijakan perdagangan pasca
3
reformasi memperburuk kondisi ini.
Ketidakcukupan terkait dengan konsumsi beras per kapita dan produksi beras nasional. Konsumsi beras
meningkat tajam karena adanya kebijakan beras murah dan berasisasi (perubahan makanan pokok) di
sejumlah daerah yang tidak berbasis beras. Subsidi pemerintah untuk pupuk kimia diberikan dalam rangka
peningkatan produksi dalam revolusi hijau pada akhir 1960-an.
26
Wahyu Riawanti - Kajian Peran Elit Politik dalam Kebijakan Pangan . . .
bertujuan untuk memahami berbagai isu pemetaan informasi dan data untuk
dan mencari jawab atas sejumlah memperoleh gambaran tiga periode
pertanyaan dengan menguji berbagai pemerintahan yang berbeda. Sebelum
setting sosial dan individu. Metode sampai pada kerangka analisis tersebut
kualitatif ini dipilih untuk dapat telah dilakukan pemetaan secara historis
menjabarkan realitas obyek penelitian bagaimana dinamika aktor dan
tentang praktik kepentingan dalam kepentingan kebijakan impor pangan pada
kebijakan impor pangan untuk selanjutnya masa sebelumnya yaitu sejak era kolonial
memberikan penafsiran dan pemaknaan sampai reformasi. Karena setiap periode
yang mendalam dengan mengaitkan hasil memiliki rentang waktu yang berbeda
analisis dan teori yang sudah ada. maka dilakukan modifikasi unit analisis
Diharapkan dengan metode kualitatif ini yaitu dalam menentukan studi kasus,
hasil penelitian akan memberikan triangulasi, dan analisis siklus kebijakan
kontribusi terhadap pengembangan teori dalam satu tahun. Pengambilan contoh
dan konsep dari obyek kebijakan yang kasus rangkaian impor pangan selama satu
diteliti. tahun dalam tiap pemerintahan yaitu tahun
Dengan melihat kerangka berpikir 2000-2001 untuk mewakili masa GusDur,
dalam penelitian ini, diputuskan bahwa tahun 2002-2003 untuk masa
unit analisis dalam penelitian ini adalah pemerintahan Megawati, dan tahun 2005-
28
Wahyu Riawanti - Kajian Peran Elit Politik dalam Kebijakan Pangan . . .
2006 periode SBY. Hal ini dilakukan dan dokumen untuk mendapatkan
untuk mendapat gambaran dengan fokus informasi (2) mendeteksi berbagai
kajian dan rentang waktu yang sama. narasumber yang bisa menyediakan
Karena keterbatasan periode, pemilihan informasi (3) membuat kategorisasi untuk
tahun dilakukan secara purposive. menentukan data relevan atau tidak untuk
Cara memperoleh data dan membuat analisa komprehensif suatu
informasi dalam penelitian ini bersifat kasus. Data relevan yang didapat adalah
semi- investigatif. Terkait dengan hal merupakan informasi, bukti utama,
jurnalisme investigatif sebagai bagian pembanding dan pemberi keterangan
dalam penelitian ilmiah, dalam Bacon tambahan.
(2005) dijelaskan bahwa semua kegiatan
yang diklasifikasikan sebagai penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN
dan pengembangan eksperimental Revolusi Hijau yang Tidak Transparan
ditentukan oleh ‘keaslian’, dan harus Harapan peningkatan produksi
memiliki sisi ‘investigasi’ sebagai tujuan terjadi saat intensifikasi pertanian
utama dan harus dapat memproduksi suatu dilakukan melalui Revolusi Hijau pada
hasil yang bermanfaat bagi ilmu awal tahun 60-an. Inisiasi program
pengetahuan dalam tataran teoritis Revolusi Hijau kurang berjalan lancar
maupun praktis. Untuk lebih jelasnya hal pada masa Soekarno. Pada masa ini
tersebut dijelaskan dalam definisi rencana pembangunan IRRI batal
penelitiannya (Bacon, 2005) yaitu: dilakukan dan Revolusi Hijau ditunda
… any activity classified as research sampai pada pemerintahan Soeharto.
and experimental development is
Pemaksaan Revolusi Hijau sebenarnya
characterised by originality; it
should have investigation as a dapat dilihat dari data statistik tentang
primary objective and should have
tingginya angka impor dan rendahnya
the potential to produce results that
are sufficiently general for produksi beras di Negara Asia.
humanity's stock of knowledge
Produktivitas padi di Indonesia, Philipina,
(theoretical and/or practical) to be
recognisably increased… (Bacon dan Malaysia tidak sebesar di negara Asia
2005: 148).
daratan seperti India, Cina dan Myanmar.
Penelitian ini menekankan pada tiga Selama masa pemerintah kolonial
aspek yang disarankan oleh Lucinda inilah, negara Asia kepulauan disiapkan
Fleesan (2010) dalam melakukan untuk mengembangkan tanaman
investigasi yaitu (1) pengumpulan data perkebunan dan bukan tanaman pangan.
29
NATAPRAJA Vol. 3 No. 1, Mei 2015
meskipun masa krisis telah berlalu. Impor ya supaya bisa impor beras …”
(RR, Jakarta, 11 September 2014).
beras pada 1998 menjadi semacam titik
tolak euforia sekaligus pemaksaan impor Massa Transisi: Tahun 1991-2001
beras, terutama karena dua hal berikut: (a) Formulasi kebijakan pasca
Besarnya jumlah impor beras yang reformasi terasa lebih demokratis
mencapai 2 juta ton per tahun untuk dibandingkan dengan proses formulasi
pemenuhan Program Raskin sejak tahun kebijakan yang sama pada masa Orde
1998; dan (b) Besarnya rente impor yang Baru. Pada masa pasca reformasi ini
diperebutkan oleh importir dan Bulog terjadi proses transisi yang menyebabkan
karena pembebasan tarif impor tahun banyak pejabat merasa ketakutan jika
1998 sesuai petunjuk IMF (Hiariej, 2012). institusinya akan dihilangkan karena
Program Raskin pada awalnya adanya perampingan kabinet. Karena isu
hanya akan dilakukan saat krisis saja, kedekatan inilah, masa pemerintahan Gus
tetapi dengan kekuatan lobi, kebijakan Dur terganjal isu korupsi Bulog yang
Raskin masih berlaku sampai 2014. menyeret namanya dan berujung pada
Namun banyak kajian dan penelitian yang pemakzulan pada tahun 2001. Kasus ini
menghasilkan temuan bahwa kebijakan kemudian dikenal sebagai Bulog-gate I.
Raskin berdampak pada ketergantungan Meskipun melakukan banyak
masyarakat miskin dan bias pada pembenahan secara kelembagaan, periode
kebijakan yang berbasis produksi ini masih mewarisi banyak ciri pemerintah
(Hutagaol, 2007). Hasil wawancara Orde Baru dalam hal sistem politik di
dengan RR berikut mengonfirmasi hal Indonesia. Ciri yang tampak sepanjang
tersebut. 1999-2001 adalah adanya dominasi
“… Raskin harus dilihat (dari sisi) birokrasi dalam proses perumusan
sejarahnya, pertama kali dilakukan
kebijakan. Kondisi tersebut menimbulkan
oleh pemerintah pada tahun 1998
dengan tujuan utama keluar dari mekanisme patron-client dalam proses
krisis, tidak untuk selamanya. Pada
formulasi kebijakannya.
awalnya program ini kami
maksudkan dengan tujuan we Formulasi kebijakan sepanjang
spend money for they who work.
periode pemerintahan Gus Dur yang
Pada tahun-tahun berikutnya
program ini tetap dilanjutkan sekaligus menjadi ciri kebijakan era Gus
meski jelas program salah sasaran
Dur adalah fenomena Raskin yang
karena sudah diputuskan untuk no
subsidy on commodity … dilanjutkan menjadi program langgeng
sebenarnya Raskin 2 juta ton itu,
dan politisasi Bulog-gate yang merupakan
33
NATAPRAJA Vol. 3 No. 1, Mei 2015
ini didominasi oleh elites partai politik sebelumnya yang kemudian memudahkan
terutama partai politik yang berkuasa. regulasi pada saat eksekusi impor.
Partai politik tersebut memiliki wewenang Hasil penelitian menjelaskan
dalam menentukan impor pangan melalui bentuk dan pola hubungan kerjasama
lobby para aktor legislatif dan intervensi antar elit politik yang beragam yaitu
ke dalam institusi Bulog maupun regulasi Individual Linear, Organizational
pemerintah. Corporatism, dan Individual Triangle
37
NATAPRAJA Vol. 3 No. 1, Mei 2015
yaitu hubungan melalui pihak ketiga atau mengamankan lisensi yang seharusnya
perantara dilakukan untuk memperlancar diberikan secara gratis.
hubungan antar instansi.
Pola tersebut tidak hanya khas
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia karena juga terjadi di banyak
Aditjondro, George J. 2002. Large dam
negara berkembang. Meskipun demikian
victims and their defenders: the
pola di Indonesia termasuk unik yaitu emergence of an anti-dam movement
bermuara pada usaha untuk mendapatkan in Indonesia dalam The Politics of
Environment in Southeast Asia:
lisensi yang diterbitkan oleh pemerintah
Resources and Resistance. Asia
dalam bentuk kuota dan perintah impor. Research Centre, Murdoch
Penelitian yang dilakukan oleh Hausken University, Western Australia
(2009) mengungkapkan bahwa kualitas Ambardi K. 2009. Mengungkap Politik
pemerintah yang buruk akan Kartel: Studi Tentang Sistem
menyebabkan perilaku korupsi sebagai Kepartaian di Indonesia era
Reformasi. Jakarta. Kepustakaan
salah misuse sering terjadi, yang Populer Gramedia.
kemudian menyebabkan inefisiensi biaya
Bachriadi, Dianto dan Gunawan Wiradi.
tinggi yang menghambat pertumbuhan 2011. Enam Dekade Ketimpangan:
ekonomi. Masalah Penguasan Tanah di
Hasil tersebut sesuai dengan Indonesia. Agrarian Resource Centre,
Bina Desa dan KPA
pernyataan Blackburn (2009) yang
menjelaskan bahwa pola dan dampak Bacon, W. 2005. Journalism as Research.
Australian Journalism Review, 28 (2):
korupsi tidak selalu sama di masing-
pp: 147 -157
masing negara, tergantung pada sistem
Bahari, Syaiful. 2002. Petani dalam
politik dan ekonomi. Ringkasnya, sistem
perspektif moral ekonomi dan politik
yang 1999-2009 yang masih Ekonomi dalam Menuju Keadian
memungkinkan terjadi kepentingan politik Agraria. Diterbitkan oleh Akatiga
bekerja sama dengan IPB.
dalam eksekusi impor. Karena dalam
melakukan kegiatannya importir Blackburn, Keith. 2009. Corruption and
Rent-seeking: Why is corruption less
membutuhkan surat keterangan dan lisensi
harmful in some countries than
kuota impor. Hal ini menyebabkan lobby others?. Journal of Economic
politik yang sistem yang mengamankan Behavior and Organization. Vol 72,
kepentingan elit politik dengan 2009 pp: 797-810.
38
Wahyu Riawanti - Kajian Peran Elit Politik dalam Kebijakan Pangan . . .
Fleeson, L. 2010. Dig Deep and Aim Tullock, G. 2005. Public Goods,
High: A Training Model for Redistribution and Rent Seeking.
Investigative Journalism. <www. George Mason University, USA. The
Merril.umd.edu> Locke Institute.
Hausken, Kjell. 2012. On The Van der Eng, Pierre. 2000. Food for
Inappropriateness of Collective Rent Growth: Trends in Indonesia’s Food
Seeking Analysis Within-Group and Supply
Between-Group Efforts. Economics 1880-1995. The Jornal of
Letters Vol 116 (2012). PP 504–507 Interdisciplinary History Vol. 30. No.
Hutagaol, M. Parulian dan Alla Asmara. 4 pp 581-616
2008. Analisis Efektivitas Kebijakan World Bank. 1982. Green Revolution:
Publik Memihak pada Masyarakat Food Productivity And Its Dinamc in
Miskin: Studi Kasus Pelaksanaan Asia. Report Paper published by
Program Raskin di Jawa Barat. Rockefeler Foundation.
Jurnal Agro Ekonomi Vol. 26. No 2
Oktober 2008, IPB. Wahono, Francis. 2011. Kedaulatan
Pangan: Agri-culture bukan Agri-
Hiariej, Eric. 2012. Globalisasi, business: Mensiasati Negara Lupa
Kaptalisme dan Perlawanan. Institute Bangsa dalam Francis Wahono, Dwi
of International Studies. Jurusan Astuti dan Sabiq Carebesth (eds)
Hubungan Internasional. Fakultas Ekonomi Politik Pangan. Kembali ke
Ilmu Sosial dan Ilmu Politk (IIS). Basis: Dari Ketergantungan ke
Universitas Gadjah Mada. Kedaulatan.. Bina Desa dan
Cindebooks.
39
NATAPRAJA Vol. 3 No. 1, Mei 2015
40