Disusun oleh :
Putu Rika Desyanti Handayani 21710064
Pembimbing :
dr. Nupriyanto, Sp. JP (K), FIHA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
segala Berkat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Angina Pektoris disertai Hipertensi emergensi” dengan baik dan tepat
waktu. Laporan kasus ini menjadi salah satu tugas kepaniteraan klinik dari SMF
Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Nganjuk.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna. Oleh sebab itu, penulis membuka diri atas kritik dan saran yang
membangun guna kesempurnaan tugas ini. Semoga tugas laporan kasus ini dapat
bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan kita bersama.
Penulis
DAFTAR ISI
Serologi Hasil
Antigen SARS-CoV-2 Negatif
2) Foto Thorax
Radiologi
Foto Thorax PA Cor : Kesan membesar
Pulmo : Corakan bronkovaskuler
normal, Sinus kostofrenikus kanan
kiri tajam, Diafragma normal,
Sistema tulang baik, Soft tissue baik
Kesimpulan Cardiomegaly
3) Electrocardiogram (ECG)
Interpretasi :
HR : 101x/menit
Irama : Sinus takikardia
Kelainan : Perubahan gambaran gelombang ST – T non spesifik.
Kesimpulan : Sinus takikardia
2.8 Daftar Masalah Tetap
a. Anamnesis
1) Nyeri dada
2) Sesak nafas
b. Pemeriksaan Fisik
1) Dispnea
2) Tekanan Darah : 230/131 mmHg
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
Darah Lengkap
a) Limfosit menurun : 21.9 10^3/L
b) Eosinofil menurun : 0.1 %
c) Hemoglobin menurun : 8,2 g/dL
d) Hematokrit menurun : 27.6 %
e) MCV menurun : 72.4 fL
f) MCH menurun : 21.5 pg
g) MCHC menurun : 29.7 %
h) Trombosit menurun : 42 10^3/L
i) LED Memanjang : 120 mm/jam
Elektrolit
Hiperkalsemia : 1.18 mmol/L
2) Foto Thorax
Tampak Cardiomegaly
3) EKG
Sinus takikardia
2.9 Diagnosa Kerja
Angina Pektoris disertai Hipertensi Emergensi
2.10 Terapi
a. O2 Nasal 3-4 lpm
b. Inf. NaCl 0,9% 500 cc/24 jam
c. Inj. Nicardipin pump 0,5 mcg/kgBB/menit
d. Inj. Furosemide 20 mg 2 x 1 amp
e. Inj. Metamizole 1g 3 x 1 amp
f. Clopidogrel 75mg 1x1
g. Coten 100 mg 2 x 1
h. Spironolacton 25 mg 1 – 0 – 0
i. Bisoprolol 5 mg 0 – ½ - 0
BAB III
PEMBAHASAN
Angina Pektoris Stabil (APS) terdiri atas seluruh situasi dalam spektrum
penyakit arteri koroner selain kejadian sindrom koroner akut. Diagnosis dan
stratifikasi resiko pada pasien dengan penyakit arteri koroner stabil penting untuk
pencegahan sindrom koroner akut (PERKI, 2019).
Keluhan utama APS adalah nyeri dada stabil, karakteristik nyeri dada pada
APS dibagi atas angina tipikal, angina atipikal dan nyeri dada non – angina.
Angina tipikal didefinisikan sebagai nyeri dada yang memenuhi ketiga
karakteristik berikut: (PERKI, 2019)
a. Rasa tidak nyaman pada substernal dada dengan kualitas dan
durasi tertentu
b. Diprovokasi oleh aktivitas fisik dan stres emosional
c. Hilang setelah beberapa menit istirahat dan atau dengan nitrat.
Angina atipikal memiliki dua dari tiga karakter di atas, nyeri dada non-
anginal hanya memiliki satu atau tidak memiliki satu pun dari ketiganya. Angina
atipikal dapat memiliki karakteristik dan lokasi yang sama dengan angina tipikal,
juga responsif terhadap nitrat, namun tidak memiliki faktor pencetus. Nyeri
seringkali dimulai saat istirahat dari intensitas rendah, meningkat secara gradual,
menetap maksimal hingga 15 menit, kemudian berkurang intensitasnya. (PERKI,
2019)
Gambaran karakteristik ini harus mengingatkan klinis pada kemungkinan
vasospasme koroner. Gejala angina atipikal lainnya adalah nyeri dada dengan
lokasi dan kualitas angina, yang dicetuskan oleh aktivitas dan tidak berpengaruh
terhadap nitrat. Gejala ini seringkali timbul pada pasien dengan angina
mikrovaskular. Nyeri dada non – angina memiliki karakteristik kualitas yang
rendah, meliputi sebagian kecil hemithoraks kanan atau kiri, bertahan selama
beberapa jam atau bahkan hari. Nyeri nonangina ini biasanya tidak hilang dengan
nitrat. (PERKI, 2019)
Menurut Canadian Cardivascular Society (CCS), Angina diklasifikasikan
berdasarkan empat kelas, yaitu : (Levine. 2017)
a. Kelas I : Nyeri dada muncul pada saat latihan berat, berulang, dan
berkepanjangan
b. Kelas II : Terdapat keterbatasan minimal dalam melakukan aktivitas
sehari – hari, seperti jalan cepat, menaiki tangga, jalan mendaki,
aktivitas setelah makan, hawa dingin, dalam keadaan stress emosional,
atau hanya timbul beberapa jam setelah bangun tidur.
c. Kelas III : Adanya tanda – tanda keterbatasan aktivitas fisik sehari –
hari, nyeri dada timbul jika berjalan sekitar 1 – 2 blok, naik tangga satu
tingkat pada kecepatan normal dan dalam kondisi yang normal.
d. Kelas IV : Nyeri dada muncul saat istirahat.
Pada pasien ini (Ny. N) saat anamnesis mengatakan nyeri dada seperti
ditekan yang membaik saat istirahat dan tidak menjalar, dan sesak nafas. Pada
pasien ini, klasifikasi nyeri dada menurut Canadian Cardivascular Society (CCS),
termasuk dalam Kelas II, karena dari pernyataan pasien saat anamnesis, pasien
yang merupakan ibu rumah tangga, mengatakan nyeri dada timbul saat
melakukan aktivitas rumah tangga.
Karakteristik nyeri dada akibat iskemia miokard (angina pektoris) dibagi
menjadi 4 kategori berdasarkan lokasi, karakteristik nyeri, durasi, dan
keterkaitannya dengan aktivitas dan faktor yang memperparah dan faktor yang
melegakan nyeri. Rasa tidak nyaman yang disebabkan oleh iskemia miokard
umumnya berada pada dada, di dekat sternum, namun juga dapat dirasakan di lain
tempat dekat epigastrium hingga ke rahang bawah maupun gigi bawah, di antara
belikat atau di lengan hingga pergelangan tangan dan jari – jari. Rasa tidak
nyaman sering dideskripsikan sebagai seperti ditekan, sesak, maupun terasa berat,
terkadang terasa seperti dicekik, diikat kuat, atau rasa terbakar. Sesak nafas dapat
merupakan gejala adanya APS dan terkadang sulit dibedakan dari sesak nafas
yang berasal dari penyakit bronkopulmonal. (PERKI, 2019)
Durasi rasa tidak nyaman tersebut cepat, tidak lebih dari 10 menit dalam
sebagian besar kasus, namun nyeri dada yang sangat singkat dalam hitungan detik
juga kemungkinan bukan disebabkan angina. Karakteristik pentingnya adalah
keterkaitannya dengan aktivitas, aktivitas khusus, atau stres emosional. Gejala
umumnya diperberat dengan peningkatan intensitas aktivitas seperti jalan
menanjak atau saat udara dingin, dan cepat hilang dalam hitungan menit jika
faktor – faktor ini dihentikan atau dihilangkan. Eksaserbasi gejala setelah
makanan berat atau setelah bangun tidur di pagi hari merupakan fitur klasik
angina. Angina berkurang dengan latihan lebih lanjut (walk – through angina)
atau pada upaya pengerahan tenaga kedua (warm – up angina). Nitrat bukal atau
sublingual dapat dengan cepat meredakan gejala angina. (PERKI, 2019)
Langkah diagnosis selanjutnya adalah mengumpulkan data objektif dari
pemeriksaan dasar jantung berupa: elektrokardiografi (EKG) istirahat,
pemeriksaan laboratorium darah untuk faktor resiko penyakit aterosklerosis
kardiovaskular seperti hemoglobin terglikasi (HbA1c), profil lipid serta
ekokardiografi istirahat. Pada pasien dengan hasil ekokardiografi menampilkan
fraksi ejeksi kurang dari 50% dengan angina tipikal, pasien layak untuk
dianjurkan angiografi invasif dengan kemungkinan revaskularisasi. (PERKI,
2019)
Pemeriksaan penunjang untuk angina pektoris salah satunya adalah EKG,
dimana dari hasil EKG pasien didapatkan perubahan gambaran gelombang ST – T
non spesifik dengan kesimpulan sinus takikardia.
Penatalaksanaan Angina Pektoris melibatkan dua area yang diatasi secara
simultan : (Istisakinah, 2017)
a. Penatalaksanaan faktor resiko
1. Merokok. Rokok merupakan prediktor independen yang kuat atas
terjadinya PJK. Rokok, dalam hal ini termasuk merokok secara
pasif dan aktif. Manfaat berhenti merokok terhadap perbaikan PJK
telah banyak dilaporkan. Berhenti merokok dapat menurunkan
mortalitas sebesar 36% setelah terjadinya infark miokard. Terapi
sulih nikotin aman untuk pasien PJK. Bupropion dan varenicline
juga terbukti aman pada pasien dengan PJK stabil pada beberapa
studi, namun keamanan penggunaan varenicline sempat
dipertanyakan, karena pada suatu metaanalisis ternyata varenicline
berhubungan dengan sedikit peningkatan pada kejadian
kardiovaskular.
2. Hipertensi. Modifikasi gaya hidup sehat seperti penurunan berat
badan, penurunan asupan natrium dalam diet, dan peningkatan
aktivitas fisik.pemantauan tekanan darah rutin dibutuhkan untuk
memastikan bahwa target terpenuhi dan dapat dipertahankan.
3. Diabetes melitus. Kadar glukosa darah harus dikendalikan secara
ketat, dengan kontrol diet, atau dengan pengobatan diabetes
melitus. Diabetes merupakan faktor resiko kuat untuk terjadinya
komplikasi kardiovaskuler, meningkatkan resiko perburukan PJK,
dan harus ditatalaksana secara teliti, dengan target HbA1C < 7%
secara umu dan 6,4% - 6,9% untuk dasar tiap individu.
4. Hiperkolesterolemia. Panduan penanganan dislipidemia yang
dibuat American Heart Association merekomendasikan pasien
dengan penyakit arteri koroner dan penyakit ateroskerosis yang
lain untuk mendapat terapi statin dengan intensitas tinggi untuk
menurunkan kadar kolesterol LDL lebih dari 50%. Terapi
menurunkan lipid harus diberikan lipid harus diberikan pada semua
pasien tanpa melihat kadar kolesterolnya sebagai bagian dari
pencegahan sekunder.
b. Penatalaksanaan angina : Tujuan pemberian tatalaksana farmakologis
pada pasien APS adalah untuk memperbaiki gejala dan utuk mencegah
kejadian kardiovaskular. Untuk melegakan gejala angina, nitrogliserin
kerja cepat dapat memberikan kelegaan sementara dari gejala angina.
Obat – obatan anti – iskemia dan modifikasi pola hidup memberikan
peran untuk meminimalisir eradikasi gejala dalam jangka waktu
panjang (pencegahan jangka panjang). (Istisakinah, 2017)
1. Aspirin : berfungsi untuk mengurangi agregasi trombosit yang
merupakan resiko perkembangan dan perburukan plak
ateroskerosis.
2. Beta – Blocker : mempunyai efek inotropik dan kronotropik negatif
sehingga menurunkan ke/butukan oksigen miokardium dan
memperbaiki keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan oksigen
miokardium. Obat ini dapat berfungsi sebagai antihipertensi.
3. Antagonis Kanal kalsium : mendilatasi pembuluh darah koroner
dan dapat digunakan sebagai obat antihipertensi dan antiangina.
Pada pemeriksaan fisik pasien ini, tekanan darah pasien adalah
230/131, yang dikategorikan menjadi Hipertensi Emergensi.
Hipertensi emergensi adalah situasi dimana hipertensi berat (grade 3)
dikaitkan dengan Hypertension – Mediated Organ Damaged (HMOD) akut
pada otak, jantung, ginjal retina, dan pembuluh darah, yang sering kali
mengancam jiwa dan membutuhkan intervensi segera, tetapi hati – hati dalam
menurunkan tekanan darah. (Oktaviono, 2020)
Manifestasi kardiovaskular dari hipertensi emergensi mencakup SKA,
edema paru kardiogenik akut, dan diseksi aorta. Diseksi aorta mendapat
perhatian khusus, karena memiliki mortalitas dan morbiditas yang tinggi,
memerlukan penurunan tekanan darah yang cepat, dan juga memerlukan
hambatan spesifik dari refleks takikardia yang sering dikaitkan dengan agen
penurunan tekanan darah. Hal ini direkomendasikan kepada pasien dengan
diseksi aorta yang memiliki penurunan tekanan darah sistolik setidaknya 120
mmHg dalam 20 menit. (Levine, 2017)
Pasien dengan hipertensi emergensi harus di rawat inap dengan
perawatan intensif dengan tujuan awal untuk menurunkan tekanan darah arteri
10% hingga 15%, tetapi tidak lebih dari 15%, di satu jam pertama, kemudian
jika tekanan darah stabil mencapai 160/100 mmHg dalam 2 jam hingga 6 jam.
(Levine, 2017)
Terapi yang digunakan pada pasien dengan hipertensi emergensi
adalah nitroprusside, nicardipin, enalaprilat, labetalol, dan yang lainnya.
(Levine, 2017)
Pada kasus ini pasien juga diberikan Injeksi Metamizole 1g 3 x 1
ampul, Bisoprolol 5mg diberikan satu kali sehari pada siang hari setengah
tablet, Injeksi Nicardipin pump 0,5 mcg/kgBB/menit untuk terapi hipertensi
emergensi, dan tatalaksana lainnya adalah Oksigen 3 – 4 liter/menit dengan
indikasi sesak / saturasi <96%, Infus NaCl 0,9% 500 cc/24 jam, Injeksi
Furosemide 20mg diberikan 2 x 1 ampul dan Spironolacton 25mg diberikan
satu kali sehari satu tablet merupakan jenis obat diuretik yang digunakan
untuk mengatasi edema pada kedua kaki pasien. Clopidogrel 75mg diberikan 1
x 1 tablet merupakan obat antiplatelet, dan suplemen antioksidan Coten 100mg
diberikan 2 x 1 tablet.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 KESIMPULAN
Pada kasus ini, saat anamnesis mengatakan nyeri dada seperti ditekan
yang membaik saat istirahat dan tidak menjalar, dan sesak nafas. Pada pasien
ini, klasifikasi nyeri dada menurut Canadian Cardiovascular Society (CCS),
termasuk dalam Kelas II, karena dari pernyataan pasien saat anamnesis,
pasien yang merupakan ibu rumah tangga, mengatakan nyeri dada timbul saat
melakukan aktivitas rumah tangga. Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan
EKG, ditemukan perubahan gambaran gelombang ST – T non spesifik
dengan kesimpulan sinus takikardia. Penatalaksanaan menggunakan obat
golongan beta – blocker, aspirin, antagonis kanal kalsium, obat antiplatelet,
diuretik, dan suplemen antioksidan untuk jantung. Pada pemeriksaan fisik
juga ditemukan tekanan darah pasien 230/131 mmHg, dimana termasuk
dalam kategori hipertensi emergensi. Maka dalam kasus ini, terapi hpertensi
emergensi yang diberikan pada Ny. N adalah Nicardipin pump 0,5
mcq/kgBB/menit.
4.2 SARAN
Pada pasien ini dianjurkan untuk melakukan modifikasi gaya hidup
sehat seperti penurunan berat badan, penurunan asupan natrium dalam diet,
dan peningkatan aktivitas fisik. Pemantauan tekanan darah rutin dibutuhkan
untuk memastikan bahwa target terpenuhi dan dapat dipertahankan.
DAFTAR PUSTAKA