Anda di halaman 1dari 14

Bagian Ilmu obstetric dan ginekologi JURNAL READING

Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairat ARPRIL 2022

Rumah Sakit Umum Anutapura, Palu

Hubungan Dukungan Social Dengan Depresi Dan Kecemasan Skor


Stress (DASS) Dan Kadar Kortisol Saliva Pada Wanita Pasca
Kuretase Karena Keguguran

Disusun Oleh :

Transiska Lestari

(15 19 777 14 358)

Pembimbing : dr. Djemi, Sp.OG, OBGYN SOS, MARS

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU
2022
Hubungan Dukungan Social Dengan Depresi Dan Kecemasan Skor Stress (DASS)
Dan Kadar Kortisol Saliva Pada Wanita Pasca Kuretase Karena Keguguran

Mulyo Hadi Sungkono, Muhammad Nooryanto, Desy Erina Arianti

Department of Obstetrics & Gynecology Faculty of Medicine, University of Brawijaya, Malang,


Indonesia, 2020

Abstrak

latar belakang kehilangan kehamilan dini merupakan perstiwa traumatis bagi


perempuan dan keluarganya. Studi mengungkapkan bahwa banyak wanita menderita
gejala pasca-trauma lama setelah keguguran, termasuk depresi, kecemasan,
penghindaran, pengalaman ulang, rasa malu, dan rasa bersalah. Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji pengaruh dukungan social terhadap penurunan stress pada
wanita pasca kuretase akibat keguguran trimester pertama

Metode Penelitian: ini berupa kuisoner dengan tindak lanjut prospektif pada 25
wanita pasca kuretase karena keguguran trimester pertama di Departemen Obstetri
dan Ginekologi, Rumah Sakit Saiful Anwar, Malang, Indonesia. Dukungan social
dinilai dengan kuisoner Sarafino, kemudian diklasifikasikan menjadi dukungan social
positif dan negative. Tingkat stress diukur dengan skor Depression and Anxiety Stress
Scale (DASS) dan kortisol saliva pada hari ke-1 dan ke-7 setelah kuretase.

Hasil dari 25 wanita terdapat 12 wanita memiliki dukungan social negative setelah
kuretase pada kedua kelompok. dan 13 wanita memiliki dukungan social postif. Tidak
terdapat perbedaan bermakna skor DASS dan kadar kortisol saliva pada hari1 setelah
kuretase pada kedua kelompok. Namun, dakam 7 hari setelah kuretase, skor DASS
signifikan lebih rendah pada wanita dengan dukungan social postif dibandingkan
dengan wanita dengan dukungan sosisal negative (p=0,034). Tingkat kortisol saliva
juga menunjukkan secara signifikan lebih rendah pada wanita ndengan dukungan
social positif dibandingkan dengan wanita dengan dukungan social negative (0,022).
Ada hubungan yang signifikan antara skor DASS dengan kadar kortisol saliva
(p=0.036, r=0.297)
Kesimpulan: skor DASS dan kadar kortisol saliva lebih rendah pada wanita dengan
dukungan social positif. Dan skor DASS berkolerasi dengan kadar kortisol saliva
PENDAHULUAN

Keguguran didefinisikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai


kehilangan janin yang berusia kurang dari 23 minggu dan berat janin kurang dari
500 gr. Secara keseluruhan, sekitar 12-15% kehamilan yang diakui secara klinis
berakhir dengan keguguran, dengan frekuensi yang meningkat seiring dengan
meningkatnya usia ibu. Keguguran adalah peristiwa kehidupan yang sulit dan
menegangkan bagi seorang wanita. Penelitian tentang respon psikologis wanita
setelah keguguran menunjukkan bahwa banyak dari mereka menderita kesedihan, rasa
bersalah, depresi, dan kecemasan.

Sebuah studi tentang sekuel psikologis setelah keguguran menemukan bahwa satu
bulan setelah keguguran, 25% -39% wanita memenuhi kriteria diagnostik untuk
gangguan stres pasca-trauma (PTSD), dan prevalensi ini berkurang menjadi 7% pada
empat bulan. Gejala pasca trauma meliputi pengalaman ulang (terjadinya kembali
pikiran, bayangan atau mimpi buruk terkait dengan keguguran), penghindaran
(misalnya, tidak ingin bertemu wanita hamil), hyperarousal (misalnya, iritasi,
kesulitan tidur, marah) dan perubahan negatif dalam kognisi dan suasana hati
(misalnya, perasaan gagal, bersalah, malu)

Dalam studi kohort, Clifford et al (1997) menemukan bahwa wanita hamil yang
mengikuti rencana dukungan konseling antenatal tertentu memiliki tingkat
keberhasilan kehamilan yang jauh lebih tinggi daripada mereka yang tidak
berpartisipasi. Sebuah tinjauan sistematis yang dilakukan oleh San Lazaro et al. pada
tahun 2017 melaporkan bahwa dukungan dan intervensi psikologis dapat
meningkatkan kesejahteraan psikologis ibu hamil setelah keguguran. Data ini
menunjukkan potensi pentingnya memberikan dukungan bagi wanita pada kehamilan
berikutnya setelah keguguran. Namun, belum ada penelitian yang mengevaluasi efek
menguntungkan dari dukungan sosial pada ibu hamil yang pernah mengalami
keguguran, terutama di Indonesia. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menilai pengaruh dukungan sosial terhadap penurunan stres pada wanita pasca
kuretase akibat keguguran trimester pertama di Rumah Sakit Saiful Anwar, Malang,
Indonesia.
METODE

Desain dan Mata Pelajaran

Penelitian ini merupakan penelitian prospektif observasional pada 25 wanita dengan


kuretase karena keguguran trimester pertama di Departemen Obstetri dan Ginekologi,
Rumah Sakit Saiful Anwar, Malang, Indonesia antara Maret dan Agustus 2017.
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik untuk Proyek Penelitian, Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya. Semua pasien memberikan informed consent
sebelum terdaftar dalam penelitian ini. Subyek ditindaklanjuti sampai 7 hari pasca
kuretase untuk mengevaluasi skor DSS dan kadar kortisol saliva. Subyek dengan
penyakit kronis atau penyakit kejiwaan dikeluarkan dari penelitian ini.

Dukungan Sosial

Dukungan sosial didefinisikan sebagai kenyamanan fisik dan psikologis, perhatian,


penghargaan, atau bentuk bantuan lain yang diterima pasien dari suami atau keluarga
lain. Untuk menilai dukungan sosial kami menggunakan Kuesioner Sarafino yang
telah divalidasi. Kuesioner Sarafino berisi 18 pertanyaan, antara lain pertanyaan yang
disukai dengan nilai sebagai berikut: ya= 1 tidak= 0, dan pertanyaan kurang baik
dengan nilai: ya= 0, tidak= 1. Semua hasil penilaian kemudian diklasifikasikan
menjadi dua kategori, sosial positif dukungan (skor total 0-8) dan dukungan sosial
negatif (skor 9-18)

Skor DASS

The Depression, Anxiety and Stress Scale-21 Items (DASS-21) adalah seperangkat
tiga skala laporan diri yang dirancang untuk mengukur keadaan emosional depresi,
kecemasan, dan stres. Masing-masing dari tiga skala DASS-21 berisi 7 item, dibagi
menjadi subskala dengan konten serupa. Skala depresi menilai disforia, keputusasaan,
devaluasi hidup, penghinaan diri, kurangnya minat/keterlibatan, anhedonia dan
inersia. Skala kecemasan menilai gairah otonom, efek otot rangka, kecemasan
situasional, dan pengalaman subjektif dari pengaruh cemas. Skala stres sensitif
terhadap tingkat gairah non-spesifik kronis. Ini menilai kesulitan bersantai, gairah
gugup, dan menjadi mudah marah / gelisah, mudah tersinggung / terlalu reaktif dan
tidak sabar. Skor untuk depresi, kecemasan, dan stres dihitung dengan menjumlahkan
skor untuk item yang relevan. Skor total diklasifikasikan sebagai normal (0-23),
ringan (24-33), sedang (34-52), berat (53-73), dan sangat parah (>73)9. Penilaian
DASS dilakukan dua kali yaitu pada hari ke-1 dan hari ke-7 pasca kuretase.

Kadar Kortisol Saliva

Konsentrasi kortisol dalam air liur mencerminkan aktivitas sumbu hipotalamus-


hipofisis-adrenal. Oleh karena itu, kortisol saliva nyaman bagi pasien dan peserta
penelitian untuk dikumpulkan secara noninvasif. Sampel air liur dapat dikumpulkan
dengan mengeluarkan air liur yang ditempatkan ke dalam mulut sampai jenuh.
Pengambilan saliva dilakukan pada pagi hari sebelum siang hari. Dalam penelitian ini,
kami menggunakan kit ELISA kortisol saliva manusia (Biochem Inc®, Kanada)
untuk mengukur kadar saliva (ng/ml). Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali yaitu
pada hari ke-1 dan hari ke-7 pasca kuretase.

Analisis statistik

Semua analisis statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 17.0 (SPSS Inc.,
USA) dengan tingkat signifikansi p<0,05. Normalitas dan homogenitas data diuji
dengan uji Shapiro-Wilk dan uji Levene, dilanjutkan dengan Uji T tidak berpasangan
untuk analisis perbandingan. Uji korelasi rank spearman digunakan untuk mengukur
hubungan antara dua variabel.

HASIL

Karakteristik Mata Pelajaran

Dua puluh lima wanita dengan kuretase karena keguguran trimester pertama di
Departemen Obstetri dan Ginekologi, Rumah Sakit Saiful Anwar, Malang, Indonesia
terdaftar dalam penelitian ini. Berdasarkan kuesioner dukungan sosial, terdapat 12
wanita memiliki dukungan sosial negatif dan 13 wanita memiliki dukungan sosial
positif. Karakteristik subjek dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteriktik pada subjek.

Analisis dilakukan dengan uji t sampel independen **Analisis dilakukan dengan X2


(Chi-Square).

Perbandingan skor DASS

Tidak terdapat perbedaan bermakna rerata skor DASS pada hari 1 setelah kuretase
pada kelompok sosial positif dan kelompok sosial negatif. Namun, dalam 7 hari
setelah kuretase, rerata skor DASS secara signifikan lebih rendah pada wanita dengan
dukungan sosial positif dibandingkan dengan wanita dengan dukungan sosial negatif
(40,23 ± 6,07 vs 45 ± 3,52, p=0,034). Ada penurunan yang signifikan dalam skor
DASS rata-rata pada hari ke 7 dibandingkan dengan hari 1 pada wanita dengan
dukungan sosial positif (45,31 ± 6,0 vs 40,23 ± 6,07, p=0,049). Dan tidak ada
perbedaan yang signifikan pada rerata skor DASS pada hari ke 7 dibandingkan
dengan hari pertama pada wanita dengan dukungan sosial negatif (46,17 ± 2,44 vs 45
± 3,52, p=0,550) (Gambar 1).
Gambar 1. Perbandingan Skor DASS Hari 1 dan Hari 7 Pasca Kuretase

Perbandingan Kadar Kortisol Saliva

Tidak terdapat perbedaan bermakna rerata kadar kortisol saliva hari 1 pasca kuretase
pada kelompok sosial positif dan kelompok sosial negatif. Dalam 7 hari setelah
kuretase, rata-rata kadar kortisol saliva secara signifikan lebih rendah pada wanita
dengan dukungan sosial positif dibandingkan dengan wanita dengan dukungan sosial
negatif (14,77 ± 7,31 vs 21,78 ± 7,59, p=0,022). Ada penurunan yang signifikan rata-
rata kadar kortisol saliva pada hari ke 7 dibandingkan dengan hari ke 1 pada wanita
dengan dukungan sosial positif (25,68 ± 1,34 vs 14,77 ± 7,31, p=0,000). Dan tidak
ada perbedaan yang signifikan dalam rata-rata skor DASS pada hari ke 7
dibandingkan dengan hari pertama pada wanita dengan dukungan sosial negatif (26,7
± 1,91 vs 21,78 ± 7,59, p=0,178) (Gambar 2).

Gambar 2. Perbandingan Kadar Kortisol Saliva Hari 1 dan Hari 7 Pasca Kuret

Hubungan antara Skor DASS dan Kadar Kortisol Saliva


Berdasarkan uji analisis korelasi rank Spearman, terdapat hubungan yang signifikan
antara skor DASS dengan kadar kortisol saliva (r= 0,297, p= 0,036). Nilai koefisien
korelasi sebesar 0,297 menunjukkan bahwa hubungan tersebut relatif lemah.
Koefisien korelasi yang positif menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif
antara skor DASS dengan kadar kortisol saliva yang artinya peningkatan skor DASS
juga akan diikuti dengan peningkatan kadar kortisol saliva dan apabila terjadi
penurunan skor DASS akan juga diikuti dengan penurunan kadar kortisol saliva.

DISKUSI

Penelitian kami merupakan penelitian pertama yang secara langsung membandingkan


dampak psikologis pasca keguguran trimester pertama antara wanita dengan
dukungan sosial dan tanpa dukungan sosial. Wanita dengan dukungan sosial positif
memiliki tingkat stres yang lebih rendah dibandingkan dengan wanita dengan
dukungan sosial negatif. Sebuah tinjauan sistematis yang dilakukan oleh San Lazaro
et al. termasuk studi kohort dan RCT melaporkan bahwa dukungan dan intervensi
psikologis dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis wanita hamil setelah
keguguran. Dan perbaikan ini dapat mengurangi hasil terkait kehamilan yang
merugikan pada kehamilan berikutnya7. Hasil yang berbeda dilaporkan oleh Kong et
al., tidak ada perbedaan proporsi wanita yang menderita distres psikologis pada 3
bulan setelah keguguran. Namun, untuk subkelompok wanita dengan skor GHQ-12
(Kuesioner Kesehatan Umum) awal yang tinggi, skor rata-rata GHQ-12 pada
kelompok konseling secara signifikan lebih rendah daripada kelompok kontrol pada 6
minggu dan 3 bulan setelah keguguran10. Tinjauan sistematis lainnya yang dilakukan
oleh Murphy et al juga menunjukkan bukti yang tidak cukup untuk menunjukkan
bahwa dukungan psikologis efektif untuk menurunkan tingkat stres pada wanita
pasca-keguguran.

Tingkat stres dalam penelitian ini ditunjukkan dengan skor DASS. Rerata skor DASS
lebih rendah pada wanita dengan dukungan sosial positif dibandingkan dengan wanita
dengan dukungan sosial negatif. Dan terjadi penurunan rerata skor DASS yang
signifikan pada hari ke 7 dibandingkan hari ke 1 pada wanita dengan dukungan sosial
positif. Tingkat stres yang dialami oleh kedua kelompok yang ditunjukkan dengan
skor DASS menurun dari waktu ke waktu. Perbedaan paling mencolok pada hari ke 7
setelah kuretase (pada akhir periode pengamatan kami). Skor DASS adalah
seperangkat tiga skala laporan diri yang dirancang untuk mengukur keadaan
emosional depresi, kecemasan, dan stres. DASS-21 telah divalidasi di beberapa
populasi seperti orang dewasa Hispanik, Amerika, Asia, Inggris, dan Australia.
Temuan menunjukkan bahwa DASS-21 sehat secara psikometri dengan reliabilitas
dan validitas yang baik12.

Parameter lain untuk mengukur tingkat stres adalah kadar kortisol saliva. Konsentrasi
kortisol dalam air liur mencerminkan aktivitas sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal.
Oleh karena itu, kortisol saliva nyaman bagi pasien dan peserta penelitian untuk
dikumpulkan secara noninvasive mekanisme psikobiologis. Dalam penelitian ini,
kami menemukan bahwa tingkat kortisol saliva lebih rendah pada wanita dengan
dukungan sosial positif dibandingkan dengan wanita dengan dukungan sosial negatif.
Dan terjadi penurunan rerata kadar kortisol saliva yang signifikan pada hari ke-7
dibandingkan hari ke-1 pada wanita dengan dukungan sosial positif.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Obel et al. menunjukkan bahwa ada hubungan
antara stres kronis pada awal dan akhir kehamilan dan kadar kortisol saliva14.
Namun, sebuah penelitian yang dilaporkan oleh King et al menunjukkan tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam kadar kortisol antara wanita dengan gangguan medis
selama kehamilan dan kelompok kontrol meskipun ada tingkat skor Edinburgh
Postnatal Depression Scale (EPDS) yang lebih tinggi.

Penelitian kami saat ini menunjukkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara skor
DASS dengan tingkat kortisol saliva. Kasap et al dalam penelitiannya menunjukkan
korelasi positif antara peningkatan tingkat depresi dan kecemasan dan peningkatan
kadar kortisol saliva pada pasien dengan hiperemesis gravidarum. Studi lain
melaporkan bahwa ada korelasi antara kadar kortisol dan gangguan mood dalam
penelitian yang melibatkan wanita primipara dewasa dan remaja. Smith dan Thomson
juga melaporkan bahwa selama kehamilan aksis HPA menunjukkan hilangnya
penekanan normal kortisol oleh deksametason, dan peningkatan kadar kortisol basal
dengan mempertahankan ritme diurnal, gambaran yang juga ditemukan pada pasien
dengan depresi endogen. Perubahan fisiologis dan psikologis yang unik dari
kehamilan dapat menyebabkan hubungan yang berbeda antara tingkat kortisol dan
kecemasan laporan diri daripada yang diamati pada individu yang tidak hamil.

Kesimpulannya, penelitian kami mengungkapkan bahwa skor DASS dan kadar


kortisol saliva lebih rendah pada wanita dengan dukungan sosial yang positif. Dan
skor DASS berkorelasi dengan kadar kortisol saliva. Oleh karena itu, studi
epidemiologi yang lebih besar di masa depan harus dilakukan untuk menyelidiki
peran dukungan sosial pada tingkat stres pada wanita dengan keguguran trimester
pertama.
Referrences

1. Organization WH. Definitions and Indicators in Family Planning Maternal & Child
Health and Reproductive Health Used in the WHO Regional Office for Europe.
Copenhagen: WHO Regional Office for Europe; 2000.

2. Brier N. Grief Following Miscarriage: A Comprehensive Review of the Literature.


J Women’s Heal. 2008;17(3):451-464. doi:10.1089/jwh.2007.0505

3. Engelhard IM, Van Den Hout MA, Kindt M, Arntz A, Schouten E. Peritraumatic
dissociation and posttraumatic stress after pregnancy loss: A prospective study.
Behav Res Ther. 2003;41(1):67-78.

4. Farren J, Jalmbrant M, Ameye L, et al. Post-traumatic stress, anxiety and


depression following miscarriage or ectopic pregnancy: a prospective cohort study.
BMJ Open. 2016;6(11):e011864.

5. Cumming GP, Klein S, Bolsover D, et al. The emotional burden of miscarriage for
women and their partners: trajectories of anxiety and depression over 13 months.
BJOG An Int J Obstet Gynaecol. 2007;114(9):1138-1145.

6. Clifford K, Rai R, Regan L. Future pregnancy outcome in unexplained recurrent


first trimester miscarriage. Hum Reprod. 1997;12(2):387-389.

7. Campillo ISL, Meaney S, McNamara K, O’Donoghue K. Psychological and


support interventions to reduce levels of stress, anxiety or depression on women’s
subsequent pregnancy with a history of miscarriage: an empty systematic review.
BMJ Open. 2017;7(9).
8. Sarafino EP, Smith TW. Health Psychology: Biopsychosocial Interactions. John
Wiley & Sons; 2014.

9. Lovibond SH, Lovibond PF. Manual for the Depression Anxiety Stress Scales.
Psychology Foundation of Australia; 1996.

10. Kong GWS, Chung TKH, Lok IH. The impact of supportive counselling on
women’s psychological wellbeing after miscarriage–a randomised controlled trial.
BJOG An Int J Obstet Gynaecol. 2014;121(10):1253-1262.

11. Murphy FA, Lipp A, Powles DL. Follow‐up for improving psychological well
being for women after a miscarriage. Cochrane Database Syst Rev. 2012;(3).

12. Oei TPS, Sawang S, Goh YW, Mukhtar F. Using the depression anxiety stress
scale 21 (DASS-21) across cultures. Int J Psychol. 2013;48(6):1018-1029.

13. Hellhammer DH, Wüst S, Kudielka BM. Salivary cortisol as a biomarker in


stress research. Psychoneuro-endocrinology. 2009;34(2):163-171.

14. Obel C, Hedegaard M, Henriksen TB, Secher NJ, Olsen J, Levine S. Stress
and salivary cortisol during pregnancy. Psychoneuroendocrinology.
2005;30(7):647-656.

15. King NMA, Chambers J, O’Donnell K, Jayaweera SR, Williamson C, Glover


VA. Anxiety, depression and saliva cortisol in women
with a medical disorder during pregnancy. Arch Womens Ment

Anda mungkin juga menyukai