Anda di halaman 1dari 10

BUPATI SINTANG

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN BUPATI SINTANG


NOMOR 67 TAHUN 2019

TENTANG

STOP BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SINTANG

Menimbang : Bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3


Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat,
dan Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 132 Tahun
2013 Tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM),
maka dalam rangka memperkuat upaya perilaku hidup
bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis
lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat dan
meningkatkan akses sanitasi dasar.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
1
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Lingkungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 184, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5570);
6. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang
Sistem Kesehatan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 193);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2014
tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 193);
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 2036).
9. Peraturan Bupati Nomor 60 Tahun 2018, tentang
pencegahan Stunting di Kabupaten Sintang.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG STOP BUANG AIR BESAR


SEMBARANGAN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:


1. Daerah adalah Kabupaten Sintang.
2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD
adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sintang yang
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
3. Bupati adalah Bupati Sintang.

2
4. Pemerintah Daerah adalah Bupati Sintang sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
5. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa yang dibantu oleh perangkat
Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
6. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disingkat STBM
adalah pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan saniter
melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan.
7. Pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut Pilar
STBM adalah perilaku higienis dan saniter yang digunakan sebagai
acuan dalam penyelenggaraan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.
8. Pemicuan adalah cara untuk mendorong perubahan perilaku higiene
dan sanitasi individu atau masyarakat atas kesadaran sendiri dengan
menyentuh perasaan, pola pikir, perilaku, dan kebiasaan individu atau
masyarakat.
9. Stop Buang Air Besar Sembarangan adalah kondisi ketika setiap
individu dalam suatu komunitas tidak lagi melakukan perilaku buang
air besar sembarangan yang berpotensi menyebarkan penyakit.
10. Desa/kelurahan Stop Buang Air Besar Sembarang (SBS) atau Desa /
Kelurahan ODF (Open Defecation Free) adalah kondisi ketika setiap
individu dalam komunitas tidak lagi buang air besar sembarangan (SBS,
dengan kriteria antara lain :
11. Semua masyarakat telah buang air besar hanya di WC layak termasuk
kotoran bayi ;
12. Tidak terlihat atau tercium tinja manusia di lingkungan sekitar ;
13. Ada penerapan sanksi peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk
mencegah kejadian buang air besar di sembarang tempat ;
14. Ada mekanisme monitoring umum yang di buat oleh masyarakat untuk
mencapai 100 % kepala keluarga mempunyai sanitasi yang layak ; dan
15. Ada upaya atau strategi yang jelas untuk mencapai sanitasi total ;
16. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak-anak akibat dari
kekurangan gizi kronis, sehingga menyebabkan antaralain anak terlalu
pendek untuk usianya, terganggunya perkembangan otak, kecerdasan ,
dan gangguan metabolisme tubuh.
17. Intervensi Gizi Spesifik adalah intervensi yang ditujukan melalui
berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan dengan
sasaran masyarakat umum salah satunya Akses terhadap Air minum
dan sanitasi layak
18. Pemicuan adalah cara untuk mendorong perubahan perilaku hygiene
dan sanitasi individu atau masyarakat atas kesadaran sendiri dengan
menyentuh perasaan, pola pikir, perilaku, dan kebiasaan individu atau
masyarakat.
19. Tim Verifikasi adalah tim yang dibentuk untuk memastikan bahwa
telah terjadi perubahan perilaku masyarakat dalam penyelenggaraan
percepatan Stop Buang Air Besar Sembarangan.
3
20. Wirausaha Sanitasi adalah pelaku usaha yang bergerak di bidang
layanan penyediaan produk dan jasa sanitasi yang layak dengan
pilihan dan harga yang terjangkau masyarakat.
21. Sistem Monitoring SBS dalam bentuk Evaluasi Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat Berbasis Website dan Aplikasi Smart Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat adalah system monitoring dan evaluasi STBM
yang dikembangkan untuk memudahkan proses mengalirnya data dari
sumber terdekat di tingkat desa kepada pihak lain yang akan
menggunakan informasi tentang STBM di semua lini dengan
menggunakan teknologi website dan aplikasi Smart melalui android.

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

Stop Buang Air Besar Sembarangan di maksud untuk mewujudkan


perubahan perilaku masyarakat yang hygiene dan saniter dalam
mendapatkan akses terhadap sanitasi yang layak dengan pendekatan STBM
yang melibatkan masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan.

Tujuan penetapan SBS adalah sebagai berikut :


1. upaya percepatan program daerah SBS dengan perbaikan kualitas
lingkungan dan perubahan perilaku;
2. menurunkan angka kesakitan dan/atau angka kematian yang
ditimbulkan oleh penyakit yang berbasis lingkungan dengan cara
mengubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat;
3. meningkatkan produktivitas kerja;
4. mewujudkan lingkungan yang sehat dan bersih;
5. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat;
6. meningkatkan perilaku masyarakat untuk buang air besar di jamban;
7. meningkatkan jumlah kepemilikan jamban sehat; dan
8. meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menentukan pilihan
sarana sanitasi yang layak dan terjangkau.
9. Upaya pencegahan dan penurunan angka stunting.

BAB III
PENYELENGGARAAN

Pasal 3

1. Perilaku SBS diwujudkan melalui kegiatan, paling sedikit terdiri dari


a. membudayakan perilaku buang air besar di jamban sehat yang
dapat memutus alur kontaminasi penularan penyakit;

4
b. menyediakan dan memelihara sarana buang air besar yang
memenuhi standar persyaratan kesehatan.
2. Dalam penyelenggaraan percepatan SBS dilakukan dengan
pemicuan di masyarakat dengan pendekatan SBS.
3. Pemicuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan oleh
petugas kesehatan, kader, relawan dan atau masyarakat yang telah
berhasil SBS di wilayah lain.
4. Pemicuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diarahkan untuk
memberikan kemampuan dalam :
a. merencanakan perubahan perilaku;
b. penggerakan masyarakat;
c. memantau terjadinya perubahan perilaku; dan
d. mengevaluasi hasil perubahan perilaku.

Pasal 4

1. Komunitas masyarakat yang telah berhasil mencapai status SBS,


dalam penyelenggaraan percepatan SBS berdasarkan evaluasi Tim
Verifikasi, dapat melakukan deklarasi keberhasilan dalam
pencapaian SBS.
2. Tim Verfikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk sesuai
tingkatannya oleh Bupati, Camat dan Kepala Desa/Lurah yang
terdiri dari unsur Pemerintahan dan masyarakat.

BAB IV
TANGGUNG JAWAB DAN PERAN PEMERINTAH DAERAH,
KECAMATAN DAN DESA/KELURAHAN

Pasal 5

1. Pemangku kepentingan Daerah terhadap pelaksanaan SBS,


memiliki tanggung jawab dan peran sebagai berikut:
a. mempersiapkan rencana Daerah untuk mempromosikan strategi
yang baru;
b. mengembangkan dan mengimplementasikan kampanye
informasi Tingkat Daerah mengenai pendekatan yang baru;
c. melakukan koordinasi lintas sektoral dan lintas program,
jejaring kerja dan kemitraan dalam rangka pengembangan
percepatan SBS
d. mengkoordinasikan pendanaan untuk implementasi strategi
sanitasi lingkungan;
e. memfasilitasi pengembangan rantai suplai air bersih, sanitasi
dan lingkungan hidup;

5
f. memberikan dukungan capacity building yang diperlukan kepada
semua Institusi di Daerah; dan
g. melakukan pemantauan dan evaluasi.
2. Pemangku kepentingan Tingkat Kecamatan terhadap pelaksanaan
SBS, memiliki tanggung jawab dan peran sebagai berikut :
a. berkoordinasi dengan OPD terkait dan memberikan dukungan
bagi kader pemicu sanitasi lingkungan;
b. mengembangkan wirausaha sanitasi lokal untuk meningkatkan
produksi dan suplai penyediaan sarana sanitasi serta
memastikan kualitasnya;
c. mengevaluasi dan memonitor di lingkungan kerja desa dan
tempat tinggal; dan
d. melakukan verifikasi di tingkat Desa sebelum dilakukan
deklarasi.
3. Pemangku kepentingan Tingkat Desa/Kelurahan terhadap
pelaksanaan SBS, memiliki tanggung jawab dan peran sebagai
berikut :
a. membentuk Tim Fasilitator Desa/Kelurahan yang anggotanya
berasal dari kader-kader Desa/Kelurahan, bidan desa, tokoh
masyarakat dan lain sebagainya untuk memfasilitasi gerakan
masyarakat masyarakat sehingga bisa terbebas dari kebiasaan
buang air besar sembarangan;
b. memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat untuk
mencapai kondisi wilayah SBS;
c. membangun kesadaran dan partisipasi masyarakat secara
gotong royong dalam pelaksanaan percepatan SBS;
d. memonitor dan mengawasi masyarakat supaya tidak buang air
besar besar di sembarang tempat;
e. mengusulkan Peraturan Desa tentang sanksi buang air besar di
sembarang tempat terhadap warga masyarakat;
f. memberikan sanksi berupa teguran atau peringatan tertulis atau
hal lain yang bisa membuat jera masyarakat yang buang air
besar di sembarang tempat sehingga masyarakat tidak akan
mengulangi kebiasaan buang air besar di sembarang tempat;
dan
g. melakukan verifikasi di tingkat Dusun atau RW sebelum
dilakukan deklarasi.
4. Masyarakat terhadap pelaksanaan SBS, memiliki tanggung jawab
sebagai berikut :
a. memberikan sumbangan pemikiran dan pertimbangan
berkenaan dengan penentuan kebijakan yang terkait dengan
perilaku buang air besar di sembarang tempat;
b. melakukan pengadaan dan pemberian bantuan sarana dan
prasarana yang diperlukan untuk mewujudkan percepatan SBS;
dan
6
c. ikut serta dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan serta
penyebarluasan informasi kepada masyarakat.

BAB V
TEMPAT KHUSUS BUANG AIR BESAR

Pasal 6

1. Bupati berwenang menetapkan tempat-tempat tertentu yang


dijadikan tempat untuk buang air besar.
2. Tempat-tempat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi :
a. jamban keluarga;
b. amban Umum;
c. jamban komunal; dan
d. tempat yang disediakan khusus untuk kegiatan tertentu yang
sifatnya sementara.
3. Tempat-tempat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. kotoran yang ditampung tidak mencemari sumber air;
b. menjaga agar tidak terjadi kontak antara manusia dan kotoran
manusia;
c. kotoran tidak dihinggapi lalat atau serangga vector lainnya
termasuk binatang lainnya; dan
d. konstruksi jamban dibuat dengan baik dan aman bagi pengguna;
dan
e. menjaga sarana buangan kotoran manusia dengan baik dan
aman bagi pengguna.

BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI

Pasal 7

Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan SBS dilakukan secara


berjenjang oleh Pemerintah Kabupaten dan Kecamatan serta Kader di
Tingkat Desa/Kelurahan terdiri dari :
1. monitoring dan evaluasi di Kabupaten dilakukan oleh Dinas
Kesehatan untuk memperoleh gambaran tentang kemajuan
pemicuan, implementasi rencana kerja masyarakat dan kondisi
masyarakat yang tidak buang air besar sembarangan serta upaya
percepatan menuju Desa/Kelurahan SBS;

7
2. monitoring dan evaluasi di Kecamatan dilakukan oleh Petugas
Kesehatan/Sanitarian, Tenaga Promosi Kesehatan Puskesmas dan
fasilitator untuk melakukan kompilasi pemicuan, rencana kerja
masyarakat dan aktivitas tim kerja masyarakat;
3. monitoring di Desa/Kelurahan dilakukan oleh
Kader,Bidan/Perawat Desa dan Petugas Kesehatan/Sanitarian
untuk melihat perkembangan kegiatan pemicuan di masyarakat dan
mengumpulkan data dasar akses sanitasi; dan
4. monitoring dan evaluasi data akses sanitasi menggunakan aplikasi
STBM SMART berbasis website dan sms gateway (www.stbm-
indonesia.org)
.
BAB VII
PENGHARGAAN

Pasal 8

1. Pemerintah Kabupaten bisa memberikan penghargaan kepada


Kecamatan dan Desa/Kelurahan yang berhasil meningkatkan akses
sanitasi yang layak di komunitas masyarakat yang telah mencapai
status SBS.
2. Penghargaan bisa diberikan kepada Kecamatan, Desa/kelurahan,
perorangan, komunitas masyarakat.

BAB VIII
PEMBIAYAAN

Pasal 9

1. Untuk mendukung penyelenggaraan percepatan SBS,setiap OPD


terkait wajib merencanakan rencana Daerah berikut kebutuhan
anggarannya sesuai dengan tugasnya.
2. Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
3. Kegiatan percepatan SBS juga dapat dianggarkan melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa.
4. Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga dapat
bersumber dari sumbangan lain yang sah dan tidak mengikat.

BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 10

8
1. Bupati berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan sebagai
upaya mewujudkan Daerah SBS.
2. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa
bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat serta kepada
pimpinan dan/atau penanggung jawab Pemerintahan di Kecamatan
dan Desa.
3. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa
pemantauan atas ketaatan terhadap ketentuan yang berlaku di
wilayah kerjanya.
4. Bupati dapat melimpahkan kewenangan pembinaan dan
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Camat.

BAB X
PEMBIAYAAN

Pasal 11

1. Untuk mendukung penyelenggaraan percepatan SBS,setiap OPD


terkait wajib merencanakan rencana Daerah berikut kebutuhan
anggarannya sesuai dengan tugasnya.
2. Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
3. Kegiatan percepatan SBS juga dapat dianggarkan melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa.
4. Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga dapat
bersumber dari sumbangan lain yang sah dan tidak mengikat.

BAB XI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 12

1. Bupati berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan sebagai


upaya mewujudkan Daerah SBS.
2. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa
bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat serta kepada
pimpinan dan/atau penanggung jawab Pemerintahan di Kecamatan
dan Desa.
3. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa
pemantauan atas ketaatan terhadap ketentuan yang berlaku di
wilayah kerjanya.
4. Bupati dapat melimpahkan kewenangan pembinaan dan
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Camat.
9
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 13

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Sintang.

Ditetapkan di Sintang
pada tanggal ......................

BUPATI SINTANG,

Cap/TTD

dr. H.JAROT WINARNO,M.Med.PH

Diundangkan di Sintang
pada tanggal 2019
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SINTANG,

YOSEPHA HASNAH
BERITA DAERAH KABUPATEN SINTANG TAHUN 2019 NOMOR

10

Anda mungkin juga menyukai