2. Struktur Keluarga
Struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam, diantaranya
adalah:
a. Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun
melalui jalur garis ayah.
b. Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun
melalui jalur garis ibu.
c. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah istri.
d. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah suami.
e. Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar
pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian
keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri (Nasrul
Effendy, 1998).
4. Tipe Keluarga
a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah,
ibu dan anak-anak.
b. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti yang ditambah
dengan sanak saudara, misalnya : nenek, kakek, keponakan, saudara
sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
c. Keluarga berantai (serial family) adalah keluarga yang terdiri dari
wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu
keluarga inti.
d. Keluarga janda/duda (single family) adalah keluarga yang terdiri
karena perceraian atau kematian.
e. Keluarga berkomposisi (compusite adalah keluarga yang
perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.
f. Keluarga habitas (cohabitation) adalah dua orang menjadi satu tanpa
pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.
g. Dual carrier adalah suami istri atau keduanya orang karier dan tanpa
anak.
h. Commuter maried adalah suami istri atau keduanya orang karier dan
tinggal terpisah pada jarak tertentu, keduanya saling mencari pada
waktu tertentu.
i. Comunal adalah satu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yang
monogami dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan
fasilitas.
j. Unmaried parent and child adalah ibu dan anak dimana perkawinan
tidak dikehendaki, anaknya diadopsi.
6. Peranan Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku
interpersonal, sifat kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam
posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh
harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.
Berbagai peran yang terdapat dalam keluarga adalah sebagai
berikut:
a. Peranan ayah, ayah sebagai suami dan ayah dari anak-anak, berperan
sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman,
sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya
serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
b. Peran ibu, ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai
peranan untuk mengurusi rumah tangga, sebagai pengasuh dan
pendidik anaknya, pelindung dan sebagai anggota masyarakat dari
lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari
nafkah tambahan dalam keluarganya.
c. Peran anak, anak-anak melaksanakan peran psiko-sosial sesuai dengan
tingkat perkembangannya baik fisik, sosial dan spiritual.
7. Fungsi Keluarga
Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga sebagai
berikut:
a. Fungsi biologis
1) Untuk meneruskan keturunan
2) Memelihara dan membesarkan anak
3) Memenuhi kebutuhan dan gizi keluarga
4) Memelihara dan merawat anggota keluarga
b. Fungsi psikologis
1) Memberikan kasih sayang dan rasa nyaman
2) Memberikan perhatian di antara anggota keluarga
3) Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga
4) Memberikan identitas keluarga
c. Fungsi sosialisasi
1) Membina sosialisasi pada anak
2) Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan anak.
3) Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga
d. Fungsi ekonomi
1) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
2) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
3) Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di
masa yang akan datang, misalnya pendidikan anak-anak, jaminan
hari tua dan sebagainya.
e. Fungsi pendidikan
1) Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan,
keterampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat
dan minat yang dimilikinya.
2) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang
dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.
3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya.
Adapun dari ahli lain membagi fungsi keluarga sebagai berikut:
a. Fungsi pendidikan
b. Fungsi sosialisasi anak
c. Fungsi perlindungan
d. Fungsi perasaan
e. Fungsi religius
f. Fungsi ekonomi
g. Fungsi rekreatif
h. Fungsi biologis
Dari beberapa fungsi keluarga di atas ada 3 fungsi pokok keluarga
terhadap keluarga-keluarganya adalah:
a. Asih, adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman,
kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan
mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.
b. Asuh adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak
agar kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan menjadi
mereka anak-anak yang sehat fisik, mental, sosial dan spiritual.
c. Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap
menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa
depannya.
g. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluargaa.
Metode yang digunakan pada pemeriksaan, tidak berbeda dengan
pemeriksaan fisik di klinik.
h. Harapan keluarga
Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga
terhadap petugas kesehatan yang ada.
2. Perumusan Diagnosis Keperawatan Keluarga.
Diagnosis keperawatan keluarga dirumuskan berdasarkan data
yang didapatkana pada pengkajian. Tipologi dari diagnosis keperawatan :
a. Aktual (terjadi deficit atau
gangguan kesehatan).
Dari hasil pengkajian didapatkan data mengenai tanda dan
gejala dari gangguan kesehatan.
b. Resiko (ancaman kesehatan)
adalah keadaan-keadaan yang dapt memungkinkan terjadinya
penyakit, kecelakaan, dan kegagalan dalam mencapai potensi
kesehatan. Yang termasuk dalam ancaman kesehatan adalah:
a. Penyakit keturunan, seperti asma bronkial, diabetes
melitus, dan sebagainya
b. Keluarga/anggota keluarga yang menderita penyakit
menular, seperti TBC, Gonorhe, Hepatitis dan sebagainya.
c. Jumlah anggota keluarga yang terlalu besar dan tidak
sesuai dengan kemampuan dan sumber daya keluarga seperti anak
terlalu banyak sedangkan penghasilan keluarga kecil.
d. Resiko terjadi kecelakaan dalam keluarga misalnya,
benda tajam diletakan semabarangan, tangga rumah terlalu curam.
e. Kekurangan atau kelebihan gizi, dari masing-masing
anggota keluarga
f. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan stres antara
lain, hubungan keluarga yang kurang harmonis, hubunga orang tua
dengan anak tegang, orang tua yang tidak dewasa.
g. Sanitasi lingkungan buruk diantaranya, centilasi dan
peneranagn rumah yang kurang baik, tempat pembuangan sampah
yang tidak memenuhi syrat, tepmpat pembuangan tinja mencemari
sumber air minum, selokan/tempat pembuangan air limbah yang
tidak memenuhi syarat, sumber air minum tidak memenhi syarat,
kebisingan, polusi udara.
h. Kebiasan-kebiasan yang merugikan kesehatan antara lain,
merokok, minuman keras, tidak memakai alas kaki, minum bat
tanpa resep, kebiasaan makan daging mentah, higiene personal
kurang.
i. Sifat kepribadian yang melekat misalnya pemarah.
j. Riwayat persalinan sulit
k. Pemakaian peranan yang tidak sesuai, misalnya anak
wanita memainkan peranan ibu karena meniggal, anak laki-laki
memainkan peranan ayah
l. Imunisasi anak tidak lengkap
c. Potensial (keadaan sejahtera atau
“wellness”)
Suatu keadaan dimana keluarga dalam keadaan sejahtera
sehingga kesehatan keluarga dapat ditingkatkan.
Dalam satu keluarga perawat dapat menemukan lebih dari satu
diagnosa keperawatan. Untuk menentukan prioritas terhadap diagnosa
keperawatan keluarga yang ditemukan dihitung dengan menggunakan
skala prioritas.
Menurut Bailon dan Maglaya (1978), prioritas masalah
kesehatan keluarga dengan menggunakan skala proses skoring, sebagai
berikut:
No Kriteria Skor Bobot
1 Sifat masalah
a. Tidak/kurang sehat 3 1
b. Ancaman kesehatan 2
c. Krisis/kedaan sejahtera 1
2 Kemungkinan masalah dapat
diubah
a. Dengan mudah 2 2
b. Hanya sebagian 1
c. Tidak dapat 0
3 Potensial masalah dapat diubah
a. Tinggi
b. Cukup 3 1
c. Rendah 2
1
4 Menonjolnya masalah
a. Masalah berat, harus segera 2 1
ditangani
b. Ada masalah, tetapi tidak 1
perlu segera ditangani
c. Masalah tidak dirasakan
0
Proses skoring dilakuakan untuk setiap diagnosa keperawatan
dengan cara berikut ini:
a. Tentukan skor untuk setiap kriteria yang telah dibuat.
b. Selanjutnya skor dibagi dengan angka tertinggi yang dikalikan
dengan bobot.
Skor
Angka Tertinggi X Bobot
c. Jumlahkan skor untuk semua kriteria, skor tertinggi adalah 5, sama
dengan seluruh bobot.
5. Tahap evaluasi
Sesuai rencana tindakan yang telah diberikan, dilakukan penilaian
untuk melihat keberhasilannya. Bila tidak/belum berhasil perlu disusun
rencana baru yang sesuai. Semua tindakan keperawatan mungkin tidak
dapat dilakukan dalam satu kali kunjungan ke keluarga. Untuk itu dapat
dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan waktu dan kesediaan keluarga.
Tahapan evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi
formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan
keperawatan sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir.
Menurut Mubarak, dkk (2009), evaluai dapat dibagi 2, yaitu:
a. Kuantitatif
Dilaksanakan dalan kuantitas, jumlah pelayanan, atau kegiatan
yang telah dikerjakan. Pada evalusai kuantitatif jumlah kegiatan
dianggap dapat memberikan hasil yang memuaskan./
b. Kualitatif
Evalusi mutu yang dapat difokuskan pada salah satu dari tiga
dimensi yang saling terkait.
1) Struktur atau sumber
2) Proses
3) Hasil
3. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis
di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan
rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon
ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua factor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan
dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Brunner & Suddarth, 2002).
4. Tanda dan gejala
Manifestasi klinis pada kelayan dengan hipertensi adalah
meningkatkan tekanan darah >140/90 mmHg, sakit kepala, epistaksis,
pusing/migran, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunag-kunang,
lemah dan lelah, muka pucat dan suhu tubuh rendah. (Mansjoer, dkk,
2000).
5. Pemerikasaan Penunjang
a. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
b. Pemeriksaan retina
c. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti
ginjal dan jantung
d. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
e. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
f. Pemeriksaan: renogram, pielogram intravena arteriogram renal,
pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
g. Foto dada dan CT scan
6. Penatalaksanaan Medis
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua
jenis penatalaksanaan:
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis
1) Diet Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam.
Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi
dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar
adosteron dalam plasma.
2) Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan sesuai
dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,bersepeda atau
berenang.
b. Penatalaksanaan farmakologis
Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi
yaitu:
1) Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3) Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4) Tidak menimbulkan intoleransi.
5) Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh kelayan.
Golongan obat-obatan yang diberikan pada kelayan
hipertensi seperti golongan diuretic, golongan betabloker, golongan
antagonis kalsium, golongan penghambat konversi rennin angitensin.
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul bila hipertensi tidak terkontrol
adalah:
a. Krisis Hipertensi
b. Penyakut jantung dan pembuluh darah: penyakit jantung koroner dan
penyakit jantung hipertensi adalah dua bentuk utama penyakit jantung
yang timbul pada penderita hipertensi.
c. Penyakit jantung cerebrovaskuler: hipertensi adalah faktor resiko
paling penting untuk timbulnya stroke. Kekerapan dari stroke
bertambah dengan setiap kenaikan tekanan darah.
d. Ensefalopati hipertensi yaitu sindroma yang ditandai dengan
perubahan neurologis mendadak atau sub akut yang timbul sebagai
akibat tekanan arteri yang meningkat dan kembali normal apabila
tekanan darah diturunkan.
e. Nefrosklerosis karena hipertensi.
f. Retinopati hipertensi.
8. Pencegahan
a. Sebelum terjadinya sakit
1) Health promotion/promosi kesehatan
Usaha-usaha yang dilakukan yaitu mempertinggi daya tahan tubuh,
seperti:
a) Makan yang bergizi (seimbang)
b) Olahraga yang teraturpemeriksaan diri secara teratur (cek
up)
c) Tidur yang cukup
d) Memperbaiki lingkungan dan perumahan yang baik
(mengurangi kepadatan penduduk, ventilasi yang cukup)
2) Specipic protection/melakukan perlindungan yang spesifik
Usaha-usaha yang diperlukan adalah :
b) Melakukan imunisasi seperti BCG
c) Menghindari/mengurangi berdekatan dengan penderita TBC
d) Melakukan pasteurisasi susu sapi (menghindari susu sapi yang
terkena TBC)
b. Pada saat sakit
Diagnosa dini dan pengobatan yang tepat. Usaha-
Usaha yang dilakukan adalah :
1) Melakukan diagnosa secara cepat dan tepat
2) Memberikan pengobatan yang tepat
3) Mengajarkan pada penderita batuk yang baik/tidak meludah
sembarangan
4) Makan-makanan yang bergizi
5) Perbaikan sarana lingkungan dan perumahan
6) Olahraga yang teratur dan tidur yang cukup
7) Menghindari penggunaan napza dan perilaku sex yang
menyimpang
Pembatasan kecacatan/Disability limation
Usaha-usaha yang dilakukan :
1) Pengobatan yang tepat
2) Kontrol secar berkala
3) Sama dengan usaha promosi kesehatan
c. Sesudah sakit
Usaha-usaha yang dilakukan adalah :
1) Kontrol secar berkala
2) Memberikan pengertian kepada keluarga/masyarakat agar mau
menerima penderita sebagaimana dia sebelum sakit
DAFTAR PUSTAKA
Bruner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta.