Anda di halaman 1dari 2

Ini tentang sebuah kekhawatiran, tentang sebuah rasa takut yang tidak bisa aku gambarkan

dengan uraian makna kata biasa.

Tentang kekhawatiran akan tertinggal tanpa kawanan.

Tentang sebuah harapan yang kadang pudar, kadang begitu terang.

Bukan begitu mudahnya aku menyerah pada harapan yang pudar itu, bukan begitu sulitnya aku
berpegang pada harapan yang terang itu. Hanya saja, sulit aku ungkapkan bahwa aku juga butuh
teman.

Tentang kekhawatiran yang aku pertanyakan, mengapa hanya aku yang masih sendirian?

Perlahan namun pasti, satu per satu, massa demi massa mereka telah diterbangkan. Dengan
masing-masing pilihan, beribu jalan.

Lagi, tentang sebuah pertanyaan, mengapa hanya aku yang tertinggal? Mengapa hanya aku yang
tidak menemukan jalan.

Perlahan, aku mulai sendirian.

Saat semuanya telah menemukan jalan dan tujuan, hanya aku yang tersesat tak tahu arah jalan
terang.

Tidak bisa aku menemukan dan tidak bisa aku ditemukan, tersesat begitu saja.

Aku bertanya-tanya pada malam yang tak bertuan, pada rindu, pada angin yang membawa siul,
pada panas yang mematikan dingin, tidak pernah ada jawaban, kemana aku harus melangkah.

Musafir yang kutemui pun tak ayal segera menemukan teman dan gerombolannya, sedang aku
tetap sendirian, lagi tanpa teman.

Kapan, kapan massanya aku ditemukan?

Aku juga sangat ingin memiliki teman yang akan menyambut setiap pagiku dan mengantar lelap
tidur malamku.

Teman yang tidak akan pernah bosan dengan liur ceritaku, dan teman yang tidak akan pernah
lelah akan kerinduanku.

Teman untuk menemaniku menemukan jalan pulang, jalan kebaikan.

Teman yang akan menemaniku menyeberangi lautan kehidupan.

Ini tentang sebuah kekhawatiran, bahwa aku terlalu lama menemukannya. Bahwa aku terlalu tua
untuk ditemukan olehnya..

Anda mungkin juga menyukai