i
22. ANALISIS METODE TITIK KUMPUL............................................................................................... - 62 -
ii
BAB 9 ELEMEN AKSIAL ............................................................................................................................. - 132 -
iii
68. DIAGRAM LINGKARAN MOHR .................................................................................................. - 207 -
iv
89. DESKRIPSI METODE GAYA ........................................................................................................ - 281 -
v
PENGANTAR
Hampir sebagian besar mahasiswa jurusan Teknik Sipil berpendapat bahwa mata kuliah yang berkaitan
dengan mekanika atau struktur (dan juga geoteknik serta sumber daya air) merupakan mata kuliah yang
“menakutkan”. Anggapan ini ada benarnya, jika para mahasiswa tidak dilengkapi dengan pengetahuan
dasar yang cukup, dalam hal ini matematika dan fisika. Penulis juga mengalami hal seperti ini, di mana
pengetahuan dasar yang dimiliki ternyata belum cukup untuk memahami pelajaran-pelajaran tingkat
sarjana yang diberikan di kelas.
Buku ini mengupas tentang konsep dan prinsip dasar dalam mekanika yaitu gerak dan gaya. Jenis-jenis
gaya yang sering dijumpai dalam permasalahan analisis mekanika, dijabarkan berikut dengan contoh-
contoh soal. Dalam keilmuan teknik sipil yang pada sebagian tugasnya adalah melakukan analisis
mekanika dari suatu bangunan, yang tentu saja tidak bergerak, kesetimbangan gaya-gaya merupakan
kunci dan titik pokok dalam penyelesaian statika.
Gaya-gaya dalam diuraikan secara terinci agar mahasiswa dapat melakukan perhitungan yang cermat
mengenai gaya-gaya dalam. Contoh-contoh analisis gaya-gaya dalam diterapkan pada bangunan seperti
balok, portal, rangka batang, kabel dan pelengkung. Selain gaya-gaya dalam, salah satu penerapan gaya-
gaya non-konkruen terhadap analisis penampang dimasukkan dalam buku ini sebagai bahan dasar
membantu mahasiswa dalam pembahasan mekanika teknik lanjutan, yaitu mekanika bahan.
Metode klasik digunakan di sebagian besar buku ini dalam melakukan analisis kesetimbangan suatu
struktur, tetapi diberikan juga pengantar metode energi dalam analisis kesetimbangan. Pada bagian bab
atau sub-bab yang diberi tanda asterik (*) dimaksudkan bahwa pembaca dapat melewatkan bagian ini,
atau sebagai bahan pelajaran tambahan.
Teori dan isi di dalam buku ini juga tidak terlepas dari referensi yang digunakan penulis. Untuk itu
penulis sangat berterima kasih kepada tokoh-tokoh di bidang ilmu teknik sipil, yang telah menuangkan
pelajarannya yang sangat berharga dalam buku-buku yang penulis cantumkan pada bagian daftar
pustaka. Kutipan-kutipan dan contoh-contoh soal yang yang sangat membantu juga berasal dari buku-
buku referensi maupun soal yang dibahas di dalam kelas perkuliahan.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak DR. Techn. Aswandy, M.T., Lektor
Kepala di Universitas Universal Batam, yang banyak memberikan koreksi dan masukan yang sangat
berguna dalam isi maupun penulisan buku ini. Mudah-mudahan buku ini dapat membantu para pengajar
maupun mahasiswa dalam memahami permasalahan mekanika khususnya yang berkaitan dengan
teknik sipil. Akhir kata, penulis mengharapkan banyak masukan atas isi dari buku ini. Mohon
dimaafkan jika terdapat kekurangan atau kesalahan yang terjadi dalam penulisan buku ini.
vi
BAB 1 GAYA DAN MOMEN
01. PENDAHULUAN
Dasar keilmuan dari jurusan teknik sipil adalah terapan dari fisika, khususnya mekanika. Ilmu mekanika
sendiri memiliki cakupan yang sangat luas. Pembelajaran mekanika yang tidak terstruktur dengan baik,
tentunya akan membingungkan mahasiswa dalam memahami ilmu mekanika itu sendiri. Cara terbaik
untuk mengenal terlebih dahulu mengenai mekanika adalah dengan membaca sejarah ilmu mekanika.
Penulis menyarankan untuk membaca buku-buku klasik karangan Timoshenko. Dari sini mahasiswa
akan mendapatkan gambaran mengenai rumpun ilmu mekanika. Jadi, sebelum mendalami ilmu
mekanika, perlu diketahui rumpun ilmu mekanika, agar mahasiswa dapat mengikuti alur teori mekanika
dari dasar hingga tahap lanjut.
Ilmu mekanika benda kaku (biasa disebut mekanika teknik atau engineering mechanics) mempelajari
keadaan benda yang diberikan pengaruh baik dari dalam benda maupun dari luar benda, tetapi tidak
membuat benda tersebut berubah bentuk. Pengaruh itu disebut GAYA. Jadi ilmu mekanika benda kaku
bertujuan untuk mempelajari gerak dan gaya saja. Mekanika benda kaku terbagi lagi menjadi STATIKA
dan DINAMIKA, di mana statika mempelajari kesetimbangan benda dalam keadaan diam, sedangkan
dinamika mempelajari benda dalam keadaan bergerak (baik kinematika maupun kinetik).
Ilmu mekanika benda berdeformasi (biasa disebut mekanika bahan atau strength of materials)
mempelajari hal-hal mengenai sifat mekanik dari bahan, terutama apa yang yang disebut sifat elastis
bahan dan sifat plastis bahan. Perumusan teori secara umum mengenai mekanika benda berdeformasi
dijabarkan secara mendalam pada salah cabang mekanika yaitu MEKANIKA KONTINUM. Penjabaran
mekanika kontinum yang lebih spesifik, seperti analisis mengenai bahan kaku yang bersifat elastis
dipelajari dalam TEORI ELASTISITAS, serta analisis mengenai bahan kaku yang bersifat plastis
dipelajari dalam TEORI PLASTISITAS. Sedangkan untuk bahan yang bersifat fluida dipelajari dalam
MEKANIKA FLUIDA. Khusus untuk material tanah yang dipelajari pada jalur peminatan geoteknik,
1
Beer, Ferdinand dkk. 2016. Vector Mechanics for Engineers: Statics 11th ed. hal 2.
-1-
turunan dari ilmu mekanika kontinum melalui teori elastisitas dan plastisitas adalah ilmu MEKANIKA
TANAH.
Ilmu mekanika kontinum bukan merupakan ilmu yang mudah diajarkan dalam kelas sarjana. Ilmu ini
melibatkan penyelesaian matematika yang rumit yang sulit dan membutuhkan waktu yang lama untuk
diajarkan di kelas sarjana. Jadi ilmu mekanika kontinum lebih baik diajarkan pada kelas pascasarjana.
Tetapi pengetahuan mengenai bahan sangat perlu diajarkan pada kelas sarjana, sehingga pengajaran
yang disampaikan lebih tepat kepada ilmu klasik dari bahan yaitu MEKANIKA BAHAN.
Dari urutan yang disampaikan di atas, maka ilmu statika, dinamika dan mekanika bahan merupakan
pelajaran dasar dari mekanika. Tahapan ini sangat perlu diperhatikan, agar penyampaian materi
mekanika dapat diterima dengan baik oleh para siswa. Penulis menyarankan untuk jangan memberikan
materi mekanika tanah sebelum mekanika bahan dijelaskan dengan baik.
Keseluruhan turunan ilmu mekanika seperti diuraikan di atas (statika, dinamika, mekanika bahan,
mekanika kontinum, teori elastisitas dan teori plastisitas) merupakan dasar dalam pengembangan
analisis struktur untuk memecahkan persoalan kompleks dalam struktur (definisi dari struktur adalah
kumpulan dari berbagai benda/elemen yang saling terhubung, yang menerima pengaruh luar seperti
beban). Pada bagian lain, pengembangan mekanika kontinum baik untuk benda solid maupun fluida,
seperti mekanika tanah, diperlukan untuk ilmu-ilmu terapan dalam pondasi, bangunan penahan tanah
dan air maupun perkerasan jalan.
Pembahasan dalam analisis mekanika tidak terlepas dari pengetahuan mengenai matematika lanjut
kalkulus multivariabel, persamaan diferensial, kalkulus vektor dan analisis kompleks. Penyelesaian
analisis mekanika dipecahkan dengan bantuan alat bantu matematika lain yaitu aljabar linier (matriks)
serta analisis numerik. Dengan semakin berkembangnya penggunaan komputer sebagai alat bantu
perhitungan, bidang ilmu matematika lain membantu dalam pendekatan/aproksimasi penyelesaian
masalah mekanika. Bidang tersebut adalah analisis numerik, dan terutama penggunaan matriks dalam
komputer. Hal ini juga yang mendorong pengembangan ilmu baru dalam penyelesaian mekanika, yaitu
teori elemen hingga (finite element method) dan teori elemen batas (boundary element method).
Mekanika Teknik yang merupakan ilmu terapan dari ilmu mekanika, digunakan dalam bidang
keteknikan terutama pada disiplin ilmu teknik sipil, mesin, aeronautika, kelautan dan lain sebagainya.
Karena begitu kompleksnya terapan dari mekanika ini, maka penulis mengkhususkan pejabaran
mekanika pada bidang keilmuan teknik sipil.
Dalam mekanika dipelajari tentang mekanika benda kaku dan mekanika benda berdeformasi. Apa
perbedaan dari kedua hal ini? Mari kita perhatikan gambar di bawah ini.
-2-
Gambar 1: Benda Kaku.
Apabila ada suatu benda (body) seperti gambar di atas, diberikan suatu pengaruh luar, seperti gaya
dorong, benda tersebut kemungkinan akan bergerak, tetapi tidak berubah bentuknya. Perilaku benda
yang mengalami pengaruh luar tetapi tidak berubah bentuk, dinamakan mekanika benda kaku.
Sejatinya, suatu sistem benda, baik struktur ataupun mesin, jika diberikan pengaruh luar, tidak dalam
keadaan kaku (rigid bodies), tetapi dapat berdeformasi (berubah bentuk). Perhatikan gambar di bawah
ini.
Suatu benda dengan panjang L, diberikan suatu pengaruh luar yaitu gaya tarikan F. Akibat pengaruh
luar, benda tersebut akan mengalami perpanjangan sebesar ΔL. Hal ini dikatakan bahwa benda tersebut
mengalami perubahan bentuk atau deformasi, dan ilmu yang mengupas hal ini dinamakan mekanika
benda berdeformasi. Bagian khusus ilmu mekanika yang membahas masalah ini adalah metode
mekanika bahan. Metode lain yang lebih baik tetapi lebih sulit dalam penyelesaiannya yaitu mekanika
kontinum, khususnya pada bagian teori elastisitas.
Jadi dalam mekanika khususnya mekanika teknik ini, kita mempelajari keadaan suatu benda yang
dianggap kaku yang diberikan pengaruh luar yaitu gaya, serta permasalahan mengenai gaya-gaya yang
terjadi. Kemudian kita juga mempelajari akibat yang terjadi pada suatu benda yang diberikan pengaruh
luar yaitu gaya, apakah benda tersebut berdeformasi atau tidak.
Konsep dasar yang digunakan dalam mekanika berkaitan dengan ruang, waktu, massa dan gaya.2
2
Beer, Ferdinand dkk. 2016. Vector Mechanics for Engineers: Statics 11th ed. hal 3.
-3-
Konsep ruang berkaitan dengan posisi suatu benda. Suatu benda dalam keadaan diam, berada pada suatu
posisi yang harus diukur secara pasti di mana benda itu berada. Posisi suatu benda, berada dalam suatu
kerangka sistem (dalam ilmu fisika, kerangka sistem yang dimaksud adalah kerangka inersia), yang
secara umum menggunakan sistem koordinat untuk dapat mengukurnya.
Konsep waktu berkaitan dengan kapan posisi suatu benda diukur, atau berapa lama waktu diperlukan
ketika suatu benda bergerak. Konsep massa berkaitan dengan karakteristik suatu benda terhadap
gravitasi bumi. Konsep gaya berkaitan dengan pengaruh yang diberikan pada suatu benda. Pengaruh
yang dimaksud bisa berupa suatu pengaruh yang memberi dorongan atau tarikan. Suatu gaya memiliki
karakteristik tertentu berupa titik tangkap gaya, besaran dan arah tertentu. Gaya biasa direpresentasikan
sebagai vektor.
Keempat konsep dasar ini yang mendasari pembahasan mekanika yang berlaku pada partikel dan benda
kaku. Yang dimaksud partikel adalah suatu benda yang sangat kecil atau dapat kita asumsikan sebagai
suatu titik dalam ruang, sedangkan benda kaku merupakan kumpulan besar dari partikel-partikel.
Selain keempat konsep dasar, perlu diperhatikan pula mengenai prinsip-prinsip dalam mekanika.3
Prinsip pertama yaitu mengenai hukum jajaran genjang dalam penjumlahan vektor. Prinsip kedua yaitu
mengenai prinsip transmisibilitas, di mana kesetimbangan suatu partikel atau benda tidak akan berubah
apabila suatu vektor yang bekerja pada benda tersebut digantikan oleh vektor lain yang memiliki besar
dan arah yang sama, walaupun titik awal vektor itu berbeda (vektor masih berada pada line of action
yang sama).
Prinsip ketiga yaitu hukum yang mendasari ilmu mekanika klasik ini, yaitu Hukum Mekanika Newton.
Hukum ini mengatakan bahwa:
1) Jika resultan gaya (total penjumlahan seluruh gaya-gaya yang bekerja) adalah nol, maka pusat
massa dari suatu benda tetap diam, atau bergerak dengan kecepatan konstan (tidak mengalami
percepatan). Setiap benda akan memiliki kecepatan yang konstan kecuali ada gaya yang
resultannya tidak nol bekerja pada benda tersebut. Ini adalah Hukum Pertama Mekanika
Newton;
2) Gaya netto pada benda sebanding dengan hasil kali massa benda dan percepatannya (𝐹⃗ =
𝑚𝑎⃗). Bisa juga diartikan resultan gaya yang bekerja pada suatu benda sama dengan turunan
dari momentum linear benda tersebut terhadap waktu. Ini adalah Hukum Kedua Mekanika
Newton;
3) Ketika dua benda berinteraksi, gaya pada kedua benda yang berasal dari satu sama lain, selalu
sama magnitudonya, dan berlawanan arah. Artinya jika ada benda A yang memberi gaya
sebesar pada benda B, maka benda B akan memberi gaya sebesar kepada benda A, dan
3
Beer, Ferdinand dkk. 2016. Vector Mechanics for Engineers: Statics 11th ed. hal 4.
-4-
memiliki besar yang sama namun arahnya berbeda. Ini adalah Hukum Ketiga Mekanika
Newton, hukum ini juga terkenal sebagai hukum aksi-reaksi, dengan 𝐹⃗ disebut sebagai aksi
dan −𝐹⃗ adalah reaksinya.
Dari Hukum Newton pertama, diketahui bahwa diperlukan sesuatu untuk membuat benda bergerak.
Sesuatu itu dikenal sebagai GAYA. Dalam Hukum Newton kedua, kita dapat memberi kesimpulan
bahwa massa suatu benda adalah suatu karakteristik yang menghubungkan gaya pada benda dengan
percepatan yang dihasilkannya. Jadi gaya juga akan muncul pada massa yang mengalami percepatan
(dibahas dalam ilmu dinamika). Dalam Hukum Newton ketiga, kita mengenal hukum penting yang
sering kita dengar, yaitu aksi dan reaksi.
Perlu diketahui bahwa tidak semua keadaan berlaku Hukum Newton. Jika massa bergerak dengan
kecepatan yang melebihi kecepatan cahaya, hukum Mekanika Newton tidak dapat diterapkan, sehingga
teori relativitas dari Einstein-lah yang berlaku dalam kasus ini. Hukum Mekanika Newton juga tidak
dapat diterapkan jika massa berukuran skala atom, sehingga hukum Mekanika Quantum yang berlaku
dalam kasus seperti ini.
Prinsip keempat yaitu hukum gravitasi Newton. Salah satu jenis gaya yang dapat kita lihat dalam
kehidupan sehari-hari adalah gaya gravitasi. Suatu benda yang berada di bumi ini menerima gaya
gravitasi. Kombinasi gaya gravitasi dengan penerapan Hukum Gravitasi Newton (hukum ketiga), yaitu
ketika dua benda berinteraksi, gaya pada kedua benda yang berasal dari satu sama lain, selalu sama
magnitudonya, dan berlawanan arah. Jika dua benda tersebut memiliki massa M dan m, maka gaya yang
ditimbulkan sebesar:
'()
(1) 𝐹⃗ = *+
Jika massa M adalah massa bumi, m adalah massa suatu benda, G adalah suatu konstanta dan R adalah
radius bumi, dan diperkenalkan suatu nilai konstanta 𝑔⃗ (konstanta gravitasi), di mana:
'(
(2) 𝑔⃗ = *+
Gaya 𝐹⃗ pada suatu benda akibat interaksi dengan bumi, dinamakan gaya berat sendiri suatu benda,
yaitu:
(3) 𝐹⃗ = 𝑊
...⃗ = 𝑚𝑔⃗
Nilai konstanta 𝑔⃗ bervariasi tergantung posisi benda tersebut di bumi. Hal ini dikarenakan bentuk bumi
)
yang tidak sepenuhnya bulat. Umumnya nilai 𝑔⃗ diambil sebesar 9.81 456 + , yang cukup akurat dan
banyak dipakai dalam perhitungan. Satuan gaya dalam satuan internasional, dilambangkan sebagai N
(Newton). Jadi apabila terdapat suatu benda dengan massa 1 kg, terdapat gaya gravitasi sebesar 1 kg x
-5-
)
9.81 456 + = 9,81 Newton. Dalam contoh perhitungan secara manual, seringkali konstanta gravitasi ini
)
diambil sebesar 10 456 + .
Pada umumnya besaran-besaran yang sering dipergunakan dalam bentuk bilangan dinamakan skalar.
Besaran lain, khususnya besaran yang memiliki bilangan dan arah dinamakan vektor. Vektor
dinotasikan sebagai anak panah, di mana titik awal anak panah disebut pangkal dan titik akhir disebut
kepala. Dua atau lebih vektor dipandang sama (ekuivalen) jika memiliki besar dan arah yang sama.
• besaran (magnitudo),
• titik kerja atau ekor dari vektor (point of application),
• arah (direction) dan
• garis kerja (line of action).
n
ctio
dire
F
on
cati
a ppli
t of
Poin o
n itud
mag
ac tion
e of
Lin
Suatu vektor dinotasikan dengan huruf tebal F, atau dengan memberikan tanda panah di atas huruf
vektor 𝐹⃗ . Besaran atau magnitudo vektor biasa dinyatakan dengan |𝐹 | atau F saja.
Jika suatu vektor terletak pada suatu bidang, vektor dapat dipresentasikan ke dalam sumbu kartesian,
dengan menggunakan vektor satuan. Suatu vektor 𝐹⃗ pada bidang, dipresentasikan menurut komponen-
komponen sumbu kartesian adalah:
(4) 𝐹⃗ = 𝐹9 𝚤⃗ + 𝐹< 𝚥⃗
Vektor 𝚤⃗ dan vektor 𝚥⃗ merupakan vektor-vektor basis atau vektor-vektor satuan pada sumbu-x dan
sumbu-y. Jika sudut antara θ merupakan sudut apit antara vektor dengan sumbu-x, maka:
-6-
y
𝐹⃗
𝐹 sin 𝜃
𝜃
x
𝐹 cos 𝜃
Pada kasus ruang tiga dimensi, analisis vektor juga diselesaikan dengan cara yang sama. Suatu vektor
𝐹⃗ menurut komponen-komponen vektor satuannya adalah:
Dan jika sudut 𝜃9 merupakan sudut apit antara vektor dengan sumbu-x, 𝜃< merupakan sudut apit antara
vektor dengan sumbu-y dan 𝜃F merupakan sudut apit antara vektor dengan sumbu-z maka:
Dalam konteks ilmu mekanika, gerak dan gaya selalu direpresentasikan dengan vektor. Jadi agar suatu
struktur dapat dianalisis secara matematis, maka struktur tersebut kita modelkan terlebih dahulu dalam
diagram gaya-gaya (free-body diagram), kemudian kita tuliskan persamaan-persamaan matematis
untuk diagram gaya-gaya tersebut. Penjelasan mengenai hal ini akan dituangkan dalam bab-bab
selanjutnya.
-7-
Gambar 5: Vektor Ruang dan Komponennya.
Gaya adalah vektor, oleh karena itu penyelesaian masalah gaya dilakukan seperti penyelesaian masalah
vektor. Teknik penyelesaian gaya terdapat dua macam, yaitu dengan cara grafis maupun cara analitis.
Dalam penjumlahan gaya secara grafis, misalnya penjumlahan gaya 𝑃.⃗ dan 𝑄
.⃗, terdapat dua cara umum
yang digunakan. Cara pertama, dengan memindahkan gaya 𝑃.⃗ sehingga pangkalnya berimpit dengan
.⃗. Jumlah kedua gaya 𝑃.⃗ + 𝑄
kepala gaya 𝑄 .⃗ adalah gaya resultan yang menghubungkan pangkal P
dengan kepala Q. Cara ini disebut Hukum Segitiga, lihat gambar di bawah ini.
P P
P+Q
Q
Cara lain ialah menggeser Q sehingga pangkalnya berimpit dengan pangkal P. Maka resultan
penjumlahan gaya 𝑃.⃗ + 𝑄
.⃗ adalah gaya dengan pangkal yang berimpit dengan P dan Q, dan diagonal
jajaran genjang yang sisinya adalah P+Q. Cara ini disebut Hukum Jajaran Genjang.
Penyelesaian dengan cara analitis yaitu dengan membuat model diagram gaya-gaya (free-body
diagram), dan kemudian kita tuliskan suatu persamaan matematis yang diperlukan untuk mencari solusi
dari analisis yang kita lakukan. Karena gaya dimodelkan secara matematis sebagai vektor, maka
tentunya sifat-sifat vektor berlaku juga pada gaya. Pada penjumlahan vektor secara analitis, kita harus
memecah vektor menjadi komponen-komponen skalarnya, kemudian menjumlahkan komponen-
komponen skalarnya tiap sumbu untuk mendapatkan komponen jumlahnya.
-8-
P
P+Q
Seperti halnya vektor, pada penjumlahan dua atau lebih gaya, mengikuti hukum-hukum seperti vektor,
yaitu:
(a) 𝑃.⃗ + 𝑄
.⃗ = 𝑄
.⃗ + 𝑃.⃗;
(b) J𝑃.⃗ + 𝑄
.⃗K + 𝑅.⃗ = 𝑃.⃗ + J𝑄
.⃗ + 𝑅.⃗ K;
(e) 0𝑃.⃗ = 0;
(f) 1𝑃.⃗ = 𝑃.⃗;
(g) 𝑎J𝑏𝑃.⃗K = (𝑎𝑏)𝑃.⃗;
(h) 𝑎J𝑃.⃗ + 𝑄
.⃗ K = 𝑎𝑃.⃗ + 𝑎𝑄
.⃗ ;
Pada kasus bidang, vektor 𝑃.⃗ dengan komponen-komponennya adalah <Px, Py> dan vektor 𝑄
.⃗ dengan
komponen-komponennya adalah <Qx, Qy>. Px dan Qx adalah proyeksi vektor 𝑃.⃗ dan vektor 𝑄
.⃗ ke sumbu-
kedua vektor adalah dengan menjumlahkan komponen-komponennya, oleh karena itu jika 𝑅.⃗ = 𝑃.⃗ + 𝑄
.⃗
maka:
(11) ....⃗
𝑅9 = 𝑃9 𝚤⃗ + 𝑄9 𝚤⃗
(12) ....⃗
𝑅< = 𝑃< 𝚥⃗ + 𝑄< 𝚥⃗
Contoh Soal 1
Hitung resultante dari kedua gaya berikut ini, dan sudut arah gaya resultante.
-9-
Gambar 8: Contoh Soal 1 Penjumlahan Dua Vektor.
Jawab:
Sesuai dengan perjanjian tanda sumbu kartesian yang kita pelajari dalam matematika, arah ke kanan
dan ke atas adalah nilai positif, sedangkan arah ke kiri dan ke bawah adalah nilai negatif.
- 10 -
Maka gaya resutantenya adalah:
Untuk penjumlahan lebih dari dua gaya, resultante gaya atas penjumlahan gaya-gaya tersebut dapat
diselesaikan dengan cara yang sama seperti di atas. Perhatikan contoh berikut ini.
Contoh Soal 2
Hitung resultante dari gaya-gaya berikut ini.
Jawab:
Analisis penjumlahan vektor gaya-gaya di atas, kita lakukan dengan cara memproyeksikan masing-
masing gaya ke tiap sumbu kartesian.
= 𝟑𝟕. 𝟒𝟔𝟑 𝑵
∑ 𝑅< = (𝐹E cos 15°) + (𝐹] sin 20°) − (𝐹h cos 30°)
- 11 -
= −𝟏𝟕. 𝟑𝟓𝟒 𝑵
Contoh soal di atas merupakan solusi matematis dari vektor gaya-gaya untuk penjumlahan ataupun
pengurangan vektor. Kegunaan analisis vektor ini dapat kita terapkan dalam kasus-kasus nyata pada
permasalahan konstruksi ataupun gaya/beban. Perhatikan contoh berikut ini.
Contoh Soal 3
Sebuah paku yang tertanam di tanah, ditarik oleh tali dengan gaya sebesar 120 N dan P, seperti pada
gambar. Berapa besar gaya P, agar paku dapat tertarik vertikal ke atas? Dan berapa besar resultante
gaya-gayanya?
- 12 -
Jawab:
Dalam penyelesaian kasus di atas, kita gambarkan dahulu diagram gaya/benda bebasnya, seperti gambar
di bawah ini.
Dari teknik trigonometri, yaitu hukum sinus kita dapat menyelesaikan persoalan di atas, yaitu:
aE_ v
stu ]_°
= stu Ec°; sehingga di dapat P = 101.4 N.
Sudut b adalah sudut pelengkap segitiga, yaitu 𝛽 = 180° − 25° − 30° = 125°.
aE_ *
Kemudian dengan menggunakan juga hukum sinus: stu ]_° = stu aEc°; sehingga di dapat R = 196.6 N.
Penyelesaian dengan cara lain untuk penjumlahan vektor gaya-gaya ini dapat juga dilakukan seperti
contoh soal 2, pembaca dapat berlatih untuk mencocokan hasil jawaban di atas.
Pada kasus ruang, vektor 𝑃.⃗ dengan komponen-komponennya adalah <Px, Py, Pz> dan vektor 𝑄
.⃗ dengan
komponen-komponennya adalah <Qx, Qy, Qz>. Px dan Qx adalah proyeksi vektor 𝑃.⃗ dan vektor 𝑄
.⃗ ke
(15) ....⃗
𝑅9 = 𝑃9 𝚤⃗ + 𝑄9 𝚤⃗
(16) ....⃗
𝑅< = 𝑃< 𝚥⃗ + 𝑄< 𝚥⃗
- 13 -
(18) |𝑅| = D𝑅9E + 𝑅<E + 𝑅FE
Contoh Soal 4
Sebuah gaya pada ruang 𝐹 = (65 𝑁)𝚤⃗ − (35 𝑁)𝚥⃗ + (75 𝑁)𝑘.⃗. Hitung besar/magnitudo dan arah gaya
terhadap masing-masing sumbu.
Jawab:
y[ p]c
cos 𝜃< = y
= a_c.E]`z = −0.3325 maka 𝜃< = 70.57°;
y{ `c
cos 𝜃F = y
= a_c.E]`z = 0.7127 maka 𝜃F = 44.54°.
Contoh Soal 5
Hitung besar dan arah dari gaya resultante seperti gambar berikut ini.
Jawab:
Untuk menyelesaikan masalah ruang ini, kita proyeksi gaya-gaya ke masing-masing sumbu. Untuk gaya
900 N yang diproyeksikan ke bidang x-z menjadi:
- 14 -
Gambar 15: Contoh Soal 5 Penjumlahan Gaya Pada Ruang.
- 15 -
*\ Ec^.`z^
cos 𝜃9 = *
= acc_.Eh` = 0.1675 maka 𝜃9 = 80.35°;
*[ ah]_._h
cos 𝜃< = *
= acc_.Eh` = 0.9225 maka 𝜃9 = 22.7°;
*{ c]^.EEE
cos 𝜃F = = acc_.Eh` = 0.3478 maka 𝜃9 = 69.65°.
*
Salah satu bentuk gaya yang sudah dipelajari pada bagian sebelumnya ini, adalah bentuk gaya terpusat.
Dalam gaya-gaya terpusat, kemungkinan dapat terjadi dua hal, yaitu konkruen atau non-konkruen.
Gaya-gaya yang disebut gaya-gaya konkruen adalah gaya-gaya yang bertemu pada satu titik (baik pada
pangkal/ekornya maupun kepalanya). Gaya-gaya yang disebut gaya-gaya non-konkruen adalah gaya-
gaya yang tidak bertemu atau tidak saling bersilangan.
Pada kenyataannya, tidak ada gaya yang benar-benar terjadi hanya pada satu titik seperti gaya terpusat
tersebut. Di dalam kasus nyata di lapangan, gaya yang terjadi umumnya merupakan gaya yang
terdistribusi merata. Gaya terdistribusi dapat merata pada bidang luasan, ruang atau volume. Gaya
terdistribusi merata pada ruang atau volume, seperti berat suatu benda. Gaya terdistribusi merata pada
bidang, seperti gaya hunian pada pelat lantai yang diterima oleh luasan bidang lantai. Gaya terdistribusi
merata juga dapat berlaku di sepanjang garis kerja gaya.
Gaya-gaya yang konkruen atau bertemu dalam satu titik, akan setimbang apabila gaya-gaya tersebut,
jika saling dihubungkan antara ekor dan kepala vektornya, akan membentuk suatu poligon tertutup.
Cara ini berguna dalam menyelesaikan permasalahan kesetimbangan gaya konkruen secara grafis. Pada
buku ini, penekanan analisis pada penyelesaian secara analitis, sehingga pembahasan secara grafis tidak
dijelaskan lebih lanjut.
Agar suatu partikel atau benda mencapai kesetimbangan (perhatikan hukum Newton yang pertama),
yang berarti juga bahwa partikel atau benda tidak bergerak jika dipengaruhi gaya luar, maka gaya-gaya
pada partikel atau benda tersebut haruslah berjumlah = 0 (𝑅 = ∑ 𝐹 = 0). Maka kesetimbangan pada
kasus bidang menjadi:
(19) ∑ 𝐹9 = 0; ∑ 𝐹< = 0
(20) ∑ 𝐹9 = 0; ∑ 𝐹< = 0; ∑ 𝐹F = 0
Contoh Soal 6
Hitung gaya-gaya tali pada gambar di bawah berikut ini (massa M = 15 ton).
- 16 -
200 400
T2 T3
T1
Jawab:
Agar kita lebih mudah menyelesaikan soal di atas, sebaiknya menggambar diagram gaya (free-body
diagram) pada kasus di atas.
200 400
T2
T3
T1
Massa M = 15 ton, memiliki gaya gravitasi sebesar W = 15000 kg x 10 m/det2 = 150 kN. Akibat hukum
aksi-reaksi, gaya T1 akan sama sebesar W. Kesetimbangan yang terjadi pada titik A, di mana terdapat
gaya tali T1, T2, dan T3 dapat diselesaikan dengan menjumlahkan komponen-komponennya.
Dari dua persamaan linear di atas didapat nilai T2 = 132,68 kN dan T3 = 162,76 kN.
Permasalahan gaya-gaya konkruen umumnya terjadi pada gaya tarik atau gaya tekan pada batang, dan
gaya tarik pada kabel.
- 17 -
08. VEKTOR MOMEN
Sebelum kita berkenalan dengan vektor momen, perlu disegarkan kembali ingatan kita mengenai
perkalian vektor. Perkalian dua buah vektor 𝑢
.⃗ dan 𝑣⃗ disebut hasilkali titik (dot product) atau hasilkali
skalar. Jadi hasil perkalian kedua vektor ini berupa skalar atau bilangan, bukan vektor. Notasi untuk
perkalian titik kedua vektor ini, untuk vektor dua dimensi adalah:
(21) 𝑢
.⃗ ∙ 𝑣⃗ = 𝑢a 𝑣a + 𝑢E 𝑣E
(22) 𝑢
.⃗ ∙ 𝑣⃗ = 𝑢a 𝑣a + 𝑢E 𝑣E + 𝑢] 𝑣]
Dari formula di atas dapat dikatakan bahwa adalah sudut 𝜃 tak negatif antara vektor 𝑢
.⃗ dan 𝑣⃗. Akibat
hal ini maka dua vektor 𝑢
.⃗ dan 𝑣⃗ saling tegak lurus jika dan hanya jika hasilkali titiknya adalah 0 (𝑢
.⃗ ∙
𝑣⃗ = 0). Suku ‖𝑢‖ cos 𝜃 dapat juga dikatakan suatu proyeksi vektor 𝑢
.⃗ pada 𝑣⃗, karena merujuk pada arah
yang sama dengan vektor 𝑣⃗.
(24) .⃗ × 𝑣⃗ = 〈𝑢a 𝑣] − 𝑢] 𝑣a , 𝑢] 𝑣a − 𝑢a 𝑣] , 𝑢a 𝑣E − 𝑢E 𝑣a 〉
𝑢
atau jika kita menggunakan vektor basis (dengan menggunakan determinan) maka:
𝚤⃗ 𝚥⃗ 𝑘.⃗ 𝑢E 𝑢] 𝑢a 𝑢] 𝑢a 𝑢E
.⃗ × 𝑣⃗ = …𝑢a
𝑢 𝑢] … = †𝑣 .⃗
(25) 𝑢E
E 𝑣] † 𝚤⃗ − †𝑣a 𝑣] † 𝚥⃗ + †𝑣a 𝑣E † 𝑘
𝑣a 𝑣E 𝑣]
• 𝑢
.⃗ × 𝑣⃗ = −𝑣⃗ × 𝑢
.⃗;
• .⃗ ∙ (𝑢
𝑢 .⃗ × 𝑣⃗) = 0 = 𝑣⃗ ∙ (𝑢
.⃗ × 𝑣⃗ ) (𝑢
.⃗ × 𝑣⃗ tegak lurus terhadap 𝑢
.⃗ dan 𝑣⃗);
• 𝑢
.⃗, 𝑣⃗, dan 𝑢
.⃗ × 𝑣⃗ membentuk sistem tangan kanan;
• ‖𝑢 × 𝑣‖ = ‖𝑢‖‖𝑣‖ sin 𝜃.
Jadi interpretasi geometrik dari perkalian silang dua vektor adalah sebuah vektor yang tegak lurus
terhadap bidang pembentuk kedua vektor. Arah vektor hasil kali silang, mengikuti aturan tangan kanan.
Magnitudo vektor hasil kali silang merupakan luasan bidang parallelogram yang diapit oleh kedua
vektor.
- 18 -
Perhitungan yang rumit mengenai vektor dapat dikerjakan dengan mudah dengan cara perkalian vektor
basis nya:
(26) i x j = k, j x k = i dan k x i = j
Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai vektor, pembaca diharapakan membaca kembali buku
matematika, terutama kalkulus, untuk memperdalam keahlian dalam memecahkan persoalan vektor.
Setelah konsep perkalian vektor kita kuasai, maka diperkenalkan mengenai vektor posisi. Vektor posisi
adalah suatu vektor yang menunjukkan lokasi suatu posisi atau titik dalam suatu sistem koordinat.
Untuk koordinat kartesius, vektor posisi ditunjukkan dengan;
Jika ada dua buah posisi atau titik, semisalnya titik A dan titik B. Vektor posisi titik A ditunjukkan
dengan vektor 𝑟⃗‹ , dan vektor posisi titik B ditunjukkan dengan vektor 𝑟⃗Œ . Jika vektor posisi dari titik A
menuju titik B kita katakan vektor 𝑟⃗‹Œ , maka dengan penjumlahan vektor dapat dikatakan bahwa 𝑟⃗‹ +
𝑟⃗‹Œ = 𝑟⃗Œ . Oleh karena itu, 𝑟⃗‹Œ = 𝑟⃗Œ − 𝑟⃗‹:
Jadi jika ada gaya F yang bekerja pada garis kerja dari titik A menuju titik B, maka dikatakan vektor
gaya 𝐹⃗ dengan magnitudo sebesar F dan berarah vektor posisi 𝑟⃗‹Œ . Gaya yang bekerja sesuai dengan
arah garis kerja akan menyebabkan perpindahan translasi, atau perpindahan yang sesuai dengan garis
kerjanya.
Konsep ini diterapkan dalam mekanika, seperti gaya-gaya yang bekerja pada partikel ataupun benda
yang bekerja pada suatu titik pusat dari benda tersebut. Akibat dari gaya yang bekerja pada titik pusat
benda akan mengakibatkan benda tersebut bergerak secara translasi. Apabila gaya yang bekerja pada
benda tersebut tidak terletak pada titik pusat benda tersebut, akan menimbulkan pengaruh lain, yaitu
benda dapat berotasi. Gaya yang menyebabkan suatu benda bergerak secara rotasi itu disebut momen
gaya. Kita perhatikan gambar di bawah ini.
M F
- 19 -
Suatu gaya F yang bekerja pada suatu jarak di vektor posisi r, akan menghasilkan gerak vektor lain
yaitu vektor M yang merupakan perkalian silang antara kedua vektor F dan r.
(29) M=rxF
dengan syarat bahwa jarak d merupakan jarak dari titik pusat O, dan tegak lurus terhadap garis kerja
vektor F. Arah positif dari momen M sesuai aturan tangan kanan, yaitu berlawanan dengan arah jarum
jam.
Aplikasi vektor momen seperti mekanisme memutar baut dengan kunci inggris. Untuk melonggarkan
baut, kita memutar kunci inggris berlawanan dengan arah jarum jam. Gaya yang kita berikan pada kunci
inggris merupakan gaya 𝐹⃗ yang bekerja pada vektor posisi 𝑟⃗ dari titik pusat baut. Gerakan
keluar/melonggar dari baut merupakan vektor momen dari gaya 𝐹⃗ yang kita berikan. Penjelasan dalam
pemodelan matetmatis untuk vektor momen diberikan dalam contoh soal berikut ini.
Contoh Soal 7
Hitung momen dari gaya dari titik O berikut ini.
Jawab:
Dari gambar (a), momen adalah sebesar MO = -(100 N)(2 m) = -200 N-m (searah jarum jam, ingat
kembali aturan tangan kanan). Gaya vektor momen seperti yang tertera pada panah warna merah di titik
O.
Dari gambar (b), momen adalah sebesar MO = (7 N)(4-1 m) = 21 N-m (berlawanan arah jarum jam).
- 20 -
09. GAYA-GAYA NON-KONKRUEN
Gaya-gaya non-konkruen atau gaya-gaya yang tidak bertemu pada satu titik, dalam
kenyataannya/umumnya merupakan gaya-gaya pararel. Penyelesaian gaya-gaya pararel secara grafis
dapat kita perhatikan pada kasus di bawah ini.
R R
R
K -K
R F F R
Gaya F1 dan F2 merupakan gaya-gaya pararel. Resultante kedua gaya didapatkan dengan langkah-
langkah berikut ini: tambahkan gaya maya K dan -K, lalu dapatkan resultante R1 dari penjumlahan F1
dan K, juga dapatkan resultante R2 dari penjumlahan F2 dan -K. Kemudian buatkan garis kerja kedua
gaya R1 dan R2, hingga berpotongan pada suatu titik. Resultante R didapatkan dengan cara jajaran
genjang antara gaya R1 dan R2.
Cara matematis untuk penyelesaian gaya-gaya pararel dapat menggunakan vektor dengan melibatkan
identitas lain yaitu vektor momen, seperti yang telah diuraikan pada artikel sebelumnya. Resultante dari
gaya-gaya pararel dapat dicari dengan menerapkan kesetimbangan dalam sistem gaya-gaya non-
konkruen. Jadi hal ini menyimpulkan bahwa kesetimbangan suatu sistem gaya-gaya non-konkruen
haruslah merupakan kesetimbangan dari gaya (yang menyebabkan gerak translasi) dan momen (yang
menyebabkan gerak rotasi).
(31) ∑ 𝐹9 = 0; ∑ 𝐹< = 0; ∑ 𝑀F = 0
- 21 -
Tambahan formula kesetimbangan ini diperlukan saat memecahkan permasalahan sistem gaya-gaya
nonkonkruen (tidak bertemu pada satu titik), seperti gaya-gaya pararel pada contoh berikut ini.
Contoh Soal 8
Hitung resultan dari gaya-gaya pararel berikut ini, dan letak gaya resultan.
R
2 kN 3 kN 6 kN 1 kN
x
O 0.6 m 0.3 m 0.3 m
Jawab:
didapatkan x = 0,8 m.
Dari konsep seperti contoh soal di atas, kita dapat merumuskan mengenai resultante dari beban
terdistrubusi merata.
R = qL
L/2
L/3
R = qL/2
- 22 -
Untuk beban terdistribusi merata berbentuk jajaran-genjang, resultante gayanya adalah:
R = L/2[q1+q2]
x 𝐿(2𝑞E + 𝑞a )
𝑥=
3(𝑞a + 𝑞E )
q1
q2
R = 2qL/3 3L/8
Untuk beban terdistribusi merata berbentuk parabolic spandrel, resultante gayanya adalah:
R = qL/3
L/4
Beban distribusi merata biasa dimodelkan pada kasus pembebanan pada lantai, beban tekanan air pada
dinding penahan tanah, dan lain sebagainya. Sedangkan penerapan lebih lanjut pada kesetimbangan
gaya dan momen gaya terdapat pada pemasalahan distribusi gaya, baik distrubusi gaya untuk
mengetahui titik pusat benda maupun distribusi gaya untuk mengetahui momen inersia. Penyelesaian
gaya-gaya pararel juga diperlukan untuk mengetahui reaksi perletakan pada struktur, yang akan kita
pelajari pada bab berikutnya.
Salah satu jenis gaya lainnya adalah gaya friksi. Dalam pembahasan-pembahasan sebelum ini, kita
selalu mengasumsikan bahwa kontak antara dua benda merupakan sesuatu yang kasar, tidak terjadi
gesekan friksi antar kedua benda. Tetapi kenyataannya terdapat friksi antara kedua benda, dan hal ini
menimbulkan gaya friksi pada kontak kedua benda.
- 23 -
Gaya friksi terdapat dua macam, yaitu gaya friksi pada benda kering (dry friction) atau juga sering
disebut Coulomb friction. Jenis lain adalah fluid friction atau viskositas (viscosity). Di sini kita melihat
hanya gaya friksi benda kering saja.
Jika kontak/interaksi antar kedua benda, memiliki permukaan yang kasar sempurna, maka tidak terjadi
perpindahan akibat gaya-gaya yang terjadi. Tetapi jika kontak/interaksi kedua benda memiliki
permukaan yang rendah friksinya, maka akibat gaya-gaya yang bekerja bisa terjadi perpindahan atau
pergerakan benda.
Penyelesaian statika yang melibatkan gaya friksi, dapat diringkas seperti ketentuan berikut di bawah
ini:
(a) Jika suatu benda yang memiliki kontak dengan permukaan yang tetap, dan terjadi gaya luar
horisontal atau tangensial, maka gaya friksi yang terjadi pada kontak kedua permukaan,
berlawanan arah dengan gaya luar. Kemungkinan yang dapat terjadi pada kasus ini adalah:
i) tidak terjadi pergerakan, apabila gaya friksi F tidak melebihi nilai maksimum 𝐹) =
𝜇’ 𝑁, di mana 𝜇’ adalah koefisien friksi statik;
ii) terjadi pergerakan jika gaya friksi F melebihi 𝐹) , saat terjadi pergerakan nilai gaya
friksi F berkurang menjadi 𝐹“ = 𝜇“ 𝑁, di mana adalah 𝜇“ koefisien friksi kinetik;
(b) benda akan terus bergerak jika tidak ada gaya friksi.
(c) Dalam menyelesaikan analisis, gambarkan terlebih dahulu diagram benda bebas untuk
mengetahui gaya-gaya yang terjadi. Kemudian buatkan persamaan-persamaan kesetimbangan
yang terjadi pada sistem.
Contoh Soal 9
Sebuah truk dengan berat 8400 kg, seperti gambar di bawah ini. Tentukan maksimum gaya horisontal
H dan minimum koefisien friksi statik antar ban dan jalan raya.
- 24 -
Jawab:
- 25 -
BAB 2 KESETIMBANGAN STRUKTUR
Apakah definisi dari struktur? Struktur merupakan suatu bangunan (atau benda) yang terdiri dari
elemen-elemen struktural yang berfungsi menerima dan mendukung beban-beban yang diberikan.
Dalam konteks ilmu fisika, beban dikatakan sebagai gaya. Elemen-elemen struktur bisa berupa elemen
balok, kolom, pelat atau bagian elemen struktur lainnya.
Sebagai contoh suatu bangunan gedung. Gedung menerima beban mulai dari elemen paling atas, yaitu
atap gedung (biasa disebut rangka atap), dan/ atau pelat lantai, kemudian meneruskan beban tersebut ke
elemen pendukungnya yaitu kolom.
Gedung berfungsi melayani orang atau benda yang berada pada lantai gedung. Beban yang bekerja
akibat adanya orang atau benda tersebut, dilayani oleh elemen struktur pelat lantai. Beban dari pelat
lantai diteruskan ke penopang pelat yaitu balok-balok. Dari balok-balok, beban diteruskan juga ke
kolom sebagai pendukung balok-balok. Kumpulan beban-beban yang diterima oleh kolom, kemudian
diteruskan juga ke pondasi sebagi tumpuan dari bangunan gedung tersebut. Alur beban seperti yang
diuraikan di atas dinamakan alur beban (load path).
Elemen-elemen struktur seperti yang diceritakan di atas adalah rangka atap, pelat lantai, balok, kolom,
pondasi. Selain elemen-elemen tersebut, elemen-elemen lain yang sering digunakan adalah : portal
(gabungan elemen balok dan kolom), kabel, balok pelengkung, dinding geser, kubah dan cangkang.
Dari uraian di atas, dapat kita katakan bahwa tujuan mempelajari analisis struktur adalah untuk
mempelajari dan menganalisa elemen-elemen struktur maupun struktur secara keseluruhan, agar dapat
berfungsi melayani beban yang bekerja, dan tentu saja harus kuat menerima beban yang diberikan.
Dasar dalam memahami analisis struktur adalah memahami masalah gerak dan gaya, yang dapat
diselesaikan melalui ilmu fisika terapan, khususnya ilmu mekanika. Mekanika merupakan suatu cabang
ilmu fisika, yang menjelaskan dan menganalisa kondisi dari suatu benda dalam keadaan diam atau
bergerak akibat pengaruh gaya.4
Pengalaman penulis, tahapan pembelajaran mekanika teknik di program studi teknik sipil yang
langsung tertuju pada teori struktur (theory of structures), menyebabkan mahasiswa kurang memahami
arti penting dari mekanika teknik (engineering mechanics). Oleh karena itu, sebelum menjelaskan
analisis struktur secara mendalam, sangatlah berguna apabila kita memahami konsep dasar mekanika
4
Beer, Ferdinand dkk. 2016. Vector Mechanics for Engineers: Statics 11th ed. hal 2.
- 26 -
ini. Pengetahuan dan pemahaman yang kuat mengenai mekanika dasar ini sangatlah diperlukan, agar
kita dapat memahami teori-teori dan permasalahan pada mekanika lanjut.
Jika jenis ujung elemen adalah tumpuan, maka gaya reaksinya disebut reaksi perletakan. Gaya reaksi
perletakan merupakan gaya reaksi pada sistem struktur, yang timbul akibat adanya gaya-gaya aktif luar,
dan bertujuan agar mencegah sistem struktur tersebut bergerak. Gaya-gaya reaksi perletakan dapat
digambarkan dalam free-body diagram (diagram benda bebas) pada suatu sistem struktur, seperti
gambar di bawah ini:
a b
a b
Va Vb
Gaya reaksi perletakan sebenarnya adalah gaya reaksi dari gaya-gaya yang yang terjadi di dalam elemen
struktur. Gaya-gaya dalam dapat diketahui dengan melakukan irisan pada penampang sistem struktur,
dan memperlihatkan diagram benda bebas yang terjadi pada irisan.
- 27 -
P
Gaya-gaya dalam pada suatu sistem struktur merupakan resultante dari tegangan yang terjadi di dalam
sistem struktur. Jadi jika kita urutkan alur pembebanan, maka respon dari adanya gaya-gaya luar akan
menyebabkan reaksi gaya-gaya dalam elemen struktur. Gaya-gaya dalam ini bervariasi nilainya
sepanjang elemen struktur. Kemudian gaya-gaya dalam yang terjadi pada ujung-ujung elemen struktur,
mendapat tanggap atau reaksi yaitu berupa gaya reaksi perletakan.
Agar struktur berada dalam keadaan setimbang atau tidak bergerak, maka gaya-gaya dalam di ujung-
ujung elemen struktur harus diberikan reaksi yang berlawanan dengan gaya-gaya dalam tersebut, yaitu
reaksi perletakan. Jadi reaksi perletakan yang diberikan harus sesuai dengan gaya-gaya dalam yang
terjadi.
Dalam analisis struktur, tiap sambungan maupun tumpuan, dimodelkan agar dapat diselesaikan dengan
persamaan matematis. Banyak jenis sambungan maupun tumpuan, dalam dunia konstruksi saat ini.
- 28 -
Dalam pelajaran statika sederhana pada kasus bidang, umumnya jenis sambungan berupa pin ataupun
kaku (jepit), sedangkan jenis tumpuan selain pin dan jepit, terkadang juga menggunakan roller.
Jenis tumpuan roller, berarti tumpuan hanya dapat menahan satu arah translasi saja, sedangkan arah
lainnya dibiarkan bebas. Sedangkan tumpuan pin atau sendi, menahan dua arah translasi saja tetapi
dibiarkan bebas bergerak pada gerak rotasi. Jepit adalah jenis tumpuan yang kaku, karena menahan arah
translasi dan arah rotasi. Pada sambungan, selain jenis jepit yang kaku, umumnya sambungan
menggunakan jenis pin yang menahan gerak translasi.
Karena kegunaan masing-masing jenis tumpuan dan sambungan yang berbeda untuk menahan gerak,
maka tumpuan ataupun sambungan memiliki suatu gaya reaksi untuk menahan gerak. Biasanya gaya
ini disebut reaksi perletakan, ataupun gaya reaksi pada sambungan. Perhatikan gambar model di bawah
ini, yang menjelaskan gaya-gaya reaksi yang ada pada tiap jenis tumpuan atau sambungan pada bidang.
a) rol
b) sendi/pin
c) jepit
d) sambungan pin
Pada kondisi real, jenis-jenis perletakan yang umum dijumpai adalah seperti gambar berikut ini:
- 29 -
Gambar 27: Jenis-jenis Perletakan5.
Dasar inilah yang dipergunakan dalam menentukan kestatis-tentuan dari suatu struktur. Jika ada suatu
struktur yang memiliki 3 reaksi perletakan yang ingin dicari, dengan 3 persamaan kesetimbangan, kita
dapat memecahkan analisis struktur tersebut (dikatakan struktur statis tentu luar). Hal lain jika struktur
memiliki lebih dari 3 reaksi perletakan yang ingin dicari, maka struktur ini dikategorikan struktur statis
tak-tentu luar.
Begitu pula dalam memecahkan persoalan gaya-gaya dalam (akan dipelajari dengan lebih mendalam
pada bab berikutnya). Apabila hanya terdapat tiga gaya-gaya dalam yang tidak diketahui, maka struktur
5
Kassimali, Aslam. 2020. Structural Analysis 6th ed. hal 57.
- 30 -
dikatakan statis tentu dalam. Sedangkan apabila terdapat lebih dari tiga gaya-gaya dalam yang tidak
diketahui maka struktur dikatakan statis tak-tentu dalam.
Secara umum, jika ada n elemen struktur dan r reaksi perletakannya, maka:
Selain kesetimbangan, perlu diperhatikan juga masalah stabilitas struktur. Struktur dapat terjadi
ketidak-stabilannya apabila memiliki reaksi perletakan yang kurang dari tiga. Atau struktur juga dapat
dikatakan tidak stabil apabila reaksi-reaksi perletakan yang ada bersifat konkruen (bertemu pada satu
titik), atau juga reaksi-reaksi perletakan yang ada semuanya pararel, sehingga apabila terdapat gaya luar
yang tegak lurus terhadap reaksi perletakan ataupun memiliki sudut, maka struktur akan tidak stabil dan
bergerak. Jadi:
r >= 3n, struktur tidak stabil jika terdapat gaya-gaya konkruen ataupun pararel.
Dalam melakukan penyelesaian analisis struktur, ada baiknya jika dilakukan pemeriksaan terlebih
dahulu dari sistem struktur, apakah struktur tersebut statis tentu dan stabil. Dengan mengetahui sistem
struktur ini, maka jika struktur tidak stabil, tidak perlu dilakukan analisis lanjutan. Jika sistem struktur
adalah statis tentu, maka langkah analisis selanjutnya dapat dilakukan dengan memanfaatkan ketiga
persamaan yang ada.
Penjelasan lebih lanjut serta contoh-contoh soal mengenai kestatis-tentuan struktur dan kestabilan
struktur, akan dibahas mendalam pada bagian analisis struktur.
Dalam melakukan analisis pada suatu elemen struktur atau struktur keseluruhan, elemen balok atau
kolom dimodelkan sebagai garis, sambungan ataupun tumpuan dimodelkan seperti pada pembahasan
hubungan antar elemen struktur (rol, sendi, pin atau jepit). Salah satu elemen struktur sederhana yang
sering kita jumpai adalah balok, baik di atas dua tumpuan atau lebih. Elemen struktur sederhana lainnya
adalah kolom. Gabungan balok dan kolom sering disebut sebagai struktur portal (frame). Contoh-
contoh soal di bawah ini memberikan beberapa contoh kasus dalam mencari reaksi perletakan untuk
balok dan portal.
- 31 -
Contoh Soal 10
Hitung reaksi perletakan balok berikut ini.
P = 10 kN
a b
2m 3m
Jawab:
Sebelum melakukan perhitungan, jangan lupa pertama kali kita menggambarkan diagram gaya (free-
body diagram) pada struktur (pada contoh di atas kita gambarkan gaya reaksi perletakan di titik A dan
B, sesuai nilai positif).
P = 10 kN
a b
Ha
Va Vb
2m 3m
Kemudian kita lakukan perhitungan dengan menuliskan persamaan kesetimbangannya (akan lebih teliti
jika penulisan gaya dimulai dari kiri ke kanan secara berurutan).
∑ 𝑀— = 0; −(𝑃 )(2) + (𝑉™ )(5) = 0; −(10)(2) + (𝑉™ )(5) = 0; (𝑉™ )(5) = 20; 𝑽𝒃 = 𝟒 kN;
∑ 𝐹9 = 0; 𝑯𝒂 = 𝟎;
∑ 𝐹< = 0; 𝑉— − 𝑃 + 𝑉™ = 0; 𝑉— − 10 + 4 = 0; 𝑽𝒂 = 𝟔 kN.
Contoh Soal 11
Hitung reaksi perletakan balok berikut ini.
- 32 -
q = 12 kN/m
a b
3.5 m 4.5 m
Jawab:
Sebelum melakukan perhitungan, jangan lupa menggambarkan diagram gaya (free-body diagram).
q
a b
Ha
3.5 m 4.5 m
Va Vb
Gaya distribusi segitiga dapat kita gantikan menjadi P = 21 kN, dengan jarak 1,167 m dari titik A (ingat
pelajaran mengenai gaya distribusi).
∑ 𝑀— = 0; −(𝑃 )(1.167) + (𝑉™ )(8) = 0; −(21)(1.167) + (𝑉™ )(8) = 0;(𝑉™ )(8) = 24.507;
𝑽𝒃 = 𝟑. 𝟎𝟔𝟑 kN;
∑ 𝐹9 = 0; 𝑯𝒂 = 𝟎;
Contoh Soal 12
Hitung reaksi perletakan balok berikut ini.
3 kN 5 kN
600
a b
Jawab:
- 33 -
Sebelum melakukan perhitungan, jangan lupa menggambarkan diagram gaya (free-body diagram).
3 kN 5 sin 600
a b
Ha
0
5 cos 60
0.3 m 0.5 m 0.4 m
Va Vb
Contoh Soal 13
Hitung reaksi perletakan balok berikut ini.
10 kN
12 kN/m
a
b
1.1 m 2m 2.2 m
150
Jawab:
Sebelum melakukan perhitungan, jangan lupa menggambarkan diagram gaya (free-body diagram).
- 34 -
(12)(2.2)
10 kN
a Vb sin 150
b
Ha
1.1 m 2m 2.2 m
150
Va
Vb cos 150 Vb
Contoh Soal 14
Hitung reaksi perletakan balok kantilever berikut ini.
5 kN 2 kN
a 450
0.4 m 0.6 m
Jawab:
Sebelum melakukan perhitungan, jangan lupa menggambarkan diagram gaya (free-body diagram).
Diagram gaya tidak lagi saya cantumkan, agar pembaca dapat melakukan sendiri konstruksi diagram
gaya, agar diharapkan para pembaca semakin mahir membuat diagram gaya.
Contoh Soal 15
Hitung reaksi perletakan balok pendel berikut ini.
20 kN
18 kN/m
a b d
c
3m 2m 2m 1.5 m 1.2 m
Jawab:
- 35 -
Sebelum melakukan perhitungan, jangan lupa menggambarkan diagram gaya (free-body diagram).
Pada kasus balok pendel, yang terdiri dari balok anak dan balok induk yang dihubungkan oleh suatu
sambungan pin (di titik C). Kita selesaikan terlebih dahulu untuk balok anak, agar penyelesaian menjadi
statis tentu.
20 kN
c
Hc d
1.5 m 1.2 m
Vc Vd
∑ 𝐹9 = 0; 𝑯𝒄 = 𝟎 kN;
(18)(2)=36
Vc
Ha a b
Hc
c
3m 2m 2m
Va Vb
∑ 𝐹9 = 0; 𝐻— − 𝐻¡ = 0; 𝑯𝒂 = 𝟎 kN;
Contoh Soal 16
Hitung reaksi perletakan portal berikut ini.
- 36 -
Sebelum melakukan perhitungan, jangan lupa menggambarkan diagram gaya (free-body diagram).
Diagram gaya tidak lagi saya cantumkan, agar pembaca dapat melakukan sendiri konstruksi diagram
gaya, agar diharapkan para pembaca semakin mahir membuat diagram gaya.
12 kN
2m
10 kN/m
1.5 m 2m
Jawab:
∑ 𝐹< = 0; 𝑉— − 12 = 0; 𝑽𝒂 = 𝟏𝟐 kN.
Contoh Soal 17
Hitung reaksi perletakan portal berikut ini.
Sebelum melakukan perhitungan, jangan lupa menggambarkan diagram gaya (free-body diagram).
Diagram gaya tidak lagi saya cantumkan, agar pembaca dapat melakukan sendiri konstruksi diagram
gaya, agar diharapkan para pembaca semakin mahir membuat diagram gaya.
Struktur portal dengan pin ini, diselesaikan dengan cara memisahkan segmen AB dan BC.
Jawab:
Segmen B-C:
- 37 -
3 kN/m
b c
8 kN
1.5 m
2m
2m 2m
Segmen A-B:
Segmen B-C:
- 38 -
BAB 3 GAYA-GAYA DALAM
Kita ingat bahwa pada hukum Newton ketiga, adanya suatu gaya aksi, tentu akan ada gaya reaksi. Gaya
luar yang bekerja, akan menimbulkan gaya reaksi pada struktur, dan kemudian diteruskan ke perletakan.
Reaksi perletakan bukanlah merupakan suatu gaya reaksi akibat gaya luar, melainkan reaksi akibat gaya
dalam. Gaya reaksi pada strutkur ini akan kita ketahui apabila kita melakukan irisan pada suatu titik
pada struktur. Gaya-gaya pada irisan suatu struktur inilah yang dinamakan gaya-gaya dalam. Perhatikan
gambar di bawah ini.
c V M
N N
M V c
Pada balok di atas yang diberikan gaya luar P, kita lakukan irisan pada titik C (titik C pada gambar
bukan dimaksudkan sebagai sambungan pin) untuk melihat gaya-gaya dalamnya. Gaya-gaya dalam di
sebelah kiri titik C mempunyai nilai besaran yang sama dengan gaya-gaya dalam di sebelah kanan titik
C, hanya saja akan berlawanan tanda, sesuai hukum aksi reaksi.
Lengkapnya gaya-gaya dalam pada struktur terdapat 4 macam, yaitu gaya dalam normal (N), gaya
dalam lintang atau geser (V), gaya dalam momen (M), dan gaya dalam torsi (T). Pada gambar di atas,
khusus untuk kasus yang biasa terjadi di dua-dimensi, yaitu hanya tiga gaya-gaya dalam.
- 39 -
Gaya dalam normal adalah gaya dalam yang bekerja tegak lurus penampang. Konvensi tanda positif
pada gaya dalam normal, adalah jika terjadi tarik pada elemen struktur. Gaya dalam geser adalah gaya
dalam yang bekerja sejajar penampang. Konvensi tanda positif pada gaya dalam geser, adalah jika
membuat elemen berputar searah jarum jam. Gaya dalam momen adalah gaya dalam yang membuat
elemen menekuk. Konvensi tanda positif pada gaya dalam momen, adalah jika elemen menekuk ke atas
(serat bawah batang tertarik sedangkan serat bawah batang tertekan). Gaya dalam torsi adalah gaya
dalam yang membuat elemen memuntir. Konvensi tanda positif pada gaya dalam torsi, adalah jika
elemen memuntir searah jarum jam.
N
N
V V
M M
Sesungguhnya, gaya-gaya dalam ini merupakan resultan dari tegangan. Setiap benda atau struktur
yang menerima gaya luar, pasti terjadi gaya-gaya dalam atau tegangan di setiap penampang struktur
tersebut. Dasar teori ini harus diingat dan dipahami karena merupakan paremeter penting dalam analisis
struktur.
Contoh Soal 18
Hitung reaksi perletakan dan gaya-gaya dalam balok sederhana berikut ini. Kemudian gambarkan
P=3N
a b
3.5 m 6.5 m
- 40 -
Jawab:
Bagian pertama yang harus kita lakukan adalah membuat diagram gaya dan mencari reaksi
perletakannya, dari teknik analisis yang sudah kita pelajari sebelumnya dalam mencari reaksi
perletakan:
∑ 𝐹9 = 0; 𝑯𝒂 = 𝟎 N;
∑ 𝐹< = 0; 𝑉— − 3 + 𝑉™ = 0; 𝑉— − 3 + 1.05 = 0; 𝑽𝒂 = 𝟏. 𝟗𝟓 N.
Setelah reaksi perletakan diketahui, kita dapat melakukan konstruksi gaya-gaya di tiap titik pada balok
tersebut. Kita mulai dari titik 1 meter sebelah kanan dari perletakan A. Dalam menggambarkan
potongan diagram gaya, kita cukup melakukan hanya satu sisi saja (misalnya dari kiri ke kanan):
V
N
Ha = 0 N
M
x=1m
Va = 1.95 N
Dari potongan diagram gaya-gaya dalam ini, kita hitung dengan persamaan kesetimbangan untuk x = 1
meter:
∑ 𝐹9 = 0; 𝐻— + 𝑁9 = 0; 𝑵𝒙 = 𝟎 N;
∑ 𝐹< = 0; 𝑉— − 𝑉9 = 0; 1.95 − 𝑉9 = 0; 𝑽𝒙 = 𝟏. 𝟗𝟓 N.
Cara ini dapat kita lakukan untuk tiap titik, semisalnya dalam kasus ini kita ambil tiap satu meter. Untuk
x = 2 meter:
∑ 𝐹9 = 0; 𝐻— + 𝑁9 = 0; 𝑵𝒙 = 𝟎 N;
∑ 𝐹< = 0; 𝑉— − 𝑉9 = 0; 1.95 − 𝑉9 = 0; 𝑽𝒙 = 𝟏. 𝟗𝟓 N.
Terlihat bahwa gaya-gaya dalam Nx dan Vx tidak ada perubahan, tetapi gaya dalam Mx bertambah.
- 41 -
Untuk x = 3 meter, kita lakukan dengan cara yang sama. Untuk daerah sedikit di sebelah kiri P (x = 3.5
meter), gambar diagram gaya masih sama seperti sebelumnya, tetapi untuk daerah sedikit di sebelah
kanan P, diagram gaya berubah menjadi:
P=3N
V
N
Ha = 0 N
M
x = 3.5 m
Va = 1.95 N
Dari potongan diagram gaya-gaya dalam ini, kita hitung dengan persamaan kesetimbangan untuk x =
3.5 meter:
∑ 𝐹9 = 0; 𝐻— + 𝑁9 = 0; 𝑵𝒙 = 𝟎 N;
Terlihat bahwa ada loncatan pada gaya Vx dari 1.95 N menjadi -1.05 N.
Untuk gaya-gaya dalam pada x = 4 meter hingga x = 10 meter kita lakukan dengan cara yang sama dan
diagram gaya yang sama. Tabelkan hasil analisis:
x Nx Vx Mx
0 0 1.95 0
1 0 1.95 1.95
2 0 1.95 3.9
3 0 1.95 5.85
3.5- 0 1.95 6.825
3.5+ 0 -1.05 6.825
4 0 -1.05 6.3
5 0 -1.05 5.25
6 0 -1.05 4.2
7 0 -1.05 3.15
8 0 -1.05 2.1
9 0 -1.05 1.05
10 0 -1.05 0
Konstruksi gaya-gaya dalam ini dapat kita buatkan suatu diagram gaya-gaya dalam yang sesuai dari
hasil analisis di atas, seperti gambar di bawah ini.
- 42 -
P=3N
a b
3.5 m 6.5 m
Nx = 0
1.95
Vx
-1.05
6.825
Mx
Contoh Soal 19
Hitung reaksi perletakan dan gaya-gaya dalam pada titik C balok berikut ini.
P = 3 kN
q = 4 kN/m
a c b
2m
1m 2m 2m
Jawab:
Seperti langkah analisis sebelumnya, kita menggambarkan diagram gaya (free-body diagram), dan
kemudian mencari reaksi perletakan yang ada. Reaksi Perletakan:
∑ 𝐹9 = 0; 𝑯𝒂 = 𝟎 kN;
∑ 𝐹< = 0; 𝑉— − 3 − 8 + 𝑉™ = 0; 𝑽𝒂 = 𝟒 kN.
Kemudian kita lakukan irisan pada titik C, dan gambarkan diagram gaya-gayanya (salah satu sisi saja).
Dari gambar diagram ini, kita lakukan analisis kesetimbangan, hanya satu sisi saja, misalnya sisi sebelah
kiri.
- 43 -
∑ 𝐹9 = 0; 𝐻— + 𝑁¡ = 0; 𝑵𝒄 = 𝟎 kN;
∑ 𝐹< = 0; 𝑉— − 3 − 𝑉¡ = 0; 𝑽𝒄 = 𝟏 kN.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa pada titik C, tidak terdapat gaya dalam normal (=0), gaya dalam
geser/lintang sebesar Vc = 1 kN, dan gaya dalam momen Mc = 5 kN-m.
Kita dapat mencari nilai gaya-gaya dalam di setiap titik pada struktur, dengan cara metode irisan yang
sama seperti di atas.
Perlu dipahami bahwa fungsi gaya-gaya dalam ini dapat tidak kontinu, yaitu apabila pada titik dimana
gaya luar bekerja, akan terjadi loncatan nilai, oleh karena itu akan lebih baik jika kita membuat fungsi
gaya-gaya dalam dengan membaginya ke dalam segmen-segmen. Kita perhatikan kasus balok
sederhana berikut ini seperti contoh soal 19.
Contoh Soal 20
Hitung reaksi perletakan dan gaya-gaya dalam balok berikut ini.
P = 3 kN
q = 4 kN/m
a b
1m 2m 2m
Jawab:
Dari struktur balok di atas, kita dapat membaginya ke dalam 3 segmen (dimana ada loncatan fungsi
pada beban luar), yaitu segmen dari 0m sampai 1m, segmen 1m sampai 3m, dan segmen 3m sampai
5m.
- 44 -
x Mx
Nx
Ha = 0
Vx
Va = 4 kN
∑ 𝐹9 = 0; 𝐻— + 𝑁9 = 0; 𝑵𝒙 = 𝟎 kN;
∑ 𝐹< = 0; 𝑉— − 𝑉9 = 0; 𝑽𝒙 = 𝟒 kN.
Kita masukkan variabel x dari 0 hingga 1 m, kita akan dapatkan nilai Mx. Untuk x = 0, Mx = 0, untuk x
= 1, Mx = 4.
P = 3 kN
x Mx
Nx
Ha = 0
Vx
Va = 4 kN
∑ 𝐹9 = 0; 𝐻— + 𝑁9 = 0; 𝑵𝒙 = 𝟎 kN;
∑ 𝐹< = 0; 𝑉— − 3 − 𝑉9 = 0; 𝑽𝒙 = 𝟏 kN.
Kita masukkan variabel x dari 1 hingga 3 m, kita akan dapatkan nilai Mx. Untuk x = 1, Mx = 4, untuk x
= 2, Mx = 5, untuk x = 3, Mx = 6.
- 45 -
P = 3 kN (4)(x-3)
x Mx
Nx
Ha = 0
Vx
Va = 4 kN
∑ 𝐹9 = 0; 𝐻— + 𝑁9 = 0; 𝑵𝒙 = 𝟎 kN;
Kita masukkan variabel x dari 3 hingga 5 m, kita akan dapatkan nilai Vx. Untuk x = 3, Vx = 1, untuk x
= 4, Vx = -3, untuk x = 5, Vx = -7.
9p]
∑ 𝑀9 = 0; −(𝑉— )(𝑥) + 3(𝑥 − 1) + (4)(𝑥 − 3) q r + 𝑀9 = 0;
E
Kita masukkan variabel x dari 3 hingga 5 m, kita akan dapatkan nilai Mx. Untuk x = 3, Mx = 6, untuk x
= 4, Mx = 5, untuk x = 5, Mx = 0.
Kesimpulan yang kita dapatkan dari fungsi gaya-gaya dalam ini adalah:
Dari kesimpulan di atas, kita dapat menggambarkan diagram fungsi gaya-gaya dalam pada kasus balok
di atas.
- 46 -
Gambar 53: Diagram Gaya-gaya Kasus Balok Sederhana.
Dari ulasan contoh di atas, kita dapat membentuk suatu hubungan dari sistem gaya-gaya luar dan gaya-
gaya dalamnya. Dinyatakan bahwa kemiringan garis singgung dari diagram geser pada suatu titik
tertentu sama besarnya dengan intensitas beban merata pada titik tersebut, atau:
4-
(33) 49
=𝑞
dan kemiringan garis singgung dari diagram momen pada suatu titik tertentu sama besarnya dengan
intensitas geser pada titik tersebut, atau:
4(
(34) 49
=𝑉
Persamaan (33) dan (34) di atas dapat dilakukan proses kebalikannya, yaitu melakukan integrasi
menjadi:
(35) ∆𝑉 = ∫ 𝑞 𝑑𝑥
(36) ∆𝑀 = ∫ 𝑉 𝑑𝑥
Persamaan (35) menyatakan bahwa perubahan geser antara dua titik adalah sebesar luas beban distribusi
merata di antara kedua titik tersebut. Begitu pula dengan persamaan (36) menyatakan bahwa perubahan
momen antara dua titik adalah sebesar luas daerah pada diagram geser di antara kedua titik tersebut.
Contoh Soal 21
Hitung dan gambarkan gaya-gaya dalam balok pendel berikut ini.
Jawab:
Pertama kali buatlah diagram gaya pada struktur pendel ini, dengan memperhatikan sistem balok induk
dan balok anak. Kemudian carilah reaksi perletakannya.
- 47 -
30 kN/m
30 kN
20 kN/m
150 kN-m
a c d
b
5m 1m 2m 3m 3m
100 80 30 90
0
150
20 80 205 5
Setelah mendapatkan reaksi perletakan, dapat kita ketahui bahwa gaya dalam normal bernilai nol (Nx =
0). Kemudian gambarlah diagram gaya dalam geser/lintangnya.
Dari diagram lintang ini kita bisa mendapatkan diagram gaya dalam momen dengan memanfaatkan
persamaan ∆𝑀 = ∫ 𝑉 𝑑𝑥.
Pada x = 0, nilai gaya dalam adalah 150 kN-m. Dari diagram gaya dalam geser, kita dapatkan nilai
integrasi gaya dalam geser (atau luasan diagram geser) yang merupakan pertambahan/pengurangan nilai
momen. Dari luasan diagram gaya dalam geser, segitiga positif bernilai ∫ 𝑉 𝑑𝑥 = (1/2)(20)(1) = 10 kN-
m = ∆𝑀. Maka nilai gaya dalam momen pada x = 1 adalah sebesar 150 + 10 = 160 kN-m.
Cara yang sama seperti yang diuraikan di atas, dapat kita lakukan untuk mendapatkan nilai-nilai gaya
dalam momen lainnya.
- 48 -
Gambar 56: Diagram Gaya-gaya Dalam Contoh Soal 21.
Dengan banyak berlatih memecahkan soal-soal gaya dalam, maka secara intuisi kita dapat
menggambarkan diagram secara langsung. Untuk beberapa kondisi batas, nilai diagram gaya dalam
dapat disarikan sebagai berikut:
a) sendi/pin 𝑽 ≠ 𝟎, 𝑴 = 𝟎
b) jepit 𝑉 ≠ 0, 𝑀 ≠ 0
c) bebas 𝑉 = 0, 𝑀 = 0
Dan untuk beberapa kondisi pembebanan, nilai dan diagram gaya dalam dapat disarikan sebagai berikut:
- 49 -
V M
= konstan linier
= loncat menerus
= menerus loncat
= linier parabolik
Dengan memperhatikan langkah-langkah perhitungan pada gaya-gaya dalam struktur balok, hal yang
sama juga dilakukan pada struktur portal. Tetapi perlu diingat bahwa penggambaran gaya-gaya dalam
harus sesuai dengan sumbu penampang. Perhatikan contoh berikut ini.
Contoh Soal 22
Hitung dan gambarkan gaya-gaya dalam portal berikut ini.
80 kN
b c
40
3m
kN/m
a
4m 2m 2m
Jawab:
Hal pertama harus kita lakukan adalah dengan mencari reaksi perletakan yang ada. Kemudian, untuk
mendapatkan nilai-nilai gaya dalam, kita bagian struktur portal di atas menjadi 3 segmen, yaitu segmen
dari titik a ke titik b, kemudian dari titik b ke titik gaya P, dan terakhir adalah segmen dari titik gaya P
ke titik c.
Untuk segmen dari titik a ke titik b, kita harus mengambil nilai gaya-gaya dalam menurut garis struktur,
yaitu sisi miringnya. Sedangkan untuk segmen dari titik b ke c dengan mudah dan seperti cara
penyelesaian dari kasus balok, nilai gaya-gaya dalamnya dapat diselesaikan.
- 50 -
Gambar 58: Diagram Gaya Dalam Segmen AB.
Beberapa contoh penyelesaian gaya-gaya dalam pada elemen batang, balok maupun struktur portal
sederhana, disajikan di bawah ini.
Contoh Soal 23
Hitung gaya-gaya dalam di titik J dan K pada batang setengah lingkaran di bawah ini.
Jawab:
- 51 -
Gambar 60: Contoh Soal 23.
∑ 𝑀Œ = 0; 𝐴9 (2𝑟) = 0; 𝑨𝒙 = 𝟎 N;
∑ 𝑀‹ = 0; 𝐵9 (2𝑟) = 0; 𝑩𝒙 = 𝟎 N;
Untuk mencari gaya-gaya dalam, kita lakukan irisan di tiap titik. Gambar diagram benda bebas pada
irisan di titik J:
- 52 -
Gambar 62: Diagram Gaya Dalam Titik J.
Contoh Soal 24
Dua buah batang BD dan CD dan dihubungkan dengan kabel AC dengan geometri seperti dalam
gambar. Sistem batang kabel ini digantung dengan hubungan sambungan pin pada titik A dan B, dan
diberi gaya sebesar 780 N pada titik D. Hitung gaya-gaya dalam di titik J, jika sudut 𝛼 = 90°.
Jawab:
Dari soal di atas, reaksi perletakan di A sejajar dengan arah kabel dan reaksi perletakan di B adalah Bx
dan By, penyelesaian reaksi perletakan adalah:
- 53 -
Gambar 64: Contoh Soal 24.
∑ 𝑀‹ = 0; 𝑩𝒚 = 𝟎;
aE
∑ 𝐹< = 0; 𝐴 q r − 780 = 0; 𝑨 = 𝟖𝟒𝟓 N;
a]
c
∑ 𝐹9 = 0; (845) q r − 𝐵9 = 0; 𝑩𝒙 = −𝟑𝟐𝟓 N.
a]
Contoh Soal 25
Sebuah balok dengan perletakan sendi dan juga digantung oleh dua buah kabel seperti gambar di bawah
ini. Hitung gaya dalam normal, geser dan momen pada titik E dan F.
Jawab:
Reaksi perletakan yang terjadi adalah Ax, Ay dan T. Diagram benda bebas pada balok di atas adalah:
- 54 -
Gambar 66: Contoh Soal 25.
∑ 𝐹9 = 0; 𝑁´ − 470.17 = 0; 𝑵𝑬 = 𝟒𝟕𝟎. 𝟏𝟕 N;
- 55 -
∑ 𝑀´ = 0; 𝑀´ + (300)(1.5)(0.75) − J𝐴< K(1.5) = 0; 𝑴𝑬 = 𝟔𝟔𝟎 N-m.
∑ 𝐹9 = 0; 𝑵𝑭 = 𝟎 N;
Contoh Soal 26
Hitung reaksi perletakan, persamaan gaya-gaya dalam serta diagram gaya-gaya dalam pada struktur
balok berikut ini. Tentukan juga nilai gaya-gaya dalam maksimum.
Jawab:
Reaksi perletakan yang terjadi adalah Cy, Bx dan By. Karena tidak ada gaya luar horisontal, maka Bx =
0. Penyelesaian reaksi perletakan pada balok di atas adalah:
Penyelesaian gaya-gaya dalam diselesaikan dengan membagi balok tersebut menjadi 3 segmen, yaitu:
Segmen A ke C:
- 56 -
Gambar 71: Diagram Gaya Segmen AC.
Segmen C ke D:
9p]
∑ 𝑀 = 0; (24)(𝑥) + (8)(𝑥 − 3) q r − (54)(𝑥 − 3) + 𝑀9 = 0; 𝑴𝒙 = −𝟒𝒙𝟐 + 𝟓𝟒𝒙 − 𝟏𝟗𝟖 kN-m.
E
Segmen B ke D:
∑ 𝐹< = 0; 𝑉9 − 6 = 0; 𝑽𝒙 = 𝟔 kN;
Dari nilai-nilai dan persamaan-persamaan gaya-gaya dalam di atas, dapat kita gambarkan diagram
sebagai berikut:
- 57 -
Gambar 74: Diagram Gaya Dalam Contoh Soal 26.
Dari gambar diagram di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa gaya dalam geser maksimum adalah
𝑽𝒙,𝒎𝒂𝒙 = 𝟑𝟎 kN, dan gaya dalam momen maksimum adalah 𝑴𝒙,𝒎𝒂𝒙 = 𝟕𝟐 kN-m.
Contoh Soal 27
Hitung reaksi perletakan dan gambarkan diagram benda bebas untuk gaya-gaya dalam portal berikut
ini. Gambarkan juga diagram gaya dalam geser dan momennya.
Jawab:
- 58 -
∑ 𝐹9 = 0; −(10)q4¤ r + 𝐷9 = 0; 𝑫𝒙 = 𝟖 kN;
5
Setelah gaya-gaya perletakan kita dapatkan, kita dapat menggambarkan diagram benda bebas untuk
portal di atas.
Penyelesaian gaya-gaya dalam dapat dilakukan dengan mencari gaya dalam geser terlebih dahulu,
kemudian dengan teknik integrasi kita bisa mendapatkan gaya dalam momen. Hasil analisis kita plot ke
dalam diagram gaya-gaya dalam sebagai berikut. Gaya dalam geser adalah;
- 59 -
19. GAYA DALAM TORSI
Gaya dalam torsi terjadi akibat adanya gaya torsi pada elemen struktur. Gaya torsi adalah gaya yang
memuntir elemen struktur karena momen atau pasangan momen yang berbeda arah, terjadi pada sumbu
longitudionalnya.
Analisis perhitungan gaya dalam torsi berdasarkan persamaan kesetimbangan yang ada, dilakukan
serupa dengan analisis gaya-gaya dalam lainnya. Perjanjian tanda untuk torsi mengikuti aturan tangan
kanan, yaitu positif jika berlawanan jarum jam dan negatif jika searah jarum jam. Perhatikan contoh
berikut ini.
Contoh Soal 28
Hitung dan gambarkan gaya dalam torsi balok kantilever berikut ini.
Jawab:
∑ 𝑇— = 0; −(𝑇— ) + 10 − 8 = 0; 𝑻𝒂 = 𝟐 kN-m;
8 kN/m
10 kN/m
a c
b
1m 1m
2
Tx
-8
- 60 -
BAB 4 RANGKA BATANG
Karena memiliki karakteristik tertentu, maka asumsi-asumsi yang dipegang dalam analisis struktur
rangka batang ini adalah:
a) Elemen-elemen batang terhubung pada sambungan model pin. Akibatnya, maka pada
sambungan pin ini hanya terjadi kesetimbangan gaya-gaya normal, dalam kasus dua dimensi
hanya terjadi kesetimbangan pada gaya-gaya searah sumbu-x maupun sumbu-y. Akibat lain
dengan adanya sambungan ini, tidak terdapat momen dan tidak ada transfer momen pada
batang;
b) Gaya-gaya luar bekerja pada titik-titik sambungan saja. Jika terdapat gaya terpusat pada
elemen (bukan pada titik sambungan) atau gaya terdistribusi, maka gaya-gaya luar tersebut
harus dibagi ke titik-titik sambungan secara proporsional.
Akibat dari asumsi-asumsi di atas, analisis struktur rangka batang ini mempermudah perhitungan,
karena pada elemen-elemen hanya terjadi gaya-gaya dalam normal (N) saja (atau kita sebut gaya-gaya
batang). Struktur rangka batang umum sering digunakan pada struktur rangka batang atap, jembatan,
atau crane.
- 61 -
Jika b adalah jumlah batang, r adalah jumlah reaksi perletakan dan j adalah jumlah titik sambungan dan
perletakan (joint), maka kestatis-tentuan dari suatu struktur rangka batang bidang, diperoleh dari
persamaan berikut ini:
b + r = 2j (statis tentu)
Jika b + r < 2j, rangka batang bidang ini merupakan rangka batang yang tidak stabil. Demikian pula
apabila b + r = 2j, harus diperiksa apakah reaksi-reaksi perletakan merupakan gaya-gaya konkruen, atau
seluruh reaksi perletakan merupakan gaya-gaya pararel. Jika ya, maka rangka batang juga merupakan
struktur yang tidak stabil.
Contoh Soal 29
Hitung reaksi perletakan dan gaya-gaya batang rangka berikut ini.
2 3
d 4 e
5 6 7 3 3m
a c
1 b 2
3m 3m
Jawab:
Sebelum melakukan analisis, terlebih dahulu kita membuat diagram gaya-gayanya. Kemudian
identifikasikan penomoran titik-titik joint dan elemen. Dari gambar diketahui bahwa jumlah reaksi
perletakan r = 3, jumlah titik j = 5 dan jumlah elemen b = 7. Maka b + r = 7 + 3 = 10 = 2j = (2) (5) =
10, struktur rangka batang di atas merupakan struktur statis tentu. Tidak ada reaksi perletakan yang
konkruen, maka rangka batang di atas stabil.
- 62 -
∑ 𝐹9 = 0; 𝑯𝒂 = 𝟎 kN;
∑ 𝐹< = 0; 𝑉— − 2 − 3 + 𝑉¡ = 0; 𝑽𝒂 = 𝟐. 𝟐𝟓 kN.
Analisis metode titik kumpul dilakukan dengan cara menghitung kesetimbangan di tiap-tiap titik.
Titik A:
S5
Ha = 0 a α
S1
Va = 2.25
]
tan 𝛼 = a.c; maka 𝛼 = 63.435°
Titik D:
2 kN
d S4
α
2β
S5 S6
Titik B:
- 63 -
S7
S6
α α
S1 S2
b
∑ 𝐹< = 0; (𝑆b )(sin 63.435°) + (𝑆` )(sin 63.435°) = 0; 𝑺𝟕 = −𝟎. 𝟐𝟕𝟗 kN.
𝑺𝟐 = 𝟏. 𝟑𝟕𝟓 kN.
Titik C:
α c
S
NO GAYA BATANG
KETERANGAN
BATANG (kN)
S1 1.125 tarik
S2 1.375 tarik
S3 -3.075 tekan
S4 -1.250 tekan
S5 -2.516 tekan
S6 0.279 tarik
S7 -0.279 tekan
Contoh Soal 30
Hitung reaksi perletakan dan gaya-gaya batang rangka atap berikut ini.
Jawab:
Penyelesaian reaksi perletakan sudah dicantumkan pada gambar. Solusi gaya-gaya batang adalah:
- 64 -
2 kN
300 300
3 kN 3 kN
G 600 E
HA = 0 A 300 600
D
B C
4m 4m 4m
VA = 4 kN VD = 4 kN
Titik A:
Titik G:
Titik B:
Struktur rangka atap ini simetris, maka penyelesaian cukup pada setengah bagian saja karena hasil gaya-
gaya batang lainnya identik dengan hasil di atas.
Contoh Soal 31
Hitung gaya-gaya batang rangka berikut ini akibat beban angin horisontal. Gunakan metode titik
kumpul.
Jawab:
- 65 -
Gambar 87: Contoh Soal 31.
Titik D:
Titik A:
- 66 -
Titik F:
Titik C:
Titik E:
- 67 -
23. ANALISIS METODE IRISAN
Apabila nilai gaya batang yang ingin diketahui tidak seluruhnya, tetapi hanya beberapa batang saja, kita
dapat menggunakan metode irisan yang lebih singkat. Cara ini dengan melakukan irisan pada beberapa
batang, dan kita lakukan analisis kesetimbangan pada bagian irisannya saja. Syarat yang harus dipenuhi
pada metode irisan ini adalah gaya-gaya batang yg diiris haruslah maksimal 3 batang (sesuai jumlah
persamaan kesetimbangan yang dimiliki). Perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh Soal 32
Hitung reaksi perletakan dan gaya-gaya batang rangka berikut ini.
2 kN 3 kN
4 e
d
5 6 7 3 3m
a c
1 b 2
3m 3m
Jawab:
Jika kita hanya ingin mengetahui hanya gaya-gaya batang nomor 1, 4, dan 6 saja, kita cukup melakukan
irisan seperti gambar di atas (irisan I-I). Kemudian setengah bagian irisan (semisalnya bagian kiri saja)
kita buat diagram gaya.
2 kN
S4
S6
S1
HA
VA
- 68 -
∑ 𝑀™ = 0; −(𝑉— )(3) + (2)(1.5) − (𝑆h )(3) = 0; 𝑺𝟒 = −𝟏. 𝟐𝟓 kN.
Hasil dari metode irisan ini, jika kita cek dengan metode titik kumpul akan memberikan hasil yang
sama.
B(xB,yB)
TAB
α
A(xA,yA)
x
(9Â p9Ã )
Kita ketahui bahwa komponen TAB pada sumbu-x adalah 𝑇‹Œ cos 𝛼 = 𝑇‹Œ ÅÃÂ
dan komponen TAB
(<Â p<Ã )
pada sumbu-y adalah adalah 𝑇‹Œ sin 𝛼 = 𝑇‹Œ .
ÅÃÂ
Ç
Jika kita definisikan suatu koefisien tarik 𝑡‹Œ = Åà, maka persamaan di atas dapat disederhanakan,
ÃÂ
Contoh Soal 33
Hitung gaya-gaya batang rangka berikut ini.
Jawab:
- 69 -
5 kN
B D F
3 kN
1.5 m
HA = 3 kN A E
C
VA = 1 kN VE = 4 kN
1.5 m 1.5 m
Titik A:
Titik B:
(−0.67)(0 − 1.5) + (𝑡Œ¾ )(0 − 1.5) + (𝑡Œ¸ )(1.5 − 1.5) = 0; (𝑡Œ¾ ) = 0.67;
∑ 𝐹9 = 0;
Untuk titik-titik lainnya dilakukan perhitungan yang sama. Sehingga hasil analisis rangka batang
lainnya adalah: TDF = -4 kN; TDC = -5 kN; TFC = 5,67 kN; TFE = -4 kN; TEC = 0 kN.
- 70 -
25. STRUKTUR RANGKA BATANG RUANG
Jika pada rangka batang bidang, bentuk sederhana struktur yang stabil adalah segitiga, maka pada
rangka batang ruang, bentuk sederhana suatu struktur rangka yang stabil adalah tetrahedron. Kestabilan
dan kestatis-tentu dari rangka batang ruang juga harus diperiksa, sebelum dilakukan analisis.
Dalam analisis rangka batang ruang, metode koefisien tarik adalah metode yang paling sederhana dan
mudah dilakukan. Apabila kita ingin menggunakan notasi vektor basis, komponen-komponen gaya
pada masing masing-masing sumbu dapat diuraikan seperti yang telah dibahas pada bab 1 sebelum ini.
(9Â p9Ã )
Jika diketahui bahwa komponen TAB pada sumbu-x adalah: 𝑇‹Œ cos 𝛼 = 𝑇‹Œ = 𝐹9p‹Œ =
ÅÃÂ
(9Â p9Ã )
𝐹‹Œ ÅÃÂ
maka untuk komponen pada sumbu-y dan sumbu-z dilakukan hal yang serupa.
(<Â p<Ã )
(40) 𝐹<p‹Œ = 𝐹‹Œ ÅÃÂ
(FÂ pFÃ )
(41) 𝐹Fp‹Œ = 𝐹‹Œ ÅÃÂ
Contoh Soal 34
Hitung gaya-gaya batang rangka ruang berikut ini.
Jawab:
Reaksi Perletakan:
∑ 𝑀F = 0; 𝑪𝒚 = 𝟎 kN;
∑ 𝐹9 = 0; 2 − 𝐴9 = 0; 𝑨𝒙 = 𝟐 kN;
- 71 -
∑ 𝐹F = 0; (𝐴F ) − (4) = 0; 𝑨𝒛 = 𝟒 kN;
Cy
c
z
By
b
Bx d
4m
Ay
a 4 kN
Ax
x Az e
m
2
4
m m
y 2
Titik B:
Titik A:
Titik D:
Titik C:
∑ 𝐹9 = 0; 𝑭𝑪𝑬 = 𝟎 kN.
- 72 -
BAB 5 STRUKTUR KABEL DAN BALOK PELENGKUNG*
Struktur kabel merupakan struktur yang unik sehingga perlu dibahas tersendiri dalam analisis struktur.
Perilaku kabel terhadap pembebanan, ternyata akan berbeda hasilnya apabila jenis pembebanan
berbeda. Yang paling mendasar dari struktur kabel ini adalah bahwa perilaku kabel akibat pembebanan
hanya memiliki gaya tarik saja, kabel tidak mampu menahan gaya tekan, demikian juga terhadap lentur.
Berikut perilaku kabel terhadap pembebanan yang akan kita kupas lebih mendalam.
Pada kasus 2 dimensi, kita hanya memiliki 3 persamaan kesetimbangan, sedangkan struktur kabel
memiliki tumpuan sendi pada kedua ujungnya sehingga memiliki 4 reaksi gaya perletakan yang perlu
diketahui, hal ini menjadikan struktur kabel adalah struktur statis tak-tentu (kabel tidak dapat
ditambatkan dengan tumpuan jenis rol). Oleh karena itu perlu variabel lain yang dapat membantu
memecahkan analisis struktur kabel. Hal ini dapat diselesaikan jika bentuk geometri dari struktur kabel
diketahui (atau minimal jarak vertikal salah satu titik beban bekerja pada kabel diketahui).
Pada analisis kabel akibat beban terpusat, diasumsikan berat sendiri kabel diabaikan, sehingga struktur
kabel, seperti halnya struktur rangka batang, hanya terjadi gaya tarik saja, dan perpanjangan kabel tidak
mengakibatkan perubahan geometri dari sistem kabel. Dengan persamaan kesetimbangan yang ada, dan
bentuk geometri yang tertentu (tergantung dari pembebanan terpusat yang ada), akan memberi
kesimpulan pada kita bahwa, komponen horisontal dari gaya tarik kabel akan bernilai sama di setiap
titik pada kabel. Perhatikan contoh soal di bawah ini.
Contoh Soal 35
Hitung reaksi perletakan dan gaya kabel berikut ini.
- 73 -
RA RB
A B
TCB 1m
TCA
α β
C
10 kN
3m 2m
Jawab:
- 74 -
Contoh Soal 36
Hitung reaksi perletakan dan gaya kabel berikut ini.
RB
RA A B
TDB
TCA TDC γ 0.5 m
TCD D
α β
C
6 kN
10 kN
1.5 m 2m 1.8 m
Jawab:
Pada titik C:
Cara yang sama kita lakukan irisan pada daerah D-B, maka:
- 75 -
Dari contoh soal di atas, kita dapatkan kesimpulan bahwa untuk menyelesaikan persamaan
kesetimbangan pada struktur kabel, perlu diketahui variabel lain yaitu jarak vertikal pada titik beban.
Gaya tarik pada kabel akan memiliki nilai maximum pada nilai sudut yang maximum (T akan makin
besar jika sudut juga makin besar). Komponen horisontal dari gaya tarik selalu memiliki nilai konstan
di setiap titik pada kabel.
Contoh Soal 37
Hitung gaya kabel berikut ini. Dan berapa nilai h?
RA
A
RD
2m
h
D
B 2m
C
8 kN
3 kN
2m 2m 1.5 m
Jawab:
dari kedua persamaan di atas didapatkan 𝜃Œ¾ = 32.3° dan 𝑻𝑩𝑪 = 𝟒. 𝟖𝟐 kN.
dari kedua persamaan di atas didapatkan 𝜃Œ‹ = 53.8° dan 𝑻𝑩𝑨 = 𝟔. 𝟗 kN.
- 76 -
28. STRUKTUR KABEL AKIBAT BERAT SENDIRI
Perilaku struktur kabel akibat beban terdistribusi merata, dibagi menjadi perilaku akibat berat sendiri
(terdistibusi sepanjang kabel) dan perilaku akibat beban luar terdistribusi merata. Perbedaan dari kedua
perilakunya terdapat pada persamaan defleksi yang terjadi akibat beban-beban tersebut.
Sebelum kita uraikan perbedaan kedua persamaannya, kita kupas terlebih dahulu suatu persamaan
bentuk defleksi dari kabel akibat beban terdistribusi merata.
Struktur kabel yang dibebani oleh beban terdistribusi merata 𝑤(𝑥). Kita lihat potongan kecil pada
gambar di atas sejarak antara 𝑥 dan 𝑥 + 𝛿𝑥, gaya vertikal yang terjadi antara V dan 𝑉 + 𝛿𝑉 dan gaya
tarik kabel yang terjadi antara T dan 𝑇 + 𝛿𝑇. Gaya horisontal yang terjadi tetap atau konstan H (lihat
contoh soal pada kasus beban terpusat). Persamaan kesetimbangan vertikal yang terjadi adalah:
(43) 𝑉 + 𝛿𝑉 − 𝑤(𝑥)𝛿𝑥 − 𝑉 = 0
- 77 -
- 4<
Kita perhatikan bahwa Ì = tan 𝜃 = 49 , dimana y adalah defleksi vertikal pada tiap titik yang sejarak x.
4<
Oleh karena itu 𝑉 = +𝐻 49 , maka:
4- 4+ <
(45) 49
= +𝐻 49 + = +𝑤(𝑥)
Persamaan di atas merupakan persamaan diferesial untuk defleksi bentuk kabel akibat beban
terdistribusi merata. Apabila kita khususkan beban terdistribusi merata ini adalah berat sendiri kabel,
dimana berat per unit panjang kabel kita sebut 𝑤’ maka persamaan berat per unit panjang proyeksi
horisontalnya menjadi:
(46) 𝑤(𝑥)𝛿𝑥 = 𝑤’ 𝛿𝑠
kemudian kita limitkan 𝛿𝑠 → 0 dan 𝑑𝑠 = W𝑑𝑥 E + 𝑑𝑦 E . Persamaan berat per unit di atas menjadi:
4< E
(47) 𝑤(𝑥) = 𝑤’ D1 + q r
49
masukkan persamaan (47) ini ke dalam persamaan diferensial defleksi (45), menjadi:
4+< 4< E
(48) +𝐻 49 + = + 𝑤’ D1 + q49 r
4<
kita gantikan 49 = 𝑝, kemudian H kita pindahkan ke sisi kanan persamaan, kemudian kita integralkan
masing-masing, didapatkan:
4Ø ÚÛ
(49) ∫ =∫ 𝑑𝑥
WaÙØ+ Ì
(ingat kembali cara menyelesaikan persamaan diferensial) Dari tabel solusi standar integral, diketahui
bahwa:
ÚÛ
(50) sinhpa 𝑝 = + Ì
𝑥 + 𝐶a
Ú
jadi 𝑝 = sinh q ÌÛ + 𝐶a r, ubah kembali p, kita dapatkan:
4< Ú
(51) 49
= sinh q ÌÛ + 𝐶a r
Ì ÚÛ
(52) 𝑦= cosh q 𝑥 + 𝐶a r + 𝐶E
ÚÛ Ì
Persamaan di atas merupakan solusi dari persamaan defleksi untuk kabel akibat berat sendiri. Fungsi
hiperbolik mengindikasikan bahwa bentuk defleksi dari kabel akibat berat sendiri merupakan bentuk
katenari (catenary). Nilai konstanta C1 dan C2 didapat dari kondisi batas dari tiap kasus dalam
persamaan.
- 78 -
Karena nilai komponen horisontal gaya kabel H adalah konstan, maka maksimum gaya tarik kabel
berada pada titik dimana komponen gaya vertikal V yang terbesar. Pada struktur kabel yang memiliki
tumpuan dengan beda ketinggian, maka gaya tarik kabel maksimum terjadi pada tumpuan yang paling
tinggi. Contoh penerapan analisis kabel ini seperti pada kabel listrik pada menara-menara listrik, yang
hanya menerima berat kabel itu sendiri.
Contoh Soal 38
Sebuah kabel dengan berat sendiri ws = 5 N/m. Tentukan panjang kabel, persamaan defleksi dan
maksimum gaya tarik pada kabel.
Jawab:
Dari formula (52), dengan syarat batas kondisi struktur, yaitu y = 0 pada x = 0, maka akan diketahui C1
Ì Ì ÚÛ
= 0 dan 𝐶E = ; persamaan defleksi menjadi: 𝑦 = Ýcosh q 𝑥r − 1Þ.
ÚÛ ÚÛ Ì
ÛÌ Ú Å
Pada kondisi batas y = h pada x = L/2, maka: ℎ = Ú Ýcosh q EÌ r − 1Þ.
Û
Jika ws = 5 N/m, h = 6 m dan L/2 = 10 m, masukkan ke dalam persamaan defleksi di atas, maka: 6 =
Ì (c)(a_)
c
Ýcosh q Ì
r − 1Þ. Dengan cara coba-coba, kita dapatkan H = 45.9 N.
Ì Ú
Panjang kabel bisa ditentukan dari integral garis, yaitu 𝑠 = Ú sinh q ÌÛ 𝑥r. Dari formula ini, untuk
Û
setengah panjang kabel s = 12.1 meter, sehingga panjang kabel keseluruhan adalah 24.2 meter.
Ì
Jika 𝑇 = ÎÏs á, maksimum gaya tarik pada kabel terjadi pada sudut yang maksimum.
(c)(aE.a)
tan 𝜃)—9 = hc.^
= 1.32; maka 𝜃)—9 = 52.8°.
Ì hc.^
𝑇 = ÎÏs á = ÎÏs cE.z° = 75.9 N.
âã\
- 79 -
29. STRUKTUR KABEL AKIBAT BEBAN MERATA
Pada struktur kabel yang menerima beban luar terdistribusi merata, seperti jembatan suspensi kabel,
yang menerima beban luar akibat kendaraan pada dek jembatan. Penurunan persamaan deferensial
defleksi kabel untuk kasus ini berbeda hasil solusinya dibandingkan dengan akibat berat sendiri.
Perhatikan gambar di bawah ini.
4+<
(53) +𝐻 =𝑤
49 +
maka:
Ú ÚÅ ä
(58) 𝑦= 𝑥E − q − r𝑥
EÌ EÌ Å
- 80 -
Persamaan ini merupakan persamaan geometri kabel akibat beban luar terdistribusi merata. Dapat kita
lihat pada persamaan ini merupakan fungsi kuadrat, yaitu bentuk parabolik (berbeda dengan fungsi
geometri kabel akibat berat sendiri yang merupakan bentuk katenary/hiperbolik).
Jika nilai maksimum sag D diketahui (sag adalah jarak antara titik terendah kabel dengan titik tertinggi
kabel) yaitu pada titik terendah/titik belok kabel, dimana gradien nya adalah nol, maka menurut
persamaan (58):
Ú ÚÅ ä
(59) 0 = Ì 𝑥 − EÌ + Å
Å Ìä
maka 𝑥 = E − ÚÅ = 𝐿a dan L2 = L - L1.
Ú Å Ìä E
(60) 𝐻𝐷 − E qE + ÚÅ r = 0
ÚÅ++ ÚÅ+
(61) 𝐻= E¸
= +
Àæç
E¸åD Ùaè
À
oleh karena H adalah konstan, sehingga gaya tarik kabel maksimum terjadi pada komponen vertikal
yang paling maksimum (yaitu pada wL2) maka :
Untuk struktur kabel yang memiliki perletakan dengan ketinggian yang sama, formulasi-formulasi di
atas dapat direduksi menjadi:
4< Ú Å
(63) 49
= Ì q𝑥 − Er
Ú
(64) 𝑦 = EÌ (𝑥 E − 𝐿𝑥)
ÚÅ+
(65) 𝐻=
z¸
ÚÅ E
(66) 𝑇)—9 = D1 + q Å r
E h¸
Contoh Soal 39
Hitung gaya kabel berikut ini yang menerima beban luar terdistribusi merata sebesar 10 kN/m.
- 81 -
Gambar 105: Contoh Soal 39.
Jawab:
Å E__
𝐿E = Àæç
= éêæë
= 110.1 meter;
D Ùa D Ùa
À éê
ÚÅ++ (a_)(aa_.a)+
𝐻= E¸
= E(az)
= 3367.2 kN;
ÚÅ+ (a_)(aa_.a)
𝛼)—9 = tanhpa Ì
= tanhpa ]]b`.E
= 18.1° (di titik B).
Contoh Soal 40
Hitung jembatan suspensi di bawah ini yang menerima beban pada dek sebesar 120 kN/m, dimana
tegangan kerja kabel sebesar 600 N/mm2.
- 82 -
Jawab:
ÚÅ E E
𝑇)—9 = D1 + q Å r = (aE_)(]__) D1 + q ]__ r = 48466.5 kN;
E h¸ E h(]_)
ÚÅ+ (aE_)(]__)+
𝐻= z¸
= z(]_)
= 45000 kN.
ÚÅ (aE_)(]__)
Sudut antara tower dengan kabel (segmen A-B) adalah: 𝛼 = tanhpa EÌ = tanhpa E(hc___)
= 21.8°.
𝑀 = 𝑇)—9 (cos 𝛼 − cos 𝛽)ℎ6îÚ5ï = (48466.5)(cos 21.8° − cos 45°)(50) = 536473.4 kN-m,
Dari hasil dapat diketahui bahwa gaya angkur yang diperlukan adalah:
- 83 -
Struktur pelengkung jenis fixed arch, umumnya terbuat dari beton bertulang. Struktur merupakan statis
tak tentu berderajat tiga. Jika kita ganti perletakan struktur menjadi perletakan sendi, menjadi struktur
pelengkung two-hinged arch. Struktur masih merupakan statis tak tentu berderajat satu. Apabila kita
ganti salah satu perletakan menjadi rol, struktur akan menjadi statis tentu, tetapi perilakunya seperti
curved beam, bukan sebagai struktur pelengkung arch.
Yang ideal dan umum digunakan adalah struktur three-hinged arch, dimana pada struktur ini diberikan
sambungan sendi. Struktur ini akan menjadi struktur statis tentu. Jika struktur menerima beban
terdistribusi merata, kinerja struktur ini akan ekonomis karena meminimalkan geser dan momen, tetapi
jika variasi pembebanan beragam, akan timbul geser dan momen. Pemecahan analisis struktur ini dapat
menggunakan metode irisan, seperti yang sudah dipelajari sebelumnya.
Jika struktur tidak memerlukan abutmen pondasi yang besar, serta ruang bebas (clearance) tidak
diperlukan, struktur pelengkung jenis tied arch sangat berguna dan ekonomis.
Pada pembahasan di bawah hanya dipusatkan pada struktur statis tentu saja, yaitu struktur pelengkung
tiga sendi. Penyelesaian kesetimbangan untuk struktur statis tentu pelengkung 3 sendi, sama seperti
struktur balok pada umumnya. Perhatikan contoh berikut ini.
Contoh Soal 41
Hitung gaya dalam normal, geser dan momen pada titik x struktur pelengkung 3 sendi di bawah ini.
Jawab:
∑ 𝑀Œ = 0; 𝑅‹,- (12) − (60)(6 cos 30° + 6) − (100)(6 sin 30° + 6) = 0; 𝑹𝑨,𝑽 = 𝟏𝟑𝟏 kN;
- 84 -
∑ 𝐻 = 0; 𝑅‹,Ì − 𝑅Œ,Ì = 0; 𝑹𝑨,𝑯 = 𝑹𝑩,𝑯 .
𝑁9 = −𝑅‹,- (cos 45°) − 𝑅‹,Ì (sin 45°) + (60)(cos 45°); 𝑵𝒙 = −𝟕𝟎. 𝟕 kN.
𝑉9 = −𝑅‹,- (sin 45°) + 𝑅‹,Ì (cos 45°) + (60)(sin 45°); 𝑽𝒙 = −𝟐𝟗. 𝟕 kN.
𝑀9 = 𝑅‹,- (6 − 6 cos 45°) − 𝑅‹,Ì (6 sin 45°) − (60)(6 cos 30° − 6 cos 45°); 𝑴𝒙 = 𝟓𝟎 kN.
Contoh Soal 42
Hitung gaya dalam normal, geser dan momen pada titik D struktur pelengkung 3 sendi di bawah ini.
Jawab:
Sebelum kita menyelesaikan analisis kesetimbangan gaya-gayanya, perlu kita ketahui dahulu
persamaan kurva dari pelengkung di atas. Anggaplah persamaan tersebut y = kx2, dimana k merupakan
suatu konstanta.
Pada titik A, dimana x = -15m, y = 7m, maka k = 0,0311, sehingga persamaan menjadi y = 0,0311x2.
Pada titik B, yB = 0,0311(10)2 = 3,11 m. Maka hB = 7 - 3,11 = 3,89 m. Pada titik D, yD = 0,0311(-7,5)2
= 1,75 m. Maka hD = 7 - 1,75 = 5,25 m. Besaran-besaran geometris yang dibutuhkan dalam analisis
sudah diketahui seluruhnya.
- 85 -
Mencari reaksi perletakan:
dari kedua persamaan di atas didapatkan: 𝑹𝑩,𝑽 = 𝟐𝟗. 𝟕 kN dan 𝑹𝑩,𝑯 = 𝟗𝟓. 𝟓 kN.
𝑁¸ = −𝑅‹,- (sin 25°) − 𝑅‹,Ì (cos 25°) + (10)(7.5 sin 25°); 𝑵𝑫 = −𝟏𝟎𝟓. 𝟕 kN.
𝑉¸ = −𝑅‹,- (cos 25°) + 𝑅‹,Ì (sin 25°) + (10)(7.5 cos 25°); 𝑽𝑫 = −𝟎. 𝟕 kN.
Apabila struktur pelengkung 3 sendi (yang simetris) ini menerima beban terdistribusi merata di
sepanjang bentang, maka nilai gaya dalam geser dan momen tereduksi menjadi nol di sepanjang
bentang.
Contoh Soal 43
Hitung gaya dalam normal, geser dan momen pada titik D struktur pelengkung 3 sendi di bawah ini.
Jawab:
- 86 -
Mencari reaksi perletakan:
∑ 𝐻 = 0; 𝑩𝒙 = 𝑪𝒙 = 𝟏𝟔𝟎 kN;
∑ 𝑀¸ = 0; 𝑀¸ + (80)(5) − (160)(2.5) = 0;
- 87 -
BAB 6 GARIS PENGARUH
Selain beban tetap seperti di atas, seringkali juga terdapat beban bergerak seperti beban kendaraan yang
terjadi pada jembatan. Untuk beban bergerak seperti ini, akan sangat membantu jika analisis
pembebanan menggunakan cara yang dinamakan garis pengaruh pada struktur.
Pada bagian ini kita akan mulai membahas mengenai pengaruh beban yang bergerak terhadap nilai
reaksi perletakan dan gaya-gaya dalam, pada suatu titik tertentu di elemen struktur. Variasi dari nilai-
nilai reaksi perletakan maupun gaya-gaya dalam pada titik tertentu akibat beban bergerak, dinamakan
diagram garis pengaruh.
Contoh beban bergerak yang dimaksud, seperti beban kendaraan pada jembatan, maupun beban suatu
benda yang dipindahkan dengan alat bantu crane.
Untuk mendapatkan nilai garis pengaruh pada reaksi perletakan dan gaya-gaya dalam, dengan cara kita
menggerakkan beban tersebut bergerak sepanjang struktur. Sebagai pengganti sementara beban
bergerak, kita dapat memberikan beban satu unit satuan yang bergerak sepanjang struktur. Perhatikan
uraian berikut ini.
- 88 -
P = 1 unit
x
Ha
Va Vb
L = 10 m
Pada balok di atas dengan bentang 10 m, terdapat beban bergerak sepanjang balok tersebut. Kita
asumsikan pertama kali beban tersebut sebesar 1 unit satuan. Jika beban berada pada posisi di x = 0,
maka nilai reaksi perletakan Va = 1 (dihitung dengan persamaan kesetimbangan yang ada), sedangkan
Vb = 0. Kemudian jika beban berada pada posisi di x = 2,5, maka nilai reaksi perletakan Va = 0,75 dan
Vb = 0,25, dan seterusnya. Tabelkan hasil nilai reaksi perletakan tersebut:
x Va Vb
0 1 0
2.5 0.75 0.25
5 0.50 0.50
7.5 0.25 0.75
10 0 1
Kemudian gambarkan nilai-nilai di atas pada suatu grafik, yang dinamakan grafik garis pengaruh reaksi
perletakan.
Va
1
x
g.p. Va 10
Vb
1
x
g.p. Vb 10
- 89 -
Selain memasukkan nilai satu persatu, kita dapat juga membentuk persamaan garis pengaruh untuk
reaksi perletakan. Semisalnya untuk reaksi perletakan Va adalah:
𝟏
∑ 𝑀™ = 0; −(𝑉— )(10) + (10 − 𝑥)(1) = 0; 𝑽𝒂 = 𝟏 − 𝒙.
𝟏𝟎
Untuk menggambarkan garis pengaruh gaya dalam geser dan momen pada suatu titik, misalnya pada
titik C yang berjarak x = 2,5m dari titik A, kita melakukan hal yang sama seperti analisis mencari gaya
dalam (metode irisan). Dari setiap beban 1 unit satuan yang bergerak di sepanjang balok, gaya dalam
geser dan momen adalah:
∑ 𝐹< = 0; 𝑉— − 1 − 𝑉¡ = 0; 𝑽𝒄 = 𝑽𝒂 − 𝟏;
∑ 𝐹< = 0; 𝑉— − 𝑉¡ = 0; 𝑽𝒄 = 𝑽𝒂 ;
Subtitusikan nilai Va yang telah didapat dari perhitungan reaksi perletakan sebelumnya. Kemudian
tabulasikan hasil perhitungan seperti tabel di bawah ini dan juga kemudian gambarkan nilai-nilai gaya
dalam geser dan gaya dalam momen akibat beban satuan ini pada suatu grafik.
x Va Vc Mc
0 1 0 0
2.5- 0.75 -0.25 1.875
2.5+ 0.75 0.75 1.875
5 0.50 0.50 1.250
7.5 0.25 0.25 0.625
10 0 0 0
Vc
0.75
-0.25 g.p. Vc
- 90 -
Mc
1.875
x
g.p. Mc
Contoh Soal 44
Hitung dan gambarkan garis pengaruh reaksi perletakan di A dan B serta garis pengaruh gaya dalam
geser di titik C, untuk struktur balok di bawah ini.
Jawab:
Dalam mencari reaksi perletakan akibat beban satuan, dapat diselesaikan dengan cara statik seperti yang
telah diuraikan di atas, pembaca dapat menghitung dan memeriksanya seperti hasil yang dituangkan
dalam gambar garis pengaruh perletakan di bawah ini:
- 91 -
Setelah garis pengaruh reaksi perletakan diketahui, kita lakukan irisan pada titik C untuk mendapatkan
gaya dalam gesernya:
a
Untuk segmen dari 0 m – 4 m: 𝑉¾ = − z 𝑥;
a
dan untuk segmen dari 4 m – 12 m: 𝑉¾ = 1 − z 𝑥. Hasil perhitungan untuk masing-masing nilai jarak x
kita tabulasikan, dan kita gambarkan diagram garis pengaruh gaya dalam geser di titik C.
Kegunaan dari diagram garis pengaruh akibat beban bergerak ini, yaitu kita dapat secara cepat
mendapatkan suatu nilai reaksi perletakan ataupun gaya-gaya dalam dengan meletakkan beban pada
diagram garis pengaruh. Beban tersebut dapat berupa beban terpusat maupun beban terbagi merata.
Misalkan kita ambil contoh struktur balok seperti latihan di atas sebelumnya. Jika terdapat suatu beban
terpusat sebesar 35 kN pada posisi 4,5 m, maka nilai reaksi perletakan Va adalah sebesar (35)(0,55) =
19,25 kN.
Va 35 kN
1
0.55
x
4.5 10
Gambar 119: Nilai Reaksi Perletakan dari Diagram Garis Pengaruh Akibat Beban Terpusat.
Begitu pula apabila terdapat beban merata sebesar 12 kN/m sejarak dari 1,5 m sampai 7 m, maka besar
reaksi perletakan Va adalah sebesar beban merata dikalikan luas diagram (jajaran genjang) pada diagram
garis pengaruh (16,775)(12) = 201,3 kN.
- 92 -
12 kN/m
Va
1
0.85
0.3
x
1.5 7 10
Gambar 120: Nilai Reaksi Perletakan dari Diagram Garis Pengaruh Akibat Beban Terdistribusi Merata.
Proses konstruksi garis pengaruh, tidak berbeda dengan teknik sebelumnya, yaitu dengan metode irisan.
Perhatikan contoh berikut ini.
Contoh Soal 45
Hitung dan gambarkan diagram garis pengaruh gaya batang FGB berikut ini.
h g f
6m
Ha a e
b c d
x
P = 1 unit
Va Vb
6m 6m 6m 6m
Jawab:
Seperti pada latihan sebelumnya, kita buat terlebih dahulu garis pengaruh perletakan (VA dan VB).
Kemudian kita lakukan metode irisan dan menggambarkan diagram freebody-nya.
Dari freebody diagram, kita dapat membentuk persamaan untuk gaya batang FGB, yaitu:
- 93 -
g f
Fgh
6m
Fgb
Fbc e
c d
Vb
6m 6m
Dari persamaan ini kita dapat membuat tabulasi untuk nilai-nilai reaksi perletakan dan gaya batang:
x Vb FGB
0 1 0
6 0.25 0.354
12 0.50 -0.707
18 0.75 -0.354
24 1 0
Fgb
0.354
12 18 x
6 24
-0.354
-0.707
Dari hasil analisis di atas kita dapat membuat kesimpulan bahwa saat beban bergerak dari 0 < x < 8
meter, gaya batang FGB merupakan batang tarik, sedangkan saat beban bergerak dari 8 < x < 24 meter,
gaya batang FGB merupakan batang tekan. Sehingga dalam desain, kita harus mempertimbangkan
batang FGB dapat melayani kondisi tarik dan tekan.
- 94 -
33. NILAI MAKSIMUM AKIBAT BEBAN BERGERAK
Pada kondisi beban bergerak terpusat yang lebih dari satu, kita akan mendapatkan nilai reaksi perletakan
maupun gaya-gaya dalam maksimum, dengan bantuan garis pengaruh. Perhatikan contoh berikut.
Contoh Soal 46
Hitung dan gambarkan diagram garis pengaruh reaksi perletakan dan gaya dalam geser dan momen di
titik C pada balok berikut ini, serta nilai maksimumnya.
8 kN 4 kN 3 kN
a b
Ha
c
2 m 0.5 m
2.5 m
Va Vb
10 m
Jawab:
Teknik menyelesaikan persoalan di atas adalah dengan cara coba-coba. Pertama kali kita harus
membuat konstruksi diagram garis pengaruh, untuk reaksi perletakan Va dan Vb, serta garis pengaruh
gaya dalam geser dan momennya. Kemudian kita letakkan beban tersebut dengan cara coba-coba
sehingga mendapatkan nilai maksimum.
8 kN 4 kN 3 kN
Va
0.8 0.75
x
2 2.5 10
Dalam gambar dapat kita lihat, nilai maksimum akan kita dapatkan saat meletakkan beban di posisi
ujung kiri, sehingga nilai reaksi perletakan Va sebesar (8)(1) + (4)(0,8) + (3)(0,75) = 13,45 kN.
Cara yang sama kita lakukan untuk gaya dalam geser dan momen. Diagram garis pengaruhnya adalah:
- 95 -
8 kN 4 kN 3 kN
Vc
0.55 0.5
2.5 x
10
-0.25
8 kN 4 kN 3 kN
Mc
1.375
1.875 1.25
x
2.5 10
Dengan cara coba-coba dengan menempatkan beban bergerak, dapat dicari nilai maksimum untuk gaya
dalam geser dan momen tersebut. Pada kasus ini nilai gaya dalam geser maksimum adalah (8) (0,75) +
(4)(0,55) + (3)(0,55) = 9,85 kN. Dan nilai gaya dalam momen maksimum adalah (8)(1,875) + (4)(1,375)
+ (3)(1,25) = 24,25 kN-m.
Contoh Soal 47
Gambarkan diagram garis pengaruh reaksi perletakan di B serta geser dan momen di titik C.
a b
c
10 m 10 m 10 m
Jawab:
Langkah perhitungan mencari garis pengaruh, seperti pada contoh soal sebelumnya. Diagram garis
pengaruh soal di atas adalah:
- 96 -
a b
c
10 m 10 m 10 m
1.5
By
0. 5
Vc
-0. 5 -0. 5
Mc
-5
Contoh Soal 48
Gambarkan diagram garis pengaruh gaya batang FGD dan hitung gaya batang jika jembatan di atas
diberikan beban merata 3 kN/m yang bekerja di atas dek jembatan.
g
h f
3m 4.5 m
a e
b c d
3m 3m 3m 3m
Jawab:
Seperti pada latihan sebelumnya, kita buat terlebih dahulu diagram garis pengaruh FGD.
- 97 -
g
h f
4.5 m
3m
a e
b c d
3m 3m 3m 3m
0.751
FGD
6.857
-0.15
-0.3
Ù
𝐹'¸ = J1¤2 (12 − 6.857)(0.751)K(3) = 5.79 kN;
p
𝐹'¸ = J1¤2 (6.857 − 0)(−0.3)K(3) = −3.09 kN.
Contoh Soal 49
Gambarkan diagram garis pengaruh reaksi perletakan balok pelengkung tiga sendi berikut ini.
Jawab:
- 98 -
9
∑ 𝑀— = 0; −𝑃𝑥 + 𝑉™ (6) = 0; 𝑉™ = .
b
Untuk mencari garis pengaruh reaksi perletakan Ha dan juga Hb, kita pecah sendi C dan kita lakukan
analisis bagian kiri saja.
x Va Vb Ha = Hb
0 1 0 0
1 0.833 0.167 0.125
2 0.667 0.333 0.250
3 0.5 0.5 0.375
4 0.333 0.667 0.250
5 0.167 0.833 0.125
6 0 1 0
- 99 -
BAB 7 DISTRIBUSI GAYA: TITIK PUSAT DAN INERSIA
Pada benda yang memiliki bentuk geometri teratur seperti persegi panjang, kita mengetahui bahwa titik
pusat berada pada titik persilangan garis-garis diagonalnya. Tetapi akan menjadi sulit untuk mencari
titik pusat pada benda yang memiliki bentuk geometri yang tidak beraturan. Kita perhatikan gambar di
bawah ini:
Pada benda seperti di atas, anggap suatu titik partikel yang berada pada lokasi (x1, y1), bekerja gaya
gravitasi partikel ∆𝑊a . Benda terdiri dari banyak partikel-partikel, sehingga kumpulan gaya-gaya
gravitasi pada partikel seperti gaya-gaya pararel, menghasilkan persamaan momen ∑ 𝑀9 dan ∑ 𝑀< pada
benda tersebut menjadi:
Penyelesaian dari persamaan di atas adalah koordinat titik pusat benda tersebut, yaitu:
9é ∆õéÙ9+ ∆õ+ Ù⋯Ù9ö ∆õö
(69) 𝑥̅ = õ
- 100 -
<é ∆õé Ù<+ ∆õ+ Ù⋯Ù<ö ∆õö
(70) 𝑦ñ = õ
di mana:
Kita perhatikan, pada suku 𝑥ó ∆𝑊ó merupakan momen perkalian gaya gravitasi dengan jarak gaya
terhadap titik O. Momen ini dikenal dengan nama momen area pertama (first moment of area) atau
sering disebut juga sebagai statis momen. Analogi yang dijelaskan seperti uraian di atas, dapat
diberlakukan pula untuk mencari titik pusat dari bidang penampang datar, serta gaya-gaya terdistribusi
pada struktur.
Untuk bentuk penampang dengan tepi yang beraturan, lokasi titik pusat penampang bidang dapat
diketahui dengan membagi statis momen dengan luasan bidang:
÷[ ∫ 94‹
(72) 𝑥̅ = ‹
=
∫ 4‹
÷\ ∫ <4‹
(73) 𝑦ñ = ‹
=
∫ 4‹
Untuk bentuk penampang dengan tepi yang tidak beraturan, lokasi titik pusat penampang bidang dapat
diketahui dengan membagi statis momen dengan luasan bidang, dengan mengganti integral dengan
sigma penjumlahan:
÷[ ∑ö
úûé 9
ùø ∆‹ú
(74) 𝑥̅ = ‹
= ∑ö
úûé ∆‹ú
÷\ ∑ö
úûé <
ùø ∆‹ú
(75) 𝑦ñ = ‹
= ∑ö
úûé ∆‹ú
Semakin rapat luasan Ai, maka akurasi dari hasil perhitungan semakin baik (mendekati hasil
sebenarnya). Berikut contoh analisis mendapatkan titik pusat dengan cara integrasi.
Contoh Soal 50
Tentukan titik pusat dari penampang parabolik berikut dengan fungsi parabolik pada penampang adalah
9+
𝑦 = 𝑓 (𝑥) = ℎ q1 − ™+ r.
Jawab:
Seperti dalam penyelesaian kalkulus, luasan di atas kita bagi menjadi beberapa segmen luasan kecil,
misalnya kita bagi menjadi luasan vertikal selebar dx dan tinggi y. Luasan area tersebut:
9+
𝑑𝐴 = 𝑦𝑑𝑥 = ℎ q1 − ™+ r 𝑑𝑥;
- 101 -
Gambar 135: Contoh Soal 50.
™ 9+ E™ä
𝐴 = ∫ 𝑑𝐴 = ∫_ ℎ q1 − r 𝑑𝑥 = ;
™+ ]
™ ä+ E
< 9+ h™ä +
𝑄9 = ∫ 𝑑𝐴 = ∫_ q1 − r 𝑑𝑥 = ;
E E ™+ ac
™ 9+ ™+ ä
𝑄< = ∫ 𝑥𝑑𝐴 = ∫_ ℎ𝑥 q1 − r 𝑑𝑥 = ;
™+ h
Contoh Soal 51
Tentukan titik pusat dari penampang komposit berikut.
Jawab:
Untuk penyelesaian di atas, kita dapat membagi penampang menjadi dua bagian, yaitu bagian sayap
atas, dan bagian badan.
Pada bagian sayap, dengan ukuran 30 mm x 80 mm, jarak titik pusat bagian ini adalah x = 0 dan y =
115 mm.
Pada bagian badan, dengan ukuran 100 mm x 20 mm, jarak titik pusat bagian ini adalah x = 0 dan y =
50. Oleh karena itu maka:
÷[ ∑ö
úûé 9
ùø ∆‹ú (a__)(E_)(_)Ù(]_)(z_)(_)
𝑥̅ = = ∑ö
= (a__)(E_)Ù(]_)(z_)
= 0,
‹ úûé ∆‹ú
÷\ ∑ö
úûé <
ùø ∆‹ú (a__)(E_)(c_)Ù(]_)(z_)(aac)
𝑦ñ = ‹
= ∑ö
= (a__)(E_)Ù(]_)(z_)
= 85.5,
úûé ∆‹ú
- 102 -
80 mm
y
30 mm
100 mm
x
20 mm
Contoh Soal 52
Tentukan titik pusat dari penampang komposit berikut.
Jawab:
Untuk penyelesaian di atas, kita membagi penampang tersebut menjadi tiga bagian, yaitu bagian
persegi, bagian setengah lingkaran (diameter 60 mm) dan bagian lingkaran penuh (diameter 40 mm).
Pada bagian persegi, dengan luas penampang adalah (80)(120) = 9.6(103) mm2. Pada bagian setengah
lingkaran, luas (0.5)(p)(602) = 5.655(103) mm2. Pada bagian lingkaran, luas (p)(402) = 5.027(103) mm2.
Lokasi titik pusat masing-masing bagian penampang seperti yang dicantumkan dalam gambar di atas.
Agar mempermudah perhitungan, kita tabel hasil perhitungan sebagai berikut:
- 103 -
+ -
Sehingga dari tabel di atas, kita akan mendapatkan titik pusat penampang yaitu:
÷[ ∑ö
úûé 9
ùø ∆‹ú (ba].`)Ja_ý K
𝑥̅ = ‹
= ∑ö
= (a_.EEz)(a_ý ) = 60 mm;
úûé ∆‹ú
÷\ ∑ö
úûé <
ùø ∆‹ú (c`z.E)Ja_ý K
𝑦ñ = ‹
= ∑ö
= (a_.EEz)(a_ý ) = 56.5 mm.
úûé ∆‹ú
Untuk bentuk volume benda dengan tepi yang beraturan, lokasi titik pusat volume benda dapat diketahui
dengan:
Untuk bentuk volume benda dengan tepi yang tidak beraturan, lokasi titik pusat volume benda dapat
diketahui dengan:
∑ö
úûé 9
ùø ∆-ú ∑ö
úûé <
ùø ∆-ú ∑ö
úûé Fùø ∆-ú
(77) 𝑥̅ = ∑ö
; 𝑦ñ = ∑ö
; dan 𝑧̅ = ∑ö
úûé ∆-ú úûé ∆-ú úûé ∆-ú
Contoh Soal 53
Tentukan titik pusat dan juga titik pusat gravitasi dari pelat baja berikut ini.
- 104 -
Gambar 138: Contoh Soal 53.
Jawab:
Untuk penyelesaian di atas, kita dapat membagi pelat baja menjadi bagian persegi, seperempat
lingkaran dan kedua lingkaran kecil. Total volume merupakan pelat baja bagian persegi + seperempat
lingkaran – dua bagian lingkaran.
bagian V ù
𝒙 𝒚
ù 𝒛ñ ù𝑽
𝒙 𝒚
ù𝑽 𝒛ñ𝑽
(3.14/4)(2)(2)(0.5) =
II (1/4 lingkaran) 1.349 -0.849 0.25 2.119 -1.333 0.393
1.571
-(3.14)(0.5)(0.5)(0.5)
III (lingkaran ke-1) 0.25 -1 3.5 -0.098 0.393 -1.374
= -0.3927
-(3.14)(0.5)(0.5)(0.5)
IV (lingkaran ke-2) 0.25 -1 1.5 -0.098 0.393 -0.589
= -0.3927
∑ 𝑧𝑉 =
∑ 𝑉 = 5.286 ∑ 𝑥𝑉 = 3.048 ∑ 𝑦𝑉 = -5.047
8.555
maka titik pusat berada pada lokasi (0.577, -0.955, 56.5) cm.
- 105 -
37. MOMEN AREA KEDUA / MOMEN INERSIA
Setelah sebelumnya kita mengenal momen area pertama atau statis momen, kali ini diperkenalkan
momen area kedua. Kita sering mengatakan momen area kedua ini sebagai momen inersia, padahal
momen inersia lebih tepat untuk kasus ruang 3 dimensi, sedangkan untuk kasus 2 dimensi lebih tepat
dikatakan momen area kedua.
Momen area kedua atau momen inersia adalah integral dari perkalian segmental penampang dA dengan
kuadrat jaraknya terhadap titik referensi. Perhatikan formula berikut ini:
Secara harafiah, pengertian momen area kedua merupakan kemampuan penampang dalam menghadapi
momen akibat beban luar, yang akan menyebabkan benda akan mengalami putaran sudut atau melendut.
Jika yang terjadi adalah momen puntir yang akan menyebabkan benda mengalami puntiran, maka
kemampuan penampang dalam menahan momen ini disebut momen area kedua polar:
Selain istilah momen area kedua, diperkenalkan pula istilah radius girasi, yaitu jarak titik pusat massa
atau titik pusat penampang (yang memiliki momen area kedua) ke sumbu terkait. Formulanya adalah:
! ![ !
(80) 𝑟9 = D ‹\ ; 𝑟< = D ‹ ; dan 𝑟î = D ‹"
Contoh Soal 54
Tentukan momen area kedua dari penampang berikut, dan jelaskan maksud dari momen area kedua
tersebut!
a
40 cm
a 20 cm
Jawab:
Dari balok di atas dengan penampang b = 20 cm dan h = 40 cm, memiliki momen area kedua:
ä/E ™ä ý (E_)(h_)ý
𝐼9 = ∫ 𝑦 E 𝑑𝐴 = ∫pä/E 𝑦 E 𝑏𝑑𝑦 = aE
= aE
= 𝟏. 𝟎𝟔𝟕(𝟏𝟎)𝟓 mm4;
™/E ™ ýä (E_)ý(h_)
𝐼< = ∫ 𝑥 E 𝑑𝐴 = ∫p™/E 𝑥 E ℎ𝑑𝑥 = aE
= aE
= 𝟎. 𝟐𝟔𝟕(𝟏𝟎)𝟓 mm4.
Dari hasil di atas kita ketahui bahwa nilai momen area kedua terhadap sumbu-x lebih besar daripada
momen area kedua terhadap sumbu-y. Jika kita perhatikan balok di atas, balok akan lebih kuat menahan
- 106 -
beban yang sejajar sumbu-y (atau menyebabkan momen/berotasi pada sumbu-x) daripada menahan
beban yang sejajar sumbu-x (atau menyebabkan momen/berotasi pada sumbu-y).
Apabila bentuk penampang adalah komposit atau tidak beraturan, penyelesaian momen area kedua
dapat diselesaikan dengan teorema sumbu pararel, yaitu:
Contoh Soal 55
Tentukan momen area kedua terhadap sumbu-x dari penampang komposit berikut ini.
80 mm
y
30 mm
100 mm
x
20 mm
Jawab:
Dari contoh soal 51 terdahulu, sudah kita dapatkan lokasi titik pusat yaitu di (0, 85.5). Momen area
™ä ý
kedua penampang persegi adalah 𝐼9 = aE
. Maka momen area kedua terhadap sumbu-x pada
𝐼9 = ∑ 𝐼9± + 𝐴𝑑<E ;
a
= ÝqaEr (20)(100)] + (20)(100)(85.5 − 50)Þ … (bagian badan);
a
+ ÝqaEr (80)(30)] + (80)(30)(44.5 − 15)Þ … (bagian sayap);
= 𝟔. 𝟒𝟔(𝟏𝟎)𝟔 mm4.
- 107 -
38. PRODUK INERSIA
Momen area kedua dari sebuah luasan penampang dapat berbeda-beda tergantung dari sumbu mana
yang kita gunakan/pilih. Tetapi jika terhadap kedua sumbu, maka akan didapatkan produk inersia, yaitu:
Tidak seperti Ix maupun Iy yang selalu bernilai positif, Ixy dapat bernilai positif, negatif maupun nol.
Jika penampang simetris baik pada sumbu-x maupun sumbu-y (salah satu sumbu atau bisa keduanya),
maka Ixy bernilai nol. Seperti juga pada momen area kedua lainnya, untuk bentuk yang komposit atau
tak beraturan, dapat menggunakan teorema sumbu pararel dalam mencari nilai Ixy, yaitu:
- 108 -
subtitusikan kedua nilai perubahan sumbu ini ke dalam formula Ix, Iy, dan Ixy maka didapatkan
(penurunan rumus yang lebih detail dapat dibaca dalam buku referensi yang dirujuk)6:
!\ Ù![ !\p![
(88) 𝐼9± = +q r (cos 2𝜃 ) − J𝐼9< K(sin 2𝜃)
E E
!\ Ù![ !\p![
(89) 𝐼<± = −q r (cos 2𝜃) + J𝐼9< K(sin 2𝜃 )
E E
!\p![
(90) 𝐼9±<± = q r (sin 2𝜃 ) + J𝐼9< K(cos 2𝜃)
E
(Atau dapat dikatakan momen area kedua polarnya sama, tidak berubah walaupun sumbu diputar).
Persamaan (88) dan (89) di atas merupakan persamaan lingkaran. Sehingga, selain cara analisis seperti
di atas, terdapat cara grafis untuk dapat menentukan nilai momen area kedua terhadap sumbu yang
diputar. Cara ini diperkenalkan oleh seorang fisikawan German bernama Otto Mohr (1835-1918) yang
sering disebut lingkaran Mohr. Perhatikan diagram lingkaran Mohr di bawah ini.
Titik C, yang merupakan sumbu lingkaran, merupakan nilai rata-rata dari kedua momen area kedua Ix
dan Iy. Jika kita plot-kan nilai Ixy maka jarak antara titik C dan M merupakan radius lingkaran tersebut.
!\p![ E E
(92) 𝑅 = Dq E
r + J𝐼9< K
Dari lingkaran yang terbentuk, kita akan dapatkan titik A dan titik B, yang merupakan sumbu utama
(prinsipal) di mana kedua momen area kedua yang dihasilkan merupakan momen area kedua maksimum
dan minimum (momen area kedua prinsipal). Nilai kedua momen area kedua tersebut adalah:
!\Ù![
(94) 𝐼)—9 = q E
r+𝑅
!\ Ù![
(95) 𝐼)&ó = q E
r−𝑅
6
Beer, Ferdinand dkk. 2016. Vector Mechanics for Engineers: Statics 11th ed. hal 515.
- 109 -
Gambar 142: Diagram Mohr untuk Momen Area Kedua.
Contoh Soal 56
Tentukan momen area kedua penampang komposit berikut orientasi sumbu prinsipal serta momen area
kedua prinsipalnya.
Jawab:
Lokasi titik pusat di titik O telah diketahui. Untuk penampang komposit seperti di atas, kita bagi menjadi
3 elemen, yaitu bagian sayap atas, bagian badan dan bagian sayap bawah.
y
60 mm
10 mm
x
80 mm
10 mm
60 mm
10 mm
- 110 -
Element Sayap Atas Badan Sayap Bawah
2
Luas A (mm ) 600 600 600
x (mm) -25 0 25
y (mm) 35 0 35
2 4
x A (mm ) 3.75 x 105 0 3.75 x 105
4
Iy' (mm ) 1.8 x 105 0.05 x 105 1.8 x 105
2 4
y A (mm ) 7.35 x 105 0 7.35 x 105
4
Ix' (mm ) 0.05 x 105 1.8 x 105 0.05 x 105
xyA (mm4) -5.25 x 105 0 -5.25 x 105
4
Ix'y' (mm ) 0 0 0
𝐼< = ∑ 𝐼<± + 𝐴𝑑9E = {(1.8 + 0.05 + 1.8) + (3.75 + 0 + 3.75)}(10c ); = 𝟏. 𝟏𝟐(𝟏𝟎)𝟔 mm4;
2𝜃Ø = 75.6_ dan 2𝜃Ø = 255.6_ maka; 𝜽𝒑𝟏 = 𝟑𝟕. 𝟖𝟎 dan 𝜽𝒑𝟐 = 𝟏𝟐𝟕. 𝟖𝟎.
y
b
a
37.80
x
Setelah orientasi sumbu prinsipal diketahui, maka dari formula (94) dan (95) akan didapatkan: Imax =
2,47 x 106 mm4 dan Imin = 0,306 x 106 mm4.
Contoh Soal 57
Sebuah penampang L152x102x12.7 dengan nilai inersianya adalah Ix = 7.2(106) mm4, Iy = 2.59(106)
mm4, dan Ixy = -2.54 (106) mm4. Tentukan sumbu-sumbu prinsipalnya serta momen area kedua (momen
inersia) prinsipal (gunakan diagram Mohr dalam penyelesaiannya).
- 111 -
Jawab:
Sesuai dengan aturan penggambaran diagram Mohr yang dijelaskan di atas, pertama kali kita tentukan
titik X dengan koordinat Ix dan Ixy, yaitu X(7.2, -2.54) (satuan dalam 106 mm4). Kemudian tentukan titik
Y dengan koordinat Iy dan Ixy, yaitu Y(2.59, 2.54). Tarik garis dari titik X ke titik Y, panjang ini
merupakan diameter lingkaran.
Titik pusat lingkaran adalah titik C yang merupakan rata-rata momen area kedua:
Pada sumbu-sumbu prinsipal ini terjadi momen area kedua atau momen inersia maksimum dan
minimum, yaitu:
- 112 -
Dari seluruh pembahasan di atas mengenai distribusi gaya pada penampang bahan, variabel-variabel
penting seperti titik pusat, luas penampang, statis momen dan momen area kedua (momen inersia) patut
dikuasai dengan baik karena hal-hal ini merupakan dasar bagi analisis kekuatan elemen struktur.
Dapat disimpulkan dari pembahasan di atas, bahwa luasan penampang berpengaruh bagi kemampuan
penampang menahan gaya yang menyebabkan translasi. Sebaran gaya-gaya ini seragam di seluas
penampang dan dinamakan tegangan normal. Momen area kedua atau momen inersia berpengaruh bagi
kemampuan penampang menahan gaya yang menyebabkan rotasi. Sebaran gaya-gaya momen inersia
ini tidak seragam, bergantung jarak dari titik pusatnya. Pemahaman ini sangat penting diketahui sebagai
bahan dasar keilmuan mengenai kekuatan bahan. Penjelasan mengenai hal ini akan dipelajari kemudian
dalam mekanika bahan.
Apabila suatu benda yang mempunyai massa M, maka momen inersianya adalah:
(96) 𝐼 = ∫ 𝑟 E 𝑑𝑀
!
(100) 𝑟 = D(
(101) 𝐼 = 𝐼± + 𝑀𝑑E
Contoh Soal 58
Tentukan momen inersia (Iy) batang langsing di bawah ini dengan panjang L dan massa m.
Jawab:
- 113 -
Gambar 146: Contoh Soal 58.
Penyelesaian untuk mencari momen inersia batang ini menggunakan teknik integrasi seperti formula di
)
atas. Kita ambil bagian kecil batang sebesar dx, sehingga differensial massa adalah: 𝑑𝑚 = Å
𝑑𝑥. Nilai
momen inersia seperti formula (96) untuk satu dimensi arah x saja adalah:
Å
Å ) ) 9ý a
𝐼< = ∫ 𝑥 E 𝑑𝑚 = ∫_ 𝑥 E 𝑑𝑥 = Ý Þ = 𝑚𝐿E .
Å Å ] _ ]
Contoh Soal 59
Tentukan momen inersia terhadap sumbu-z untuk balok berikut ini.
Jawab:
Penyelesaian menggunakan teknik yang sama seperti contoh soal sebelumnya. Kita ambil bagian kecil
balok sebesar dx dan apabila rapat massa adalah r, maka differensial massa adalah: 𝑑𝑚 = 𝜌𝑏𝑐 𝑑𝑥.
a
Nilai momen inersia untuk pelat tipis setebal dx ini terhadap sumbu-z adalah 𝑑𝐼F = 𝑏E 𝑑𝑚.
aE
- 114 -
a
Jika total massa adalah 𝑚 = 𝜌𝑎𝑏𝑐, maka 𝐼F = 𝑚(4𝑎E + 𝑏E ).
aE
Penggunaan lebih lanjut mengenai momen inersia akan dijelaskan dalam dinamika struktur.
- 115 -
BAB 8 TEGANGAN DAN REGANGAN
41. PENGANTAR
Setelah kita mengupas mengenai statika pada bab-bab sebelumnya, kali ini kita melanjutkan topik
mengenai mekanika bahan. Mekanika bahan merupakan cabang ilmu mekanika yang mempelajari
tegangan dan regangan pada suatu benda akibat adanya beban luar atau pengaruh lainnya.
Suatu benda atau struktur, setelah diberikan gaya luar (atau dapat pula berat mati benda tersebut) akan
memberikan efek terhadap benda atau struktur tersebut, berupa gaya-gaya dalam dan deformasi. Gaya-
gaya dalam merupakan gaya resultante dari tegangan. Tegangan pada suatu benda dapat bervariasi,
tergantung pola pembebanan dan bentuk benda tersebut.
Perlu diketahui pula, terdapat beberapa istilah yang harus dipahami seperti perubahan bentuk
(deformation), perpindahan titik (displacement) dan defleksi (deflection). Deformasi berarti perubahan
bentuk elemen struktur akibat adanya pengaruh luar seperti beban. Perubahan bentuk itu dapat berupa
perpanjangan, perpendekan, menekuk ataupun dapat terjadi perubahan volume. Regangan merupakan
suatu ukuran terhadap deformasi yang terjadi. Jadi geometrik dari deformasi yang diberikan melalui
persamaan kinematik, menghubungkan perpindahan titik dengan regangan.
Perpindahan berarti perpindahan suatu titik (node) dalam idealisasi elemen struktur, perpindahan dapat
berupa perpindahan translasi atau perpindahan rotasi. Perpindahan titik belum tentu mengakibatkan
adanya deformasi. Sedangkan defleksi merupakan perubahan bentuk struktur akibat pengaruh gaya
lentur, seperti bengkokan pada batang yang menerima gaya lentur.
Desain struktur haruslah dapat diterima dalam hal tiga kriteria mekanika yaitu kekuatan (struktur harus
kuat menahan beban luar tanpa adanya patah atau hancur), kekakuan (struktur yang menerima beban
luar tidak memiliki defleksi atau deformasi yang berlebihan, yang mengganggu kenyaman pengguna
bangunan), dan stabilitas.
- 116 -
F
Gaya dalam normal yang bekerja pada penampang, didistribusikan di seluruh penampang (diasumsikan
pada penampang ini yang merupakan bidang segiempat, sehingga distribusi dianggap seragam), atau
dalam formulasi menjadi:
y
(102) 𝜎ï—6—pï—6— = ‹
Formulasi di atas merupakan salah satu jenis tegangan, yaitu tegangan akibat gaya dalam normal.
Tegangan normal bekerja tegak lurus pada penampang. Tegangan normal dapat terjadi akibat adanya
gaya-gaya dalam normal dan lentur. Formula tegangan normal di atas berlaku jika tegangan bekerja
terdistribusi merata di sepanjang penampang. Kondisi ini dapat terjadi apabila gaya dalam normal
bekerja tepat pada titik pusat penampang. Sedangkan tegangan normal pada titik tertentu pada
penampang seperti yang diberikan pada gambar berikut ini:
∆y
(103) 𝜎 = lim
∆‹→_ ∆‹
Jenis tegangan lainnya adalah tegangan geser. Tegangan geser bekerja sejajar pada penampang.
Tegangan geser dapat terjadi akibat adanya gaya-gaya dalam lintang atau geser dan torsi.
- 117 -
Gambar 150: Tegangan Geser.
Pernyataan umum untuk keseluruhan tegangan, baik tegangan normal maupun tegangan geser yang
terjadi di suatu titik pada benda ruang (tiga dimensi) dalam koordinat kartesius adalah seperti dalam
gambar di bawah ini. Perhatikan bahwa baik notasi maupun arah tegangan, diingat dengan baik karena
konsep tegangan pada titik inilah yang sangat berguna dalam analisis kekuatan bahan.
Satu hal menarik pada kasus tegangan geser murni (pure shear), yaitu hanya terjadi tegangan geser
saja, dalam kesetimbangan tegangan geser akan bernilai sama tetapi berbeda tanda saja untuk tegangan
geser yang terjadi pada bidang yang saling tegak lurus. Dalam gambar dinyatakan bahwa 𝜏9< = 𝜏<9 ,
- 118 -
𝜏9F = 𝜏F9 , dan 𝜏<F = 𝜏F< . Kesetimbangan geser ini dikenal sebagai complementary of shear, dan
berlaku untuk perilaku geser pada umumnya.
Karena tegangan merupakan pembagian gaya dalam dengan luasan penampang, maka satuan dalam
tegangan umumnya dalam N/m2, tetapi adapula yang menggunakan satuan megapascal, yaitu MPa
(N/mm2).
Contoh Soal 60
Lampu seberat 80 kg digantung pada kedua batang seperti gambar di bawah ini. Batang AB memiliki
diameter 10 mm dan batang BC memiliki diameter 8 mm. Hitung tegangan pada tiap batang.
Jawab:
Dari kesetimbangan gaya-gaya di titik C (seperti yang kita pelajari di statika) maka:
h
∑ 𝐹9 = 0; 𝐹Œ¾ − 𝐹Œ‹ cos 60_ = 0;
c
]
∑ 𝐹< = 0; 𝐹Œ¾ + 𝐹Œ‹ sin 60_ − 748.8 = 0;
c
- 119 -
Maka didapatkan: 𝐹Œ¾ = 395.2 N dan : 𝐹Œ‹ = 632.4 N; kedua batang mengalami gaya tarik.
y b]E.h
𝜎Œ‹ = ‹Âà = í(_.__c)+ = 8.05 Mpa.
ÂÃ
Contoh Soal 61
Perhatikan struktur di bawah ini. Pin pada titik A memiliki diameter 20 mm dan pin pada titik B
memiliki diameter 30 mm. Hitung tegangan geser yang terjadi pada kedua pin tersebut.
Jawab:
Gambarkan terlebih dahulu free-body diagramnya agar mempermudah perhitungan, dan lakukan
analisis kesetimbangan.
h
∑ 𝑀‹ = 0; 𝐹Œ (6) − (30)(2) = 0; 𝐹Œ = 12.5 kN;
c
]
∑ 𝐹9 = 0; (12.5) − 𝐴9 = 0; 𝐴9 = 7.5 kN;
c
h
∑ 𝐹< = 0; 𝐴< + (12.5) − 30 = 0; 𝐴< = 20 kN;
c
- 120 -
Gambar 155: Double Shear Pada Titik A.
Sedangkan pada pin B hanya terdapat satu bidang geser, maka gaya-gaya yang terjadi pada pin adalah:
yÃ
𝑉‹ = E
= 10.68 kN; 𝑉Œ = 𝐹Œ = 12.5 kN;
- (a_.bz)Ja_ý K
𝜏‹ = ‹Ã = Jí = 34 Mpa;
à ¤hK(_._E) +
- (aE.c)Ja_ý K
𝜏Œ = ‹Â = Jí = 17.7 Mpa.
 ¤hK(_._])+
Tipe lain dari tegangan (yang sebenarnya termasuk tegangan normal), yaitu tegangan tumpu (bearing
stress). Tegangan tumpu merupakan tegangan tekan normal pada bidang kontak antara dua benda,
dengan besaran:
y
(106) 𝜎ï—6—pï—6— = ‹
0
Contoh Soal 62
Pipa silinder yang menerima tekanan 11 kN, dengan diameter luar 6.5 cm dan tebal dinding pipa sebesar
0.25 cm. Berapa tegangan tumpu antara pipa dan plat baja ?
- 121 -
11 kN
dia=6.5cm
Jawab:
í í
Luas pipa 𝐴 = h (𝐷E − 𝑑E ) = h (6.5E − 6E ) = 4.909 cm2.
y aa
Tegangan tumpu 𝜎 = ‹ = h.^_^ = 2.24 kN/cm2.
0
Selain jenis tegangan geser seperti diuraikan di atas, terdapat istilah lain yaitu puching shear. Contoh
jelas mengenai puching shear, seperti contoh soal di bawah ini.
Contoh Soal 63
Suatu pukulan (puch) untuk membuat lubang pada pelat baja seperti gambar di bawah ini. Gaya pukulan
(punching) sebesar 32 kN, untuk membuat lubang dengan diameter luar 0.75 cm dan tebal sebesar 0.25
cm. Berapa tegangan geser yang terjadi akibat pukulan tersebut ?
32 kN
f=0.75 cm
t=0.25 cm
- 122 -
Jawab:
Dalam mengukur perubahan bentuk dan ukuran dari suatu benda akibat beban, dikenal dengan istilah
regangan (strain). Seperti halnya tegangan, regangan juga terdapat dua macam yaitu regangan normal
dan regangan geser.
Regangan normal didefinisikan sebagai perubahan panjang (elongasi) per unit panjang, atau panjang
akhir dikurangi panjang awal dibagi panjang awal:
Ɓ
(107) 𝜖ï—6—pï—6— = Å
Jika regangan normal bernilai positif, maka dikatakan bahwa benda tersebut berelongasi (bertambah
panjang), dan jika regangan normal bernilai negatif maka dikatakan benda tersebut memendek.
Å5 pÅ ∆Å
(108) 𝜖 = lim = lim
Œ→‹ Å Œ→‹ Å
Karena regangan merupakan pembagian besaran panjang dengan panjang juga, maka satuan dalam
tegangan umumnya dalam m/m atau mm/mm atau juga umumnya tidak memiliki satuan unit atau tak
berdimensi. Terkadang pula regangan dinyatakan sebagai prosentasi sebagai perbandingan selisih
panjang dengan panjang awal.
Deformasi tidak hanya dapat membuat suatu benda menjadi memanjang atau memendek saja, tapi dapat
juga merubah bentuk secara radial. Misalkan suatu benda, dengan adanya dua segmen garis yang saling
tegak lurus, kemudian dibebani, sehingga kedua segmen garis tadi tidak lagi saling tegak lurus tetapi
berubah dengan sudut tertentu, maka dikatakan benda tersebut terjadi regangan geser.
Jika deformasi geser yang terjadi tidak seragam, maka regangan geser pada suatu titik tertentu adalah:
∆6\ í
(110) 𝛾9< (0) = lim = E − lim 𝜃′
∆Å→_ ∆Å Œ→‹
- 123 -
Gambar 159: Regangan Geser.
í í
Jika 𝜃 ± < E
maka regangan geser bernilai positif, jika 𝜃 ± > E
maka regangan geser bernilai negatif.
Satuan unit untuk regangan geser adalah radian.
Jika kita definiskan dalam koordinat kartesian (di mana contoh bentuk adalah sebuah kubus) maka
deformasi yang terjadi keseluruhan (baik terjadi regangan normal maupun regangan geser) seperti
gambar berikut:
Dapat diambil kesimpulan bahwa, regangan normal menyebabkan benda berubah dalam volume,
sedangkan regangan geser menyebabkan benda berubah dalam bentuknya (volume tetap).
Umumnya dalam praktik rekayasa struktur, deformasi yang diperkenankan adalah small deformations
atau small displacement, sehingga analisis yang sering dipergunakan adalah small strain analysis, di
mana akhirnya perhitungan dalam analisis menyatakan bahwa sin 𝜃 = 𝜃, cos 𝜃 = 1, dan tan 𝜃 = 𝜃
karena 𝜃 sangat kecil.
Contoh Soal 64
Batang di bawah ini, bertambah panjang akibat perubahan temperatur sepanjang sumbu-nya dengan
fungsi 𝜖F = 40(10p] )𝑧a/E di mana z dalam meter. Tentukan perpindahan di titik B dan berapa
regangan normalnya.
- 124 -
Gambar 161: Contoh Soal 64.
Jawab:
𝑑𝑧 ± = 𝑑𝑧 + 𝜖F 𝑑𝑧 = (1 + 𝜖F )𝑑𝑧;
Contoh Soal 65
Akibat pengaruh beban, pelat di bawah ini mengalami deformasi menjadi bentuk seperti yang tergambar
dalam garis putus-putus. Ditanyakan berapa regangan normal sisi AB dan regangan geser pelat terhadap
sumbu x dan y.
Jawab:
- 125 -
Gambar 162: Contoh Soal 65.
(111) 𝜎 =𝐸∙𝜖
di mana E adalah konstanta material yang dikenal sebagai Modulus Young atau Modulus Elastisitas.
Hal serupa juga berlaku untuk tegangan-regangan geser pada daerah elastis, yaitu:
(112) 𝜏 = 𝐺∙𝛾
di mana G adalah Modulus Geser. Nilai G didapat dari hubungan elastis, yaitu:
´
(113) 𝐺=
E(aÙ;)
di mana 𝜈 adalah nilai Poisson rasio, yaitu perbandingan antara regangan lateral dengan regangan
aksial:
=>ã?@Aã>
(114) 𝜈 = −=
>BöCú?DEúBöã>
Selain istilah modulus elastisitas dan modulus geser, adapula istilah lain dalam mekanika bahan, yaitu
modulus resilien (modulus resilience). Modulus ini menyatakan kepadatan energi regangan pada suatu
bahan sampai batas tegangan proporsionalnya (istilah ini akan dibahas lebih lanjut pada analisis
regangan), atau dalam formula:
- 126 -
+
a FG>
(115) 𝑢ï = E ´
Dalam istilah secara fisika, modulus resilien adalah kemampuan material dalam menyerap energi tanpa
menyebabkan material tersebut menjadi rusak.
Beberapa asumsi yang digunakan dalam analisis mekanika bahan adalah bahwa material dianggap
kontinum (lebih jelasnya akan dipelajari dalam mekanika kontinum) atau distribusi yang seragam tanpa
adanya celah sedikitpun. Material juga harus bersifat kohesif yang berarti pada seluruh benda tidak
adanya patahan ataupun retak.
Suatu benda atau struktur, disebut elemen yang prismatik apabila di penampangnya seragam di seluruh
panjangnya. Benda dikatakan homogen apabila memiliki properti fisik dan mekanik yang sama di
seluruh volume benda tersebut. Material dikatakan isotropik apabila memiliki properti fisik dan
mekanik yang sama di seluruh arah sumbu-x, sumbu-y dan sumbu-z. Jika berlainan, dikatakan material
anisotropik, sebagai contoh adalah material kayu.
Material dikatakan daktail apabila material tersebut memiliki kemampuan untuk meregang lebih besar
sebelum mengalami putus. Jenis material ini sangat bermanfaat karena akan memberikan peringatan
dini sebelum putus. Jenis material daktail seperti baja, alumunium, polimer dan sebagainya. Material
dikatakan getas (brittle) apabila material hanya memiliki sedikit deformasi sebelum benar-benar putus
atau hancur. Deformasi atau regangan yang terjadi tidak sampai melebihi 5%. Jenis material getas
seperti beton, kayu, keramik, ataupun baja mutu tinggi.
Cara mengukur atau mendapatkan besaran-besaran dari properti material adalah dengan melakukan uji
bahan di laboratorium. Uji yang umum dilakukan adalah uji tekan ataupun uji tarik. Alat yang dilakukan
untuk melakukan uji ini biasa dinamakan UTM (Universal Testing Machine). Keluaran dari hasil uji
ini adalah besaran tegangan dan regangan dan kemudian dibuatkan diagram, yang umum disebut
diagram tegangan-regangan.
Untuk setiap jenis bahan, tentunya memiliki diagram tegangan-regangan yang berbeda-beda. Bentuk
umum serta istilah yang dipergunakan dalam diagram (sebagai contoh adalah material baja), diuraikan
sebagai berikut.
Material yang diberikan gaya luar, pada umumnya akan menghasilkan tegangan, dan regangan yang
berbanding lurus. Apabila gaya luar tersebut dilepaskan, maka perpindahan atau deformasi akan
kembali ke posisi semula. Material ini dikatakan sebagai material yang elastis. Pada umumnya kurva
tegangan regangan untuk sebagian besar material adalah kurva elastis, yaitu tegangan berbanding lurus
dengan regangan. Contoh pada gambar di bawah ini merupakan diagram tegangan-regangan dari uji
tarik material baja.
- 127 -
Gambar 163: Diagram Tegangan-regangan7.
Sebagian besar, permasalahan struktur merupakan permasalahan di daerah elastis, sehingga penurunan
formula dari tegangan dan regangan dikhususkan pada daerah elastis (topik ini khusus dikupas dalam
teori elastisitas).
Pada daerah elastis linear (perbandingan antara nilai tegangan dengan regangan secara proporsional
atau linear) akan mencapai titik proporsional (titik A), yaitu 𝜎ØH . Kemudian daerah elastis akan
mencapai daerah limitnya pada titik B (daerah antara titik A dengan titik A, tegangan tidak lagi
proporsional dengan regangan). Setelah melampaui titik A, walaupun material masih elastis tetapi tidak
kembali lagi pada titik O semula apabila beban dihilangkan. Ini akan menimbulkan regangan sisa
(residual strain) pada material. Kemudian material akan mencapai puncak pada suatu titik yang
dinamakan titik leleh atas (upper yield point), yang kemudian dilanjutkan ke titik leleh bawah (lower
yield point). Dari titik proporsional hingga titik leleh, tidak linear lagi tetapi membentuk suatu kurva.
Terkadang titik leleh ini sulit ditentukan, sehingga dalam praktek seringkali titik leleh ditentukan
dengan memberikan garis offset (sejajar dengan garis linear elastis) sebesar 2%, hingga memotong
kurva dalam diagram tegangan dan regangan.
Setelah titik leleh terlampaui, ternyata material baja mengalami keadaaan yang dinamakan daerah
plastis, yaitu keadaan di mana material akan bertambah regangannya walaupun beban tidak bertambah
(titik C).
Kemudian material kembali akan naik tegangannya seiring dengan penambahan regangan (strain
hardening) hingga titik ultimate titik D. Pada titik inilah nilai tegangan tertinggi yang dimiliki oleh
material.
7
Gere, James. 2004. Mechanics of Materials, 6th ed.
- 128 -
Setelah mencapai titik puncak ini, material akan mengalami suatu keadaan necking, yaitu keadaaan di
mana penampang material tersebut akan berkurang dan kemudian hingga putus (titik failure) di titik
E.
Jika keadaan aktual penampang digunakan sebagai dasar perhitungan pembuatan diagram, maka kurva
dalam diagram perlu dikoreksi, menjadi diagram tegangan-regangan aktual, tetapi umumnya dalam
praktek hanya sering digunakan sampai pada kondisi leleh saja, maka diagram tegangan-regangan
elastis cukup dapat digunakan.
Pada diagram tegangan-regangan pada uji tekan, seperti beton, menghasilkan diagram yang berbeda.
Benda uji yang mengalami tekan, mengalami perubahan bentuk menjadi bulk, yaitu mengembang pada
bagian badan, sebelum benda uji tersebut mengalami kehancuran (failure). Umumnya, regangan puncak
yang dialami oleh material beton di kisaran 0.003. Variasi nilai diagram tegangan-regangan beton dapat
dipelajari dalam buku yang membahas mengenai beton.
Jadi, kesimpulan dari pembahasan di atas, bahwa diagram tegangan-regangan untuk tiap benda dapat
berbeda untuk tiap jenis material, dan juga uji yang dilakukan, apakah uji tekan ataupun uji tarik.
Pemahaman mengenai diagram tegangan-regangan ini harus dipahami dengan baik, agar kita benar-
benar mengetahui batasan kekuatan dari material.
Diagram tegangan-regangan dari suatu material dipengaruhi oleh riwayat regangan yang terjadi,
terutama pada kasus beban diberikan, kemudian dilepaskan dan kemudian diberikan kembali. Pada
daerah plastis, dapat terjadi strain hardening jika beban berulang antara diberikan dan dilepaskan.
Bentuk diagram akan berbeda, akibat adanya regangan sisa yang terdapat pada material, seperti gambar
di bawah ini.
Dari gambar terlihat terjadinya regangan sisa, saat beban dilepas dan diberikan kembali. Pertambahan
kekuatan material akibat beban yang dilepas dan diberikan kembali ini dinamakan strain hardening.
8
Gere, James. 2004. Mechanics of Materials, 6th ed.
- 129 -
Dalam gambar juga terlihat adanya loop-loop yang terbentuk yang mengindikasikan kehilangan energi
regangan. Kehilangan energi regangan ini berubah menjadi bentuk suhu panas yang dihasilkan oleh
friksi internal. Kehilangan energi ini dikenal dengan histerisis mekanik dan loop-loop yang terjadi
dikenal sebagai loop histerisis. Kenaikan kekuatan yang dihasilkan dari work hardening ini berdampak
pada penurunan daktilitas material tersebut.
Selain strain hardening, material juga dapat mengalami rangkak (creep) akibat pembebanan jangka
panjang. Rangkak akan makin cepat terjadi, apabila material dipengaruhi oleh temperatur yang ekstrim,
seperti di atas suhu 316oC.
Selain itu, material juga dapat mengalami lelah (fatique) akibat beban berulang dengan jangka waktu
yang lama, seperti pembebanan lalu lintas pada jembatan. Fatique terjadi dimulai dari retak kecil
(crack) yang terjadi pada material. Retak kecil ini akan semakin besar seiring dengan pembebanan yang
terjadi, sehingga dapat membuat material menjadi putus (failure).
Permasalahan strain hardening, rangkak dan fatique ini, merupakan pembahasan khusus, yang dapat
dibaca pada buku-buku lanjutan tentang mekanika bahan.
Contoh Soal 66
Sebuah pipa dengan diameter luar 60 mm dan diameter dalam 50 mm, memiliki panjang L = 400 mm.
Pipa diberi gaya tekan P dan dipasangan alat strain gage pada bagian luar untuk mengukur regangan
normalnya. (a) jika regangan normal yang diukur sebesar e = 550(10-6), berapa perpanjangan pipa ? (b)
jika tegangan tekan pipa adalah 40 Mpa, berapa gaya P?
Jawab:
Contoh Soal 67
Sebuah spesimen ukur UTM, menghasilkan data seperti tabel di bawah ini.
- 130 -
Plot grafik tegangan dan regangan, tentukan titik proportional limitnya, modulus elastisitasnya, dan titik
lelehnya dengan melakukan offset 0.2%. Apakah spesimen material tersebut daktail atau getas ?
Jawab:
Data tabel kita plot grafik menggunakan lembar kerja excel seperti gambar di bawah ini:
Tegangan vs Regangan
70.0
60.0
50.0
40.0
30.0
20.0
10.0
0.0
0.0000 0.0100 0.0200 0.0300 0.0400 0.0500
Dari grafik, titik di mana kurva linear menjadi kurva parabolik yaitu titik proportional limit, yaitu sPL
= 47 Mpa. Kemiringan garis linear merupakan modulus elastisitas E = 2.4 Gpa. Titik leleh kita dapatkan
dengan melakukan offset garis kemiringan linear sebesar 0.2%, kemudian perpotongan dengan kurva
yaitu pada titik leleh sY = 53 Mpa.
Spesimen material ini merupakan material getas karena tidak memiliki daerah plastis, artinya setelah
melampaui titik leleh, material langsung menuju titik putus.
- 131 -
BAB 9 ELEMEN AKSIAL
Elemen aksial yang diberikan beban, mengalami elongasi sebesar panjang akhir dikurangi panjang awal
= ∆𝐿, atau sering juga disimbolkan sebagai 𝛿. Jika material bersifat linear elastik, hubungan antara
beban dengan elongasinya akan proporsional, seperti:
(116) 𝑃 = 𝑘𝛿 atau 𝛿 = 𝑓𝑃
Konstanta k disebut konstanta kekakuan (stiffness) dari elemen struktur dan didefinisikan sebagai gaya
yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit elongasi. Konstanta f disebut konstanta fleksibilitas dari
elemen struktur dan didefinisikan sebagai elongasi yang dihasilkan per satu unit gaya. Hubungan dari
kedua konstanta ini adalah:
a a
(117) 𝑘 = atau 𝑓 =
I “
Jika suatu elemen struktur merupakan bahan yang prismatik (seluruh penampang elemen tetap) dan
v 6
linear elastik di mana 𝜎 = ‹, dan dari hubungan tegangan (𝜎 = 𝐸𝜖) dan regangan (𝜖 = Å ) mengikuti
hukum Hooke, maka pertambahan panjang yang terjadi pada elemen adalah:
vÅ
(118) 𝛿 = ´‹
Perkalian EA dikenal sebagai kekakuan aksial (axial rigidity) dari elemen. Jika kita hubungkan
persamaan di atas dengan konstanta k dan f maka:
´‹ Å
(119) 𝑘= atau 𝑓 =
Å ´‹
Contoh Soal 68
Struktur portal di bawah ini dengan luas penampang kolom A = 8500 mm2, L = 725 mm, E = 205 GPa.
Jika perpindahan di titik C dibatasi 0.75 mm, berapa gaya yang mungkin terjadi ? Dan berapa
- 132 -
tegangannya? Jika gaya P = 1200 kN dan perpindahan di titik C = 0.75 mm, berapa luas penampang
kolom yang dibutuhkan ?
A C
B
L/3 2L/3
P
L
Jawab:
Diagram benda bebas (free-body diagram) pada struktur portal ini adalah:
MA A B C
Ax
FBD P
Karena batang ABC adalah rigid, dan perletakan di A tidak mengijinkan adanya terjadi rotasi, maka
perpindahan balok seperti:
A B C
δC
δB
- 133 -
Dari diagram benda bebas diketahui persamaan kesetimbangan arah vertikal FBD = P, perpindahan
dibatasi 𝛿Œ = 𝛿¾ = 0.75 mm, gaya yang terjadi adalah:
´‹ (E_c)(zc__)
𝑃 = 𝐹Œ¸ = 𝛿¾ = (0.75) = 1803 kN;
Å `Ec
Jika gaya ditentukan 1200 kN, maka luas penampang yang dibutuhkan adalah:
yÂÀ Å (aE__)(`c)
𝐴Œ¸ = ´6Â
= (E_c)(_.`c) = 5659 mm2.
Contoh Soal 69
Struktur portal di bawah ini dengan luas penampang kolom A = 8500 mm2, L = 725 mm, E = 205 GPa.
Jika perpindahan di titik C dibatasi 0.75 mm, berapa gaya yang mungkin terjadi ? Dan berapa
tegangannya? Jika gaya P = 1200 kN dan perpindahan di titik C = 0.75 mm, berapa luas penampang
kolom yang dibutuhkan ? Dan berapa tegangannya?
A C
Jawab:
Diagram benda bebas (free-body diagram) pada struktur portal ini adalah:
A B C
Ax
PL/3
Ay FB
Karena batang ABC adalah rigid, dan perletakan di A adalah sendi, maka perpindahan balok seperti:
- 134 -
A B C
δB
δC
Dari diagram benda bebas diketahui persamaan kesetimbangan momen di titik A = 0 maka:
Å vÅ
∑ 𝑀‹ = 0; 𝐹Œ¸ q r − = 0; FBD = 2P/3,
E ]
Perpindahan di titik B:
](_.]`c)(´‹) ](_.]`c)(E_c)(zc__)
𝑃= = = 1351.9 N;
EÅ E(`Ec)
vÅ (a]ca.^)(`Ec)
]
= ]
= 326.718 kN-mm;
Jika gaya ditentukan P = 1200 kN, maka luas penampang yang dibutuhkan adalah:
yÂÀ Å (E/])(aE__)(`Ec)
𝐴Œ¸ = ´6Â
= (E_c)(_.]`c)
= 7545 mm2.
Penyelesaian untuk gaya yang bekerja berbeda-beda sepanjang bentangnya, kita dapat membagi
bentang menjadi segmen-segmen tertentu yang sesuai dengan penampang yang seragam. Kemudian
kita dapat membuat diagram gaya aksial yang terjadi di tiap segmen. Deformasi dapat ditentukan dari
persamaan (118) untuk tiap segmen.
- 135 -
Gambar 171: Analisis Untuk Gaya yang Berbeda9.
¿+ Å+
Segmen 2 à 𝛿E = ´‹
di mana N2 = PC + PD;
¿é Åé
Segmen 1 à 𝛿a = di mana N1 = PB + PC + PD;
´‹
Penyelesaian untuk penampang yang berbeda-beda tiap segmen sepanjang bentangnya, kita gunakan
penjumlahan dalam penyelesaiannya, yaitu:
¿(&)Å(&)
(120) 𝛿 = ∑ó&Ja ´(&)‹(&)
Penyelesaian untuk penampang yang beragam di sepanjang bentangnya, seperti kerucut, dapat juga kita
gunakan integrasi dalam penyelesaiannya, seperti:
Å Å ¿(9)49
(121) 𝛿 = ∫_ 𝑑𝛿 = ∫_ ´‹(9)
9
Gere, James. 2004. Mechanics of Materials, 6th ed.
- 136 -
Penyelesaian analisis struktur statis tak tentu tidaklah cukup dengan persamaan kesetimbangan yang
ada. Diperlukan persamaan-persamaan lain untuk dapat mengetahui variabel yang tidak diketahui.
Solusi umum untuk struktur statis tak tentu dapat dibuat dengan lima tahapan berikut:
Perhatikan contoh soal di bawah ini untuk penjelasan tahapan penyelesaian struktur statis tak tentu.
Contoh Soal 70
Sebuah balok kaku ABC yang digantung oleh tiga batang aksial seperti pada gambar di bawah ini.
Batang aksial yang menguhubungkan titik A dan C adalah batang alumunium dengan E = 70 GPa dan
A = 550 mm2. Batang aksial tengah yang menghubungkan titik B adalah batang baja E = 200 GPa dan
A = 900 mm2. Seluruh batang aksial terhubung dengan pin sederhana. Gaya pada batang yang bekerja
220 kN, tentukan tegangan normal pada batang baja dan alumunium, dan deformasi dari balok kaku
ABC tersebut.
Jawab:
- 137 -
Gambar 173: Diagram Gaya Contoh Soal 70.
Langkah 2: dari geometri perpindahan, batang aksial 1 dan 3 memiliki properti yang sama sehingga
𝑣‹ = 𝑣¾ = 𝛿a dan 𝑣Œ = 𝛿E;
y Å y Å
Langkah 3: dari formula perpindahan didapatkan 𝛿a = ‹é ´é dan 𝛿E = ‹+ ´+ ;
é é + +
Langkah 4: persamaan kompabilitas didapat dengan melihat bahwa balok kaku ABC akan memiliki
yé Åé y+ Å+
deformasi yang seragam tentunya (karena kaku), 𝑣‹ = 𝑣Œ = 𝑣¾ oleh karena itu = ;
‹é ´é ‹+ ´+
yÅ
Deformasi yang terjadi 𝛿a = ‹é ´é = 1.712 mm, sama di seluruh balok kaku.
é é
- 138 -
Gambar 174: Uraian Tegangan Pada Penampang Miring.
Suatu batang AB yang menerima gaya aksial tarik P, kemudian kita perhatikan bagian potongan
penampang miring p-q. Gaya dalam aksial pada potongan penampang miring p-q, dapat kita uraikan
menjadi gaya 𝑁 = 𝑃 cos 𝜃 dan gaya 𝑉 = 𝑃 sin 𝜃. Penampang miring memiliki luasan sebesar 𝐴a =
‹
ÎÏs á
. Sehingga pada sisi miring, tegangan yang terjadi adalah:
Gambar 175: Tegangan Normal dan Tegangan Geser Pada Penampang Miring.
¿ v
(122) 𝜎á = ‹ = ‹ cosE 𝜃
é
- v
(123) 𝜏á = − ‹ = − ‹ sin 𝜃 cos 𝜃
é
F\
(125) 𝜏á = −𝜎9 sin 𝜃 cos 𝜃 = − (sin 2𝜃 )
E
Jika kita plotkan nilai-nilai dari fungsi trigonometri di atas, seperti pada gambar di bawah.
- 139 -
Gambar 176: Nilai Tegangan Pada Penampang Miring.
Kita ketahui bahwa tegangan normal maksimum terjadi pada penampang tidak miring (sudut nol
derajat), dan tegangan geser maksimum terjadi pada sudut 45o dengan nilai:
F\
(126) 𝜎)—9 = 𝜎9 dan 𝜏)—9 =
E
Sehingga dapat digambar pada batang AB, tegangan normal dan tegangan geser yang terjadi baik pada
penampang biasa (A) maupun penampang miring (B).
Jika batang mengalami gaya tekan, penyelesaian tegangan normal maupun tegangan gesernya berlaku
seperti pada uraian di atas.
Contoh Soal 71
Sebuah batang dengan panjang L = 0.5 m, dan memiliki luas penampang A = 1200 mm2, menerima
gaya aksial tekan P = 90 kN. Tentukan tegangan yang terjadi pada potongan penampang miring dengan
sudut 25o, dan gambarkan diagram tegangannya.
- 140 -
Gambar 178: Contoh Soal 71.
Jawab:
karena penampang mengalami aksial tekan, maka tegangan yang terjadi searah dengan sumbu-x adalah:
v ^_
𝜎 = − ‹ = − aE__ = −75 Mpa;
Pada sisi lainnya (sudut 𝜃+900=1150) tegangan normal dan tegangan geser adalah:
Lakukan perhitungan pada sisi lainnya yaitu sudut 𝜃+1800=2050 dan sudut 𝜃-900=-650.
- 141 -
48. PENGARUH SUHU PADA ELEMEN AKSIAL
Tegangan dan regangan yang terjadi pada suatu elemen struktur bukan hanya saja disebabkan oleh
pembebanan luar, tapi bisa diakibatkan oleh adanya perbedaan suhu, cacat produsi pabrik-imperfections
(misfit) dan prategang atau praregangan.
Pada struktur statis tentu, deformasi akibat perbedaan suhu atau misfit atau prestrains yang kecil,
umumnya tidak menimbulkan tegangan, tetapi lain halnya dengan struktur statis tak tentu. Regangan
yang dihasilkan pada elemen aksial akibat adanya beda temperatur adalah sebesar:
(127) 𝜖 Ç = 𝛼∆𝑇
di mana 𝛼 adalah koefisien ekspansi suhu dan ∆𝑇 adalah perbedaan suhu yang terjadi. Deformasi yang
terjadi sepanjang bentang:
(128) 𝛿Ç = 𝜖 Ç 𝐿 = 𝛼∆𝑇𝐿
Hubungan gaya-deformasi akibat temperatur yang terjadi pada batang aksial menjadi:
yÅ
(129) 𝛿 = ‹´ + 𝛼∆𝑇𝐿
Contoh Soal 72
Sebuah batang dengan panjang L = 2 meter dengan suhu awal 10oC. Jika batang tersebut bertambah
suhu-nya menjadi 80oC, tentukan deformasi dan tegangan yang terjadi (E = 1011 N/m2 dan 𝛼 =
0.000012).
Jawab:
- 142 -
Gambar 181:Batang Yang Menerima Gaya Aksial10.
Sedangkan tegangan yang terjadi di dekat beban atau di dekat lubang ataupun notch, sering dikatakan
mengalami adanya konsentrasi tegangan. Faktor konsentrasi tegangan dinyatakan sebagai nilai K:
F
(130) 𝐾 = Fâã\
öBâ
di mana 𝜎)—9 adalah tegangan maksimum di dekat beban atau lubang, sedangkan 𝜎óî) merupakan
tegangan nominal.
Permasalahan konsentrasi tegangan sangat penting diperhatikan, karena pada kondisi fatik akan
memungkinkan elemen mengalami retak dan tentunya akan berakibat kegagalan struktur. Untuk
mengatasi permasalahan konsentrasi tegangan ini, biasanya ditambahkan fillet pada sudut-sudutnya.
10
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed., hal 84.
11
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed., hal 84.
- 143 -
Gambar 183: Tegangan di sekitar Lubang atau Notch12.
Perhitungan analisis tegangan yang lebih akurat di tiap titik pada elemen struktur, dikupas dalam teori
elastisitas. Begitu pula dalam hal konsentrasi tegangan, penyelesaian eksak dapat dihasilkan dari
persamaan-persamaan dalam teori elastisitas yang akan dipelajari nanti.
12
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed., hal 130.
- 144 -
BAB 10 ELEMEN LENTUR
Pada gambar di atas, akibat pembebanan momen saja hanya terjadi gaya dalam lentur. Kasus ini
dinamakan balok pada kondisi lentur murni.
Pada gambar berikut di atas, akibat pembebanan P sejarak a dari tumpuan, menghasilkan gaya dalam
geser dan gaya dalam lentur. Pada sisi sebelah kiri dan kanan sejarak a, terjadi gaya dalam geser dan
- 145 -
lentur, sedangkan bagian tengah hanya terjadi momen lentur saja. Jadi dapat kita tetapkan bahwa lentur
murni yang dimaksudkan adalah bahwa elemen hanya mengalami gaya dalam momen saja, tanpa ada
kombinasi dengan gaya dalam geser/lintangnya.
Apabila nilai momen pada kasus lentur murni bervariasi (tidak bernilai konstan/tetap seperti gambar di
atas), maka kasus tersebut dinamakan bahwa elemen mengalami lentur tak seragam (nonuniform
bending)
Kita perhatikan terlebih dahulu, masalah balok dengan kondisi lentur murni. Dengan arah momen
seperti dalam gambar, balok akan menekuk ke atas membentuk kurva dengan radius tertentu. Defleksi
yang terjadi hingga membentuk kurva ini terkait dengan kurvatur dari defleksi balok.
Jika kita katakan radius kurvatur adalah ρ (rho) dan kurvatur (derajat kelengkungan) adalah κ (kappa)
maka:
a
(131) 𝜅=
M
Jika kita lihat pada segmen bagian kecil sejarak dx, maka kurvatur adalah:
a 4á
(132) 𝜅=M= 4’
Defleksi pada balok umumnya sangat kecil, yang dapat diartikan sangat rata (teori small deformation),
atau sin 𝜃 = 𝜃, sehingga persamaan kurvatur dapat dianggap sebagai:
a 4á
(133) 𝜅 = M = 49
Kurvatur akan bernilai positif jika membuat balok menekuk ke atas (bentuk cekung), dan akan bernilai
negatif jika membuat balok menekuk ke bawah (bentuk cembung).
Dari definisi kurvatur ini, kemudian kita dapat menentukan regangan yang terjadi. Jika kurvatur bernilai
positif (bentuk cekung), maka sisi atas balok akan memendek sedangkan sisi bawah akan memanjang.
- 146 -
Pada bagian di mana sumbu longitudional tetap (tidak memanjang ataupun memendek) dikatakan
bahwa lokasi itu merupakan lokasi sumbu/garis netral.
Dengan melihat kondisi geometrik di atas, maka regangan yang terjadi dari sumbu longitudional balok
adalah:
<
(134) 𝜖9 = − M = −𝜅𝑦
Dari formula di atas dapat kita simpulkan bahwa distribusi regangan normal pada penampang linear
segitiga, di mana pada bagian atas balok merupakan regangan tekan (-), lalu regangan bernilai nol pada
garis netral dan regangan tarik (+) pada bagian bawah.
Contoh Soal 73
Sebuah balok kantilever sederhana dengan panjang L = 15 m, menerima beban momen M di ujung
balok yang membuat balok menekuk ke bawah. Regangan normal longitudional balok di serat atas
sebesar 0.001, jarak serat atas ke garis netral adalah 75 mm. Hitung radius kurvatur r, kurvatur k dan
perpindahan di ujung balok D.
Jawab:
< `c a a
Radius kurvatur adalah 𝜌 = = = 75 m. Kurvatur adalah 𝜅 = = = 0.0133.
= _.__a M `c
Å ac
Gunakan teori deformasi kecil di mana sin 𝜃 = M = `c = 0.2, maka q = 0.2.
Dari prinsip hukum Hooke mengenai material elastik, pada regangan yang terjadi kita mendapatkan
tegangan sebesar:
´<
(135) 𝜎9 = 𝐸𝜖9 = − M
= −𝐸𝜅𝑦
- 147 -
Gambar 188: Diagram Tegangan Lentur Murni.
Lokasi garis netral didapatkan jika terjadi kesetimbangan gaya-gaya yang bekerja pada penampang,
atau 𝜎9 = 0. Lokasi garis netral akan mudah di dapat untuk penampang-penampang beraturan. Tetapi
untuk bentuk penampang yang tidak beraturan, kita perlu terlebih dahulu menetapkan garis netral pada
penampang, yang dapat di analisis seperti yang sudah dipelajari pada statika (distribusi gaya: titik
pusat). Dari prinsip statika diketahui bahwa:
a) resultan gaya pada sumbu netral adalah nol (perhatikan gambar) dan
b) resultan momen sama sebesar dengan besar momen luar M.
(136) ∫‹ 𝜎9 𝑑𝐴 = − ∫‹ 𝐸𝜅𝑦 𝑑𝐴 = 0
Suku ∫‹ 𝑦 𝑑𝐴 = 0 merupakan formula dari momen area pertama (atau statis momen), sehingga dapat
dikatakan bahwa pada kasus lentur murni dan tidak ada gaya aksial yang terjadi, sehingga sumbu netral
akan melalui titik pusat penampang (titik O).
(138) 𝑀 = − ∫‹ 𝜎9 𝑦𝑑𝐴
(139) 𝑀 = 𝜅𝐸𝐼F
Apabila persamaan momen-kurvatur ini kita subtitusikan ke dalam pernyataan tegangan normal
(persamaan 135), maka:
- 148 -
(<
(140) 𝜎9 = −
!{
Formula ini sering dikatakan sebagai formula lentur balok, dengan beberapa batasan yaitu:
!{
Suku sering dikatakan sebagai modulus penampang S (section modulus). Pembahasan mendalam
<
mengenai bentuk-bentuk penampang balok serta analisisnya diberikan secara lengkap dalam buku karya
Saint-Venant (1864). Dalam tabel-tabel properti penampang yang diberikan oleh pabrikan juga selalu
memberikan data modulus penampang S.
Formula tegangan di atas merupakan formula dari teori balok lentur Euler-Bernoulli yang umum
digunakan. Terdapat teori lentur balok lainnya yang memperhitungkan efek dari geser yang terjadi pada
balok, yaitu teori balok lentur Timoshenko dan Midlin. Untuk kedua teori lentur balok dapat dibaca
pada buku Teori Elastisitas.
Contoh Soal 74
Sebuah balok sederhana dengan penampang kayu segiempat lebar b = 140 mm dan tinggi h = 580 mm,
menerima beban distribusi merata q = 6 kN/m dan beban terpusat 28 kN seperti gambar berikut ini:
28 kN
3m
6 kN/m
580 mm
140 mm
8m 2m
Jawab:
Dari penyelesaikan statika mengenai gaya dalam, maka pada kasus balok di atas didapatkan momen
maksimum sebesar 93 kN-m.
- 149 -
Karena penampang persegi ini simetri, maka lokasi garis netral penampang pada tengah penampang.
Jarak dari garis netral penampang ke sisi atas maupun sisi bawah penampang sama yaitu y = h/2 = 290
™ä ý
mm. Momen area kedua penampang adalah 𝐼F = , maka modulus penampang balok tersebut adalah:
aE
-11.85 MPa
11.85 MPa
Contoh Soal 75
Sebuah dinding penahan air dengan tinggi 2 m terbuat dari kayu dengan tebal 120 mm dan lebar 1 m.
Pertimbangan dinding sebagai balok dengan tumpuan sederhana sendi-rol. Densitas air g = 9.81 kN/m3.
Tentukan maksimum tegangan lenturnya.
- 150 -
Jawab:
! (a___)(aE_) ý/aE
Modulus penampang balok tersebut adalah: 𝑆 = < = = 0.0024 m3.
b_
Dari penyelesaikan statika mengenai gaya dalam, maka pada kasus dinding balok di atas maka:
OPÅ+
𝑀)—9 = ^√]
= 5.034 kN-m.
(âã\ c._]h
Tegangan maksimum 𝜎 = = _.__Eh = 2.1 MPa.
N
Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa formula lentur ini berlaku untuk lentur murni saja dan bernilai
konstan. Apabila nilai gaya dalam momen bervariasi, yang artinya terdapat gaya dalam geser yang
bekerja, maka penampang akan berdeformasi bukan hanya akibat pengaruh lentur, tetapi juga akibat
pengaruh geser.
Akibat pengaruh geser, penampang akan berdeformasi sehingga bentuk penampang awal terdistorsi dan
akan berbeda dengan bentuk akhirnya (out-of-plane distortion). Tetapi pada umumnya, pengaruh
distrosi akibat geser ini tidak terlalu signifikan terhadap banyak kasus balok, sehingga biasanya masalah
pengaruh geser ini dapat diabaikan dan hanya memperhitungkan pengaruh lentur saja. Masalah
deformasi akibat geser ini akan dipelajari dalam bagian berikutnya.
Pada contoh soal di atas, penampang balok merupakan penampang prismatik, artinya memiliki bentuk
yang seragam di sepanjang bentang. Terkadang, untuk membuat elemen lentur lebih ekonomis, sering
dibuatkan elemen lentur dengan penampang non-prismatik agar material yang digunakan dapat lebih
hemat. Kondisi ini sering dikatakan fully stressed beam atau beam of constant strenght. Contoh aplikasi
yang sering kita perhatikan misalnya pada balok jembatan yang diberikan taper di daerah
perletakannya, agar dapat menahan momen dan geser yang besar di daerah perletakan/tumpuan. Mari
kita perhatikan ilustrasi berikut ini.
Sebuah balok kantilever non-prismatik yang menerima beban P, dengan penampang lingkaran solid di
mana perbandingan diameternya adalah dB/dA = 2.
- 151 -
Besar diameter balok sejarak dari x adalah:
9
(141) 𝑑9 = 𝑑‹ + (𝑑Œ − 𝑑‹ ) q Å r
í4\ý
(142) 𝑆9 = ]E
Dapat kita simpulkan untuk balok kantilever ini, dengan gaya ke bawah membuat serat atas balok
tertarik (tegangan tarik) dan serat bawah tertekan (tegangan tekan). Dari formula tegangan di atas, maka
tegangan maksimum pada lokasi perletakan jepit, yaitu pada posisi x = L dan diameter batang dB = 2dA,
maka tegangan yang terjadi pada tumpuan:
hvÅ
(144) 𝜎Œ = í4ý
Ã
Tegangan maksimum pada penampang, didapatkan dengan melakukan turunan terhadap fungsi
4Fé
tegangan = 0, atau 49
= 0, maka akan kita dapatkan x = L/2. Tegangan maksimumnya adalah:
h.`havÅ
(145) 𝜎)—9 = ý
í4Ã
Terlihat bahwa tegangan maksimum yang terjadi 19% lebih besar dari tegangan yang terjadi pada
tumpuan.
Dalam analisis, perlu juga diperhatikan posisi sudut dari taper. Jika sudut taper kurang lebih 200,
kesalahan perhitungan diperkirakan sebesar 10% dari sebenarnya. Semakin kecil sudut, tegangan
normal hasil perhitungan akan semakin mendekati hasil yang diharapkan.
Contoh Soal 76
Balok kantilever yang memiliki taper seperti gambar di bawah ini. Balok menerima beban P = 12 kN
dan M = 10 kN-m. Tentukan:
Jawab:
Dalam penyelesaian kasus balok non-prismatik ini kita buatkan terlebih dahulu fungsi matematis untuk
penampang. Dari data yang diberikan di atas dapat kita tuliskan persamaan untuk tinggi penampang
9 9
yaitu: ℎ(𝑥) = ℎ‹ q1 + ]Å r dan lebar penampang yaitu 𝑏(𝑥) = 𝑏‹ q1 + ]År.
- 152 -
Gambar 193: Contoh Soal 76.
í™(9)ä(9)ý
Momen area kedua atau momen inersia penampang adalah 𝐼(𝑥) = bh
, modulus penampang
!(9)
adalah 𝑆(𝑥) = .
ä(9)/E
Dari statika kita ketahui bahwa fungsi gaya dalam momen adalah 𝑀(𝑥) = 𝑃𝑥 + 𝑀_ kemudian fungsi
((9)
tegangan adalah 𝜎(𝑥) = N(9)
.
Dari fungsi-fungsi di atas, kita dapat memasukkan variabel yang diinginkan, jadi untuk 𝜎‹ = 𝜎(𝑥 =
0) = 210 Mpa dan 𝜎Œ = 𝜎(𝑥 = 𝐿) = 221 Mpa.
Untuk mendapatkan tegangan maksimum, kita lakukan deferensiasi terhadap fungsi tegangan sebesar
4F(9)
nol 49
= 0 akan kita dapatkan xmax = 0.625 m.
Perbedaan penting pada balok komposit ini adalah garis netral yang harus dihitung dengan tepat akibat
adanya perbedaan material. Posisi garis netral akibat dua jenis material pada penampang (di mana pada
prinsip statika, resultan gaya pada garis netral adalah nol). Jika tegangan normal yang terjadi pada
material pertama adalah 𝜎a dan tegangan normal yang terjadi pada material kedua adalah 𝜎E , maka
tegangan total pada garis netral adalah:
- 153 -
(146) ∫ 𝜎a 𝑑𝐴 + ∫ 𝜎E 𝑑𝐴 = 0
sehingga:
Suku integral menyatakan momen area pertama (statis momen) dari penampang. Jika penampang
merupakan bentuk yang simetris pada dua sumbu (y dan z) maka garis netral tepat pada bagian tengah
penampang (dari sisi tinggi) dan analisis garis netral tidak perlu dilakukan.
Jika garis netral sudah dapat diketahui, maka akan dengan mudah kita dapat merumuskan kurvatur dari
balok tersebut, yaitu:
a (
(148) 𝜅=M=´
é !é Ù´+ !+
Contoh Soal 77
Sebuah balok komposit kayu (E = 10.5 GPa) dengan pelat baja (E = 210 GPa) seperti pada gambar,
menerima beban momen M = 6 kN-m. Tentukan tegangan pada kayu maupun pelat baja (material kayu
pada bagian atas, dan pelat baja pada bagian bawah).
y
A
h1
150 mm
z
h2
C
12 mm
B
100 mm
Jawab:
Penyelesaian lokasi garis netral, yaitu pertama kali dengan menetukan tinggi h1 dan h2:
- 154 -
Masukkan kedua hasil ini ke dalam persamaan
𝐸a ∫ 𝑦𝑑𝐴 + 𝐸E ∫ 𝑦𝑑𝐴 = 0; sehingga didapatkan nilai h1 = 124.8 mm dan h2 = 162 - h1 = 37.2 mm.
(a__)(ac_) ý
𝐼a = + {(100)(150)(ℎa − 75)E } = 65.33(10b ) mm4;
aE
(a__)(aE)ý
𝐼E = + {(100)(12)(ℎE − 6)E } = 1.18(10b ) mm4;
aE
Tegangan tekan maksimum pada kayu yaitu pada tepi atas y = h1 = 124.8 mm sebesar:
(<´é
𝜎‹ = − ´ = −8.42 MPa,
é !é Ù´+ !+
Tegangan tarik maksimum pada kayu yaitu batas kedua material yaitu y = -(h2-12) = -25.2 mm sebesar:
(<´é
𝜎¾ = − ´ = 1.7 MPa,
é !é Ù´+ !+
Pada material plat baja yang berada di bawah garis netral, maka hanya terjadi tegangan tarik saja.
Tegangan tarik maksimum pada pelat baja yaitu sisi bawah y = -h2 = -37.2 mm sebesar:
(<´+
𝜎Œ = − = 50.2 MPa,
´é !éÙ´+ !+
Tegangan tarik minimum pada pelat baja yaitu batas kedua material yaitu y = -(h2-12) = -25.2 mm
sebesar:
(<´+
𝜎¾ = − ´ = 34 Mpa.
é !é Ù´+ !+
Pada bagian kontak antara material baja dengan kayu, perbandingan kedua tegangan adalah sebesar
34/1.7 = 20, yang sesuai dengan perbandingan modulus elastisitas material baja dengan kayu 210/10.5
= 20…sesuai, OKs!
Selain menggunakan metode seperti di atas, analisis tegangan pada balok komposit juga dapat dilakukan
dengan metode transformasi penampang. Metode ini memperkenalkan ratio antara kedua jenis
material, yaitu:
´
(150) 𝑛 = ´+
é
Dari pernyataan di atas, bahwa statis momen material kedua adalah ratio n kali statis momen material
pertama. Sehingga dimensi geometrik dari material kedua dapat diubah agar memenuhi persamaan di
- 155 -
atas. Dari contoh soal di atas, geometri lebar penampang pelat baja dapat diubah menjadi n(100) =
20(100) = 2 meter.
Karena penampang balok ditransformasikan menjadi satu jenis material, maka garis netral sama dengan
∑ <ú ‹ ú
titik berat penampang, yaitu ℎa = ∑ ‹ú
= 124.8 mm, dan h2 = 162 - h1 = 37.2 mm.
Contoh Soal 78
Sebuah balok komposit beton dan baja WF seperti dalam gambar di bawah ini.
Profil baja WF dengan I = 394 cm4 dan A = 14.7 cm2, menerima beban lentur M = 1140 N-cm.
Perbandingan modulus elastisitas baja dengan beton adalah n = 12. Hitung tegangan maksimum pada
beton dan profil baja.
Jawab:
Dari penyelesaian distribusi gaya titik pusat, kita akan dapatkan h2 = 9.372 cm, dan h1 = 16.19 – h2 =
6.818 cm.
nI = 4728 cm4 dan nA = 176.4 cm2. Momen area kedua transformasi elemen komposit ini adalah: 𝐼Ç =
a
q r (30)(4)] + (30)(4)(ℎa − 2)E + 4728 + (176.4)(ℎE − 12.19/2)E = 9568 cm4.
aE
(äé
Tegangan maksimum pada beton 𝜎¡ = !S
= 812 dan
(ä+ ó
Tegangan maksimum pada baja 𝜎’ = !S
= 13.400.
- 156 -
Gambar 196: Balok Dengan Beban Berinklinasi.
Untuk penampang yang simetris pada kedua sumbunya tetapi juga terjadi beban berinklinasi (miring),
analisis tegangan harus diuraikan ke masing-masing sumbunya.
Seperti kasus-kasus lentur yang telah dikupas di atas, kita perlu mengetahui letak garis netral. Karena
adanya beban berinklinasi ini, letak garis netral tentunya berbeda dengan keadaan biasa. Diingatkan
kembali, bahwa untuk mendapatkan letak garis netral kita lakukan analisis di mana tegangan pada
sumbu netral adalah sebesar nol, maka:
([ ({
(153) 𝜎9 = ![
𝑧− !{
𝑦=0
Hasil analisis mengatakan bahwa letak garis netral melalui titik pusat (centroid) dengan kemiringan
sebesar:
- 157 -
< ([ !{
(154) tan 𝛽 = F
=(
{ ![
Sudut 𝛽 ini tidak selalu tegak lurus dengan sudut inklinasi bebannya. Jika sudut beban adalah 𝜃, seperti
yang terlihat pada gambar di bawah ini:
maka:
([
(155) tan 𝜃 = ({
sehingga:
([ !{ !{
(156) tan 𝛽 = = tan 𝜃
({ ![ ![
a) jika beban bekerja pada bidang-xy (𝜃 = 0_ atau 𝜃 = 180_ ), maka sumbu-z merupakan
sumbu netralnya;
b) jika beban bekerja pada bidang-xz (𝜃 = ±90_ ), maka sumbu-y merupakan sumbu netralnya;
c) jika momen area kedua prinsipal (utama) bernilai sama, maka Iy = Iz.
Contoh Soal 79
Sebuah balok gording seperti gambar di bawah ini, menerima beban distribusi merata vertikal q = 3
kN/m. Dimensi balok gording adalah b = 100 mm, h = 150 mm dan L = 1.6 meter. Kemiringan balok
gording adalah 26.57o. Tentukan tegangan pada balok dan sumbu netral pada balok.
Jawab:
Beban q kita uraikan dalam qy dan qz. Momen lentur yang terjadi adalah:
13
Gere, James. 2004. Mechanics of Materials, 6th ed.
- 158 -
Gambar 199: Contoh Soal 79.
ä™ ý ™ä ý
𝐼< = aE
dan 𝐼F = aE
;
Tegangan di tiap titik pada penampang balok dapat dihitung dari formulasi di atas. Dari gambar terlihat,
bahwa tegangan tekan maksimum terjadi pada titik D (di mana y = h/2 dan z = -b/2) dan tegangan tarik
maksimum terjadi pada titik E (di mana y = -h/2 dan z = b/2). Ini menghasilkan tegangan:
ä+ (ac_) +
tan 𝛽 = ™+ tan 𝛼 = (a__)+ tan 26.57_ = 1.125; sehingga 𝛽 = 48.4_ .
- 159 -
Contoh Soal 80
Sebuah penampang WF yang menerima beban momen 100 kN yang berinklinasi 30o ke kiri dari sumbu
vertikal. Iz = 193.7(106) mm4 dan Iy = 27(106) mm4. Tentukan distribusi tegangan, jika dianggap momen
berarah jarum jam yang dilihat dari sisi kiri.
Jawab:
dari persamaan tegangan di atas kita dapat menentukan distribusi tegangan normal. Pada sisi atas
dengan y = +150 mm dan 100 mm > z > -100mm, tegangan normalnya adalah:
Sumbu garis netral didapat pada tegangan normal bernilai nol, maka 0 = 0.45𝑦 + 1.85𝑧 sehingga:
< a.zc
− F = _.hc = 4.11 = tan 𝛼, didapatkan 𝛼 = 76.3_ .
- 160 -
Gambar 202: Tegangan Contoh Soal 80.
Jika momen lentur Mz bekerja pada penampang, tegangan normal yang terjadi pada bagian badan, sesuai
dengan teori lentur yang sudah dijelaskan sebelumnya, yaitu tejadi tegangan tekan pada bagian atas dan
tegangan terik pada bagian bawah badan. Sedangkan pada bagian sayap, bagian atas terjadi tegangan
14
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed.
- 161 -
tekan yang resultantenya bekerja sejarak -zc dari garis sumbu-y, dan pada bagian sayap bawah terjadi
tegangan tarik yang resultantenya bekerja sejarak zt dari garis sumbu-y. Hal ini menyebabkan terjadinya
couple yang bekerja bukan pada bidang lenturnya dan bertentangan dengan formulasi lentur seperti
diuraikan di atas. Oleh karena itu tegangan yang terjadi tidak hanya pada bidang lenturnya (pada bagian
badan) tetapi juga terjadi pada luar bidang lenturnya/out-of-plane (pada bagian sayap).
Untuk menyelesaikan kasus lentur pada penampang tak simetris, mari kita lihat kembali teori umum
tentang lentur. Asumsi yang digunakan pada penyelesaian kasus ini tetap sama, yaitu penampang akan
tetap sama sebelum dan sesudah pembebanan. Kemudian, beban My dan Mz bekerja pada elemen
penampang tak-simetris ini yang menyebabkan kurva defleksi terjadi pada bidang-xy dan bidang-xz.
Oleh karena itu, kurvature elemen ini adalah:
a a
(157) 𝜅< = dan 𝜅F =
M[ M{
Kurvature 𝜅< berada pada bidang-xz, sedangkan kurvature 𝜅F berada pada bidang-xy. Melihat dari
asumsi awal kita, bahwa penampang akan tetap sebelum dan sesudah pembebanan, maka regangan
akibat penampang tak simetris ini adalah:
< F
(158) 𝜖9 = − M − M
{ [
(160) ∫‹ 𝜎9 𝑑𝐴 = 0
´< ´F a a
(161) ∫‹ É− M − M Ê 𝑑𝐴 = M ∫‹ 𝑦𝑑𝐴 + M ∫‹ 𝑧𝑑𝐴 = 0
{ [ { [
Persamaan ini akan benar apabila garis netral melalui titik pusat penampang.
´< ´F ´ ´
(163) ∫‹ 𝑧 É− M − M Ê 𝑑𝐴 = − M ∫‹ 𝑦𝑧𝑑𝐴 − M ∫‹ 𝑧 E 𝑑𝐴 = 𝑀<
{ [ { {
Bagian integrasi kita gantikan dengan momen area kedua penampang, sehingga:
- 162 -
´![{ ´![
(164) − M{
− M[
= 𝑀<
Kedua persamaan momen ini dapat meyelesaikan permasalahan kurvature akibat gaya di penampang
tak simetris:
Persamaan tegangan di atas merupakan solusi umum untuk kasus pada penampang tak simetris. Posisi
garis netral yang terjadi pada:
([ !{ Ù({ ![{
(168) tan 𝛽 = (
{ ![ Ù([ ![{
Solusi umum akan tepat sama hasilnya baik untuk penampang simetris. Sehingga kesimpulan dari
pembahasan di atas yaitu pada balok penampang tak simetris, posisi sumbu-y dan sumbu-z selalu
melalui titik berat penampang.
Pada kasus lentur murni, bidang di mana lentur terjadi akibat pembebanan luar, akan tegak lurus dengan
bidang permukaan sumbu netral apabila sumbu-y dan sumbu-z merupakan sumbu utama-nya. Jadi
momen lentur terjadi pada bidang-xy dan pada bidang-xz.
Pada kasus pembebanan lentur disertai geser, balok kemungkinan akan mengalami puntir terhadap
sumbu longitudionalnya. Untuk menghidari hal ini, gaya geser sebaiknya bekerja melalui titik geser
(shear center) yang akan dibahas pada kasus geser. Penyelesaian analisis pada balok berpenampang
tak simetris, seperti halnya analisis sebelumnya, yaitu penampang simetris dua sumbu dengan beban
berinklinasi (miring).
Contoh Soal 81
Sebuah penampang Z seperti pada gambar di bawah menerima beban M = 20 kN-m. Jika diketahui
sumbu sumbu prinsipal-nya dengan momen area keduanya adalah Iy = 0.96(10-3) m4, Iz = 7.54(10-3) m4,
tentukan tegangan normal di titik P dan orientasi sumbu netralnya.
Jawab:
Dari penyelesaian mengenai sumbu-sumbu prinsipal (utama) dari momen area kedua, diketahui bahwa
sumbu-z adalah sumbu utama untuk maksimum momen area kedua. Gaya momen M diuraikan pada
sumbu-y dan sumbu-z maka:
- 163 -
Gambar 204: Contoh Soal 81.
Titik P(-0.2m, 0.35m) terhadap sumbu-y'z', sedangkan terhadap sumbu-yz seperti pada gambar adalah:
- 164 -
!{
tan 𝛼 = tan 57.1_ maka 𝛼 = 85.3_ .
![
Contoh Soal 82
Sebuah penampang channel C180x22 seperti pada gambar di bawah menerima beban M = 5 kN-m
dengan orientasi 130 terhadap sumbu-z. Jika diketahui Iy = 5.7(105) mm4, Iz = 11.3(106) mm4 dan Iyz =
0, d = 178 mm dan bf = 58.4 mm, tentukan tegangan normal di titik H dan K dan temukan orientasi
sumbu netralnya.
Jawab:
15
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed.
- 165 -
Gambar 207: Lokasi Sumbu Netral.
([ !{
tan 𝛽 = ( = −4.58 maka 𝛽 = −77.7_ .
{ ![
Sebelum elemen yang dibebani mencapai leleh, diagram tegangan berbentuk segitiga. Kemudian jika
beban sudah mencapai titik leleh, kondisi leleh dimulai dari serat bagian atas (atau bawah) terlebih
dahulu. Jika beban ditambah lagi, bagian leleh akan bertambah sehingga diagram tegangan bukan lagi
berbentuk segitiga. Hal ini terus berlanjut jika beban ditambah, hingga bagian yang leleh sampai
- 166 -
sepenuhnya mencapai garis netral. Momen puncak ini, yang membuat material sepenuhnya telah leleh,
disebut momen plastis.
Untuk mendapatkan momen plastis, terlebih dahulu kita harus mengetahui garis netral pada kondisi
plastis.
Dari kondisi kesetimbangan seperti yang tertera pada gambar di atas, maka nilai momen plastis sebesar:
F[ú@>E ‹J<ép<+K
(169) 𝑀Ø =
E
atau:
(170) 𝑀Ø = 𝜎<&5H4 𝑍
Perbandingan antara momen plastis dengan momen lelehnya disebut faktor bentuk atau shape factor:
( X
(171) 𝑓 = (G = N
[
16
Gere, James. 2004. Mechanics of Materials, 6th ed.
- 167 -
!
di mana 𝑆 = adalah modulus penampang bahan.
¡
Nilai-nilai modulus ini, baik modulus plastis maupun modulus penampang, untuk beberapa macan jenis
profil baja, umumnya telah dicantumkan dalam tabel-tabel spesifikasi profil baja yang dipasarkan oleh
pabrikan. Tabel-tabel ini sangat berguna dalam perencanaan.
Contoh Soal 83
Sebuah penampang baja WF dengan geometrik h = 404 mm, b = 140 mm, tf = 11.2 mm dan tw = 6.99
mm. Hitung shape factor penampang ini.
Jawab:
Inersia penampang adalah I = 153.4(106) mm4. Titik pusat penampang pada c = 202 mm. Modulus
penampang S = I/c = 759.2(103) mm3.
- 168 -
BAB 11 ELEMEN GESER DAN TORSI
Untuk mendapatkan formulasi tegangan geser pada balok, akan lebih praktis apabila kita mengetahui
dahulu tegangan geser horisontalnya, tegangan geser vertikal akan bernilai sama dengan tegangan geser
horisontal. Pada lokasi bagian atas penampang, dapat kita ketahui dari gambar bahwa tegangan geser
horisontal tidak terjadi (bernilai 0), maka tegangan geser vertikalnya juga nol.
- 169 -
Kita ambil potongan sebesar dx, dan kita gambarkan diagram benda bebasnya seperti pada gambar.
Nilai tegangan normal (dari formula lentur) yang ada adalah:
(< ((Ù4()<
(172) 𝜎a = − !
dan 𝜎E = − !
Kemudian kita potong lagi bagian di atas untuk mengetahui free-body diagramnya, seperti dalam
gambar berikut ini:
Potongan ini menampilkan adanya tegangan normal dan tegangan geser yang ada. Dari statika dapat
kita ketahui bahwa F3 = F2 - F1, di mana nilai resultan gaya adalah:
(< ((Ù4()<
(173) 𝐹a = ∫ 𝜎a 𝑑𝐴 = ∫ 𝑑𝐴 dan 𝐹E = ∫ 𝜎E 𝑑𝐴 = ∫ 𝑑𝐴
! !
maka:
(4()<
(174) 𝐹] = 𝐹E − 𝐹a = ∫ !
𝑑𝐴
Jika dianggap bahwa gaya geser horisontal ini terdistribusi seragam sepanjang lebar penampang, maka:
(175) 𝐹] = 𝜏𝑏𝑑𝑥
Subtitusikan persamaan (174) dengan persamaan (175), (ingat kembali pada pelajaran statika bahwa
4(
49
= 𝑉) maka didapatkan persamaan:
-
(176) 𝜏 = !™ ∫ 𝑦𝑑𝐴
Kita ketahui bahwa suku akhir (integrasi luas penampang dengan ketinggian y) merupakan momen area
pertama atau statis momen penampang. Oleh karena itu persamaan di atas dapat diringkas menjadi:
-÷
(177) 𝜏=
!™
Persamaan ini dikenal sebagai persamaan formula tegangan geser. Persamaan ini memiliki batasan,
sama seperti persamaan lentur balok, yaitu:
- 170 -
a) berlaku pada material elastik liniear dan mengikuti teori small deflection;
b) untuk penampang persegi, keakuratan formula geser di atas tergantung dari rasio tinggi-lebar
penampang (dibandingkan dengan analisis menggunakan teori elastisitas), sebagai contoh
apabila b/h = 0.5, maka maksimum tegangan geser sesungguhnya lebih besar 3% dari hasil
formula di atas, apabila b = h, maka maksimum tegangan geser sesungguhnya lebih besar
13%, apabila b/h = 2 maka maksimum tegangan geser sesungguhnya lebih besar 40%
(Zaslavsky, A., "On the limitations of the shearing stress formula," International Journal of
Mechanical Engineering Education, Vol. 8, No.1, 1980, pp. 13-19);
c) formula geser di atas juga tidak akurat untuk penampang yang memiliki sayap seperti wide-
flange karena adanya perubahan lebar yang tiba-tiba dari sayap ke badan;
d) formula di atas tidak dapat dilakukan untuk penampang segitiga;
e) perlu diperhatikan bahwa sisi tegak harus sejajar dengan sumbu-y, agar tegangan geser
terdistribusi merata sepanjang lebar b;
f) formula di atas hanya berlaku untuk penampang prismatik saja;
g) untuk mengatasi beberapa kekurangan mengenai perilaku tegangan geser, sebaiknya
menggunakan teori elastisitas.
Perlu diketahui bahwa nilai statis momen Q akan bervariasi sebesar luasan yang ditinjau dengan jarak
terhadap garis netralnya. Untuk luasan yang ditinjau sebesar nol, maka nilai statis momen juga sebesar
nol, nilai statis momen akan mencapai nilai maksimum pada luasan hingga jaraknya mencapai garis
netralnya.
Contoh Soal 84
Sebuah balok metal dengan panjang L = 1 meter yang menerima beban q = 28 kN/m. Penampang balok
adalah 25 mm dan 100 mm, tentukan tegangan normal dan tegangan geser pada titik C seperti pada
gambar di bawah ini:
28 kN/m
C C
100
75 mm
25 mm
200 mm
L=1m
Jawab:
Dari analisis gaya dalam pada titik C didapatkan MC = 2.22 kN-m dan VC = -8.4 kN.
- 171 -
™ä ý
Momen inersia dari penampang ini adalah: 𝐼 = aE
= 2083000 mm4;
Luas bagian geser di atas titik C, AC = (25)(25) = 625 mm2, jarak dari titik berat luasan geser ke garis
netral adalah yC = 37.5 mm, maka statis momen QC = (625)(37.5) = 23440 mm3.
-Ä ÷Ä (z]__)(E]hh_)
Tegangan geser pada titik C adalah: 𝜏¾ = = (E_z]___)(Ec) = 3.8 Mpa.
!™
Contoh Soal 85
Sebuah balok kayu kantilever dengan panjang L = 2 meter diberi beban P = 8 kN di ujung balok. Balok
memiliki penampang lebar = 120 mm dan tinggi = 200 mm. Hitung distribusi tegangan geser pada
lokasi beban P, dengan mengambil titik-titik 0 mm, 25 mm, 50 mm, 75 mm dan 100 mm dari serat
atas. Tabelkan hasil perhitungan dan gambarkan grafik distribusi tegangan gesernya.
Jawab:
Gaya dalam geser pada balok V = P = 8 kN. Inersia penampang adalah I = 80(106) mm4. Tegangan
geser penampang menjadi:
-÷ - ä+
𝜏= !™
= E! q h − 𝑦 E r = 50(10)pb (10000 − 𝑦 E ), kita hitung tegangan geser masing-masing di tiap
Hasil perhitungan di atas dapat kita plot menjadi sebuah grafik distribusi tegangan geser pada
penampang.
- 172 -
56. TEGANGAN GESER PADA PENAMPANG LINGKARAN
Formula tegangan geser pada penampang lingkaran, masih sama seperti penampang persegi. Yang
berbeda hanyalah nilai statis momennya. Statis momen untuk balok lentur dengan penampang bulat
penuh adalah:
E
(178) 𝑄 = ] 𝑟]
E
(180) 𝑄 = ] (𝑅] − 𝑟 ] )
-÷ h- * +Ù*ïÙï +
(181) 𝜏)—9 = !™
= ]‹ q * + Ùï+
r
- 173 -
57. TEGANGAN GESER BADAN PENAMPANG BERSAYAP
Formula tegangan geser di atas yang telah kita pelajari, berlaku pada distribusi tegangan geser arah x
dan y, dengan lebar penampang b yang searah z. Pada kasus balok dengan penampang yang memiliki
sayap, formula tegangan geser tidak valid untuk bagian sayap, tetapi hanya valid pada bagian badan
saja.
Oleh karena itu perlu diperhatikan bahwa dalam analisis distribusi tegangan geser, pada bagian badan
dapat dilakukan dengan formula geser di atas, tetapi pada bagian sayap perlu dilakukan analisis lebih
mendalam yang akan bahas setelah kita mengenal konsep shear flow (arus geser) yang berikutnya.
Contoh Soal 86
Sebuah balok wide-flange WF yang menerima gaya dalam geser V = 45 kN. Dimensi penampang seperti
yang tertera pada gambar. Tentukan tegangan geser maksimum dan minimum serta total gaya geser
yang terjadi pada badan.
17
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed.
18
Gere, James. 2004. Mechanics of Materials, 6th ed.
- 174 -
Jawab:
Dari analisis momen area kedua, seperti yang sudah kita pelajari dari statika, untuk penampang
komposit seperti WF ini adalah:
a
𝐼 = aE (𝑏ℎ ] − 𝑏ℎa] + 𝑡ℎa] ) = 130.45(10)b mm4;
-
Tegangan geser maksimum: 𝜏)—9 = z!6 (𝑏ℎ E − 𝑏ℎaE + 𝑡ℎaE ) = 21 Mpa;
-™
Tegangan geser minimum: 𝜏)—9 = z!6 (ℎ E − ℎaE ) = 17.4 Mpa;
Total gaya geser yang terjadi pada bagian badan yang merupakan luasan distrubusi tegangan geser pada
badan, adalah:
6äé
𝑉= (2𝜏)—9 + 𝜏)&ó ) = 43 Mpa; dari hasil ini dapat diambil kesimpulan bahwa bagian badan
]
rata hanya berbeda kurang dari 1% dari tegangan geser maksimumnya. Dari sisi efisiensi, bagian badan
pada balok profil WF ini sangat baik.
Karena dasar penurunan formula geser di atas mengacu pada tegangan geser horisontal saja (ingat
kembali penurunan rumus tegangan geser, tidak melihat dari sisi vertikalnya melainkan dari sisi
horisontalnya = complementary shear stress), maka diperkenalkan suatu besaran lain yaitu aliran geser
(shear flow). Aliran geser adalah gaya geser horisontal per unit panjang mengikuti sumbu longitudional,
atau:
y -÷
(182) 𝑓 = 49ý = !
Untuk penampang persegi, nilai arus geser ini sebanding dengan tegangan geser dikalikan lebar
penampang, 𝑓 = 𝜏𝑏. Besaran nilai arus geser inilah yang diperhitungkan pada penampang yang
memiliki sambungan ataupun adanya perbedaan lebar, seperti lebar pada pertemuan bagian sayap dan
- 175 -
bagian badan pada profil WF. Kita perhatikan penggunan arus geser pada kasus profil dari material
kayu yang dibentuk dan disambungkan oleh paku.
Contoh Soal 87
Sebuah balok kayu dengan penampang kotak yang dihubungkan dengan paku ulir, seperti gambar di
bawah ini. Jika tiap paku ulir mampu menahan gaya geser 800 N, berapa maksimum spasi paku agar
kotak dapat menahan beban 10.5 kN.
Jawab:
Gaya geser horisontal yang terjadi pada bagian atas sayap ditransmisikan ke kedua bagian badan dapat
dicari dengan rumus arus geser, di mana statis momen pada rumus arus geser merupakan luasan
potongan penampang bagian sayap atas.
Luasan bagian sayap atas Af = 40 mm x 180 mm = 7200 mm2; jarak ke garis netral adalah df = 120 mm;
sehingga statis momen Q = (Af)(df) = (7200 mm2)(120 mm) = 864(103) mm3.
a a
𝐼 = YaE (210)(280)] Z − YaE (180)(200)] Z = 264.2(106) mm4;
-÷ (a_c__)(zbh___)
Arus gesernya 𝑓 = !
= Ebh.E(a_ë )
= 34.3 N/mm (yang artinya adalah gaya geser horisontal per
Jika kekuatan sebuah paku mampu manahan beban 800 N, untuk kedua paku yang menyalurkan gaya
geser horisontal dari sayap ke kedua badan sebesar 2 x 800 = 1600 N.
Maka jarak antar paku untuk menahan geser horisontalnya adalah sebesar:
E(z__) ab__
𝑠= I
= ]h.]
= 46.6 mm, diambil s = 45 mm.
19
Gere, James. 2004. Mechanics of Materials, 6th ed.
- 176 -
59. TEGANGAN GESER PROFIL BERBADAN TIPIS
Konsep dari arus geser, kita terapkan adalam menyelesaikan masalah tegangan pada profil WF.
Dari potongan profil WF di atas kita perhatikan bagian arsir (1) yaitu potongan bagian sayap di belakang
- BB’:
Pada bagian sayap atas, terjadi tegangan normal tekan akibat lentur. Pada bagian sayap atas, titik B, kita
perhatikan lebih seksama, bahwa terjadi baik tegangan geser horisontal 𝜏F9 maupun tegangan geser
vertikal 𝜏9< . Jika sayap tipis, tegangan geser horisontal 𝜏F9 tidak terlalu bervariasi besar terhadap tebal
sayapnya, atau bisa dikatakan tegangan geser horisontalnya konstan. Sedangkan pada tegangan geser
vertikalnya, karena sisi atas dan bawahnya bebas (pelat tipis pada sayapnya) tegangan geser vertikal
yang terjadi sangat kecil, dan dapat diabaikan, atau 𝜏9< = 0. Artinya bahwa pada pelat tipis, tegangan
geser yang signifikan terjadi adalah tegangan geser yang searah dengan panjang pelat, bukan tebal
pelatnya.
20
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed.
21
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed.
- 177 -
Gambar 223: Arus Geser Pada Pelat Tipis22.
Dari konsep ini, dapat dihitung besar arus geser untuk tiap tiap pelat yang akan dilakukan analisis
gesernya.
(183) 𝑓=𝜏∙𝑡
Kemudian, analisis arus geser pada bagian badan (dengan memperhitungkan bagian sayapnya):
-™64 -6 4+
(185) 𝑓= E!
+ E! q h − 𝑦 E r
22
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed.
23
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed.
24
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed.
- 178 -
Integrasi dari nilai arus geser ini, akan menghasilkan nilai gaya geser yang sesuai dengan gaya geser
vertikalnya. Dari nilai-nilai arus geser ini dapat kita gambarkan distribusi arus geser dan tegangan
gesernya pada profil penampang.
a) arus geser f tergantung dari statis momen Q, dan nilai Q selalu bervariasi. Untuk penampang
yang tegak lurus dengan arah gaya, maka distribusi arus geser dan tegangan gesernya akan
bervariasi secara liniear, sedangkan untuk penampang yang sejajar dengan arah gaya (atau
gaya yang berkerja beriklinasi/miring), distribusi arus geser dan tegangan gesernya akan
bervariasi secari parabolik;
b) arus geser bekerja sejajar dengan panjang pelatnya;
c) arus geser akan selalu kontinu.
Contoh Soal 88
Sebuah balok dengan penampang profil tee seperti gambar di bawah. Balok menerima gaya vertikal V
= 37 kN. Momen area kedua dari penampang I = 11.219.700 mm4. Hitung tegangan geser di titik a, b,
c, d, e, f, dan gambarkan distribusi tegangan gesernya.
Jawab:
Analisis tegangan geser dapat mempergunakan formula geser yang ada (atau formula arus gesernya).
Hasil analisis tegangan geser di tiap titik yang diperlukan adalah sebagai berikut.
25
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed.
- 179 -
Gambar 227: Contoh Soal 8826.
Titik pusat geser akan sama dengan titik berat penampang, apabila penampang simetris pada dua sumbu
utamanya. Untuk penampang simetris hanya satu sumbu saja, titik pusat geser tidak berimpit dengan
titik berat penampang, tetapi berada pada garis sumbu yang simetrisnya.
26
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed.
- 180 -
Gambar 229: Titik Pusat Geser Penampang Tak-Simetris27.
Untuk penampang tidak simetris diperlukan analisis yang lebih mendalam. Pertama tentunya mencari
titik berat penampang C serta orientasi sumbu-sumbu utamanya, seperti sumbu-y dan sumbu-z.
Kemudian menentukan titik pusat gesernya. Hal ini tidaklah mudah dan tidak dikupas dalam topik ini,
pembaca dapat melihat referensi lain mengenai titik pusat geser dari penampang.
Kemudian tempatkan beban pada titik pusat geser, dan uraikan ke masing-masing komponen menurut
sumbu-y dan sumbu-z. Kemudian hitung tegangan normal lentur seperti metode yang diuraikan pada
elemen lentur penampang tak simetris.
Beban vertikal diberikan pada penampang channel ini yang menyebabkan adanya arus geser pada sayap
Ff dan badan V, seperti gambar berikut:
27
Gere, James. 2004. Mechanics of Materials, 6th ed.
- 181 -
Gambar 231: Distribusi Arus Geser.
6ä + ä
Momen area kedua penampang adalah 𝐼 = q + 𝑏r
E b
-÷ -(™p9)
Arus gesernya adalah 𝑓 = !
= ä⌈(ä/b)Ù™⌉;
™ -™ +
Gaya Ff adalah: 𝐹I = ∫_ 𝑓𝑑𝑥 = Eä⌈(ä/b)Ù™⌉, hasil yang sama kita bisa mendapatkan arus geser
a
maksimum dengan menghitung luasan segitiganya, yaitu 𝐹I = E 𝑏𝑓)—9 .
-™ +ä ™+
𝑉 ∙ 𝑒 = 𝐹I ℎ = Eä⌈(ä/b)Ù™⌉, sehingga lokasi titik pusat gesernya: 𝑒 = ⌈(ä/])ÙE™⌉.
Secara garis besar, analisis untuk mendapatkan titik pusat geser terutama pada penampang tak-simetris
adalah:
Metode yang diuraikan seperti dibahas di atas, dapat diterapkan pada jenis-jenis penampang lainnya.
Dan tentunya, metode ini juga dapat berguna untuk mendapatkan titik pusat geser pada penampang.
Pembaca dapat mempelajari buku tingkat lanjut untuk mendapatkan titik pusat geser.
- 182 -
pada obeng, maka terjadi perpindahan (displacement) sesuai arah putaran yang kita lakukan. Jika
momen torsi yang kita berikan searah jarum jam, maka perpindahan ke arah dalam, sedangkan apabila
kita memutar berlawanan dengan jarum jam, maka perpindahan ke arah luar, atau menuju kita.
Perilaku deformasi untuk penampang lingkaran, berbeda dengan penampang persegi atau dengan
penampang lainnya. Kita perhatikan kedua perbedaan tersebut pada gambar berikut ini:
Dalam melihat perilaku deformasi akibat momen torsi, beberapa asumsi atau batasan yang perlu
diketahui adalah:
Dapat dilihat bahwa pada penampang persegi, penampang akan berubah bentuk sepanjang sumbu
longitudionalnya akibat adanya torsi.
Saat ini kita perhatikan khusus untuk penampang lingkaran dahulu. Akibat adanya momen torsi murni
pada balok penampang lingkaran, terjadi deformasi seperti gambar (232) di atas. Pada saat
28
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed.
29
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed.
- 183 -
elemen/batang menerima gaya torsi murni, akan terjadi puntiran pada batang sebesar ∅(𝑥) pada lokasi
sejarak x dan ∅ pada lokasi sejarak L. Elemen ini dikatakan mengalami geser murni (pure shear),
karena yang terjadi hanya terjadi regangan geser saja, tidak terjadi regangan normal searah
longitudional. Pada bagian terluar, regangan geser yang terjadi adalah:
™™± ï4∅
(186) 𝛾)—9 = atau 𝛾)—9 =
—™ 49
sedangkan regangan geser yang terjadi pada bagian dalam lingkaran dengan radius ρ adalah:
M
(189) 𝛾 = 𝜌𝜃 = ï 𝛾)—9
Besaran tegangan geser akan bervariasi sepanjang radius lingkaran penampang, seperti terlihat dalam
gambar berikut.
- 184 -
Gambar 235: Distribusi Tegangan Geser.
Tegangan geser pelengkap yang bekerja tegak lurus-pun terjadi pada elemen torsi ini.
Jika kita lihat bagian kecil seluas dA yang bekerja tegangan geser, maka momen pada bagian kecil ini
adalah:
_âã\
(191) 𝑑𝑀 = 𝜏𝜌𝑑𝐴 = ï
𝜌E 𝑑𝐴
Gaya resultan momen adalah sebesar momen torsi yang terjadi dengan melakukan integrasi pada
seluruh bagian penampang, yaitu:
_âã\
(192) 𝑇 = ∫ 𝑑𝑀 = ï
𝐼Ø
di mana Ip adalah momen area kedua polar dari penampang lingkaran. Dari formula di atas kita dapatkan
bahwa tegangan geser maksimum adalah:
Çï
(193) 𝜏)—9 = !G
30
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed.
- 185 -
M ÇM
(194) 𝜏 = 𝜏)—9 =
ï !G
Pada elemen torsi murni, total sudut puntir yang terjadi sepanjang batang adalah:
ÇÅ
(196) ∅ = 𝜃𝐿 = '!
G
Sebagai catatan tambahan, untuk momen area kedua polar penampang lingkaran penuh adalah:
í4`
(197) 𝐼Ø = 𝐽 = ]E
Dan untuk momen area kedua polar penampang lingkaran berlubang adalah:
í
(198) 𝐼Ø = 𝐽 = (𝐷h − 𝑑h )
]E
Pada penampang yang beriklinasi (penampang miring terhadap sumbu longitudionalnya), di mana pada
bagian kecil elemen hanya terjadi tegangan geser murni saja (pure shear), pada sisi miringnya terjadi
pula tegangan normalnya, maka besar tegangan normal dan tegangan geser pada penampang miring
adalah:
dan
Dari formula di atas, kita bisa gambarkan diagram nilai-nilai tegangan berdasarkan sudutnya
31
Gere, James. 2004. Mechanics of Materials, 6th ed.
- 186 -
Dari diagram di atas, tegangan puncak terjadi pada sudut 450, hal ini sesuai dengan uji laboratorium,
bahwa kegagalan atau patahnya elemen akibat torsi/puntir membentuk sudut 450, seperti gambar
berikut:
Perjanjian atau konvensi tanda untuk momen torsi dan sudut puntir mengikuti aturan tangan kanan.
Contoh Soal 89
Sebuah batang baja panjang 500 mm dan G = 80 GPa menerima beban torsi T = 20 N-m. Tegangan
geser tidak boleh melebihi 70 MPa dan sudut puntir tidak melebihi 30. Hitung diameter minimum untuk
batang ini.
Jawab:
Çï Ç !G í abÇ
Dari formula torsi 𝜏)—9 = !G
atau _ = ï
= ab 𝑑] sehingga 𝑑] = í_ .
âã\ âã\
abÇ (ab)(E____)
𝑑] ≥ í_ = (].ah)(`_)
= 1,455.1309 mm3, maka d > 11.33 mm.
âã\
ÇÅ ]EÇÅ
Dari formula sudut puntir ∅ = '! , kita masukkan momen area kedua polar maka 𝑑h = í'á
.
G
]EÇÅ ]E(E____)(c__)
𝑑h ≥ í'á
= (].ah)(z____)(]P )(í ï—4/az_P ) = 24,317.084 mm4, maka d > 12.49 mm.
Contoh Soal 90
Sebuah batang tube dengan diameter luar 80 mm dan diameter dalam 60 mm, menerima beban torsi T
= 4 kN-m, yang terbuat dari bahan alumunium alloy 7075-T6. Hitung maksimum tegangan geser, tarik
dan tekan. Hitung pula maksimum regangan.
Jawab:
32
Gere, James. 2004. Mechanics of Materials, 6th ed.
- 187 -
Çï (h___)(_._h)
𝜏)—9 = = Jí = 58.2 MPa;
!G ¤]EK(_._z` p_._b` )
Pada bidang miring 45o terjadi tegangan-tegangan maksimum seperti gambar berikut:
Jadi baik tegangan tekan maupun tegangan tarik pada bidang 45o, adalah sebesar 58.2 MPa. Regangan
geser yang terjadi adalah:
_âã\ cz.E
𝛾)—9 = = = 0.0022 radian.
' E`
Ñâã\
Regangan normal yang terjadi: 𝜖)—9 = = 0.0011, sehingga regangan tarik 𝜖6 = 0.0011 dan
E
Pada tabel di bawah ini sedikit disajikan nilai tegangan geser dan sudut puntirnya untuk tiga penampang
berbeda:
- 188 -
Gambar 240: Tegangan Geser Untuk Penampang Lainnya33.
33
Hibbeler, R.C. 2011. Mechanics of Materials, 8th ed.
- 189 -
BAB 12 ELEMEN KOMBINASI
Gaya aksial yang menyebabkan adanya gaya dalam normal ini merupakan gaya yang bekerja pada titik
pusat penampang atau centroid-nya. Jika gaya aksial tidak bekerja pada titik pusat penampang,
melainkan bekerja sejarak e (eksentrisitas) dari titik pusat, maka dikatakan bahwa gaya aksial ini adalah
gaya aksial bereksentrisitas. Gaya aksial bereksentrisitas ini dapat kita gantikan menjadi momen sebesar
M = Pe.
Posisi letak garis netral dari keadaan ini, dapat dicari dengan mengikuti aturan bahwa resultan pada
garis netral adalah nol, atau tegangan pada persamaan di atas menjadi nol 𝜎 = 0. Penyelesaian yang di
dapat untuk letak garis netral adalah:
!
(204) 𝑦î = −
‹5
Persamaan tegangan dari permasalahan beban aksial eksentris di atas, hanya berlaku pada elemen
pendek atau elemen tidak langsing. Salah satu contoh elemen struktur yang menerima lentur dan aksial
tekan adalah elemen kolom.
- 190 -
Contoh Soal 91
Sebuah kolom dengan dimensi 200 mm dan 150 mm menerima beban terpusat 240 kN yang berjarak
eksentrisitas sebesar e = 10 mm (lihat gambar). Hitung tegangan maksimum dan minimum pada kolom.
240 kN
10 mm
200 mm
150 mm
σmin σmax
Jawab:
v v5[ < v b5
𝜎)—9 = + = q1 + r = 10.4 N/m2;
‹ !{ ‹ ™
v v5[ < v b5
𝜎)&ó = ‹ − = ‹ q1 − r = 5.6 N/m2.
!{ ™
Contoh Soal 92
Sebuah balok T menerima gaya aksial P yang terletak pada titik berat sayap. Hitung nilai P jika tegangan
maksimum yang diperkenankan sebesar (+/-)150 N/mm2.
Jawab:
Cara mencari titik berat penampang, sudah dikupas dalam studi statika. Titik berat penampang T di atas
adalah 𝑦 = 65 mm, sehingga besar eksentrisitas ey = 55 mm (perhatikan gambar di atas), luas
penampang A = 8000 mm2, momen area keduanya adalah Iz = 37.7(106) mm4. Jika diharapkan tegangan
maksimum adalah 150 N/mm2, maka:
- 191 -
Gambar 243: Contoh Soal 92.
Jika kita masukkan nilai y = 65 mm, maka didapatkan nilai P = 682 kN, dengan tegangan pada serat
atas adalah 150 kN/ mm2 dan serat bawah adalah 79.1 kN/mm2 (seperti dalam gambar).
! ]`.`Ja_ë K
𝑦î = − = − (z___)(cc) = −85.68 mm.
‹5
Pada contoh soal (91) kita dapatkan hasil tegangan yang seragam pada penampang (bernilai postif atau
seluruhnya dalam keadaan tarik), sedangkan pada contoh soal (92) kita dapatkan tegangan yang tidak
seragam (ada tarik dan ada tekan). Pada beberapa kasus, terkadang dibutuhkan suatu keadaan di mana
gaya terpusat yang terletak pada penampang diharapkan menghasilkan tegangan pada penampang yang
seragam. Untuk itu perlu diketahui letak atau nilai eksentrisitas maksimum agar penampang yang terjadi
seragam.
Pada penampang persegi, dengan lebar penampang b dan tinggi d, batasan nilai eksentrisitasnya adalah:
™4
(205) 𝑏𝑒< + 𝑑𝑒F = b
Daerah di mana beban terpusat diletakkan yang akan menghasilkan tegangan yang seragam, disebut
daerah inti kern.
Apabila beban terpusat P berada pada salah satu sumbu, yang mengakibatkan adanya eksentristas arah
y atau z saja, maka dikatakan penampang tersebut menerima gaya uniaxial, sedangkan jika beban
terpusat P berada pada lokasi yang mengakibatkan adanya dua eksentrisitas pada arah y dan z, maka
dikatakan penampang tersebut menerima gaya biaxial.
- 192 -
Formulasi kombinasi lentur dan aksial di atas berlaku untuk penampang yang dikategorikan sebagai
penampang tidak langsing atau kolom pendek. Untuk penampang langsing, terdapat batasan keruntuhan
yang terjadi akibat kombinasi lentur dan beban aksial tekan, yaitu akibat tekuk. Permasalahan akibat
beban aksial tekan yang menyebabkan tekuk dibahas kemudian.
Selain menerima lentur dan aksial, kolom juga menerima geser, lentur dan aksial bersamaan, maka
tegangan yang terjadi pada elemen kolom adalah tegangan geser akibat gaya dalam geser dan tegangan
normal akibat gaya dalam lentur dan aksial.
Contoh Soal 93
Tentukan tegangan di titik C dari sebuah struktur di bawah ini.
Jawab:
Dari analisis gaya-gaya dalam, didapatkan gaya dalam di titik C sebesar NC = 16.45 kN, VC = 21.93 kN
dan MC = 32.89 kN-m.
v ab.hcJa_ý K
𝜎¡ = = (_._c)(_.Ec) = 1.32 MPa.
‹
(¡ (]E.z^)Ja_ý K(_.aEc)
𝜎¡ = !
= a¤ (_._c)(_.Ec)ý = 63.16 MPa.
aE
- 193 -
Tegangan geser di titik C 𝜏¡ = 0 (karena titik C berada pada titik terluar penampang). Jadi superposisi
tegangan normal di titik C adalah 𝜎¡ = 1.32 + 63.16 = 64.5 MPa.
Contoh Soal 94
Tentukan tegangan normal pada bidang ABCD pada struktur di bawah ini.
Jawab:
Akibat gaya bereksentrisitas seperti struktur di atas, pertama kita terjemahkan dahulu ke dalam diagram
benda bebas (free-body diagram).
v h_Ja_ý K
𝜎 = ‹ = (_.z)(_.h) = 125 kPa.
Tegangan normal pada bidang ABCD akibat gaya dalam momen 8 kN-m:
(\ ¡[ (z)Ja_ý K(_.E)
𝜎)—9 = = a¤ ý = 375 kPa.
!\ aE(_.z)(_.h)
- 194 -
Tegangan normal pada bidang ABCD akibat gaya dalam momen 16 kN-m:
([ ¡\ (ab)Ja_ý K(_.h)
𝜎)—9 = = a¤ ý = 375 kPa.
![ aE(_.h)(_.z)
Jadi superposisi tegangan normal adalah 𝜎 = 125 + 375 + 375 = 875 kPa (tekan).
Contoh Soal 95
Sebuah bendung dari pasangan batu seperti gambar di bawah ini. Lebar dam didesain selebar 5 meter
agar dapat dilintasi oleh kendaraan peninjau. Jika berat jenis pasangan batu adalah ρ = 2200 kg/m3, dan
berat jenis air adalah ρ = 1000 kg/m3, hitung lebar dam agar tidak terjadi tegangan tarik di dasar dam.
Jawab:
Dari teori tekanan air, tekanan air yang terjadi meningkat sepanjang kedalamannya, dan sebesar ρh, di
mana h merupakan kedalaman. Ini akan membuat gaya terdistibusi merata segitiga hingga batas
kedalamannya. Tekanan total akibat air menjadi: P = 1000 x 9.81 x 10-3 x ½ x 272 = 3575.7 kN.
Agar tidak terjadi tegangan tarik pada bagian dasar, maka resultan dari gaya-gaya harus bekerja sejarak
2/3b. Ambil kesetimbangan momennya:
P x 9 – 3237.3((2b/3)-2.5) – (323.7/3)(b-5)(b-10) = 0.
- 195 -
Contoh Soal 96
Sebuah dinding penahan tanah dari bata seperti gambar di bawah ini. Jika berat jenis tanah adalah 1500
kg/m3 dan berat jenis bata adalah 2100 kg/m3, hitung kedalaman dinding penahan tanah agar tidak
terjadi tekan pada dinding, dan cek stabilitas dinding melawan momen guling. (koefisien friksi antara
dasar dinding dengan tanah adalah 0.7).
Jawab:
Asumsikan Φ = 300, sehingga tekanan tanah menjadi p = 4.91H kN/m2. Tekanan tanah terdistribusi
merata segitiga, sehingga total tekanan tanah (per meter):
P = 1/2 x 4.91 H2 = 2.46 H2 kN yang bekerja pada H/3 dari dasar dinding.
Berat sendiri dinding per meter W = 2100 x 9.81 x 10-3 x 0.9 x 3 x 1 = 55.62 kN.
Agar tidak terjadi tarik pada dasar, maka gaya resultan P dan W harus melalui titik berat, jika kita hitung
kesetimbangan momen yang terjadi P(H/3) - W x 0.15 = 0.
Jika diharapkan stabilitas, yaitu tidak terjadinya momen guling maka dinding akan tergelincir jika
P>0.7W, atau P > 0.7 x 55.62(38.93 kN). Saat P = 11.9 kN, maka dinding akan stabil.
- 196 -
BAB 13 ANALISIS TEGANGAN DAN REGANGAN
Kita mulai dengan melakukan analisis tegangan pada bidang, kita ambil bagian kecil dari elemen
struktur yang akan dilakukan analisis, yaitu bagian yang kita sebut element tegangan pada suatu titik.
Kemudian kita jabarkan tegangan-tegangan yang terjadi pada element tersebut. Perhatikan contoh soal
berikut ini.
Contoh Soal 97
Sebuah kolom pipa dengan diameter luar D = 114 mm dan diameter dalam d = 102 mm. Pipa menerima
gaya aksial 17 kN, gaya lateral 3.2 kN dan momen 3.75 kN-m. Bagaimana tegangan yang terjadi pada
titik H seperti gambar di bawah ini.
Jawab:
- 197 -
í
𝐽 = 𝐼Ø = ]E (𝐷h − 𝑑h ) = 5954575 mm4;
Akibat gaya 3.2 kN yang searah dengan sumbu-z seharusnya terjadi tegangan geser. Tetapi karena titik
H berada pada sisi terluar pipa, maka tegangan geser bernilai nol (ingat kembali tegangan geser dan
konsep arus geser). Akan tetapi, akibat gaya 3.2 kN yang searah dengan sumbu-z, juga menimbulkan
lentur sebesar momen M = (3.2)(0.8) = 2.56 kN.
(\ ¡ (E.cb)(c`)Ja_ë K
𝜎< = !\
= E^``Ez`
= 49.011 MPa (tekan).
Ç¡ (].`c)(c`)Ja_ë K
𝜏= b
= c^chc`c
= 35.897 Mpa.
Tegangan normal akibat aksi aksial dan lentur: 𝜎< = 8.351 + 49.011 = 57.362 MPa dan tegangan
geser akibat aksi torsi: 𝜏 = 35.897 Mpa.
Tegangan yang terjadi pada suatu bidang (dan tidak ada pada bidang lain) dinamakan tegangan bidang.
Pembahasan mengenai batang aksial, torsi, balok lentur dan geser sebelum ini, merupakan suatu contoh
kasus tegangan bidang. Perhatikan gambar berikut di bawah ini.
- 198 -
Gambar 251: Elemen Tegangan Bidang.
Pada elemen tegangan bidang seperti gambar di atas, tegangan bidang terjadi pada bidang searah
sumbu-x dan sumbu-y, tegangan tidak terjadi pada bidang searah sumbu-z (tegangan pada arah z adalah
nol).
Seperti halnya vektor, besar suatu tegangan pada sistem koordinat kartesius dapat juga kita rubah
menjadi komponen tegangan lainnya. Proses merubah besaran tegangan dari sistem koordinat kartesius
ke sistem lainnya dinamakan proses transformasi, sehingga tegangan menjadi tegangan transformasi
(istilah ini mengikuti penamaan yang sering digunakan dalam matematika).
Untuk mengetahui nilai tegangan pada bagian yang bertransformasi, kita potong sebagian elemen
hingga seperti baji, dan transformasi sumbu diputar sebesar sudut potongan baji, seperti gambar di
bawah ini.
(207) 𝜎9a 𝐴_ sec 𝜃 − 𝜎9 𝐴_ cos 𝜃 − 𝜏9< 𝐴_ sin 𝜃 − 𝜎< 𝐴_ tan 𝜃 sin 𝜃 − 𝜏<9 𝐴_ tan 𝜃 cos 𝜃 = 0
- 199 -
(208) 𝜏9a<a 𝐴_ sec 𝜃 + 𝜎9 𝐴_ sin 𝜃 − 𝜏9< 𝐴_ cos 𝜃 − 𝜎< 𝐴_ tan 𝜃 cos 𝜃 + 𝜏<9 𝐴_ tan 𝜃 sin 𝜃 = 0
F\ ÙF[ F\ pF[
(210) 𝜎<a = − cos 2𝜃 − 𝜏9< sin 2𝜃
E E
F\ pF[
(211) 𝜏9a<a = − sin 2𝜃 + 𝜏9< cos 2𝜃
E
Ketiga persamaan ini disebut persamaan umum transformasi untuk tegangan bidang.
Pada kasus tegangan uniaxial (yaitu hanya terjadi 𝜎9 saja), transformasi tegangan bidang dapat kita
sederhakan menjadi:
F\
(212) 𝜎9a = (1 + cos 2𝜃)
E
F\
(213) 𝜏9a<a = − E
sin 2𝜃
Pada kasus tegangan biaxial (hanya terjadi 𝜎9 dan 𝜎< saja), transformasi tegangan bidang dapat kita
sederhakan menjadi:
F\ ÙF[ F\ pF[
(214) 𝜎9a = E
+ E
cos 2𝜃
F\ pF[
(215) 𝜏9a<a = − E
sin 2𝜃
Pada kasus tegangan pure shear (hanya terjadi 𝜏9< saja), transformasi tegangan bidang dapat kita
sederhakan menjadi:
Seperti halnya penjumlahan dalam vektor, penjumlahan tegangan pada suatu sistem koordinat akan
bernilai sama dengan penjumlahan tegangan dalam sistem koordinat transformasi lainnya. Hal ini
dinamakan stress invariance, yaitu 𝜎9 + 𝜎< = 𝜎9a + 𝜎<a .
Contoh Soal 98
Elemen tegangan bidang pada suatu titik, seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Hitung tegangan
yang bekerja pada elemen yang diputar sebesar 150 searah jarum jam.
Jawab:
Dari gambar elemen tegangan bidang seperti di gambar kita ketahui 𝜎9 = −46 MPa, 𝜎< = 12 MPa,
𝜏9< = −19 MPa. Dari formulasi transformasi tegangan, didapatkan:
- 200 -
Gambar 253: Contoh Soal 98.
F\ ÙF[ F\ pF[
𝜎9a = E
+ E
cos 2𝜃 + 𝜏9< sin 2𝜃 = −17 + (−29)(0.866) + (−19)(−0.5) = −32.6 MPa;
F\ ÙF[ F\ pF[
𝜎<a = E
− E
cos 2𝜃 − 𝜏9< sin 2𝜃 = −17 − (−29)(0.866) − (−19)(−0.5) = −1.4 MPa;
F\ pF[
𝜏9a<a = − E
sin 2𝜃 + 𝜏9< cos 2𝜃 = −(−29)(−0.5) + (−19)(0.866) = −31 MPa.
Hasil tegangan ini dapat diverifikasi dengan melakukan pemeriksaan 𝜎9a + 𝜎<a = 𝜎9 + 𝜎< .
- 201 -
Gambar 255: Grafik Variasi Nilai Tegangan34.
Karena bervariasinya nilai tegangan, maka tentunya ada nilai maksimum dan minimum, yang sangat
diperlukan dalam perancangan atau desain.
a) orientasi dari bidang di mana tegangan normal maksimum dan minimum terjadi;
b) besarnya tegangan normal maksimum dan minimum;
c) besarnya tegangan geser maksimum;
d) orientasi dari bidang di mana tegangan geser maksimum terjadi.
Tegangan normal maksimum dan minimum yang didapatkan dari persamaan transformasi ini disebut
tegangan utama atau principal stresses. Nilai ini didapat dengan melakukan derivatif tegangan
4F\é
terhadap sudut sebesar nol, atau = 0. Ini menghasilkan nilai:
4á
E_\[
(218) tan 2𝜃Ø = F
\ pF[
Sudut 𝜃Ø merupakan orientasi bidang utama (sudut transformasi) yang menghasilkan nilai tegangan
maksimum dan minimum. Dari formula sudut bidang utama di atas, dapat kita gambarkan suatu bentuk
segitiga seperti ini:
34
Gere, James. 2004. Mechanics of Materials, 6th ed.
- 202 -
Gambar 256: Representasi Geometrik dari Formula (240).
di mana:
F\pF[ E
(219) 𝑅 = Dq E
r + 𝜏9<
E
Gambaran ini membantu kita untuk mendapat nilai cos 2𝜃Ø dan sin 2𝜃Ø . Masukkan nilai-nilai di atas
ke dalam persamaan transformasi untuk tegangan bidang. Akhirnya kita akan mendapatkan nilai
tegangan-tegangan utama, yaitu nilai tegangan maksimum dan minimum, yaitu:
F\ ÙF[ F\pF[ E
(220) 𝜎a,E = ± Dq E
r + 𝜏9<
E E
Pada bidang utama ini yang menghasilkan tegangan maksimum dan minimum, tegangan geser pada
bidang utama akan menghasilkan nilai 0. Pada kasus tegangan uniaksial dan biaksial, tegangan
utamanya adalah bidang-xy itu sendiri. Pada kasus geser murni, bidang utamanya adalah dengan
memutar 45o terhadap sumbu-x.
Penjelasan mengenai tegangan utama di atas, merupakan penyelesaian kasus bidang 2 dimensi, yaitu
bidang-xy di mana elemen diputar dalam tatanan sumbu-z. Tegangan utama yang dihasilkan ini disebut
in-plane principal stresses. Pada kenyataannya, elemen merupakan kasus 3 dimensi, sehingga tentunya
memiliki 3 tegangan utama. Dua tegangan utama 𝜎a,E sudah diberikan pada formula di atas, dan
tegangan ketiga yaitu 𝜎] = 0 (out-of-plane).
Setelah kita mengetahui tegangan normal maksimum dan minimum dari uraian di atas, kita kemudian
mencari tegangan geser maksimum. Tegangan geser maksimum didapat dengan melakukan derivatif
4_\é[é
tegangan geser terhadap sudut sebesar nol, atau 4á
= 0. Ini menghasilkan nilai:
F\ pF[
(221) tan 2𝜃’ = −
E_\[
Sudut 𝜃’ merupakan orientasi bidang utama (sudut transformasi) yang menghasilkan nilai tegangan
geser maksimum dan minimum. Karena tegangan-tegangan geser yang tegak lurus pada bidang selalu
- 203 -
memiliki nilai yang sama, maka maksimum positif dan negatif dari tegangan geser hanya berbeda tanda
saja, tapi memiliki nilai yang sama.
atau:
(223) 𝜃’ = 𝜃Ø ± 45_
Persamaan ini menyatakan bahwa, bidang di mana terjadi tegangan geser maksimum adalah 45o dari
bidang utama (principal plane). Hal ini membuat tegangan geser maksimum adalah:
F\pF[ E
(224) 𝜏)—9 = ±Dq E
r + 𝜏9<
E
atau:
Fé pF+
(225) 𝜏)—9 =
E
Jadi pada bidang di mana tegangan geser maksimum terjadi, akan selalu ada tegangan normal yang
bernilai 𝜎ï—6—pï—6— .
Pada kasus tegangan uniaksial dan biaksial, bidang di mana terjadi tegangan geser maksimum adalah
45o dari bidang-x1y1, dan pada kasus geser murni tegangan geser maksimum terjadi pada bidang-xy
itu sendiri.
Penjelasan tegangan geser maksimum di atas yang merupakan kasus 2 dimensi pada bidang-xy
merupakan in-plane shear stresses. Pada kasus 3 dimensi, atau out-plane shear stresses dengan akan
didapatkan tiga kemungkinan tegangan geser maksimum terjadi (atau disebut tegangan geser
maksimum abolut), yaitu:
Fé pFý Fé p_ Fé
(227) 𝜏—™’,)—9 = = =
E E E
Fý pF+ _pF+ F+
(228) 𝜏—™’,)—9 = E
= E
=− E
- 204 -
Fé pF+
(229) 𝜏—™’,)—9 = E
Gambar 257: Bidang di mana Tegangan Geser Maksimum Terjadi Pada Kasus Tegangan Bidang35.
Kesimpulan yang didapat dari analisis tegangan bidang di atas adalah bahwa untuk elemen tegangan
bidang persegi yang diputar θp berlawanan jarum jam, maka hanya akan terjadi tegangan normal saja,
tegangan geser bernilai nol. Sedangkan untuk elemen yang diputar 450 searah jarum jam dari bidang
utamanya (atau θp + θp = 450), maka akan terjadi tegangan normal rata-rata dan tegangan geser
maksimum.
Untuk elemen tegangan bidang baji, bidang tegangan utama terjadi pada sudut 450, di mana tegangan
normal pada sisi miring adalah tegangan normal rata-rata, dan tegangan geser maksimum terjadi pada
sisi miringnya. Tegangan geser tidak terjadi pada sisi lainnya.
35
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed.
36
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed.
- 205 -
Gambar 259: Elemen Tegangan Untuk Bidang Baji37.
Contoh Soal 99
Elemen tegangan bidang pada suatu titik, seperti terlihat pada gambar di bawah ini. Hitung tegangan-
tegangan utama, maksimum tegangan geser in-plane. Gambarkan nilai tegangan-tegangan tersebut.
Jawab:
Dari gambar elemen tegangan bidang seperti di gambar kita ketahui: 𝜎9 = 70 MPa, 𝜎< = 150 MPa,
𝜏9< = −55 MPa. Tegangan-tegangan utama pada bidang adalah:
F\ ÙF[ F\pF[ E
𝜎a = E
+ Dq E
E
r + 𝜏9< = 178 MPa dan;
F\ ÙF[ F\pF[ E
𝜎E = E
− Dq E
E
r + 𝜏9< = 42 Mpa.
F\pF[ E
𝜏)—9 = Dq E
r + 𝜏9< = 68 Mpa.
E
37
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed.
- 206 -
F\ ÙF[
Tegangan rata-rata adalah: 𝜎ï—6—pï—6— = E
= 110 MPa (tarik).
E_\[ paa_
Bidang di mana tegangan-tegangan utama terjadi pada sudut: tan 2𝜃Ø = F = ; maka 𝜃Ø = 27_ .
\ pF[ pz_
Diagram lingkaran Mohr dapat dibuat dalam dua bentuk. Bentuk pertama yaitu mencantumkan 𝜎9a
positif ke arah kanan dan 𝜏9a<a positif ke arah bawah sehingga sudut putar berlawanan jarum jam
(sesuai kaidah tangan kanan). Bentuk kedua yaitu mencantumkan 𝜎9a positif ke arah kanan dan 𝜏9a<a
positif ke arah atas sehingga sudut putar searah jarum jam. Kita gunakan bentuk pertama yang sesuai
dengan aturan tangan kanan.
d) tentukan titik A pada koordinat (𝜎9 , 𝜏9< ), dan titik B pada koordinat koordinat (𝜎< , −𝜏9< );
e) tarik garis dari titik A ke titik B yang melalui titik pusat C, garis dari titik A ke titik C
merupakan radius lingkaran;
f) gambarkan lingkaran dengan radius yang telah diketahui, melewati titik A dan titik B;
g) titik P1 yang memotong lingkaran dengan sumbu 𝜎9a merupakan nilai tegangan normal
maksimum 𝜎a sedangkan titik P2 yang memotong lingkaran dengan sumbu 𝜎9a merupakan
nilai tegangan normal minimum 𝜎E ;
- 207 -
h) untuk mengetahui nilai besar tegangan lainnya pada in-plane stresses, cukup mengukur sudut
berlawanan arah jarum jam dari garis AB, kemudian menarik garis yang memotong lingkaran
dan titik pusat, perpotongan garis tersebut merupakan nilai tegangan normal (pada sumbu
horisontal) dan tegangan geser (pada sumbu vertikal).
Uraian dalam membentuk diagram lingkaran Mohr, seperti dijelaskan dalam gambar berikut ini:
38
Gere, James. 2004. Mechanics of Materials, 6th ed.
- 208 -
Jawab:
F\ ÙF[
Titik pusat lingkaran C diukur dengan: 𝜎ï—6—pï—6— = = 55 MPa.
E
Karena tegangan geser 𝜏9< − 0, maka kita gambarkan radius dengan menggunakan formula:
F\pF[ E
𝑅 = Dq E
r + 𝜏9< = 35 MPa.
E
Kemudian gambarkan garis DD' yang melewati titik pusat C, dengan orientasi sudut 2𝜃 = 2(30_ ) =
60_ . Dari diagram dapat dikur bahwa tegangan normal maksimum, pada titik D sebesar 72.5 MPa.
Tegangan normal minimum, pada titik D' adalah sebesar 37.5 MPa. Tegangan geser, karena pada bagian
atas, sehingga bernilai negatif, tegangan geser sebesar -30.3 MPa.
- 209 -
69. TEGANGAN TRIAKSIAL
Jika elemen tegangan pada kasus 3 dimensi memiliki 𝜎9 , 𝜎< , dan 𝜎F , yang bekerja saling tegak lurus,
maka dikatakan elemen ini adalah elemen tegangan triaksial. Jika tidak ada tegangan geser yang
terjadi pada masing-masing permukaan, maka tegangan normal tersebut merupakan tegangan-tegangan
utamanya.
Pada bidang berinklinasi yang pararel dengan sumbu-z, maka kasus pada elemen tegangan ini seperti
permasalahan tegangan bidang. Sehingga cara penyelesaian pada permasalahan ini sama seperti pada
persamaan transformasi untuk tegangan bidang.
Jika pada kasus tegangan bidang, tegangan geser maksimum terjadi pada bidang yang berorientasi 450
dari bidang utamanya, maka untuk kasus triaksial, tegangan geser maksimum yang berorientasi 450
terhadap sumbu-z adalah:
F\ pF[
(230) (𝜏)—9 )F =
E
Untuk tegangan geser maksimum yang berorientasi 450 terhadap sumbu-x adalah:
F[ pF{
(231) (𝜏)—9 )9 =
E
Untuk tegangan geser maksimum yang berorientasi 450 terhadap sumbu-y adalah:
F\ pF{
(232) (𝜏)—9 )< =
E
Nilai tegangan geser maksimum absolut merupakan nilai terbesar dari ketiga nilai tegangan geser di
atas.
Nilai tegangan-tegangan geser ini juga dapat direpresentasikan pada modifikasi diagram lingkaran
Mohr untuk kasus triaksial, seperti gambar berikut ini:
39
Gere, James. 2004. Mechanics of Materials, 6th ed.
- 210 -
Pada bidang elemen yang berotasi terhadap sumbu-z, kita gambarkan lingkaran A. Pada bidang elemen
yang berotasi terhadap sumbu-x, kita gambarkan lingkaran B. Pada bidang elemen yang berotasi
terhadap sumbu-y, kita gambarkan lingkaran C. Radius dari masing-masing lingkaran ini merupakan
nilai tegangan geser maksimum seperti yang tercantum pada formula di atas.
Jawab:
Dari gambar terlihat bahwa element tegangan bidang merupakan kasus biaksial, sehingga tegangan
utamanya adalah persis pada sumbu x-y (tidak diperlukan transformasi tegangan). Tegangan 𝜎F = 0,
jika kita membuat diagram lingkaran Mohr menjadi:
40
Hibbeler, R.C. 2011. Mechanics of Materials, 8th ed.
41
Hibbeler, R.C. 2011. Mechanics of Materials, 8th ed.
- 211 -
Gambar 269: Diagram Mohr Contoh Soal 101.
F[ pF{ abp_
(𝜏)—9 )9 = = = 8 MPa;
E E
F\ pF{ ]Ep_
(𝜏)—9 )< = = = 16 MPa.
E E
Dari ketiga nilai di atas, nilai terbesar atau nilai absolut tegangan gesernya sebesar 16 MPa, tegangan
F\ ÙF[ ]EÙ_
normal yang terjadi merupakan tegangan rata-ratanya yaitu 𝜎ï—6—pï—6— = = = 16 MPa.
E E
F\ pF[ ]Epab
Sedangkan nilai tegangan geser maksimum in-plane sebesar (𝜏)—9 )F = = = 8 MPa dan
E E
F\ ÙF[ ]EÙab
tegangan normal yang terjadi merupakan tegangan rata-ratanya yaitu 𝜎ï—6—pï—6— = E
= E
=
24 MPa.
40 MPa
20 MPa
- 212 -
Jawab:
Sebelum kita membuat diagram lingkaran Mohr, tentukan terlebih dahulu titik pusat lingkaran C:
F\ ÙF[ pE_Ù_
𝜎ï—6—pï—6— = = = −10 MPa.
E E
Kemudian, kita plot-kan titik A(-20,-40), dan gambarkan garis AC. Besar garis AC ini merupakan
radius lingkaran:
h_
Sudut yang terbentuk 2𝜃Ø = tanpa qE_pa_r = 76_ , sehingga 𝜃Ø = 38_ .
Karena 𝜎a dan 𝜎E berbeda tanda, maka grafik diagram Mohr untuk kasus triaksial adalah :
F[ pF{ (pca.E)p_
(𝜏)—9 )9 = = = −26.5 Mpa;
E E
F\ pF{ ]a.Ep_
(𝜏)—9 )< = = = 15.6 MPa.
E E
- 213 -
Dari ketiga nilai di atas, nilai terbesar atau nilai absolut tegangan gesernya sebesar 41.2 MPa, tegangan
F\ ÙF[ ]a.EÙ(pca.E)
normal yang terjadi merupakan tegangan rata-ratanya yaitu 𝜎ï—6—pï—6— = = = −10
E E
MPa.
Perbandingan antara tegangan bidang dengan regangan bidang dapat dilihat dalam tabel gambar di
bawah ini:
Persamaan tranformasi untuk tegangan bidang yang mengikuti hukum Hooke elastik linier dan material
isotropik, dapat digunakan dalam analisis regangan bidang. Hal ini berbeda apabila materialnya adalah
anisotropik, di mana pada setiap sumbu-sumbunya memiliki karakteristik yang berbeda, maka
persamaan transformasi tidak berlaku.
42
Gere, James. 2004. Mechanics of Materials, 6th ed.
- 214 -
Dalam menjelaskan persamaan transformasi untuk regangan bidang, perhatikan regangan-regangan
yang terjadi seperti gambar di bawah ini. Untuk deformasi pada elemen akibat regangan normal 𝜖9
adalah:
- 215 -
Total perpanjangan garis diagonal dari ketiga penyebab di atas adalah:
49 4<
karena hubungan = cos 𝜃 dan 4’ = sin 𝜃, maka regangan normal pada sumbu transformasi:
4’
Sedangkan untuk regangan normal 𝜖<a pada sumbu-y1 yang tegak lurus dengan sumbu-x1, yaitu dengan
mensubtitusikan nilai sudut 𝜃 = 𝜃 + 90_ .
Regangan geser pada sumbu transformasi adalah penjumlahan sudut geser dari kedua sumbu, yaitu:
(236) 𝛾9a<a = 𝛼 + 𝛽
4<
(238) 𝛼E = 𝜖< 4’ cos 𝜃
4<
(239) 𝛼] = 𝛾9< 4’ sin 𝜃
Sehingga:
(240) 𝛼 = −𝛼a + 𝛼E − 𝛼]
Sedangkan untuk sudut 𝛽 yaitu dengan mensubtitusikan nilai sudut 𝜃 = 𝜃 + 90_ pada persamaan di
atas. Dari penjumlahan kedua sudut, menghasilkan regangan geser:
- 216 -
Ñ\é[é Ñ\[
(242) = −J𝜖9 − 𝜖< K sin 𝜃 cos 𝜃 + (cosE 𝜃 − sinE 𝜃)
E E
Untuk penyederhaan persamaan, dengan dibantu trigonometri, maka regangan normal dan regangan
geser pada regangan bidang menjadi:
=\ Ù=[ =\ p=[ Ñ\[
(243) 𝜖9a = + cos 2𝜃 + sin 2𝜃
E E E
Sudut pada regangan utama (principal strains) dapat diketahui dengan cara yang sama seperti
persamaan tegangan bidang, yaitu:
Ñ\[
(245) tan 2𝜃Ø = =
\ p=[
Regangan geser maksimum yang terjadi pada 45o dari bidang utamanya adalah:
Seperti hal-nya penjumlahan dalam vektor, penjumlahan regangan pada suatu sistem koordinat akan
bernilai sama dengan penjumlahan regangan dalam sistem koordinat transformasi lainnya. Hal ini
dinamakan strain invariance, yaitu 𝜖9 + 𝜖< = 𝜖9a + 𝜖<a . Penyelesaian persamaan transformasi untuk
regangan bidang, juga dapat diselesaikan dengan diagram lingkaran Mohr, dengan cara yang sama
seperti pada persamaan transformasi untuk tegangan bidang.
Jawab:
karena arah sudut searah dengan jarum jam maka 𝜃 = −30_ dan regangan utama-nya adalah:
=\ Ù=[ =\ p=[ Ñ\[
𝜖9a = E
+ E
cos 2𝜃 + E
sin 2𝜃 = 213(10pb );
serta pada arah sumbu lainnya (tegak lurus) di mana 𝜃 = −30_ + 90_ = 60_ , maka:
=\ Ù=[ =\ p=[ Ñ\[
𝜖<a = E
+ E
cos 2𝜃 + E
sin 2𝜃 = −13.4(10pb );
- 217 -
regangan gesernya adalah:
Ñ\é[é =\ p=[ Ñ\[
E
=− E
sin 2𝜃 + E
cos 2𝜃 = 793(10pb ).
Jawab:
- 218 -
nilai tegangan yang terjadi perlu direvisi dengan mempertimbangkan dari hukum Hooke. Tetapi perlu
diperhatikan bahwa ada keterbatasannya, yaitu material dianggap seragam dan memiliki properti yang
sama untuk tiap arah sumbu (material isotropik) dan tentunya material harus mengikuti hukum Hooke
elastik linier.
Pada elemen 3 dimensi, regangan normal 𝜖9 dipengaruhi oleh adanya tegangan normal 𝜎9 dan 𝜎< .
F\ p1F[
Akibat 𝜎9 , regangan normalnya adalah , dan akibat 𝜎< , regangan normalnya adalah , maka total
´ ´
Dengan cara yang sama kita dapatkan nilai regangan lainnya yaitu:
a
(250) 𝜖< = ´ J𝜎< − 𝑣𝜎9 K
1
(251) 𝜖F = − J𝜎9 + 𝜎< K
´
Formula ini dapat digunakan untuk mendapatkan regangan normal pada tegangan bidang apabila nilai
tegangan-tegangan diketahui. Bentuk elemen akibat tegangan normal yang terjadi adalah seperti gambar
di bawah ini.
Untuk regangan geser akibat tegangan geser yang menyebabkan elemen menjadi berbentuk belah
ketupat formulanya adalah:
_\[
(252) 𝛾9< = '
Akibat 𝜎9 dan 𝜎< yang bekerja sendiri tidak akan menimbulkan regangan geser 𝛾9< , tetapi jika 𝜎9 , 𝜎< ,
dan 𝜏9< bekerja bersama-sama maka akan timbul regangan pada tegangan bidang ini. Dalam notasi
tegangan:
43
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed.
- 219 -
´
(253) 𝜎9 = J𝜖9 + 𝑣𝜖< K
ap1 +
´
(254) 𝜎< = J𝜖< + 𝑣𝜖9 K
ap1 +
Bentuk elemen akibat tegangan gesernya yang terjadi adalah seperti gambar di bawah ini.
Pada kasus-kasus khusus, seperti pada kasus tegangan biaksial di mana tegangan geser 𝜏9< = 0, hanya
ada 𝜖9 , 𝜖< , 𝜖F , 𝜎9 , dan 𝜎< (dengan formula yang sama seperti di atas):
a
(256) 𝜖9 = ´ J𝜎9 − 𝑣𝜎< K
a
(257) 𝜖< = J𝜎< − 𝑣𝜎9 K
´
1
(258) 𝜖F = − ´ J𝜎9 + 𝜎< K
´
(259) 𝜎9 = ap1 + J𝜖9 + 𝑣𝜖< K
´
(260) 𝜎< = ap1 + J𝜖< + 𝑣𝜖9 K
Pada kasus tegangan uniaksial di mana 𝜎< = 0, hanya ada 𝜖9 , 𝜖< = 𝜖F , dan 𝜎9 (dengan formula yang
sama seperti di atas):
F\
(261) 𝜖9 =
´
1F\
(262) 𝜖< = 𝜖F = − ´
(263) 𝜎9 = 𝐸𝜖9
Pada kasus geser murni di mana 𝜎9 = 𝜎< = 0, hanya ada 𝛾9< (dengan formula yang sama seperti di
atas).
44
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed.
- 220 -
(264) 𝜖9 = 𝜖< = 𝜖F = 0
_\[
(265) 𝛾9< = '
Pada kasus triaksial, dengan memperhatikan properti material pada elemen yang mengikuti hukum
Hooke, maka regangan-regangan yang terjadi pada kasus triaksial ini adalah:
F\ 1
(266) 𝜖9 = − ´ J𝜎< + 𝜎F K
´
F[ 1
(267) 𝜖< = − ´ (𝜎F + 𝜎9 )
´
F{ 1
(268) 𝜖F = ´
− ´ J𝜎9 + 𝜎< K
Dari formula di atas dapat menyelesaikan nilai tegangan-tegangan yang terjadi, yaitu:
´
(269) 𝜎9 = (aÙ1)(apE1) f(1 − 𝑣)𝜖9 + 𝑣J𝜖< + 𝜖F Kg
´
(270) 𝜎< = (aÙ1)(apE1) f(1 − 𝑣)𝜖< + 𝑣(𝜖F + 𝜖9 )g
´
(271) 𝜎F = (aÙ1)(apE1) f(1 − 𝑣)𝜖F + 𝑣J𝜖9 + 𝜖< Kg
Jawab:
Karena masalah ini merupakan masalah tegangan bidang dengan kasus biaksial, maka:
Fé 1 F _.]
𝜖a = ´
− ´ 𝜎E è 272(10pb ) = E__(a_
é
h ) − E__(a_h ) 𝜎E …persamaan (a)
F+ 1 F _.]
𝜖E = ´
− ´ 𝜎a è 33.9(10pb ) = E__(a_
+
h ) − E__(a_h ) 𝜎a …persamaan (b)
Untuk material anisotropik, pembaca dapat mempelajari pada buku-buku mekanika bahan lanjut atau
teori elastisitas.
- 221 -
maksimum juga terjadi pada lokasi yang sama dan memiliki besaran setengah dari tegangan tegangan
normal akibat lenturnya. Tegangan geser horisontal yang terjadi pada garis netral biasanya merupakan
nilai tegangan geser yang paling besar dan signifikan untuk diperhitungkan dalam desain.
Pada balok dengan penampang WF, tegangan-tegangan utama yang terjadi pada pertemuan sayap
dengan badan perlu dilakukan investigasi. Jika gaya dalam geser V dan momen M besar, tegangan
normal akibat lentur dan geser biasanya terjadi pada lokasi ini dibandingkan lokasi lainnya pada
penampang.
Kita perhatikan tegangan yang terjadi pada balok perletakan sederhana berikut ini:
Dari tiap-tiap element pada titik, kita dapat gambarkan diagram benda bebas (free-body diagram) serta
nilai tegangannya.
45
Gere, James. 2004. Mechanics of Materials, 6th ed.
46
Gere, James. 2004. Mechanics of Materials, 6th ed.
- 222 -
Bagian (b) merupakan tegangan normal dan tegangan geser yang terjadi pada titik A, B, C, D, dan E.
Bagian (c) merupakan tegangan-tegangan utamanya dan bagian (d) merupakan tegangan-tegangan
maksimumnya.
Dengan menginvetigasi cara seperti di atas, untuk sepanjang balok, kita dapat menggambarkan kurva
di mana tegangan-tegangan utamanya bernilai sama.
Dengan mengetahui arah dari tegangan-tegangan utama (principal stress), sangat membantu untuk
mengetahui arah retak yang akan terjadi pada material getas seperti beton. Kurva-kurva yang
menggambarkan lokasi tegangan-tegangan utamanya dinamakan kontur tegangan. Garis putus-putus
adalah tegangan-tegangan utama tekan, sedangkan garis penuh adalah tegangan-tegangan utama tarik.
Penyelidikan lebih lanjut dapat dilakukan pada variasi balok jenis lain (seperti kantilever) maupun
pembebanan dengan jenis yang berlainan pula, sehingga pola retak dapat diketahui. Penjelasan lebih
lanjut dapat dipelajari dalam buku-buku mekanika bahan tingkat lanjut.
47
Gere, James. 2004. Mechanics of Materials, 6th ed.
- 223 -
BAB 14 DESAIN DAN TEORI KERUNTUHAN
Pada desain ASD, kegagalan struktur dibatasi oleh suatu angka keamanan yang sering disebut factor of
safety. Nilai F.S. ini merupakan rasio dari tegangan runtuh (yang didapat dari percobaan, yaitu tegangan
maksimum yang umumnya adalah tegangan leleh) dengan beban luar yang diperkenankan terjadi:
Fjãú> _jãú>
(272) 𝐹𝑆 = F atau 𝐹𝑆 = _
ã>>úBk ã>>úBk
Untuk menjamin keamanan suatu struktur, tentunya nilai F.S. ini harus lebih besar dari satu, F.S. > 1.
Metode lain yaitu LRFD, yaitu metode yang memberikan suatu faktor terhadap pembeban dan juga
karakteristik materialnya. Faktor pembebanan, yang nilainya lebih besar dari satu (>1) dimaksudkan
karena sejatinya beban yang aktual yang terjadi dapat lebih besar dari beban yang direncanakan.
Sebagai contoh untuk kombinasi beban mati dengan beban hidup masing-masing diberikan suatu faktor
seperti R = 1.2(DL) + 1.6(LL).
Faktor resistensi material, yang nilainya kurang dari satu (<1) dimaksudkan karena material yang aktual
yang dipasang belum tentu sesuai dengan mutu material yang direncanakan. Sebagai contoh untuk
faktor resistensi untuk material baja yang mengalami tarik sebesar Φ = 0.9.
Kriteria desain pada metode LRFD ini adalah kekuatan material tentunya harus lebih besar dari beban-
beban yang bekerja, atau:
- 224 -
Gambar 283: Contoh Soal 106.
Jawab:
Berat mati balok D = 400(9.81) = 3.924 kN, sehingga 1.2D = 4.709 kN, dan beban hidup L = (3)(2) =
6 kN, sehingga 1.6L = 9.6 kN.
∅𝑃ó ≥ 𝐹‹¾ di mana 𝑃ó = 𝜎I—&H 𝐴, maka 0.9(345(106))AAC = 7.154(103) à AAC = 23.04 mm2.
Batas kegagalan elemen struktur ini tentunya mudah didapat dari percobaan, di mana dalam percobaan
materialnya tersebut umumnya melakukan uji tegangan uniaksial. Pada kenyataannya, tegangan yang
terjadi pada tiap pekerjaan sesungguhnya belum tentu uniaksial, elemen struktur mungkin menerima
tegangan biaksial atau triaksial. Oleh karena itu, batas kegagalan pada elemen struktur menjadi sulit
ditentukan.
Pada kupasan kali ini, diulas 4 teori keruntuhan yang digunakan untuk memprediksi kegagalan elemen
struktur akibat tegangan multiaksial. Desainer perlu memperhatikan sifat dari material, apakah daktail
atau getas, sehingga dapat lebih dari satu teori yang diterapkan untuk tiap elemen yang dirancang.
- 225 -
Pertama, kita kupas teori kegagalan pada material daktail. Terdapat dua teori yang umum diterapkan
yaitu teori maksimum tegangan geser (atau lebih sering dikenal sebagai kriteria leleh Tresca) dan
teori energi regangan geser (atau lebih sering dikenal sebagai kriteria keruntuhan von Mises).
Pada teori maksimum tegangan geser, kegagalan (atau batas leleh) terjadi saat maksimum tegangan
geser pada material sama dengan maksimum tegangan geser pada kondisi tarik sederhana yang
menyebabkan keruntuhan. Hal ini dijelaskan dalam formula sebagai berikut:
Fé pF+ F[ú@>E
(274) =
E E
Penjelasan dari grafik ini ialah, jika suatu nilai tegangan dalam desain berada di dalam daerah belah
ketupat maka dikatakan bahwa material tersebut aman, sedangkan jika di luar daerah belah ketupat
maka material tersebut mengalami keruntuhan/kegagalan.
Pada teori energi regangan geser, kegagalan terjadi saat geser atau distorsi energi regangan pada
material mencapai suatu nilai yang setara dengan nilai leleh pada saat kondisi tarik sederhana. Hal ini
dijelaskan dalam formula sebagai berikut:
E
(275) 𝜎aE + 𝜎EE − 𝜎a 𝜎E = 𝜎l&5H4
Pada teori von Mises ini, kurva daerah aman berbentuk elips. Teori dari von Mises lebih akurat dari
teori Tresca. Penjelasan lebih lanjut mengenai penurunan persamaan-persamaan teori di atas dapat
dibaca pada buku mekanika bahan lanjut.
- 226 -
Gambar 285: Diagram Keruntuhan Kriteria von Mises.
Jawab:
F\ ÙF[ F\pF[ E
𝜎a,E = E
± Dq E
E
r + 𝜏9< , maka: 𝜎a = 155.9 N/mm2, dan 𝜎E = −85.9 N/mm2.
Karena 𝜎E < 𝜎] (= 0) maka 𝜎a − 𝜎E = 241.8 N/mm2 > 𝜎<&5H4 = 225 N/ mm2 (teori Tresca), dapat
dikatakan bahwa elemen tersebut mengalami kegagalan (sudah leleh).
Jika menurut teori von Mises, subtitusikan nilai-nilai tegangan utama ke dalam persamaan 𝜎aE + 𝜎EE −
E
𝜎a 𝜎E = 𝜎l&5H4 , maka ruas sebelah kiri adalah 212.3 N/mm2 < 225 N/mm2, dapat dikatakan bahwa
elemen tersebut belum mengalami kegagalan (aman).
Kedua, kita kupas teori kegagalan pada material getas. Terdapat dua teori yang umum diterapkan yaitu
teori maksimum tegangan normal (atau lebih sering dikenal sebagai teori Rankine) dan teori
kriteria kegagalan Mohr.
Pada teori Rankine, material getas akan mengalami keruntuhan atau kegagalan pada kondisi tegangan
ultimit, sehingga:
- 227 -
Gambar 286: Diagram Keruntuhan Kriteria Teori Rankine.
Pada teori kegagalan Mohr, material getas akan mengalami keruntuhan atau kegagalan yang berbeda
pada kondisi tarik dengan tekan. Oleh karena itu, pada teori Mohr ini, dilakukan tiga uji pada material,
yaitu uji uniaksial tarik, uji uniaksial tekan dan uji torsi untuk mengetahui tegangan geser ultimitnya.
Kemudian gambarkan ketiga hasil uji tersebut dalam diagram lingkaran Mohr:
Jika nilai tegangan berada dalam envelope, maka material dikatakan aman. Diagram lain dalam
pernyataan tegangan-tegangan utamanya juga dapat disajikan seperti dalam gambar berikut ini:
- 228 -
Gambar 288: Diagram Keruntuhan Kriteria Mohr.
Jawab:
hv
Pada tengah bentang balok, gaya dalam momen adalah sebesar h
= 𝑃 N-m. Tegangan normal
maksimum yang terjadi pada serat bawah, dari persamaan tegangan lentur balok, sebesar:
(¡ vJa_ý K(Ec_)(aE)
𝜎= !
= (Ec_)(c__)ý
= 9.6(10pc )𝑃 N/mm2;
Kasus ini merupakan kasus uniaksial, sehingga tegangan utama atau tegangan maksimum juga sebesar
9.6(10pc )𝑃 N/mm2. Kemudian bandingkan dengan kuat tarik beton, yaitu: 𝜎a = 9.6(10pc )𝑃 =
𝜎<&5H4 = 1.5 N/mm2 (kuat tarik), maka di dapatkan P = 15.6 kN.
- 229 -
BAB 15 DEFELEKSI BALOK
Defleksi v (sesuai sumbu-y) adalah perpindahan suatu titik pada balok yang sesuai dengan arah sumbu-
y. Saat balok menekuk, defleksi yang terjadi tidak hanya menyebabkan perpindahan titik secara
translasi saja, tetapi juga terjadi secara rotasi. Sehingga dalam analisis kurva defleksi, akan diketahui
variabel perpindahan translasi dan rotasinya. Perhatikan gambar berikut ini:
Perpindahan translasi dari defleksi, bernilai positif jika perpindahan ke arah atas (sesuai sumbu-y) dan
perpindahan rotasi bernilai positif jika berlawan arah jarum jam. Kemudian seperti yang telah dikupas
pada bagian lentur balok, diperkenalkan istilah kurvatur.
Penyelesaian defleksi secara goemetrik ini dengan melihat bahwa slope/kemiringan kurva defleksi
merupakan turunan pertama dari dv/dx, dan:
41
(277) 49
= tan 𝜃
Dengan bantuan teori deformasi kecil (small deformation) dimana cos θ ≈ 1 maka dapat dikatakan ds
≈ dx. Juga karena sudut θ yang kecil, maka tan θ = θ,
- 230 -
4á 4+ 1
(278) 49
= 49 +
4+ 1 (
(279) = ´!
49 +
4+ 1
(280) 𝐸𝐼 49 + = 𝑀
Formula di atas merupakan suatu persamaan diferensial untuk kurva elastik atau formula defleksi
balok. Dengan mengikuti persamaan-persamaan pada gaya dalam, di mana turunan pertama gaya dalam
geser adalah fungsi beban luar, serta turunan pertama gaya dalam momen adalah gaya dalam geser,
sehingga persamaan di atas dapat ditambahkan:
4 4+ 1 4(
(281) q𝐸𝐼 r= =𝑉
49 49 + 49
4+ 4+ 1 4-
(282) q𝐸𝐼 r= =𝑀
49 49 + 49
Untuk elemen struktur dengan penampang prismatik (seragam) formula defleksi dapat disederhanakan
menjadi:
4+ 1 4ý 1 4` 1
(283) 𝐸𝐼 = 𝑀 dan 𝐸𝐼 = 𝑉 dan 𝐸𝐼 = −𝑞
49 + 49 ý 49 `
Penyelesaian persamaan differensial ini dilakukan dengan mengintegralkan salah satu persamaan di
atas. Penyelesaian cara ini sering disebut penyelesaian dengan metode dua kali integrasi (double
integration method). Seperti yang telah dipelajari dalam kalkulus, maka penyelesaian persamaan
differensial di atas dipecahkan dengan memperhatikan ketiga kondisi yaitu:
a) kondisi batas,
b) kondisi kekontinuan dan
c) kondisi simetris.
Contoh-contoh berikut di bawah ini menjelaskan penyelesaian dari tiap jenis persamaan differensial di
atas.
Jawab:
OÅ
Dari analisis statika, akan diketahui bahwa besar reaksi perletakan adalah E
. Persamaan gaya dalam
OÅ9 O9 +
momennya adalah 𝑀 = E
− E
.
- 231 -
4+ 1 OÅ9 O9 +
Masukkan persamaan ini ke dalam persamaan defleksi, 𝐸𝐼 49 + = 𝑀 = E
− E
.
4+ 1 OÅ9 O9 + 41 OÅ9 + O9 ý
𝐸𝐼 ∫ q49 + r 𝑑𝑥 = ∫ q E
r 𝑑𝑥 − ∫ q
E
r 𝑑𝑥 maka penyelesaian persamaan ini: 𝐸𝐼
49
= h
− b
+ 𝐶a .
41
Saat x = L/2 maka slope/kemiringan = 0, masukkan kondisi batas ini ke dalam persamaan di atas,
49
OÅý
maka didapatkan 𝐶a = − .
Eh
OÅ9 ý O9 ý OÅý9
Integralkan sekali lagi persamaan defleksi, menjadi: 𝐸𝐼𝑣 = aE
− Eh
− Eh
+ 𝐶E .
Saat x = 0 maka perpindahan translasi juga 0 atau v(0) = 0, dan C2 = 0. Solusi persamaan differensialnya
O9
adalah: 𝑣 = − (𝐿] − 2𝐿𝑥 E + 𝑥 ] ).
Eh´!
Å cOÅ`
𝑣 qEr = − ]zh´! (nilai negatif mengindikasikan perpindahan ke arah bawah).
41 OÅý 41 OÅý
Sudut rotasi pada tumpuan adalah 𝜃‹ = − 49 (0) = Eh´! dan 𝜃Œ = 49 (𝐿) = Eh´! .
Jawab:
Dari analisis statika, diketahui bahwa fungsi gaya dalam momen M = -Px. Slope dan kurva elastiknya
4+1
adalah: 𝐸𝐼 49 + = −𝑃𝑥.
41 v9 +
Integralkan persamaan ini menjadi: 𝐸𝐼 49 = − E
+ 𝐶a .
- 232 -
v9 ý
Integralkan kembali persamaan menjadi: 𝐸𝐼𝑣 = − b
+ 𝐶a 𝑥 + 𝐶E .
vÅ+ vÅý
𝜃‹ = dan 𝑣‹ = − .
E´! ]´!
Sudut bernilai positif berarti berlawanan dengan arah jarum jam, nilai perpindahan negatif berarti
perpindahan ke arah bawah.
- 233 -
Dari persamaan ini dapat kita katakan bahwa perubahan sudut dq pada elemen dx, yang merupakan
perubahan sudut pada garis singgung/tangen, adalah sebesar luasan momen di bawah diagram momen.
Jika kita melakukan integrasi pada persamaan tersebut, maka:
Œ(
(285) 𝜃Œ/‹ = ∫‹ 𝑑𝑥
´!
Jika luasan momen bernilai positif maka sudut dari tangen A ke tangen B akan berlawanan dengan
jarum jam. Juga sebaliknya jika luasan momen bernilai negatif maka sudut dari tangen A ke tangen B
akan se arah dengan jarum jam. Sudut diukur dengan satuan radian.
Dalam menetukan deviasi vertikal dari tangen pada titik A atau B, pengembangan formula dari metode
momen area ini dapat diturunkan sebagai berikut:
Œ(
(286) 𝑡Œ/‹ = 𝑥 ∫‹ 𝑑𝑥
´!
di mana 𝑥 adalah jarak dari titik A ke titik pusat luasan momen, seperti gambar berikut:
Jika luasan momen bernilai positif dari A ke B, maka tangen A di atas tangen B, begitu pula sebaliknya.
- 234 -
Dari pembahasan di atas, telah ditegaskan bahwa perubahan sudut dan deviasi vertikal dari formula-
formula di atas merupakan nilai dari selisih dua tangen pada kurva defleksi elastik. Jadi metode ini
tidak memberikan solusi eksak atas slope atau perpindahan titik pada balok tersebut. Kita
perhatikan contoh-contoh berikut.
Jawab:
Balok kantilever di atas memiliki diagram momen seperti dalam gambar di bawahnya. Karena kondisi
tumpuan jepit pada titik A, maka slope atau sudut pada titik A adalah nol. Sehingga nilai sudut pada
titik B adalah selisih dua tangen tersebut yaitu: 𝜃Œ = 𝜃Œ/‹ − 0 = 𝜃Œ/‹ , begitu pula dengan nilai sudut
pada titik C yaitu: 𝜃¾ = 𝜃¾/‹ − 0 = 𝜃¾/‹ .
- 235 -
Gambar 295: Putaran Sudut Pada Balok Kantilever.
Jawab:
Untuk mendapatkan nilai 𝜃¾ yang merupakan selisih dari sudut pada titik A dengan selisih sudut tangen
C-A, yaitu: 𝜃¾ = 𝜙 − 𝜃¾/‹ . Lihat gambar kurva elastik berikut ini:
- 236 -
Gambar 297: Putaran Sudut Balok, Contoh Soal 112.
6Â/Ã
Sudut 𝜙 didapatkan dari aproksimasi yaitu 𝜙 = (pendekatan dari formula radian yaitu 𝑠 = 𝜃𝑟).
ÅÃ/Â
a a b_ E a b_ z__
𝑡Œ/‹ = É2 + q]r (6)Ê ÉqEr (6) q ´! rÊ + q]r (3) ÉqEr (2) q ´! rÊ = z´! ;
6 z__ E_ z_
Sehingga 𝜃¾ = ÉÅÂ/Ã Ê − 𝜃Ä = z´! − ´! = ´!
.
Ã/Â Ã
Perbandingkan dalam persamaan-persamaan ini menghasilkan teorema 1 yaitu: slope pada suatu titik
pada balok sesungguhnya sama nilainya dengan gaya dalam geser pada titik yang sama pada balok
konyugasi. Beban pada balok konyugasi merupakan besaran gaya dalam momen dari balok sebenarnya.
4+ ( 4+1 (
(289) 49 +
= 𝑞 dan 49 + = ´!
- 237 -
jika kita integralkan kedua persamaan ini, menjadi:
(
(290) 𝑀 = ∫(∫ 𝑞 𝑑𝑥 )𝑑𝑥 dan 𝑣 = ∫ q∫ ´! 𝑑𝑥r 𝑑𝑥
Perbandingkan dalam persamaan-persamaan ini menghasilkan teorema 2 yaitu: perpindahan suatu titik
pada balok sesungguhnya sama nilainya dengan gaya dalam momen pada titik yang sama pada balok
konyugasi.
Catatan penting pada metode ini adalah perletakan pada balok sesungguhnya harus digantikan dengan
perletakan lain pada balok konyugasi, agar persamaan-persamaan di atas terpenuhi. Berikut tabel
perubahan perletakan dari balok sesungguhnya terhadap balok konyugasi.
48
Kassimali, Aslam. 2020. Structural Analysis 6th ed. hal 249.
- 238 -
Berikut contoh sederhana dari penerapan balok konyugasi.
Jawab:
Dari balok sesngguhnya ini, kita cari dulu gaya dalam momen yang terjadi.
Kemudian besaran gaya dalam momen ini kita jadikan sebagai beban pada balok konyugasi. Karena
gaya dalam ini bernilai negatif, maka beban berarah ke bawah.
Kemudian kita selesaikan gaya-gaya dalam pada balok konyugasi untuk mendapatkan slope dan
perpindahan pada titik B.
a]c h_c
∑ 𝑀Œ± = 0; q r (3) + 𝑀Œ± = 0; 𝑀Œ± = ΔŒ± = − = −19.9 mm.
´! ´!
- 239 -
Gambar 301: Pemodelan Balok Konyugasi.
Pada kasus balok-balok umum, sudah disediakan tabel kurva defleksi balok yang banyak tersedia pada
buku-buku analisis struktur, sehingga pembaca tidak perlu lagi menyelesaikan atau memecahkan
persamaan differensial kurva defleksi yang cukup rumit ini. Untuk pembebanan yang kompleks,
pembaca dapat menggunakan tabel kurva defleksi balok untuk tiap beban, dan melakukan superposisi
dari hasilnya. Perlu diingat bahwa superposisi dapat dilakukan dengan aturan yang sama, yaitu jenis
material yang sama (EI) dan mengikuti teori perpindahan kecil.
Untuk bahan non-prismatik (tidak seragam penampangnya) cara numerik sangat dianjurkan untuk
digunakan, mengingat penyelesaiaan persamaan differensial akan sulit untuk penampang non-prismatik
ini.
- 240 -
- 241 -
Gambar 302: Tabel Slope dan Defleksi Balok49.
Untuk bentuk-bentuk lainnya, dapat dilihat pada tabel defleksi pada buku-buku terkait.
49
Kassimali, Aslam. 2020. Structural Analysis 6th ed.
- 242 -
BAB 16 STABILITAS ELEMEN TEKAN
Jadi dapat dikatakan bahwa, suatu elemen aksial tekan (kolom) di mana beban yang diberikan adalah P
< Pcr maka elemen struktur tersebut masih dalam keadaan kesetimbangan stabil, apabila P = Pcr maka
elemen struktur tersebut dalam keadaan kesetimbangan netral, dan apabila P > Pcr maka elemen struktur
tersebut dalam keadaan kesetimbangan tidak stabil.
Formula beban kritis Pcr di atas diturunkan dari persamaan pada kolom sederhana dengan perletakan
sendi-sendi. Perhatikan gambar berikut:
(291) ∑ 𝑀‹ = 𝑀 + 𝑃𝑣 = 0
4+ 1
(292) 𝑀 = 𝐸𝐼
49 +
4+ 1
(293) 𝐸𝐼 49 + + 𝑃𝑣 = 0
- 243 -
Persamaan ini merupakan persamaan differensial ordo dua dengan nilai batas v(0) = 0 dan v(L) = 0.
Penyelesaian dari persamaan ini cukup sulit, oleh karena itu tidak akan dibahas dalam buku teks ini,
mahasiswa dapat membaca pada buku khusus terkait stabilitas struktur. Solusi dari persamaan di atas
akan didapatkan fungsi perpindahan v dan beban kritis yang terjadi yang membuat elemen mengalami
tekuk.
Beban kiritis Pcr yang akan menyebabkan elemen struktur mengalami tekuk, diberikan oleh formulasi
Euler (L = panjang elemen) yaitu:
í +´!
(294) 𝑃¡ï =
Å+
vpA í +´!
(295) 𝜎¡ï = ‹
= ‹Å+
!
Jika kita kombinasikan dengan radius girasi penampang 𝑟 = D‹, maka:
í +´
(296) 𝜎¡ï = Å +
J ¤ï K
a) beban tekuk berkaitan dengan panjang kolom, semakin panjang kolom semakin kecil beban
tekuk kritisnya (beban tekuk kritis akan mejadi batasan kegagalan dari suatu elemen
langsing);
b) beban tekuk kritis berbanding lurus dengan modulus elastisitas material, yang artinya semakin
tinggi nilai E akan semakin tinggi juga nilai beban kritis tekuknya;
c) beban tekuk kritis berbanding lurus dengan momen area kedua penampang, yang artinya
bentuk penampang sangat mempengaruhi nilai beban kritis tekuknya;
d) beban tekuk kritis tidak dipengaruhi oleh kekuatan materialnya, sehingga menambah mutu
material tidak akan mempengaruhi peningkatan dari beban tekuk kritis.
Untuk jenis perletakan lainnya, dapat diturunkan dengan cara yang sama seperti formula Euler di atas.
Hanya saja diperkenalkan suatu konsep yaitu panjang efektif:
(297) 𝐿5 = 𝐾𝐿
Konsep panjang pada formula Euler sebelumnya, diganti dengan panjang efektif (di mana untuk
perletakan sendi-sendi, K = 1), sehingga:
í +´!
(298) 𝑃¡ï = (VÅ)+
- 244 -
Variasi untuk beberapa jenis perletakan, disajikan dalam gambar di bawah ini.
Formula di atas memiliki keterbatasan yaitu, berlaku pada teori defleksi kecil (small deflection),
geometri elemen adalah lurus sempurna, dan material linear elastik mengikuti hukum Hooke.
Jawab:
Dari tabel properti baja, penampang tersebut diketahui memiliki luas penampang A = 5890 mm2,
momen area kedua Ix = 45.4(106) mm4, dan Iy = 15.3(106) mm4. Kerena perletakan adalah sendi-sendi,
maka K = 1. Dengan inspeksi secara visual kita ketahui bahwa tekuk akan terjadi pada sumbu-y
(memiliki momen area kedua yang paling kecil), sehingga:
í +´! vpA
𝑃¡ï = (VÅ)+ = 1887.6 kN dan 𝜎¡ï = ‹
= 320.5 Mpa.
Tegangan yang terjadi ini sudah melampaui tegangan proportional limit atau tegangan leleh baja yaitu
250 Mpa. Oleh karena itu maka batasan gaya kritisnya adalah batas tegangan leleh, sehingga gaya
maksimumnya adalah: 𝑃 = 𝜎𝐴 = (250)(5890) = 1472.5 kN.
50
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed.
- 245 -
4+ 1
(299) 𝐸𝐼 49 + = 𝑀 = 𝑃𝑒 − 𝑃𝑣
sehingga perlu diketahuinya defleksi maksimum yang terjadi. Defleksi maksimum adalah:
í v
(300) 𝛿 = 𝑣)—9 = 𝑒 qsec É E Dv Ê − 1r
pA
51
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed.
- 246 -
Momen maksimum akibat beban bereksentrisitas ini adalah:
í v
(301) 𝑀)—9 = 𝑃(𝑒 + 𝛿 ) = 𝑃𝑒 Ésec É E Dv ÊÊ
pA
Jika kita tentukan jarak serat atas tekan pada penampang adalah c, di mana momen maksimum terjadi,
maka tegangan maksimum akibat beban bereksentrisitas ini adalah:
v 5¡ Å v
(302) 𝜎)—9 = ‹ s1 + ï + åsec åEï D´‹èèt
Formula di atas dikenal sebagai secant formula untuk beban kolom bereksentrisitas dengan tumpuan
sendi-sendi.
52
Philpot, Timothy A. 2017. Mechanics of Materials 4th ed.
- 247 -
Gambar 308: Contoh Soal 115.
Jawab:
Dari kondisi perletakan, kita ketahui bahwa pada sumbu-y kolom berperilaku sebagai sendi/pin pada
bagian atas dan jepit pada bagian bawah, sehingga panjang efektif kolom adalah KLy = (0.7)(4) = 2.8
m.
- 248 -
Sedangkan pada sumbu-x kolom berperilaku sebagai bagian bebas pada bagian atas dan jepit pada
bagian bawah, sehingga panjang efektif kolom adalah KLy = (2)(4) = 8 m.
Momen yang terjadi akibat eksentrisitas adalah M = P(200). Momen inersia penampang adalah Iy =
20.4(106) mm4, luas penampang A = 7580 mm2, radius girasi rx = 89.9 mm dan jarak ke serat atas c =
105 mm.
í +´![ í +(E__)(E_.h)Ja_ë K
(𝑃¡ï )< = + = = 5136 kN.
JVÅ[ K (Ez__)
Pada bidang-yz di mana terjadinya momen akibat eksentrisitas, gunakan secant formula
v\ 5¡ VÅ v
𝜎)—9 = 𝜎<&5H4 = ‹
s1 +
ï\+
åsec å Eï \ D´‹\ èèt.
\
1895 = 𝑃9 u1 + 2.598JsecJ0.03618W𝑃9 KKv, dari cara trial and error, didapatkan Px = 419.4 kN (lebih
kecil beban kritis yang menyebabkan tekuk).
Jadi kesimpulan yang didapat bahwa kolom di atas akan gagal karena leleh terlebih dahulu terjadi.
Oleh karena itu, untuk kolom menengah dan kolom pendek, formula Euler ini perlu direvisi. Pada
daerah inelastik, besaran modulus elastisitas berubah mengikuti garis tangen pada kurva inelastik. Garis
tangen ini dinamakan modulus tangen, di mana membuat Et < E.
Karena perubahan nilai modulus ini, membuat formula Euler perlu dimodifikasi menjadi:
í +´?
(303) 𝜎¡ï = +
JVŤï K
Formula ini diusulkan oleh F. Engesser sehingga sering disebut persamaan Engesser. Perbedaannya
dijelaskan pada grafik seperti di bawah ini:
- 249 -
Gambar 311: Kapasitas Kolom Pendek, Menengah dan Langsing53.
Metode lain yang menggambarkan perilaku kolom pada daerah inelastik, diberikan oleh Shanley
theory, di mana dalam teori ini memberikan hasil yang lebih baik dari perilaku kolom pada daerah
inelastik. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini dapat dibaca pada buku-buku mengenai stabilitas
struktur.
53
Hibbeler, R.C. 2011. Mechanics of Materials, 8th ed.
- 250 -
BAB 17 PERPINDAHAN DENGAN METODE ENERGI
Energi merupakan suatu besaran skalar yang dimiliki oleh suatu sistem dari satu atau beberapa obyek.
Jika terdapat sebuah gaya yang mengubah obyek tersebut, misalnya membuat obyek itu bergerak, maka
jumlah energi pada sistem obyek tersebut berubah. Energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk
lainnya dan dapat berpindah dari satu obyek ke obyek lainnya, tetapi jumlah total energi yang ada selalu
sama (bersifat kekal). Suatu cara untuk memindahkan energi disebut dengan usaha atau kerja.
Jenis-jenis energi yang banyak kita jumpai di dalam kehidupan sehari-hari yaitu seperti energi
kalor/panas, energi nuklir, energi kinetik, dan lain sebagainya. Energi internal dalam suatu bahan benda,
terdiri dari energi kinetik, energi potensial dan energi panas. Tetapi pada pembahasan mekanika kita
kali ini, kita cukup membahas masalah energi kinetik dan energi potensial saja.
Energi kinetik adalah energi yang berhubungan dengan keadaan pergerakan atau perpindahan suatu
obyek. Pahami ilustrasi berikut ini. Jika terdapat suatu benda yang mula-mula dalam keadaaan diam,
maka energi kinetiknya adalah sebesar nol. Kemudian kita berikan gaya pada benda tersebut yang
menyebabkan benda tersebut bergerak, maka artinya kita memindahkan energi dari kita ke benda
tersebut, sehingga benda tersebut memiliki energi. Semakin cepat benda itu bergerak atau berpindah
maka semakin besar energi kinetiknya. Dan kemudian, apabila benda yang bergerak tersebut kita tahan
sehingga benda tersebut melambat, maka energi kinetik benda tersebut berkurang, dan energinya
berpindah ke kita.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa cara untuk memindahkan energi disebut dengan usaha.
Perhatikan Gambar (312) di bawah ini.
- 251 -
Fx
A’
𝑑𝑟⃗
A
𝑟⃗
𝑟⃗ + 𝑑𝑟⃗
Partikel A dengan verktor posisi r berpindah ke A' dengan vektor perpindahan dr, sehingga vektor
posisi A' menjadi r + dr. Perpindahan terjadi akibat adanya gaya Fx, seperti yang kita ketahui dari
hukum Newton bahwa 𝐹9 = 𝑚 ∙ 𝑎9 . Ketika partikel A bergerak menuju A’, gaya mengubah kecepatan
partikel dari kecepatan awal vo menjadi v. Karena gaya dan percepatannya juga konstan, maka:
(pelajari kembali formula ini dari fisika dasar mengenai gerak kinematika).
a
Penjelasan pada formula ini adalah bahwa energi kinetik akhir dari partikel A’ adalah 𝐾I = E 𝑚𝑣 E dan
a
energi kinetik awal dari partikel A adalah 𝐾& = E 𝑚𝑣îE . Selisih dari energi kinetik akhir dan energi
kinetik akhir merupakan usaha atau kerja 𝑊 = 𝐹9 𝑑 yang dilakukan gaya sepanjang jarak d. Jadi untuk
menghitung usaha yang dilakukan sebuah gaya terhadap benda ketika benda bergerak melalui beberapa
perpindahan, kita hanya menggunakan komponen gaya sepanjang perpindahan benda tersebut.
Komponen gaya yang tegak lurus terhadap perpindahan menghasilkan usaha/kerja nol.
(306) 𝑊 = 𝐹⃗ ∙ 𝑑𝑟⃗
Formulas di atas merupakan definisi dari kerja, di mana W merupakan perkalian titik dua vektor yang
menghasilkan skalar. Sesuai aturan vektor, maka perkalian titik menjadi :
(307) 𝑊 = 𝐹 cos 𝛼 𝑑𝑠
di mana cos 𝛼 𝑑𝑠 merupakan proyeksi vektor dr sejajar vektor F. Jika vektor F searah dengan dr maka
kerja bernilai positif dan tereduksi menjadi 𝐹𝑑𝑠. Jika vektor F berlawanan arah dengan dr maka kerja
bernilai negatif. Jika vektor F tegak lurus dengan dr maka kerja bernilai nol.
- 252 -
Contoh di atas merupakan usaha atau kerja akibat gerak translasi. Hal yang sama juga berlaku gerak
rotasi, di mana hubungan antar perpindahan dan gaya, yaitu:
(308) 𝑊 = 𝑀 ∙ 𝑑𝜃
Kita bakukan bahwa usaha dalam notasi W, energi awal adalah Ki serta energi akhir adalah Kf, maka
teorema usaha-energi dapat kita notasikan sebagai berikut:
(309) ∆𝐾 = 𝐾I − 𝐾& = 𝑊
yang berarti bahwa usaha atau kerja adalah selisih energi akhir dengan energi awal atau perubahan
energi. Satuan dari kerja adalah Joule.
Pada luas arsir bagian kecil, merupakan kerja yang dilakukan pada segmen 𝑑𝛿a maka jumlah total kerja
yang dilakukan, yaitu sebesar:
6
(310) 𝑊 = ∫_ 𝑃a 𝑑𝛿a
54
Gere, James. 2004. Mechanics of Materials, 6th ed.
- 253 -
Atau secara geometrik dapat dikatakan bahwa kerja merupakan luas daerah di bawah kurva diagram
𝑃 − 𝛿. Saat gaya bekerja pada elemen aksial, regangan dihasilkan, dan mengeluarkan/menyimpan
energi potensial yang disebut energi regangan. Dari prinsip konservasi energi, energi regangan ini setara
atau sama dengan kerja yang dihasilkan, atau:
6
(311) 𝑈 = 𝑊 = ∫_ 𝑃a 𝑑𝛿a
Energi regangan ini merujuk pada kerja dalam dari suatu sistem struktur. Perilaku energi regangan pada
material dapat dilihat pada diagram gaya-perpindahan yang dihasilkan. Perilaku ini dapat bersifat energi
regangan elastik atau energi regangan inelastik, seperti pada contoh gambar berikut ini:
Pada batang yang berperilaku elastik mengikuti hukum Hooke, energi regangan yang tersimpan pada
batang adalah (seperti sistem pegas, luas daerah di bawah kurva gaya-perpindahan):
v6
(312) 𝑈=𝑊= E
vÅ
Jika kita masukkan persamaan elongasi 𝛿 = ´‹ maka:
v+ Å ´‹6 +
(313) 𝑈 = E´‹ atau 𝑈 = EÅ
Hal yang sama juga jika gunakan notasi tegangan dan regangan pada metode energi ini. Perhatikan
ilustrasi Gambar (315) berikut ini.
55
Gere, James. 2004. Mechanics of Materials, 6th ed.
- 254 -
Gambar 315: Tegangan Normal dan Tegangan Geser56.
Pada bagian (a) akibat tegangan normal terjadi perpindahan sebesar D1, dan pada bagian (b) akibat
tegangan geser terjadi perpindahan sebesar D2.
F _
(314) ∆a = ´ 𝑑𝐿 dan ∆E = ' 𝑑𝐿
Gaya atau beban diberikan sedikit demi sedikit, yang menyebabkan adanya perpindahan atau deformasi,
maka energi yang tersimpan pada elemen sebesar:
a a F+
(315) 𝑑𝑈a = E (𝜎 𝑑𝐴)∆a = E ´
𝑑𝐿 𝑑𝐴
a a _+
(316) 𝑑𝑈E = E (𝜏 𝑑𝐴)∆E = E '
𝑑𝐿 𝑑𝐴
Dapat juga kedua formula di atas kita sederhanakan menjadi pernyataan umum, yaitu:
a
(317) 𝑑𝑈 = 𝜎𝜖 𝑑𝑉
E
Kenaikan energi regangan akibat pertambahan regangan yang terjadi, dari e = 0 hingga e = ef (batas
proporsional limitnya) adalah:
y
(318) 𝑑𝑢 = 𝑑𝑉 ∫_ j 𝜎 𝑑𝜀
Bagian integral disebut kepadatan energi regangan (untuk membedakan dengan notasi energi regangan
yaitu U, maka kepadatan energi dinotasikan sebagai u), di mana kepadatan suatu energi regangan
didefiniskan sebagai energi regangan per unit volume, yang sebesar luasan daerah di bawah kurva
tegangan regangan, seperti gambar berikut ini:
56
Ghali, A and Neville, A.M. 2017. Structural Analysis, 7th ed., hal. 218.
- 255 -
Gambar 316: Kepadatan Energi Regangan57.
Dalam mekanika bahan, kepadatan energi regangan ini disebut modulus resilien (modulus resilience).
Modulus ini menyatakan kepadatan energi regangan pada suatu bahan sampai batas tegangan
proporsionalnya. Dalam istilah secara fisika, modulus resilien adalah kemampuan material dalam
menyerap energi tanpa menyebabkan material tersebut menjadi rusak.
Kita sederhanakan kembali, jika material mengikuti hukum Hooke, yaitu fungsi tegangan dan regangan
adalah linier pada daerah elastik, maka kurva adalah sebagai berikut:
57
Ghali, A and Neville, A.M. 2017. Structural Analysis, 7th ed., hal. 219.
58
Ghali, A and Neville, A.M. 2017. Structural Analysis, 7th ed., hal. 219.
- 256 -
a
(319) 𝑢 = 𝜎I 𝜀I
E
Pada kasus dua jenis tegangan dan regangan normal yang terjadi maka kepadatan energi regangan akibat
kerja yang dilakukan tegangan-tegangan normal dan regangan-regangan normal yang terjadi adalah:
a
(320) 𝑢a = E J𝜎9 𝜖9 + 𝜎< 𝜖< K
Pada kasus dua jenis tegangan dan regangan geser, kepadatan energi regangan akibat kerja yang
dilakukan tegangan-regangan geser yang terjadi adalah:
_\[ Ñ\[
(321) 𝑢E =
E
Kombinasi kedua densitas energi regangan ini merupakan kepadatan atau densitas energi regangan
pada tegangan bidang, yaitu:
a
(322) 𝑢 = J𝜎9 𝜖9 + 𝜎< 𝜖< + 𝜏9< 𝛾9< K
E
Sedangkan pernyataan umum atau total energi regangan untuk 6 komponen tegangan dan 6 komponen
regangan yaitu: sxx, syy, szz, txy, txz, tyz, exx, eyy, ezz, gxy, gxz, dan gyz (lihat kembali komponen-komponen
tegangan dan regangan kubus pada mekanika bahan), adalah:
a
(324) 𝑢 = E ∑b)Ja ∫- 𝜎) 𝜀) 𝑑𝑉
Jika hanya terjadi gaya aksial saja, seperti pada gambar di bawah ini:
59
Ghali, A and Neville, A.M. 2017. Structural Analysis, 7th ed., hal. 222.
- 257 -
Dan energi regangan yang diserap elemen adalah:
Å a ¿+
(326) 𝑈 = ∫_ E ´‹
𝑑𝐿
Dari formula di atas, dapat kita simpulkan bahwa energi regangan merupakan fungsi kuadrat, jadi kita
tidak dapat melakukan superposisi jika terdapat beban-beban yang terjadi pada batang.
Jawab:
FÅ (h`.`hb)(c___)
∆𝐿 = ´
= E(a_z)
= 1.19 mm;
v+ Å (b____) +(c___)
𝑈= = = 35.828 N-m atau Joule.
E´‹ E(E∙a_z )(aEcb)
Jawab:
Gunakan formula (326) untuk jenis batang yang memiliki segmen penampang berbeda.
+
Å J¿(9)K 49 ¿ú+Åú v+ (Å/E) a a cv+ Å
𝑈 = ∫_ = ∑E&Ja = q{ + {(4)+ r = ;
E´‹(9) E´ú ‹ú E´ (E4)+ hí´4+
` `
- 258 -
cv+ Å c(E`)(b__)
𝑈 = hí´4+ = hí(a_c)(h_)+ = 1.036 N-m atau Joule.
Seperti pada elemen aksial, akibat pembebanan lentur dapat dicari juga energi regangan yang terjadi.
Momen lentur yang terjadi pada elemen lentur (dapat dilihat dalam kurvat lentur balok) adalah:
´!
(327) 𝑀 = 4Å 𝑑𝜃
Kerja/usaha yang dilakukan oleh momen sebesar (linier mengikuti hukum Hooke):
(
(329) 𝑊= 𝑑𝜃
E
( a (+
(330) 𝑑𝑈 = E
𝑑𝜃 = E ´!
𝑑𝐿
Å a (+
(331) 𝑈 = ∫_ E ´!
𝑑𝐿
Perhitungan akan lebih mudah jika kita dapat membuat diagram momen-kurvature balok. Energi
regangan yang terjadi adalah luasan segitiga di bawah kurva pada diagram momen-kurvature.
Jawab:
Dari statika, kita ketahui bahwa persamaan gaya dalam momen pada balok kantilever adalah:
60
Ghali, A and Neville, A.M. 2017. Structural Analysis, 7th ed., hal. 222.
- 259 -
O9 +
𝑀=− E
.
Å a (+ E
Å a O9 + O+ O +Åz
𝑈 = ∫_ 𝑑𝑥 = ∫_ q− r 𝑑𝑥 = [𝑥 c ]Å_ = .
E ´! E´! E h_´! h_´!
Akibat pembebanan geser dapat dicari juga energi regangan yang terjadi.
di mana ar adalah luas penampang tereduksi, ar = a/b, a = luas penampang sebenarnya dan b = adalah
koefisien tergantung bentuk penampang. b = 1.2 untuk penampang persegi, b = 10/9 untuk penampang
lingkaran, b = 1 untuk penampang WF (ar hanya luas penampang badan saja) (pelajari kembali pengaruh
geser pada mekanika bahan).
Å a -+
(334) 𝑈 = ∫_ E '—A
𝑑𝐿
Akibat pembebanan torsi dapat dicari juga energi regangan yang terjadi.
61
Ghali, A and Neville, A.M. 2017. Structural Analysis, 7th ed., hal. 222.
- 260 -
Gambar 322: Regangan Yang Terjadi Akibat Torsi62.
Å a Ç+
(337) 𝑈 = ∫_ 𝑑𝐿
E 'b
Perlu diingat bahwa energi regangan ini berlaku pada bahan yang mengikuti linier elastis hukum Hooke
dengan sudut puntir yang kecil, dan penampang lingkaran. Selain penampang lingkaran, lihat kembali
tabel pada Gambar (240).
Å a ¿+ Å a (+ Å a -+ Å a Ç+
(338) 𝑈 = ∫_ E ´‹
𝑑𝐿 + ∫_ E ´!
𝑑𝐿 + ∫_ E '—A
𝑑𝐿 + ∫_ E 'b
𝑑𝐿
62
Ghali, A and Neville, A.M. 2017. Structural Analysis, 7th ed., hal. 222.
- 261 -
Jika koordinat defleksi adalah v, maka kurva defleksi akibat pengaruh geser adalah:
41 J_\[ K U-
[ûP
(339) = =
49 ' ‹'
di mana a adalah koefisien pengali tegangan geser untuk jenis penampang yang berbeda-beda akibat
pengaruh gaya geser. Untuk penampang persegi nilai a = 3/2, untuk penampang lingkaran a = 4/3.
Jika balok dibebani oleh gaya terdistrubusi merata q, maka kurva defleksi akibat pengaruh gesernya
adalah:
4+ 1 U∙4- U
(340) = ‹'49 = − ‹' 𝑞
49 +
Kurva defleksi akibat pengaruh momen dan geser bersamaan adalah dengan menjumlahkan kurva
defleksi masing-masing pengaruh, yaitu:
4+ 1 a U´!
(341) 49 +
= − ´! q𝑀 + ‹'
𝑞r
Pengaruh geser pada defleksi balok akibat beban terdistribusi merata ini menambah kurang lebih 26.5%
dari defleksi yang dihasilkan oleh momen saja (tergantung dimensi penampang dan modulus bahan).
Untuk pengaruh geser akibat beban terpusat, menambah defleksi sebesar kurang lebih 4% saja.
Selain energi regangan, sesungguhnya perlu diketahui pula konsep mengenai energi pelengkap dan
usaha/kerja pelengkap, untuk membuktikan bahwa energi atau usaha yang diserap maupun yang
dikeluarga oleh sistem struktur adalah tetap. Tetapi karena konsep energi pelengkap ini tidak memeiliki
bentuk secara fisik, maka konsep ini tidak diuraikan secara mendetail dan kita langsung saja kepada
konsep kerja maya. Penjelasan mengenai prinsip kerja maya adalah sebagai berikut ini.
Jika suatu benda berdeformasi yang diberikan beberapa beban luar P, yang menyebabkan adanya gaya
dalam u pada suatu titik, dan gaya-gaya tersebut memenuhi suatu kesetimbangan, maka konsekuensi
yang ada adalah terjadinya perpindahan D akibat beban luar P dan perpindahan d akibat beban dalam
u. Perpindahan baik akibat beban luar maupun beban dalam harus memenuhi kompabilitas perpindahan.
Apabila dikaitkan dengan kerja, maka kerja luar harus sama dengan kerja dalam, atau:
- 262 -
(342) ∑ 𝑃∆ = ∑ 𝑢𝛿
Dari persamaan inilah, konsep prinsip kerja maya dilakukan. Jika terdapat suatu benda bebas, bekerja
beberapa beban luar seperti P1, P2, dan P3, dan kita ingin mendapatkan perpindahan akibat beban-beban
tersebut pada titik A, di mana titik A tidak terletak pada beban luar yang bekerja. Untuk mengetahui
perpindahan pada titik A ini, kita berikan beban unit P sebesar 1 (unit-load) dengan arah yang sesuai
dengan perpindahan D yang diinginkan. Hal ini harus seimbang dengan gaya dalam yang bekerja pada
benda dengan perpindahan dL akibat beban P1, P2, dan P3. Maka:
(343) 1 ∙ ∆ = ∑ 𝑢 ∙ 𝑑𝐿
Dengan memilih beban maya sebesar satu satuan, sehingga memudahkan kita untuk mendapatkan
perpindahan, yaitu sebesar:
(344) ∆ = ∑ 𝑢 ∙ 𝑑𝐿
Begitu pula dengan perpindahan rotasi atau slope dari tangen pada titik yang diingikan, kita dapat
gunakan beban virtual yang menyebabkan adanya putaran pada titik perpindahan. Maka:
(345) 1 ∙ 𝜃 = ∑ 𝑢á ∙ 𝑑𝐿
Sebagai contoh kasus, penggunaan prinsip kerja maya pada penyelesaian rangka batang. Jika kita ingin
mendapatkan perpindahan pada suatu titik akibat beban luar pada rangka batang, maka:
ó¿Å
(346) 1 ∙ ∆ = ∑
‹´
di mana n adalah gaya-gaya batang akibat beban maya sebesar 1 satuan, N adalah gaya-gaya batang
akibat beban nyata.
Untuk kasus adanya perubahan yang diakibatkan perbedaan temperatur, pada rangka batang, maka:
(347) 1 ∙ ∆ = ∑ 𝑛𝛼∆𝑇𝐿
Untuk kasus adanya perubahan yang diakibatkan kesalahan pabrikasi, ataupun keperluan membentuk
camber pada rangka batang, maka:
(348) 1 ∙ ∆ = ∑ 𝑛∆𝐿
Jawab:
Untuk mengetahui perpindahan pada titik C, kita berikan gaya maya P = 1 pada titik C ke arah bawah
agar sesuai dengan perpindahan aktual yang terjadi. Kemudian kita hitung gaya-gaya batang akibat
beban maya ini, tuliskan dalam tabel, setiap gaya-gaya batang-nya dalam kolom n. Kemudian kita
- 263 -
hitung juga gaya-gaya batang akibat beban aktual, tuliskan dalam tabel, setiap gaya-gaya batang dalam
kolom N.
Jawab:
Untuk mengetahui perpindahan pada titik C, kita berikan gaya maya P = 1 pada titik C ke arah bawah
agar sesuai dengan perpindahan aktual yang terjadi. Kemudian kita hitung gaya-gaya batang akibat
beban maya ini, tuliskan dalam tabel, setiap gaya-gaya batang-nya dalam kolom n. Kemudian kita
hitung juga gaya-gaya batang akibat beban aktual, tuliskan dalam tabel, setiap gaya-gaya batang dalam
kolom N.
Prinsip kerja maya juga berguna dalam penyelesaian masalah defleksi pada balok dan portal. Pada kasus
lentur saja, perpindahan vertikal yang terjadi pada suatu balok atau portal dengan menggunakan prinsip
kerja maya, menggunakan prinsip yang sama penjelasan sebelumnya, yaitu:
- 264 -
Å )(
(349) 1 ∙ ∆ = ∫_ 𝑑𝑥
´!
di mana m adalah gaya dalam momen akibat beban maya, dan M adalah gaya dalam momen akibat
beban sebenarnya.
Dengan bentuk yang sama, slope atau putaran sudut yang terjadi adalah:
Å )| (
(350) 1 ∙ 𝜃 = ∫_ 𝑑𝑥
´!
Penyelesaian integral pada persamaan-persamaan di atas dapat menggunakan tabel seperti yang
diberikan di bawah ini.
63
Kassimali, Aslam. 2020. Structural Analysis 6th ed. hal 286.
- 265 -
Contoh Soal 120
Tentukan perpindahan vertikal pada titik B balok di bawah ini, dengan E = 200 GPa dan I = 71.7(106)
mm4.
Jawab:
Untuk mendapatkan nilai perpindahan vertikal pada titik B, kita berikan gaya maya sebesar 1 satuan
pada titik B ke arah bawah. Karena dari bentuk struktur di atas, gaya dalam momen memiliki bentuk
segiempat menerus, tidak terdapat loncatan momen, maka dapat kita hitung bahwa, gaya dalam momen
akibat beban satuan m = (-1x) dan gaya dalam momen akibat beban aktual M = (-6x2), maka:
Å )( ] (pa9)Jpb9 + K aEa.c
1 ∙ ∆ = ∫_ 𝑑𝑥 = ∫_ 𝑑𝑥 = ; jika kita masukkan nilai properti, maka: ∆Œ = 8.54 mm.
´! ´! ´!
Jawab:
- 266 -
Dari pelajaran statika, kita bisa mendapatkan nilai reaksi perletakan dan gaya dalam momen yang
terjadi. Pada gambar di bawah ini disajikan gaya dalam momen akibat beban satuan dan beban aktual.
Perhitungan integral dapat mengikuti dari tabel yang sudah diberikan yaitu:
c a
∫ 𝑚𝑀𝑑𝑥 = qaEr (3)(270)(3) + q]r (3)(270)(2.4) = 1660.5;
Meskipun perpindahan pada balok dan portal sangat besar dipengaruhi oleh lentur, tetapi terkadang
terdapat elemen balok dan portal yang terdapat kombinasi, baik aksial, geser, dan torsi.
Untuk energi regangan yang akibat pengaruh gaya aksial, telah dijelaskan pada kasus rangka batang di
atas. Untuk energi regangan akibat pengaruh geser, diberikan sebagai berikut:
Å 1-
(351) 𝑈N = ∫_ 𝐾 '‹ 𝑑𝑥
di mana K merupakan koefisien faktor bentuk penampang (K = 1.2 untuk penampang persegi, K = 10/9
untuk penampang lingkaran, K = 1 untuk penampang WF dan I di mana A hanya untuk luasan badan
saja), G adalah modulus geser, A adalah luasan penampang, v adalah gaya dalam geser akibat beban
satuan dan V adalah gaya dalam geser akibat beban aktual. Diberikannya faktor bentuk pada formula
di atas karena distribusi geser pada tiap penampang tidak selalu sama (Konsep yang sama dengan ar
pada teori energi regangan akibat pengaruh geser yang diuraikan di atas).
Pengaruh geser tidak terlalu signikan pada suatu elemen yang memiliki penampang yang kecil
dibandingkan panjang elemennya, tetapi pengaruh geser akan signifikan pada balok tinggi.
di mana t adalah gaya dalam torsi akibat beban satuan, T adalah gaya dalam torsi akibat beban aktual,
G adalah modulus geser dan J adalah momen inersia polar. Formula energi regangan torsi ini hanya
- 267 -
berlaku untukk bentuk penampang lingkaran saja, untuk bentuk penampang lainnya diperlukan analisis
yang lebih mendalam pada studi mekanika bahan lanjut.
Jawab:
Akibat pengaruh aksial, energi regangan dengan prinsip kerja maya adalah:
Akibat pengaruh geser, energi regangan dengan prinsip kerja maya adalah:
Å 1- ] (a.E)(a)(az_pb_9) ] (a.E)(pa.Ec)(paaE.c)
𝑈N = ∫_ 𝐾 𝑑𝑥 = ∫_ 𝑑𝑥 + ∫_ 𝑑𝑥.
'‹ '‹ '‹
Dari ketiga persamaan di atas: 1 ∙ ∆𝐶ä = 35.3 + 0.105 + 0.182 = 35.59 kN-mm.
Maka ∆𝐶ä = 35.59 mm. Terlihat bahwa pengaruh aksial dan geser tidak terlalu signifikan.
Teorema Castigliano ini berguna untuk mendapatkan rata-rata nilai defleksi dari energi regangan
struktur. Sebagai contoh, jika suatu balok kantilever dibebani beban P di ujung balok (titik A) yang
menimbulkan defleksi translasi dA, maka dari formulasi energi regangan didapatkan:
v+ Åý
(353) 𝑈= b´!
4} vÅý
(354) = = 𝛿‹
4v ]´!
- 268 -
Jadi solusi di atas merupakan defleksi pada titik A akibat beban yang bekerja pada titik A. Formula di
atas dapat diterapkan untuk beberapa jenis pembebanan terpusat P, untuk mengetahui defleksi total
yang terjadi.
Penyataan umum dari teorema Castigliano ini dapat dijabarkan bahwa turunan parsial energi regangan
terhadap turunan parsial beban pada posisi-i, merupakan defleksi di titik-i, atau:
~}
(355) ∆& = ~v
ú
Jika kita terapkan nilai energi regangan akibat aksial pada formulasi teorema Castigliano ini, maka:
~ ¿+Å
(356) ∆ = ~v ∑ E‹´
~¿ Å
(357) ∆ = ∑ 𝑁 q rq r
~v ‹´
~¿
Suku seperti n pada metode kerja maya, hanya saja tidak menggunakan beban satuan, melainkan
~v
variabel P saja.
Jawab:
Untuk mengetahui perpindahan pada titik C, kita berikan gaya P pada titik C ke arah bawah agar sesuai
dengan perpindahan aktual yang terjadi (beban 20 kN pada titik C kita gantikan sementara dengan beban
P). Kemudian kita hitung gaya-gaya batang akibat beban P dan beban aktual lainnya, tuliskan dalam
tabel, setiap gaya-gaya batangnya dalam kolom N. Kemudian kita hitung juga gaya-gaya batang akibat
beban aktual 20 kN yang digantikan tadi, tuliskan dalam tabel, setiap gaya-gaya batang dalam kolom
N(P=20).
- 269 -
~¿ Å ]b^.`
Kita masukkan dalam persamaan Castigliano: ∆𝐶1 = ∑ 𝑁 q rq r = ; kita masukkan nilai
~v ‹´ ‹´
Teorema Castigliano ini juga dapat diterapkan pada masalah balok dan portal. Pada kasus lentur,
perpindahan dengan metode ini adalah:
Å ~( 49
(358) ∆ = ∫_ 𝑀 q rq r
~v ´!
Apabila terdapat kombinasi pembebanan dengan tambahan aksial, geser maupun torsi, energi
regangannya dapat dikembangkan dengan teknik yang sama dengan prinsip kerja maya.
~}Û Å ~- 49
(360) ~v
= ∫_ 𝑉 q~v r q'‹r
~}? Å ~Ç 49
(361) = ∫_ 𝑇 q r q r
~v ~v 'b
Jawab:
Untuk mengetahui perpindahan pada titik B, kita berikan gaya P pada titik B ke arah bawah agar sesuai
dengan perpindahan aktual yang terjadi. Karena dari bentuk struktur di atas, gaya dalam momen
memiliki bentuk segiempat menerus, tidak terdapat loncatan momen, maka dapat kita hitung bahwa,
persamaan gaya dalam momen akibat beban aktual dan beban P adalah:
- 270 -
Gambar 329: Contoh Soal 124.
9 ~(
∑ 𝑀 = 0; −𝑀 − (12𝑥 ) q r − 𝑃𝑥 = 0 maka 𝑀 = −6𝑥 E − 𝑃𝑥 dan = −𝑥.
E ~v
~(
Karena P = 0 maka 𝑀 = −6𝑥 E dan ~v
= −𝑥, masukkan ke dalam persamaan Castigliano, menjadi:
Å ~( 49 ] Jpb9 + K(p9)49 aEa.c
∆Œ = ∫_ 𝑀 q ~v r q ´! r = ∫_ ´!
= ´!
.
Penjelasan lebih baik mengenai metode energi ini dapat dibaca di buku-buku rujukan seperti Structural
Analysis yang ditulis oleh Ghali dan Neville (2017). Juga terdapat metode lain dalam mencari
perpindahan, yaitu metode finite difference dan finite element. Metode ini merupakan metode numerik
dalam analisis perpindahan, dan akan dibahas terpisah.
Jika kita melempar sebuah tomat ke atas, maka saat tomat naik, usaha Wg (usaha yang dilakukan oleh
gaya gravitasi) memiliki nilai negatif karena gaya gravitasi tersebut memindahkan energi dari energi
kinetik tomat ke energi potensial potensial gravitasi sistem tomat-bumi. Kemudian tomat itu melambat
dan berhenti, dan kemudian turun ke bawah karena gaya gravitasi juga. Selama jatuh, proses yang
terjadi kebalikannya, yaitu usaha Wg bernilai positif, artinya memindahkan energi dari energi potensial
gravitasi sistem tomat-bumi ke energi kinetik tomat.
Perubahan energi potensial gravitasi ∆𝑈 didefinisikan sebagai sama dengan negatif dari usaha yang
dilakukan tomat oleh gaya gravitasi:
(362) ∆𝑈 = −𝑊
- 271 -
Penjelasan di atas merupakan contoh energi potensial yang diakibatkan adanya gaya gravitasi.
Kita perhatikan kembali bahwa jika usaha akibat gaya tergantung dari posisi awal dan posisi akhir dan
tidak tergantung dari jalur bergeraknya (path) maka gaya tersebut dikatakan gaya konservatif. Gaya
gravitasi maupun gaya pegas elastik merupakan contoh dari gaya konsevatif ini, tetapi gaya friksi
merupakan gaya non-konsevatif. Jika sebuah gaya konservatif bekerja pada partikel/sistem, gaya
tersebut memberikan partikel suatu kapasitas untuk melakukan usaha, yang disebut energi potensial.
Penyataan ini memberikan kita definisi mengenai energi potensial dengan lebih jelas.
Pada gaya gravitasi, usaha yang terjadi akibat perubahan energi potensial gravitasi adalah 𝑑𝑈 = −𝑊𝑑𝑟.
Jika gerak berlawan dengan arah gaya W, maka usaha yang dilakukan adalah 𝑑𝑈 = −(𝑊 cos 𝜃 )𝑑𝑟.
Total usaha yang dihasilkan untuk memindahkan benda dengan berat W (ke arah bawah) dari titik awal
ke titik akhir (ke arah atas) setinggi h = y2 - y1, adalah:
<E
(363) 𝑈 = − ∫<a 𝑊𝑑𝑦 = −𝑊ℎ
Energi potensial gravitasi akan bernilai positif jika W melakukan kerja bernilai positif (gerak
perpindahan searah dengan W, yaitu ke bawah), dan sebaliknya energi potensial gravitasi akan bernilai
negatif jika kerja W melakukan kerja bernilai negatif (gerak perpindahan berlawanan dengan W, yaitu
ke atas).
Kemudian, energi potensial akibat gaya pegas elastik disebut energi potensial pegas. Ilustrasi gaya
pegas seperti dijelaskan pada gambar di bawah ini:
- 272 -
Gambar 331: Sistem Gaya Pegas Elastik.
(364) 𝐹 = 𝑘𝑥
(365) 𝑑𝑈 = − 𝐹 𝑑𝑥 = −𝑘𝑥 𝑑𝑥
usaha bernilai negatif karena gaya F bekerja berlawanan dengan arah perpindahan. Jika perpindahan
dari x1 menuju x2, maka usaha totalnya adalah:
9E a a
(366) 𝑈 = − ∫9a 𝑘𝑥 𝑑𝑥 = E 𝑘𝑥aE − E 𝑘𝑥EE
Jadi dapat disimpulkan bahwa energi potensial akibat gaya gravitasi adalah:
(367) 𝑉• = 𝑊𝑦
Penjumlahan dari kedua energi potensial ini, dinamakan energi potensial atau fungsi potensial V pada
partikel, yaitu:
(369) 𝑉 = 𝑉• + 𝑉5
Jika suatu benda berpindah dari posisi datum y1 menuju posisi y2, maka fungsi potensial yang ada
adalah:
a
(370) 𝑉 = −𝑊𝑦 + E 𝑘𝑦 E
- 273 -
Usaha yang terjadi adalah:
Jika suatu sistem dengan satu derajat kebebasan, dan mengabaikan gaya friksi, dan berpindah dari posisi
awal q ke posisi akhir q + dq, usaha yang terjadi adalah:
Sistem akan mengalami kesetimbangan (diam) jika total usaha bernilai nol, atau
4-
(374) 4O
= −𝑊 + 𝑘𝑦 = 0
Fungsi potensial V dapat berguna untuk melakukan pemeriksaan kestabilan dari suatu benda/sistem.
Suatu sistem dikatakan stabil apabila pada sistem tersebut diberikan gaya dan kemudian dilepas,
bertendesi kembali ke posisi semula. Energi potensial dari sistem tersebut bernilai minimum. Pada
kondisi stabil:
4- 4+ -
(375) = 0 dan >0
4O 4O +
Suatu sistem dikatakan tidak stabil apabila pada sistem tersebut diberikan gaya dan kemudian dilepas,
bertendesi tidak kembali ke posisi semula, melainkan berpindah semakin jauh. Energi potensial dari
sistem tersebut bernilai maksimum. Pada kondisi tidak stabil:
4- 4+ -
(376) 4O
= 0 dan 4O+ < 0
Suatu sistem dikatakan berada pada kesetimbangan netral apabila pada sistem tersebut diberikan gaya
tetap pada kesetimbangannya walaupun memiliki perpindahan kecil. Energi potensial dari sistem
tersebut bernilai konstan. Pada kondisi netral:
4- 4+ - 4ý -
(377) 4O
= 4O+ = 4Oý = ⋯ = 0
Jawab:
- 274 -
Gambar 332: Contoh Soal 125.
4-
Kesetimbangan sistem jika = 0 maka solusi di atas adalah 𝜃 = 28.18_ dan 𝜃 = 45.51_ .
4á
4+ -
Untuk 𝜃 = 28.18_ , 4á+ = −60409 < 0 à tidak stabil
4+ -
Untuk 𝜃 = 45.51_ , 4á+ = 64073 > 0 à stabil.
- 275 -
BAB 18 PENGANTAR ANALISIS STRUKTUR
Analisis struktur bertujuan untuk menyelesaikan dan mendapatkan nilai-nilai rekasi perletakan, gaya-
gaya dalam (dan tentunya adalah tegangannya) serta defleksi dan/atau perpindahan dari elemen struktur.
Dalam analisis struktur, diberikan teknik-teknik penyelesaian untuk struktur kompleks, baik dengan
cara perhitungan manual maupun dengan teknik komputasi dengan bantuan komputer.
Struktur kompleks yang terdiri dari beberapa elemen struktur, dapat berupa suatu struktur statis tentu
ataupun struktur statis tak-tentu. Suatu struktur baik statis tentu maupun statis tak-tentu terbagi menjadi
dua bagian, yaitu luar atau dalam. Jadi struktur dapat berupa statis tentu luar atau statis tentu dalam atau
keduanya, dan/atau dapat juga berupa struktur statis tak-tentu luar atau statis tak-tentu dalam atau
keduanya. Pembahasan mendasar mengenai statis tentu suatu struktur sudah kita uraikan dalam statika.
Kali ini kita mendalami lebih jauh tentang derajat statis ketidaktentuan suatu struktur.
Dalam statika telah dijelaskan bahwa penyelesaian kesetimbangan suatu struktur didapatkan dari
penyelesaian persamaan kesetimbangan. Untuk struktur bidang, kita dapatkan tiga persamaan
kesetimbangan yang ada. Apabila reaksi perletakan yang tidak diketahui berjumlah tiga, maka
dikatakan bahwa struktur tersebut dinamakan struktur statis tentu luar, dan kita dapat langsung
mendapatkan solusi dari penyelesaian persamaan kesetimbangan tersebut. Tetapi apabila reaksi
perletakan yang tidak diketahui berjumlah lebih dari tiga, maka dikatakan struktur tersebut adalah
struktur statis tak-tentu luar.
Struktur dapat berupa struktur statis tak-tentu luar tetapi dapat diselesaikan dengan persamaan
kesetimbangan yang ada, dengan cara menambahkan sambungan pin. Kita perhatikan gambar portal
berikut ini.
- 276 -
Gambar 333: Portal Statis Tak-tentu Luar.
Dari gambar portal di atas, dengan adanya dua perletakan sendi, sehingga terdapat empat reaksi
perletakan yang tidak diketahui, kita dapat mengatakan struktur ini merupakan struktur statis tak-tentu
luar. Tetapi dengan adanya sendi pada bagian tengah portal, menyebabkan gaya dalam momen pada
sendi tersebut tereliminasi menjadi nol, sehingga struktur portal di atas dapat kita selesaikan dengan
persamaan kesetimbangan yang ada (pelajari kembali contoh soal dalam pembahasan statika).
Dari gambar terlihat bahwa struktur rangka di atas merupakan struktur statis tentu luar, karena memiliki
perletakan sendi dan rol saja (hanya 3 reaksi perletakan yang tidak diketahui). Tetapi struktur ini
merupakan struktur statis tak-tentu dalam, sehingga kita tidak dapat menyelesaikan gaya batang pada
struktur di atas dengan persamaan kesetimbangan yang ada. Jika salah satu batang diagonal dihilangkan,
struktur tersebut menjadi struktur statis tentu dalam, dan baru dapat diselesaikan.
Penyelesaian dari struktur statis tak-tentu, tidak cukup didapatkan dari persamaan kesetimbangan saja,
tetapi diperlukan persamaan lain yaitu persamaan kompabilitas yang sebesar jumlah derajat statis
ketidak tentuannya. Dalam menentukan jenis struktur statis tentu atau tidak tentu, kita dapat lakukan
dengan formula sederhana. Jika r = jumlah reaksi perletakan, n = jumlah elemen struktur, maka apabila
- 277 -
r = 3n, dikatakan struktur statis tentu. Dalam menentukan derajat statis ketidak tentuannya, kita
perhatikan gambar-gambar berikut ini.
Untuk struktur portal, yang umumnya memiliki sambungan jepit, derajat statis ketidaktentuan dalamnya
dapat diselesaikan dengan membuat potongan pada baloknya. Perhatikan gambar portal sederhana
- 278 -
berikut ini, yang memiliki perletakan sendi rol sederhana (statis tentu luar) tetapi terdaoat statis tak-
tentu dalam.
Gambar 339: Portal Statis Tentu Luar dan Statis Tak-tentu Dalam.
Selain keunggulan, struktur statis tak-tentu juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu tambahan biaya
pada sambungan ataupun perletakan, untuk mencegah adanya perpindahan atau defleksi.
Metode analisis yang digunakan dalam menyelesaikan struktur statis tak-tentu, umumnya terbagi
menjadi metode gaya (force/flexibility method) dan metode perpindahan (displacement/stiffness
method).
Prinsip yang digunakan dalam metode gaya, yaitu dengan melepaskan (release) gaya-gaya perletakan
atau gaya dalam yang tidak diketahui, agar struktur menjadi statis tentu. Melepaskan beberapa gaya
perletakan yang tidak diketahui, akan menyebabkan adanya perpindahan yang tidak sesuai dengan
keadaaan aktual. Untuk itu, dilakukan lagi analisis dengan mencegah perpindahan pada gaya yang
dilepas, kedua hasil tersebut dikombinasikan (dilakukan superposisi) agar mendapatkan hasil yang
sesuai dengan keadaan aktual.
Prinsip yang digunakan dalam metode perpindahan adalah kebalikan dari metode gaya. Secara umum,
struktur dianalisis menjadi beberapa elemen struktur, dan menetapakan perpindahan yang tidak
diketahui. Dengan hubungan gaya-perpindahan, setiap elemen dilakukan analisis. Perpindahan tiap
elemen, akan dicocokan terhadap keseluruhan struktur agar sesuai dengan keadaan aktual.
- 279 -
Metode gaya membutuhkan beberapa keputusan dalam pemilihan gaya yang akan dilepas, sedangkan
metode perpindahan tidak memerlukan beberapa penilaian, sehingga dengan kemudahan ini, metode
perpindahan lebih cocok diterapakan pada perhitungan berbasis komputer.
a) metode gaya:
i. variabel yang tidak diketahui adalah gaya;
ii. persamaan yang dibutuhkan adalah kompabilitas dan gaya-perpindahan;
iii. memerlukan koefisien fleksibiliti;
b) metode perpindahan:
i. variabel yang tidak diketahui adalah perpindahan;
ii. persamaan yang dibutuhkan adalah kesetimbangan dan gaya-perpindahan;
iii. memerlukan koefisien kekakuan.
- 280 -
BAB 19 ANALISIS STRUTUR DENGAN METODE GAYA
a) tentukan derajat kestatis tak-tentuannya, dan jumlah derajat kestatis tak-tentuannya ini sama
dengan jumlah gaya perletakan yang akan dilepas (atau sering disebut gaya redundan);
b) dari gaya perletakan yang dilepas ini menghasilkan perpindahan, baik translasi ataupun rotasi,
dan hitung perpindahan ini;
c) kemudian berikan gaya redundan tadi sebesar satu satuan, dan hitung perpindahan yang
terjadi;
d) lakukan superposisi dari kedua keadaan tersebut;
e) dari hasil superposisi akan didapatkan besar gaya perletakan yang dilepas tersebut.
Balok AB di atas, dengan tumpuan jepit pada titik A dan rol pada titik B, merupakan struktur statis tak-
tentu derajat satu. Penjelasan penyelesaian struktur statis tak-tentu di atas adalah sebagai berikut.
Balok AB di atas kita ubah menjadi struktur statis tentu dengan melepas tumpuan di titik B. Kita lakukan
analisis dan kemudian kita akan mendapatkan perpindahan DB. Pada struktur kedua, kita berikan gaya
redundan By pada titik B dengan menghilangkan gaya luar sebelumnya. Akan didapatkan perpindahan
- 281 -
sebesar D’BB, di mana besar perpindahan ini adalah sebesar (By • fBB). Koefisien fleksibilitas fBB ini
merupakan perpindahan akibat beban satu satuan pada titik B.
Dari keadaan aktual, kita ketahui bahwa pada titik B, perpindahan vertikal yang terjadi adalah nol
(karena merupakan tumpuan rol), sehingga kita dapat membuat persamaan dari superposisi kedua
struktur di atas, yaitu:
Hal yang sama juga kita dapat lakukan pada perpindahan secara rotasi. Apabila mengikuti contoh balok
di atas, dengan mengganti perletakan jepit di titik A menjadi perletakan sendi, maka:
di mana 𝜃′‹‹ = 𝑀‹ ∙ 𝑓‹‹ dan 𝑓‹‹ merupakan perpindahan rotasi akibat beban satu satuan.
Untuk penyelesaian struktur statis tak-tentu berderajat dua atau lebih, cara yang sama dapat kita
gunakan. Dari gambar di bawah ini, kita dapat membentuk dua persamaan yang harus diselesaikan,
yaitu:
- 282 -
(380) 𝐷a + (𝑓aa 𝐹a ) + (𝑓aE 𝐹E ) = ∆a
dan:
Nilai ∆a dan ∆E adalah nol, menurut keadaan struktur di atas (tidak terjadi perpindahan translasi pada
titik B dan perpindahan rotasi pada titik C).
Kedua persamaan di atas dapat diselesaikan dengan batuan aljabar linier atau matriks, dengan bentuk:
(382) [𝑓][𝐹] = [∆ − 𝐷]
Sehingga solusi untuk mendapatkan gaya perletakan yang tidak diketahui adalah:
Metode gaya yang diuraikan di atas pertama kali dipublikasikan oleh Maxwell, yang menjelaskan juga
teorema mengenai koefisien fleksibilitas. Teorema ini juga disebut teorema perpindahan yang
berkebalikan (reciprocal displacement) yang menyatakan bahwa perpindahan pada titik B pada struktur
akibat beban satuan yang bekerja pada titik A, adalah sama dengan perpindahan pada titik A akibat
beban satuan pada titik B, atau 𝑓Œ‹ = 𝑓‹Œ . Koefisien 𝑓Œ‹ ini bisa kita dapatkan dari tabel beban satuan
(lihat Gambar 324) atau dalam formula:
)(
(384) 𝑓Œ‹ = ∫ ´!
𝑑𝑥
Penjelasan koefisien fleksibilitas dengan teorema Maxwell tersebut di atas berlaku baik untuk
perpindahan translasi maupun rotasi. Teorema Maxwell ini, dirumuskan dalam bentuk umum yang
mengacu pada hukum Betti, yaitu kerja virtual dUAB yang bekerja pada sistem gaya åPB yang
menghasilkan perpindahan akibat sistem gaya åPA akan bernilai sama dengan kerja virtual dUBA yang
bekerja pada sistem gaya åPA yang menghasilkan perpindahan akibat sistem gaya åPB. Atau dalam
kata lain bahwa dUAB = dUBA.
Penjelasan lebih baik akan dituangkan dalam contoh soal berikut ini.
Jawab:
Dari penurunan formula perpindahan kita ketahui bahwa:
Å
∆Œ = ∆¾ + (𝜃¾ ) qEr, maka:
Q ý Q +
(v)q r (v)q r Å ^___ vÅý (a)(aE)ý c`b
∆Œ = +
]´!
+€ E´!
+
•q r =
E ´!
m, dan 𝑓ŒŒ = ]´! = ]´!
= ´!
.
- 283 -
Gambar 342: Contoh Soal 126.
^___ c`b
0 = −∆Œ + 𝐵< 𝑓ŒŒ = − + J𝐵< K q r didapatkan 𝑩𝒚 = 𝟏𝟓. 𝟔 kN.
´! ´!
- 284 -
Jawab:
Å )| (
Dengan prinsip kerja maya, kita ketahui bahwa: 𝜃‹ = ∑ ∫_ ´!
𝑑𝑥;
(perhitungan mencari gaya dalam momen pada portal statis tentu sendi rol ini diserahkan kepada
pembaca untuk menyelesaikannya).
Å )| )|
Akibat beban satuan: 𝛼‹‹ = ∑ ∫_ ´!
𝑑𝑥;
Jawab:
ó¿
Dengan prinsip kerja maya, kita ketahui bahwa: ∆‹¾ = ∑ ‹´ 𝐿;
(perhitungan mencari gaya batang pada rangka statis tentu sendi rol ini diserahkan kepada pembaca
untuk menyelesaikannya).
ó+
Akibat beban satuan: 𝑓‹¾‹¾ = ∑ ‹´ 𝐿;
- 285 -
Ez a`.Ez
0 = ∆‹¾ + 𝐹‹¾ 𝑓‹¾‹¾ = − ‹´ + (𝐹‹¾ ) q ‹´
r didapatkan 𝑭𝑨𝑪 = 𝟏. 𝟔𝟐 kN.
Jawab:
Untuk menyelesaikan kasus struktur pelengkung setengah lingkaran seperti di atas, akan lebih mudah
kita selesaikan dengan koordinat polar.
Karena kita ketahui bentuk di atas adalah simetris, maka reaksi perletakan vertikal baik di titik A
maupun di titik B adalah 50kN. Gaya dalam momen akibat beban luar:
a_
𝑀 = 𝑅Œ,- (5 + 5 cos 𝜃) − q E r (5 + 5 cos 𝜃)E = 125 sinE 𝜃.
Gaya dalam momen akibat beban satuan: 𝑚 = 5 sin 𝜃 dan 𝑑𝑠 = 5 𝑑𝜃, maka:
í )+ í JEc stu+ áK
𝑓Œ,Ì = ∫_ 𝑑𝑠 = ∫_ (5𝑑𝜃),
´! ´!
- 286 -
masukkan kedua persamaan ini ke dalam persamaan:
Jawab:
Dalam penyelesaian kasus struktur kombinasi balok dengan rangka ini, prinsip kerja maya dapat
dilakukan.
Potongan diagram benda bebas untuk gaya dalam akibat beban luar adalah:
- 287 -
Gambar 347: Diagram Gaya Dalam Akibat Beban Luar.
Å )( ó¿
Dengan prinsip kerja maya, kita ketahui bahwa: ∆¾´ = ∫_ 𝑑𝑥 + ∑ ‹´ 𝐿;
´!
Potongan diagram benda bebas untuk gaya dalam akibat beban satuan adalah:
Å )+ ó+
Dengan prinsip kerja maya, kita ketahui bahwa: 𝑓¾´¾´ = ∫_ 𝑑𝑥 + ∑ 𝐿;
´! ‹´
Pada balok menerus di bawah ini yang merupakan struktur statis tak-tentu, penyelesaian dilakukan
dengan melepaskan tumpuan di tengah, agar struktur menjadi statis tentu. Dari analisis terlihat bahwa
- 288 -
terdapat inkonsistensi terhadap perpindahan pada tumpuan, oleh karena itu harus dilakukan superposisi
dengan suatu persamaan yang membuat kondisi balok di atas menerus, yaitu:
di mana f merupakan koefisien fleksibilitas. Dari tabel perpindahan rotasi, kita ketahui bahwa:
Å
(386) 𝑓&,&pa = b´!‚úAú
‚úAú
Å Å
(387) 𝑓&& = ]´!‚úAú + ]´!‚ãöãö
‚úAú ‚ãöãö
Å
(388) 𝑓&,&Ùa = b´!‚ãöãö
‚ãöãö
Dengan bantuan nilai di atas dan kenyataan bahwa gaya redundan F juga merupakan momen
penghubung M, maka:
Å Å Å Å
(389) 𝑀&pa ´!‚úAú + 2𝑀& q´!‚úAú + ´!‚ãöãö r + 𝑀&Ùa ´!‚ãöãö = −6∆&
‚úAú ‚úAú ‚ãöãö ‚ãöãö
- 289 -
Jawab:
kurva elastik pada balok menerus ini adalah:
Titik B:
Pada titik B, momen maupun putaran sudut haruslah sama, yaitu qBA = qBC. Gunakan persamaan 3
momen pada titik B, yaitu:
b b aE aE
𝑀‹ + 2𝑀Œ q + r + 𝑀¾ = −6∆Œ .
]´! ]´! a_´! a_´!
Kita ketahui bahwa momen di titik A adalah nol, MA = 0, dan nilai defleksi pada titik B melalui formula
defleksi yang sudah kita pelajari (lihat Gambar 309).
ab a
Persamaan di atas menjadi: − ac 𝑀Œ − c 𝑀¾ = 25.92.
Titik C:
Pada titik C, momen maupun putaran sudut haruslah sama, yaitu qCB = qCD. Gunakan persamaan 3
momen pada titik C, yaitu:
aE aE b b
𝑀Œ a_´! + 2𝑀¾ qa_´! + E´! r + 𝑀¸ E´! = −6∆¾ .
Nilai defleksi pada titik C melalui formula defleksi, momen di titik D dapat kita ganti menjadi MD =
(2.4 t)(1.5 m) = 3.6 t-m.
a `
Persamaan di atas menjadi: − c 𝑀Œ − c 𝑀¾ = 24.92.
Dari kedua persamaan di atas, kita dapatkan MB = 21.56 t-m dan MC = 14.72 t-m. Setelah mengetahui
momen-momen pada titik B dan C, maka kita akan dapatkan reaksi perletakan pada balok menerus ini
(perhitungan defleksi dan reaksi perletakan ini diserahkan kepada pembaca untuk berlatih
menyelesaikannya).
- 290 -
pengaruh untuk balok statis tak-tentu. Teknik penyelesaian berdasarkan metode gaya yang diuraikan
oleh Maxwell seperti yang telah diuraikan pada sub-bab sebelumnya. Misalkan beban bergerak satu
satuan bergerak pada balok struktur statis tak-tentu seperti gambar di bawah ini:
Jika kita ingin mengetahui garis pengaruh perletakan, misalnya pada perletakan B, maka perletakan By
ini lepas dan berikan gaya redundan, kemudian lakukan analisis dan superposisikan seperti teknik dalam
metode gaya yang telah dijelaskan sebelumnya.
64
Kassimali, Aslam. 2020. Structural Analysis 6th ed. hal 560.
65
Kassimali, Aslam. 2020. Structural Analysis 6th ed. hal 560.
- 291 -
Pada perletakan B ini yang dilepas, kita ketahui bahwa perpindahannya adalah nol, maka:
Dari formula di atas untuk mendapatkan reaksi perletakan, kita dapat melakukan konstruksi garis
pengaruh perletakan. Cara yang sama juga dapat kita lakukan untuk garis pengaruh gaya dalam geser
dan momen.
Jawab:
Dengan metode gaya, kita lakukan prinsip superposisi dengan metode Maxwell:
- 292 -
Dari penurunan formula defleksi kita ketahui bahwa, pada saat beban berada pada:
]bh.c
titik A à 𝑓Œ‹ = − ´!
;
Eh]
titik B à 𝑓ŒŒ = −𝑓ŒŒ = ;
´!
aEb
titik C à 𝑓Œ¾ = − ´!
;
]b
titik D à 𝑓Œ¸ = − ´! ;
titik E à 𝑓Œ´ = 0.
Dari hasil-hasil ini kita akan dapatkan reaksi perletakan By untuk tiap posisi beban berada, yaitu:
I (p]bh.c)
saat beban berada di titik A à 𝐵< = − IÃÂ = − Eh]
= 1.5;
ÂÂ
IÂÂ (pEh])
saat beban berada di titik B à 𝐵< = − =− = 1.0;
IÂÂ Eh]
I (paEb)
saat beban berada di titik C à 𝐵< = − IÄÂ = − Eh]
= 0.519;
ÂÂ
I (p]b)
saat beban berada di titik D à 𝐵< = − IÀÂ = − Eh]
= 0.148;
ÂÂ
IÁÂ (p_)
saat beban berada di titik E à 𝐵< = − =− = 0;
IÂÂ Eh]
- 293 -
Jika reaksi perletakan telah diketahui, tentunya akan mudah untuk mendapatkan diagram pengaruh
momen di suatu titik (pelajari kembali membuat diagram garis pengaruh pada statika). Diagram garis
pengaruh untuk momen di titik C adalah:
- 294 -
BAB 20 ANALISIS STRUKTUR DENGAN METODE
PERPINDAHAN
Untuk mengetahui perpindahan yang mana yang akan dicari, kita perlu mengenalkan konsep derajat
kebebasan (degree of freedom/DOF). Setiap titik (node) pada pemodelan analisis struktur memiliki
DOF tertentu. Titik tersebut dapat berupa titik pada perletakan, pada awal atau ujung elemen, atau titik
di mana kita ingin mencari perpindahannya. Pada kasus bidang (2D), tiap titik memiliki 3 DOF, yaitu
perpindahan horisontal, vertikal dan putaran sudut, sedangkan pada kasus ruang (3D) tiap titik memiliki
6 DOF. DOF dapat dieliminasi dengan memberi kekangan pada titik tersebut, kekangan ini dapat berupa
kekangan translasi maupun rotasi. Perhatikan ilustrasi berikut ini.
Pada contoh balok statis tak-tentu di atas, pada titik A, seharusnya memiliki 3 DOF, tetapi akibat adanya
reaksi perletakan sendi yang menahan translasi vertikal dan horisontal, maka tersisa 1 DOF saja yaitu
rotasi qA. Pada titik B, ketiga DOF di kekang dengan adanya perletakan jepit. Oleh karena itu, struktur
di atas memiliki hanya 1 DOF saja, yaitu qA.
66
Hibbeler, R.C. 2017. Structural Analysis, 9th ed.
67
Hibbeler, R.C. 2017. Structural Analysis, 9th ed.
- 295 -
Pada contoh balok statis tak-tentu ujung bebas di atas, pada titik A, seharusnya memiliki 3 DOF, tetapi
akibat adanya reaksi perletakan sendi yang menahan translasi vertikal dan horisontal, maka tersisa 1
DOF saja yaitu rotasi qA. Begitu pula pada titik B, hanya memiliki hanya 1 DOF saja, yaitu qB. Pada
titik C, memiliki 3 DOF, tetapi karena beban luar hanya terjadi secara vertikal saja, sehingga tidak
menyebabkan translasi horinstal, maka DOF dapat di eliminasi menjadi qC dan DC saja. Kesimpulan
yang didapat bahwa struktur di atas memiliki 4 DOF.
Pada contoh portal statis tak-tentu, pada titik A seluruh DOF dikekang. Pada titik B hanya terjadi 2
DOF saja yaitu qB dan DB saja, karena akibat beban luar tidak terjadi adanya perpindahan translasi arah
vertikal. Pada titik C, seperti pada titik D hanya memiliki 2 DOF saja. Pada titik D seluruh DOF
dikekang. Karena DB = DC maka kita dapat menyerdehanakan struktur di atas dengan total DOF adalah
memiliki 3 DOF.
Dengan mengetahui derajat ketidaktentuan kinematis ini, atau DOF, maka kita dapat menyiapkan
persamaan kesetimbangan untuk analisis struktur statis tak tentu. Metode yang pertama kita bahas di
sini adalah persamaan slope deflection yang dikembangkan oleh George A. Maney (1915). Prinsip
dalam persamaan slope deflecion ini adalah menghubungkan momen-momen yang terjadi pada ujung
batang akibat rotasi dan perpindahan pada ujung batang tersebut, dengan beban luar yang diberikan
pada batang tersebut. Perhatikan ilustrasi berikut ini.
Perletakan A dan B akan mengalami perpindahan akibat beban yang terjadi, dan memiliki gaya dalam
momen. Perlu dikenalkan definisi dari MAB yang artinya adalah momen yang terjadi pada titik A
sepanjang balok AB, dan MBA artinya adalah momen yang terjadi pada titik B sepanjang balok AB. qA
adalah putaran sudut di titik A dan qB adalah putaran sudut di titik B. Perpaduan putaran sudut (psi) di
titik A dan titik B, kita sebut y di mana:
68
Hibbeler, R.C. 2017. Structural Analysis, 9th ed.
- 296 -
Gambar 362: Bentuk Kurva Elasis Balok Statis Tak Tentu.
∆
(392) 𝜓=Å
Momen, putaran sudut dan psi bernilai positif apabila mempunyai arah berlawanan jarum jam.
∆Âà Ù∆ ∆àÙ∆
(393) 𝜃‹ = dan 𝜃Œ =
Å Å
DBA adalah deviasi antara tangen di ujung B dengan tangen di A, begitu juga sebaliknya. Mengikuti
teorema momen area kedua, deviasi tangen ini merupakan penjumlahan momen pada ujung B dan A.
jika batang prismatik dan EI konstan di sepanjang batang, maka:
Subsitusikan persamaan (395) ini ke dalam persamaan (394) dan selesaikan kedua persamaan dengan
menulis ulang kembali menjadi:
E´! E
(396) 𝑀‹Œ = (2𝜃‹ + 𝜃Œ − 3𝜓) + + (2𝑀Œ − 𝑀‹ ) dan
Å Å
E´! E
(397) 𝑀Œ‹ = (𝜃‹ + 2𝜃Œ − 3𝜓) + + (𝑀Œ − 2𝑀‹ )
Å Å
Momen yang terdapat pada ujung-ujung yang terjepit (disebut fixed-end moment atau FEM) berguna
untuk menyederhanakan persamaan di atas, menjadi:
E´!
(398) 𝑀‹Œ = (2𝜃‹ + 𝜃Œ − 3𝜓) + 𝐹𝐸𝑀‹Œ dan
Å
E´!
(399) 𝑀Œ‹ = (𝜃‹ + 2𝜃Œ − 3𝜓) + 𝐹𝐸𝑀Œ‹
Å
Persamaan ini dikenal sebagai persamaan slope deflection. Untuk nilai-nilai FEM pada beberapa
kondisi pembebanan luar, diberikan pada gambar berikut ini.
- 297 -
Gambar 363: Tabel FEM Untuk Beberapa Kondisi Pembebanan69.
69
Hibbeler, R.C. 2017. Structural Analysis, 9th ed.
- 298 -
Contoh Soal 133
Gambarkan diagram gaya dalam geser dan momen untuk balok di bawah ini.
Jawab:
Balok ini terdiri dari dua bentang yaitu bentang AB dan BC. Bentuk kurva elastik dari struktur ini
adalah:
Akibat beban merata segitiga yang terjadi pada segmen BC, dengan bantuan tabel FEM kita dapat
mengetahui bahwa:
OÅ+ (b)Jb+ K
𝐹𝐸𝑀Œ¾ = + ]_
=+ ]_
= +7.2 kN-m;
OÅ+ (b)Jb+ K
𝐹𝐸𝑀¾Œ = − =− = −10.8 kN-m.
E_ E_
FEMAB dan FEMBA = 0 karena tidak terdapat beban luar. Karena perletakan A dan C jepit, maka qA =
qC = 0. Begitu pula nilai psi bernilai 0 atau yAB = yBC = 0. Kemudian kita gunakan persamaan slope
deflection, yaitu:
E´! E´! ´!
𝑀‹Œ = (2𝜃‹ + 𝜃Œ − 3𝜓) + 𝐹𝐸𝑀‹Œ maka 𝑀‹Œ = J2(0) + 𝜃Œ − 3(0)K + 0 = 𝜃Œ
Å z h
E´! E´! ´!
𝑀Œ‹ = (𝜃‹ + 2𝜃Œ − 3𝜓) + 𝐹𝐸𝑀Œ‹ maka 𝑀Œ‹ = J0 + 2𝜃Œ − 3(0)K + 0 = 𝜃Œ
Å z E
E´! E´! ´!
𝑀¾Œ = (𝜃Œ + 2𝜃¾ − 3𝜓) + 𝐹𝐸𝑀¾Œ maka 𝑀¾Œ = J𝜃Œ + 2(0) − 3(0)K − 10.8 = 𝜃Œ − 10.8
Å b ]
- 299 -
Agar konsistensi terjadi pada titik B, di mana kita ketahui bahwa MBA sama dengan MBC, maka kita
dapat mereduksi menjadi (perhatikan tanda arah rotasinya):
´! E´! b.a`
𝑀Œ‹ + 𝑀Œ¾ = − 𝜃Œ + 𝜃Œ + 7.2 = 0, maka 𝜃Œ = .
E ] ´!
Dengan diketahuinya nilai putaran sudut di titik B, kita dapat menyelesaikan seluruh gaya dalam
momen yang terjadi tiap titik yaitu:
𝑀‹Œ = 1.54 kN-m; 𝑀Œ‹ = 3.09 kN-m; 𝑀Œ¾ = −3.09 kN-m; 𝑀¾Œ = 12.86 kN-m.
Dari hasil ini kita dapat menyelesaikan reaksi perletakan serta gaya-gaya dalam geser, dan
menggambarkannya.
Gambar 366: Diagram Gaya Dalam Geser dan Momen Contoh Soal 133.
Jawab:
∆ z_
Karena adanya penurunan pada titik B, maka: 𝜓‹Œ = 𝜓Œ‹ = Å = h___ = 0.02 rad.
- 300 -
Gambar 367: Contoh Soal 134.
E´! E´qcJa_æëKr
𝑀‹Œ = (2𝜃‹ + 𝜃Œ − 3𝜓) + 𝐹𝐸𝑀‹Œ maka 𝑀‹Œ = J2(0) + 𝜃Œ − 3(0.02)K + 0
Å h
E´! E´qcJa_æëKr
𝑀Œ‹ = (𝜃‹ + 2𝜃Œ − 3𝜓) + 𝐹𝐸𝑀Œ‹ maka 𝑀Œ‹ = J0 + 2𝜃Œ − 3(0.02)K + 0
Å h
Kita ketahui bahwa dari beban luar 8 kN menyebabkan momen di titik B sebesar (8)(3) = 24 kN-m,
maka kesetinbangan momen di titik B adalah:
E(E_____)qcJa_æë Kr
J0 + 2𝜃Œ − 3(0.02)K + 0 − (8000)(3) = 0, hasilnya adalah 𝜃Œ = 0.054 rad.
h
Konsep dari metode ini adalah setiap titik joint pada elemen struktur adalah terjepit sempurna.
Kemudian dengan teknik “mengunci” dan “membuka” tiap titik joint, gaya dalam momen agar
terdistribusi antar joint hingga kondisi pada tahap titik joint berada pada posisi perpindahan mendekati
akhir keadaan sebenarnya. Pada posisi mendekati akhir ini, akan diketahui gaya dalam momen yang
sebenarnya terjadi pada titik joint. Metode ini merupakan metode pendekatan atau aproksimasi, tetapi
menghasilkan nilai yang yang cukup akurat.
(a) Aturan tanda, positif jika searah jarum jam dan negatif jika berlawanan dengan jarum jam (hal
ini merujuk ke arah momen dalamnya);
- 301 -
(b) Momen pada titik yang terkekang dinamakan fixed-end moment atau FEM (lihat kembali
pembahasan slope deflection), dan tabel FEM yang digunakan sama seperti pada aturan slope
deflection;
h´!
(c) Tiap elemen memiliki faktor kekakuan elemen, yaitu: 𝐾 = (tumpuan aktual = jepit) dan
Å
]´!
𝐾= (tumpuan aktual = sendi/rol), yang didefinisikan sebagai jumlah momen yang
Å
(f) Faktor perpindahan momen, atau carry-over factor COF, bernilai 0.5 untuk tumpuan aktual
adalah jepit, dan 0 untuk tumpuan aktual adalah sendi/rol.
Jawab:
kita mulai dari menghitung faktor kekakuan masing-masing elemen, yaitu:
h´! h´! h´!
𝐾‹Œ = aE
, 𝐾Œ¾ = aE
, dan 𝐾¾¸ = z
.
- 302 -
vÅ (Ec_)(z) vÅ (Ec_)(z)
𝐹𝐸𝑀¾¸ = − z
=− z
= −250 kN-m, 𝐹𝐸𝑀¸¾ = z
= z
= 250 kN-m.
Kemudian nilai-nilai tersebut kita buatkan suatu tabel perhitungan. Nilai FEM awal diisikan pada baris
awal, kemudian jumlahkan FEM tiap titik dan kalikan dengan faktor distribusinya, nilainya diisikan
dalam baris distribusi. Nilai FEM distribusi ini, kalikan dengan faktor perpindahan momen COF, dan
hasilnya ditrasnfer ke titik ujung lainnya, masukkan dalam baris CO. (lihat gambar tabel perhitungan).
Lakukan cara perhitungan ini minimal tiga siklus. Semakin banyak siklus perhitungan yang dilakukan,
hasilnya akan semakin baik. Jumlahkan nilai FEM tiap kolomnya, yang merupakan nilai akhir momen
dalam tiap titiknya. Berikut di bawah ini mengenai tabel perhitungan distribusi momen.
Dari hasil akhir perhitungan distribusi momen, kita dapat menggambarkan diagram free-body seperti
gambar di bawah ini.
- 303 -
Gambar 371: Diagram Gaya Dalam Momen Contoh Soal 135.
di mana matrik [Q] adalah matriks gaya luar, matrik [K] adalah matrik kekakuan elemen dan matriks
[D] adalah matrik perpindahan yang akan kita cari. Sebelum itu kita pelajari dahulu mengenai kekakuan
dari elemen sederhana yaitu elemen aksial, dan kemudian elemen lentur.
Kita perhatikan dahulu pada elemen aksial, seperti gambar di bawah ini:
70
Hibbeler, R.C. 2017. Structural Analysis, 9th ed. hal 542.
- 304 -
Jika perpindahan terjadi pada titik N (dN) maka gaya aksial yang terjadi pada titik N dan F adalah:
‹´ ‹´
(401) 𝑞¿ = Å
𝑑¿ dan 𝑞y = − Å
𝑑¿
Jika perpindahan terjadi pada titik F (dF) maka gaya aksial yang terjadi pada titik N dan F adalah:
‹´ ‹´
(402) 𝑞¿ = − Å
𝑑y dan 𝑞y = Å
𝑑y
Dengan melakukan superposisi, resultante kedua gaya akibat kedua perpindahan tersebut adalah:
‹´ ‹´ ‹´ ‹´
(403) 𝑞¿ = 𝑑¿ − 𝑑y dan 𝑞y = − 𝑑¿ + 𝑑y
Å Å Å Å
Persamaan gaya-perpindahan ini dapat kita tuliskan dalam bentuk matriks, yaitu:
𝑞¿ ‹´ 1 −1 𝑑¿
(404) Ý𝑞 Þ = Å Ý Þ q r atau [𝑞] = [𝑘][𝑑]
y −1 1 𝑑y
Matrik [k] ini merupakan matriks kekakuan elemen (notasi matriks ini dituliskan dengan huruf kecil
yang menandakan matriks lokal atau matriks elemen, untuk membedakan dengan matriks global yang
dituliskan dengan huruf besar).
Elemen aksial di atas masih menggunakan tatanan sumbu lokal, yaitu sumbu x’-y’. Apabila beberapa
elemen aksial yang akan kita analisis bersamaan, tentunya perlu dilakukan transformasi menjadi subu
kartesian umum yaitu sumbu x-y. Transformasi geometrik ini seperti analisis yang sudah kita pelajari
dalam statika, yaitu:
9… p9† <… p<†
(405) cos 𝜃9 = Å
dan cos 𝜃< = Å
Oleh karena itu, perpindahan lokal yang terjadi dapat kita lakukan tranformasi menjadi koordinat global
yaitu dengan mengalikan matriks transformasinya, yaitu:
𝐷¿9
cos 𝜃9 cos 𝜃< 0 0 ⎡𝐷¿< ⎤
𝑑
(406) q ¿r = q r ⎢ ⎥ atau [𝑑] = [𝑇][𝐷]
𝑑y 0 0 cos 𝜃9 cos 𝜃< ⎢ 𝐷y9 ⎥
⎣ 𝐷y< ⎦
𝑄¿9 cos 𝜃9 0
⎡𝑄 ⎤ ⎡cos 𝜃 0 ⎤ 𝑞¿
(407) ⎢ ¿< ⎥ = ⎢ <
⎥ Ý Þ atau [𝑄] = [𝑇]Ç [𝑞]
𝑄
⎢ y9 ⎥ ⎢ 0 cos 𝜃9 ⎥ 𝑞y
⎣ 𝑄y< ⎦ ⎣ 0 cos 𝜃< ⎦
- 305 -
(409) [𝐾] =
(cos 𝜃9 )E (cos 𝜃9 )Jcos 𝜃< K −(cos 𝜃9 )E −(cos 𝜃9 )Jcos 𝜃< K
⎡ ⎤
E E
‹´
⎢ ( cos 𝜃9 )J cos 𝜃< K Jcos 𝜃< K − (cos 𝜃9 )J cos 𝜃< K −Jcos 𝜃< K ⎥
⎢ ⎥
Å ⎢ −(cos 𝜃9 )E −(cos 𝜃9 )Jcos 𝜃< K (cos 𝜃9 )E (cos 𝜃9 )Jcos 𝜃< K ⎥
⎢ E E ⎥
⎣−(cos 𝜃9 )Jcos 𝜃< K −Jcos 𝜃< K (cos 𝜃9 )Jcos 𝜃< K Jcos 𝜃< K ⎦
Jawab:
Sebelum kita melakukan analisis dan merakit matriks struktur, kita tentukan dahulu sumbu koordinat
global, element dan derajat kebebasan kinematika nya, seperti gambar berikut ini:
- 306 -
Struktur terdiri 2 elemen aksial, dengan 3 titik (node). Pada titik 1 dan 3 diberikan perletakan sendi.
Setiap titik memiliki dua derajat kebebasan (dof), sehingga kita memiliki 6 dof dari sistem ini, dof 3,
4, 5, dan 6 dikekang akibat adanya reaksi perletakan (tidak ada perpindahan translasi pada dof ini).
Elemen1:
yaitu
1 0 −1 0
‹´ 0 0 0 0
𝑘a = • Ž (subskrip elemen matrik mengikuti nomor nodal dof, yaitu 1-2-3-4 dari
Å −1 0 1 0
0 0 0 0
kiri ke kanan pada baris dan atas ke bawah pada kolom). Jika kita bagi dengan L = 3 maka:
0.333 0 −0.333 0
0 0 0 0
𝑘a = 𝐴𝐸 • Ž.
−0.333 0 0.333 0
0 0 0 0
Elemen2:
transformasi, yaitu
Gabungan dari kedua elemen, kita dapat merakit matrik kekakuan globalnya, yaitu:
- 307 -
0.405 0.096 −0.333 0 −0.072 −0.096
⎡ 0.096 0.128 0 0 −0.096 −0.128 ⎤
⎢ ⎥
−0.333 0 0.333 0 0 0 ⎥
𝐾 = 𝐴𝐸 ⎢ .
⎢ 0 0 0 0 0 0 ⎥
⎢−0.072 −0.096 0 0 0.072 0.096 ⎥
⎣−0.096 −0.128 0 0 0.096 0.128 ⎦
[Q] = [K][D]
Q1 bernilai nol karena tidak ada gaya pada dof 1, Q2 = -2 karena adanya beban luar sebesar 2 kN ke
arah bawah, Q3, Q4, Q5, dan Q6 adalah reaksi perletakan yang akan kita cari.
D1 dan D2 adalah perpindahan yang akan kita cari sedangkan D3, D4, D5, dan D6 bernilai nol karena
tidak ada perpindahan (ditahan oleh reaksi perletakan).
Kita dapat langsung melakukan perhitungan matriks ini dengan kalkulator maupun komputer yang
mendukung perkalian matrik. Atau kita dapat juga melakukan perhitungan manual dengan mempartisi
matrik.
Untuk kasus balok di mana terjadi geser dan lentur (tanpa aksial) seperti yang terjadi pada gambar di
bawah ini:
71
Hibbeler, R.C. 2017. Structural Analysis, 9th ed. hal 577.
- 308 -
aE´! b´! aE´! b´!
⎡ Åý − ⎤ 𝑑
Å+ Åý Å+
𝑞¿<±
⎢ b´! h´!
−
b´! E´! ⎥ ⎡ ¿<± ⎤
𝑞¿F± + Å+ Å ⎥ ⎢ 𝑑¿F± ⎥
(410) • 𝑞 Ž = ⎢ ÅaE´! Å
− Å+ ⎥ ⎢ 𝑑y<± ⎥
b´! aE´! b´!
y<± ⎢− ý −
𝑞yF± Å Å+ Åý
⎢ b´! E´! b´! h´! ⎥ ⎣ 𝑑yF± ⎦
⎣ Å+ Å
− Å+ Å ⎦
Dan apabila kita gabungkan dengan pengaruh elemen aksial (berguna untuk analisis portal), maka
persamaan matriks menjadi:
Dengan menggunakan matriks transformasi, elemen ini kita ubah menjadi matriks koordinat global,
dengan matriks kekakuan transformasi adalah:
72
Hibbeler, R.C. 2017. Structural Analysis, 9th ed. hal 606.
73
Hibbeler, R.C. 2017. Structural Analysis, 9th ed. hal 609.
- 309 -
di mana lx = cos qx dan ly = cos qy.
Jawab:
Sebelum kita melakukan analisis dan merakit matriks struktur, kita tentukan dahulu sumbu koordinat
global, element dan derajat kebebasan kinematika nya, seperti gambar berikut ini:
Balok terdiri dari 2 elemen dan 3 titik (node), sehingga pada kasus balok geser dan lentur memiliki 6
dof.
Elemen1:
aE´! b´! aE´! b´!
⎡ Åý Å+
− Åý Å+ ⎤
⎢ b´! h´!
−
b´! E´! ⎥
+ Å+
𝑘a = ⎢ ÅaE´! Å
b´! aE´!
Å ⎥
b´! (subskrip elemen matrik mengikuti nomor nodal dof, yaitu 6-5-
⎢− ý − − Å+ ⎥
Å Å+ Åý
⎢ b´! E´! b´! h´! ⎥
⎣ Å+ Å
− Å+ Å ⎦
4-3 dari kiri ke kanan pada baris dan atas ke bawah pada kolom), maka:
Elemen2:
- 310 -
aE´! b´! aE´! b´!
⎡ Åý − ⎤
Å+ Åý Å+
⎢ b´! h´!
−
b´! E´! ⎥
+ Å+
𝑘E = ⎢ ÅaE´! Å
b´! aE´!
Å ⎥
b´! (subskrip elemen matrik mengikuti nomor nodal dof, yaitu 4-3-
⎢− ý − − Å+ ⎥
Å Å+ Åý
⎢ b´! E´! b´! h´! ⎥
⎣ Å+ Å
− Å+ Å ⎦
2-1 dari kiri ke kanan pada baris dan atas ke bawah pada kolom), maka:
Gabungan dari kedua elemen, kita dapat merakit matrik kekakuan globalnya, yaitu:
0 0 0 0 0 0 2 −1.5 1 1.5 0 0
⎡0 0 0 0 0 0 ⎤ ⎡−1.5 1.5 −1.5 −1.5 0 0⎤
⎢ ⎥ ⎢ ⎥
0 0 2 −1.5 1 1.5 ⎥ ⎢ 1 −1.5 2 1.5 0 0⎥
𝐾=⎢ + (subskrip elemen
⎢0 0 −1.5 1.5 −1.5 −1.5⎥ ⎢−1.5 −1.5 1.5 1.5 0 0⎥
⎢0 0 1 −1.5 2 1.5 ⎥ ⎢ 0 0 0 0 0 0⎥
⎣0 0 1.5 −1.5 1.5 1.5 ⎦ ⎣ 0 0 0 0 0 0⎦
matrik mengikuti nomor nodal dof, yaitu 1-2-3-4-5-6 dari kiri ke kanan pada baris dan atas ke bawah
pada kolom).
2 −1.5 1 1.5 0 0
⎡−1.5 1.5 −1.5 −1.5 0 0 ⎤
⎢ ⎥
1 −1.5 4 0 1 1.5 ⎥
𝐾 = 𝐴𝐸 ⎢ .
⎢−1.5 −1.5 0 3 −1.5 −1.5⎥
⎢ 0 0 1 −1.5 2 1.5 ⎥
⎣ 0 0 1.5 −1.5 1.5 1.5 ⎦
[Q] = [K][D]
Q1, Q3, Q5 bernilai nol karena tidak ada gaya pada dof, Q2 = -5 karena adanya beban luar sebesar 5 kN
ke arah bawah, Q4, dan Q6 adalah reaksi perletakan yang akan kita cari.
D1, D2, D3, dan D5 adalah perpindahan yang akan kita cari sedangkan D4, dan D6 bernilai nol karena
tidak ada perpindahan (ditahan oleh reaksi perletakan).
- 311 -
Kita dapat langsung melakukan perhitungan matriks ini dengan kalkulator maupun komputer yang
mendukung perkalian matrik. Atau kita dapat juga melakukan perhitungan manual dengan mempartisi
matrik.
Q4 = 10 kN; Q5 = -5 kN dan
Jawab:
Sebelum kita melakukan analisis dan merakit matriks struktur, kita tentukan dahulu sumbu koordinat
global, element dan derajat kebebasan kinematika nya, seperti gambar berikut ini:
- 312 -
Portal terdiri dari 2 elemen dan 3 titik (node), sehingga pada kasus portal ini memiliki 9 dof.
‹´ aE´! b´! h´! E´!
Å
= 200(103) kN/m; Åý
= 2(103) kN/m; Å+
= 6(103) kN; Å
= 24(103) kN-m; Å
= 12(103) kN-m.
Elemen1:
200 0 0 −200 0 0
⎡ 0 2 6 0 −2 6 ⎤
⎢ ⎥
0 6 24 0 −6 12 ⎥
𝑘a = (10] ) ⎢ (subskrip elemen matrik mengikuti nomor nodal
⎢−200 0 0 200 0 0⎥
⎢ 0 −2 −6 0 2 −6⎥
⎣ 0 6 12 0 −6 24 ⎦
dof, yaitu 4-5-6-1-2-3 dari kiri ke kanan pada baris dan atas ke bawah pada kolom).
Elemen2:
2 0 6 −2 0 6
⎡0 200 0 0 −200 0 ⎤
⎢ ⎥
6 0 24 −6 0 12 ⎥
𝑘E = (10] ) ⎢ (subskrip elemen matrik mengikuti nomor nodal
⎢−2 0 −6 2 0 −6⎥
⎢ 0 −200 0 0 200 0⎥
⎣6 0 12 −6 0 24 ⎦
dof, yaitu 1-2-3-7-8-9 dari kiri ke kanan pada baris dan atas ke bawah pada kolom).
Gabungan dari kedua elemen, kita dapat merakit persamaan umum matriks global yaitu:
[Q] = [K][D]
20 202 0 6 −200 0 0 −2 0 6 𝐷a
⎡0⎤ ⎡ 0 202 −6 0 −6 −2 0 −200 0 ⎤ ⎡𝐷E ⎤
⎢0⎥ ⎢ 6 ⎢ ⎥
⎢ ⎥ −6 48 0 12 6 −6 0 12 ⎥ ⎢𝐷] ⎥
⎢ ⎥
⎢0⎥ ⎢−200 0 0 200 0 0 0 0 0 ⎥ ⎢𝐷h ⎥
⎢ 0 ⎥ = 𝐴𝐸 ⎢ 0 −6 12 0 24 6 0 0 0 ⎥ ⎢𝐷c ⎥.
⎢𝑄b ⎥ ⎢ 0 −2 6 0 6 2 0 0 0 ⎥⎢ 0 ⎥
⎢𝑄` ⎥ ⎢ −2 0 −6 0 0 0 2 0 −6⎥ ⎢ 0 ⎥
⎢𝑄z ⎥ ⎢ 0 −200 0 0 0 0 0 200 0 ⎥⎢ 0 ⎥
⎣𝑄^ ⎦ ⎣ 6 0 12 0 0 0 −6 0 24 ⎦ ⎣ 0 ⎦
Q1 = 20 karena adanya beban luar sebesar 20 kN ke arah kanan, Q2, Q3, Q4, dan Q5 bernilai nol karena
tidak ada gaya pada dof, Q6, Q7, Q8, dan Q9 adalah reaksi perletakan yang akan kita cari.
D1, D2, D3, D4, dan D5 adalah perpindahan yang akan kita cari sedangkan D6, D7, D8, dan D9 bernilai
nol karena tidak ada perpindahan (ditahan oleh reaksi perletakan).
- 313 -
Kita dapat langsung melakukan perhitungan matriks ini dengan kalkulator maupun komputer yang
mendukung perkalian matrik. Atau kita dapat juga melakukan perhitungan manual dengan mempartisi
matrik.
- 314 -
DAFTAR PUSTAKA
Isi buku Mekanika Teknik ini merupakan kumpulan dari tulisan dan pemikiran tokoh-tokoh besar di
bidang mekanika teknik. Daftar kumpulan referensi yang menjadi acuan dari buku ini adalah:
1) ASCE. 2017. ASCE/SEI 7-16 Minimum Design Loads and Associated Criteria for Uildings and
Other Structures. Virginia: USA. ASCE.
2) Bansal, RK. 2019. A Textbook of Strength of Materials (Mechanics of Solids), 6th ed.
Yogyakarta, Indonesia. Penerbit Andi.
3) Beer, Ferdinand P. etc. all. 2016. Vector Mechanics for Engineers: Statics & Dynamics 11th ed.
New York: USA. McGraw-Hill Education.
4) Gere, James. 2004. Mechanics of Materials, 6th ed. Belmont, USA. Thomson Learning, Inc.
5) Ghali & Neville. 2017. Structural Analysis: A Unified Classical and Matrix Approach, 7th ed.
Boca Raton: USA. CRC Press.
6) Gros, Dietmar. etc. all. 2013. Engineering Mechanics 1: Statics, 2nd ed. New York: USA.
Springer Science.
7) Gros, Dietmar. etc. all. 2011. Engineering Mechanics 2: Mechanics of Materials. New York:
USA. Springer Science.
8) Hibbeler, RC. 2010. Engineering Mechanics: Statics and Dynamics, 12th ed. New Jersey: USA.
Pearson Education, Inc.
9) Hibbeler, RC. 2011. Mechanics of Materials, 6th ed. New Jersey: USA. Pearson Education, Inc.
10) Hibbeler, RC. 2012. Structural Analysis, 8th ed. New Jersey: USA. Pearson Education, Inc.
11) Kassimali, Aslam. 2012. Matrix Analysis of Structures, 2nd ed. Boston: USA. Cengage
Learning, Inc.
12) Kassimali, Aslam. 2020. Structural Analysis, 6th ed. Boston: USA. Cengage Learning, Inc.
13) Marti, Peter. 2013. Theory of Structures, Fundamentals, Framed Structures, Plates and Shells.
Berlin: Germany. Wilhem Ernst & Sohn.
14) McCormac, Jack. 2007. Structural Analysis Using Classical and Matrix Methods, 4th ed. New
Jersey: USA. John Wiley & Sons, Inc.
15) McKenzie, William MC. 2006. Examples in Structural Analysis. New York: USA. Taylor &
Francis Group.
16) Megson, THG. 2019. Structural and Stress Analysis, 4th ed. Oxford: UK. Elsevier Ltd.
17) Philpot, Timothy. 2017. Mechanics of Materials, 4th ed. New Jersey: USA. John Wiley & Sons,
Inc.
18) Przemieniecki, JS. 1968. Theory of Matrix Structural Analysis. New York: USA. Dover
Publications, Inc.
19) Purcell, Edwin J. 2010. Kalkulus Edisi 9. Jakarta: Indonesia. Penerbit Erlangga.
20) Ranzi, Gianluca & Gilbert, Raymond. 2015. Structural Analysis: Principles, Methods and
Modelling. Boca Raton: USA. CRC Press.
21) Stoud, K.A. 2013. Engineering Mathematics 7th ed. New York: USA. MacMilan Education.
22) Thomas, George B. 2018. Calculus 14th ed. New York: USA. Pearson Education.
23) Timoshenko, SP. 1960. Elements of Strength of Materials, 4th ed. New York: USA. Van
Nostrand Company, Inc.
24) Timoshenko, SP. 1953. History of Strength of Materials, 4th ed. New York: USA. McGraw-
Hill, Inc.
- 315 -
25) Timoshenko, SP. 1948. Strength of Materials, Part I & Part II, 2nd ed. New York: USA. Van
Nostrand Company, Inc.
26) Timoshenko, SP & Young, DH. 1956. Engineering Mechanics, 4th ed. USA. McGraw-Hill, Inc.
27) Timoshenko, SP & Young, DH. 1965. Theory of Structures, 2nd ed. USA. McGraw-Hill, Inc.
- 316 -
TENTANG PENULIS
Karir profesional dalam bidang teknik sipil, dimulai pada tahun 1998 dengan
bekerja pada konsultan teknik PT Arcende, Bandung. Pada tahun 2007, sempat bekerja pada kontraktor
khusus migas yaitu PT Nippon Steel Batam. Tahun 2008 kembali ke Bandung dan bekerja pada
konsultan teknik PT Nasuma Putra Bandung.
Saat ini, Heru Judi H. Gultom menjabat sebagai Direktur Utama PT Nasuma Putra, dan disela kegiatan,
mengajar di Itenas sebagai dosen NIDK, dengan konsentrasi mata kuliah rekayasa struktur. Dalam
organisasi aktif dalam Himpunan Pemgembang Jalan Nasional (HPJI) Provinsi Jawa Barat, dan saat ini
duduk dalam kepengurusan organisasi sebagai wakil bendahara.
- 317 -