Anda di halaman 1dari 6

BAB II

KONSEP KETAHANAN KELUARGA


1. Konsep Keluarga
Keluarga merupakan unit/institusi/sistem sosial terkecil dalam masyarakat
yang beranggotakan sekelompok orang atas dasar hubungan perkawinan, pertalian
darah, atau adopsi yang tinggal bersama dalam sebuah rumah tangga. Secara umum,
keluarga memilik 4 (empat) karakteristik yaitu:
1) Keluarga tersusun oleh beberapa orang yang disatukan dalam suatu ikatan seperti
perkawinan, hubungan darah, atau adopsi.
2) Anggota keluarga hidup dan menetap secara bersama-sama di suatu tempat atau
bangunan di bawah satu atap dalam susunan satu rumah tangga.
3) Setiap anggota keluarga saling berinteraksi, berkomunikasi, dan menciptakan
peran sosial bagi setiap anggota seperti: suami dan isteri, ayah dan ibu, putera dan
puteri, saudara laki-laki dan saudara perempuan, dan sebagainya.
4) Hubungan antar anggota keluarga merupakan representasi upaya pemeliharaan
polapola kebudayaan bersama yang diperoleh dari kebudayaan umum di
komunitas.

Dalam konteks peraturan perundang-undangan (Undang-Undang Nomor 52


Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga), keluarga didefinisikan sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat yang
terdiri dari:

1) Suami dan istri.


2) Suami istri dan anaknya.
3) Ayah dan anaknya.
4) Ibu dan anaknya.

Selain itu, keluarga mempunyai 8 (delapan) fungsi, seperti yang dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994, yang mencakup fungsi pemenuhan
kebutuhan fisik dan nonfisik yaitu:

1) Agama.
2) Sosial budaya.
3) Cinta kasih.
4) Perlindungan.
5) Reproduksi.
6) Sosialisasi dan pendidikan.
7) Ekonomi.
8) Pembinaan lingkungan.

Dalam kaitannya dengan pengukuran tingkat ketahanan keluarga maka konsep


keluarga yang digunakan akan diupayakan untuk merujuk kepada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

2. Konsep Ketahanan Keluarga


Ketahanan keluarga (family strength atau family resilience) merupakan
kondisi kecukupan dan kesinambungan akses terhadap pendapatan dan sumber daya
untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar antara lain: pangan, air bersih, pelayanan
kesehatan, kesempatan pendidikan, perumahan, waktu untuk berpartisipasi di
masyarakat, dan integrasi sosial (Frankenberger, 1998).
Ketahanan keluarga ialah kemampuan keluarga untuk menangkal atau
melindungi diri dari berbagai permasalahan atau ancaman kehidupan baik yang
datang dari dalam keluarga itu sendiri maupun dari luar keluarga seperti lingkungan,
komunitas, masyarakat, maupun negara. 5 (lima) indikasi yang menggambarkan
tingkat ketahanan keluarga:
1) Adanya sikap saling melayani sebagai tanda kemuliaan.
2) Adanya keakraban anatara suami dan istri menuju kualitas perkawinan yang baik.
3) Adanya orang tua yang mengajar dan melatih anak-anaknya dengan berbagai
tantangan kreat8if, pelatihan yang konsisten, dan mengembangkan keterampilan.
4) Adanya suami dan istri yang memimpin seluruh anggota keluarganya denganh
penuh kasih saying.
5) Adanya anak-anak yang menaati dan menghormati orang tuanya.

Konsep ketahanan keluarga memiliki makna yang berbeda dengan konsep


kesejahteraan keluarga, namun keduanya saling berkaitan erat. Keluarga dengan
tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi berpotensi lebih besar untuk dapat memiliki
ketahanan keluarga yang lebih tangguh. Kedua konsep tersebut dirumuskan menjadi
satu kesatuan konsep dalam Undang Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yaitu pada Pasal 1 Ayat
11.
Pada ayat tersebut dituliskan ketahanan dan kesejahteraan keluarga sebagai
kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung
kemampuan fisik materil guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan
keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan dan
kebahagiaan lahir dan batin.

Sejalan dengan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tersebut maka ketahanan


keluarga dapat diukur menggunakan pendekatan sistem yang meliputi komponen
input (sumber daya fisik dan nonfisik), proses manajemen keluarga (permasalahan
keluarga dan mekanisme penanggulangannya), dan output (terpenuhinya kebutuhan
fisik dan psiko sosial). Keluarga dikatakan memiliki tingkat ketahanan keluarga
yang tinggi apabila memenuhi beberapa aspek yaitu:

1) Ketahanan fisik yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, perumahan,


pendidikan dan kesehatan.
2) Ketahanan sosial yaitu berorientasi pada nilai agama, komunikasi yang efektif,
dan komitmen keluarga tinggi.
3) Ketahanan psikologis meliputi kemampuan penanggulangan masalah nonfisik,
pengendalian emosi secara positif, konsep diri positif, dan kepedulian suami
terhadap istri.
3. Dimensi, Variabel, dan Indikator Ketahanan Keluarga
Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan
Pembangunan Keluarga menyebutkan bahwa konsep ketahanan dan kesejahteraan
keluarga mencakup:
1) Landasan legalitas dan keutuhan keluarga.
2) Ketahanan fisik.
3) Ketahanan ekonomi.
4) Ketahanan sosial psikologi.
5) Ketahanan sosial budaya.

KPPPA telah merumuskan 24 ciri-ciri yang merepresentasikan tingkat ketahanan


keluarga. Semua ciri-ciri (indikator) ketahanan keluarga tersebut terkelompok dalam 5
(lima) dimensi dan terbagi dalam 15 (lima belas) variabel. Kelima dimensi tersebut
adalah:

1) Legalitas dan struktur keluarga mempunyai 3 variabel (7 indikator).


2) Ketahanan fisik mempunyai 3 variabel (4 indikator.
3) Ketahanan ekonomi mempunyai 4 variabel (7 indikator).
4) Ketahanan sosial psikologi mempunyai 2 variabel (3 indikator).
5) Ketahanan sosial budaya mempunyai 3 variabel (3 indikator).

Beberapa penyesuaian ciri-ciri ketahanan keluarga yang telah dilakukan


adalah:

1) Ciri ke 4 & 5 = Ayah ibu menyisihka waktu khusus Bersama anak.


Menjadi indikator (kebersamaan dalam keluarga dan kemitraan suami istri)
2) Ciri ke 11 = memiliki ruang tidur terpisah antara orang tua dan anak
(ketersediaan lokasi tetap untuk tidur).
3) Ciri ke 14 = keluarga pernah menunggak membayar listrik (kecukupan
pendapatan keluarga).
4) Ciri ke 17 = suami dan/atau istri mempunyai tabungan dalam bentuk uang
minimal Rp. 500.000 (tabungan keluarga).
5) Ciri ke 21 = anggota keluarga terlibat masalah seperti mencuri, tawuran,
dll (penghormatan terhadap hukum).

Dimensi dan Variabel Pengukur Tingkat Ketahanan Keluarga


4. Rumah Tangga Sebagai Pendekatan Analisis Ketahanan Keluarga
Dengan memahami bahwa sumber data yang digunakan berasal dari berbagai
hasil survei yang utamanya dilakukan oleh BPS maka perlu dipertimbangkan pula
beberapa catatan penting dalam sumber data yang digunakan, yaitu:
1) Penggunaan konsep rumah tangga dalam pengumpulan data.
2) Sumber data berasal dari berbagai hasil survei dengan level estimasi provinsi
sehingga parameter dapat disajikan menurut provinsi.
3) Terdapat 8 (delapan) sumber data yang digunakan dengan tahun pengumpulan
data yang berbeda.
4) Terdapat parameter yang hanya menggambarkan kondisi populasi tertentu, seperti
kepemilikan buku/akte nikah yang hanya menggambarkan persentase kepemilikan
akte/buku nikah pada rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan 40% terbawah
secara nasional.
5. Sumber Data
Data yang digunakan untuk mengukur ketahanan keluarga ini berasal dari
berbagai hasil survei yang dilakukan oleh BPS ditambah dengan publikasi dari
kementerian. Terdapat 8 (delapan) sumber data yang digunakan, meliputi:
1) Pemutakhiran basis data terpadu (PBDT) 2015.
2) Survei sosial ekonomi nasional keterangan pokok rumah tangga susenas kor)
2015.
3) Survei sosialo ekonomi nasional modulo sosial budaya dan pendidikan (susenas
MSBP) 2015.
4) Survei angkatan kerja nasional (sakernas) 2015.
5) Survei sosial ekonomi nasional modul ketahanan sosial (susenas modul
HANSOS) 2014.
6) Survei pengukuran tingkat kebahagian (SPTK) 2014.
7) Publikasi riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013.
8) Survei demografi dan kesehatan Indonesia survey demografi dan kesehatan
Indonesia (SDKI) 2012.

Anda mungkin juga menyukai