Anda di halaman 1dari 38

TUGAS KETAHANAN KELUARGA

RESUME MATERI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ketahanan Keluarga
yang diampu oleh:

Nenden Rani Rinekasari, S.P., M.Pd.

Oleh:
Syifa Nurazizah
(2005709)
PKK-A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA


DEPARTEMEN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada kehadirat Allah SWT. yang
maha pengasih dan penyayang yang telah memberikan rahmat serta hidayah,
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan tugas resume dengan tepat waktu.

Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Nenden Rani Rinekasari,
S.P., M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Ketahanan Keluarga yang telah
memberikan kepercayaan dengan memberikan tugas ini. Saya juga mengucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu saya dalam penyelesaian
tugas ini.

Pada dasarnya tujuan dari pembuatan tugas ini ialah untuk memenuhi
salah satu tugas dan persyaratan untuk dapat mengikuti Ujian Tengah Semester.
Tetapi besar harapan saya dari hasil makalah ini semoga dapat menjadi
konstribusi positif bagi pengembangan wawasan para pembaca dan semoga
makalah ini dapat memberi manfaat bagi banyak pihak. Aamiin.

Selain itu, saya sebagai penulis mengakui bahwa masih banyak


kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran
dari seluruh pihak senantiasa saya harapkan demi kesempurnaan karya yang akan
saya buat di kemudian hari.

Bandung, 30 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I KOMPETENSI YANG HARUS DIMILIKI DALAM KETAHANAN
KELUARGA...........................................................................................................1
A. KOMPETENSI KETAHANAN KELUARGA............................................1
BAB II KONSEP KETAHANAN KELUARGA.................................................1
A. PENGERTIAN KELUARGA.......................................................................1
B. ARTI KETAHANAN KELUARGA............................................................3
C. DIMENSI VARIABEL & INDIKATOR KETAHANAN KELUARGA....4
BAB III PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA................................6
A. ASPEK KETAHANAN FISIK.....................................................................6
B. Aspek Sosial Budaya....................................................................................8
C. Aspek Ekonomi.............................................................................................9
D. Aspek Psikologi..........................................................................................12
BAB IV KEBUTUHAN DASAR MANUSIA DIKAITKAN DENGAN
TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA................................................14
A. Kebutuhan-kebutuhan dasar manusia.........................................................14
B. Tingkat kesejahteraan keluarga...................................................................15
C. Hubungan Kebutuhan Dasar Manusia Dengan Tingkat Kesejahteraan
Keluarga.............................................................................................................16
BAB V KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF & OBJEKTIF..............................17
A. Konsep Kesejahteraan Subjektif dan Objektif............................................18
B. Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan...............................................22
C. Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga dan Keluarga
Sejahtera.............................................................................................................23
BAB VI KAITAN KETAHANAN KELUARGA DENGAN
PENYELENGGARAAN FUNGSI KELUARGA.............................................24
A. Urgensi Ketahanan Keluarga......................................................................24
B. Fungsi-Fungsi Keluarga..............................................................................24
C. Penguatan Ketahanan Keluarga Melalui Fungsi-Fungsi Keluarga.............28

ii
BAB VII KOMPONEN & UPAYA PENGUATAN KETAHANAN
KELUARGA.........................................................................................................29
A. Komponen Ketahanan Keluarga.................................................................29
B. Daya Lenting Dalam Ketahanan Keluarga.................................................29
C. Strategi Penguatan Ketahanan Keluarga.....................................................31
D. Dampak positif keluarga yang memiliki ketahanan....................................31

iii
BAB I

KOMPETENSI YANG HARUS DIMILIKI DALAM KETAHANAN


KELUARGA.

A. KOMPETENSI KETAHANAN KELUARGA.

1. Ketahanan Fisik.
Terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan
kesehatan.
2. Ketahanan Sosial.
Berpegangan pada nilai keagamaan, memiliki komunikasi yang efektif,
dan komitmen keluarga yang tinggi.
3. Ketahanan Psikologis.
Terdiri dari pengendalian emosi secara positif, kemampuan
penanggulangan masalah nonfisik, kepedulian suami terhadap istri, dan
konsep diri yang positif.

BAB II

KONSEP KETAHANAN KELUARGA


A. PENGERTIAN KELUARGA

1. Konsep Keluarga
Keluarga merupakan unit/institusi/sistem sosial terkecil di dalam
masyarakat yang beranggotakan sekelompok orang atas dasar hubungan
perkawinan, pertalian darah, atau adopsi yang tinggal bersama dalam
sebuah rumah tangga. Secara umum, keluarga memilik 4 (empat)
karakteristik yaitu:
1) Keluarga terangkai oleh beberapa orang yang disatukan dalam suatu
ikatan seperti perkawinan, hubungan darah, atau adopsi.
2) Anggota keluarga hidup dan tinggal secara bersama-sama di suatu
tempat atau bangunan, di bawah satu atap dalam susunan satu rumah
tangga.

1
3) Setiap anggota keluarga saling berkomunikasi, berinteraksi, dan
menciptakan peran sosial bagi setiap anggota seperti: suami dan istri,
ayah dan ibu, putera dan puteri, saudara laki-laki dan saudara
perempuan, dan sebagainya.
4) Hubungan antar anggota keluarga merupakan representasi upaya
pemeliharaan pola-pola kebudayaan bersama yang diperoleh dari
kebudayaan umum di komunitas.

Dalam peraturan perundang-undangan (Undang-Undang Nomor 52


Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga), keluarga dapat didefinisikan sebagai unit
sosial terkecil di dalam masyarakat yang terdiri dari:

1) Suami dan istri.


2) Suami istri dan anaknya.
3) Ayah dan anaknya.
4) Ibu dan anaknya.

Selain itu, keluarga memiliki 8 (delapan) fungsi, seperti yang tertera


dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 21 Tahun 1994, yang terdiri dari
fungsi pemenuhan kebutuhan fisik dan nonfisik yaitu:

1) Agama.
2) Sosial budaya.
3) Cinta kasih.
4) Perlindungan.
5) Reproduksi.
6) Sosialisasi dan pendidikan.
7) Ekonomi.
8) Pembinaan lingkungan.

Hubungannya dengan pengukuran tingkat ketahanan keluarga, konsep


keluarga dapat digunakan sebagai rujukan pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

2
B. ARTI KETAHANAN KELUARGA

Ketahanan keluarga (family strength atau family resilience) ialah


keadaan kecukupan dan kesinambungan akses atas pendapatan dan sumber
daya, guna memenuhi berbagai kebutuhan dasar antara lain: air bersih,
pangan, pelayanan kesehatanan, perumahan, kesempatan pendidikan, waktu
untuk bersosialisasi di masyarakat, serta integrasi sosial. (Frankenberger,
1998).
Ketahanan keluarga adalah kemampuan keluarga untuk menangkal
atau melindungi diri dari berbagai masalah atau ancaman kehidupan, baik
yang datang dari dalam keluarga itu sendiri maupun dari luar keluarga seperti
lingkungan, masyarakat, masyarakat, dan negara.
5 (lima) indikasi yang menggambarkan tingkat ketahanan
keluarga:
1. Adanya sikap saling melayani sebagai tanda kemuliaan.
2. Adanya keintiman antara suami dan istri mengarah pada kualitas
pernikahan yang baik.
3. Adanya orang tua yang mengajar dan melatih anaknya dengan berbagai
tantangan kreatif, pelatihan yang konsisten, dan mengembangkan
keterampilan.
4. Adanya sepasang suami istri yang memimpin anggota keluarganya dengan
penuh kasih sayang.
5. Adanya anak-anak yang nurut dan menghormati orang tuanya.

Konsep ketahanan keluarga memiliki pengertian yang berbeda dengan


konsep kesejahteraan keluarga, namun keduanya sangat erat kaitannya.
Keluarga dengan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi mungkin lebih
cenderung memiliki ketahanan keluarga yang lebih kuat. Kedua konsep
tersebut dirumuskan menjadi satu kesatuan konsep dalam Undang Undang
Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga, yaitu pada Pasal 1 Ayat 11.

3
C. DIMENSI VARIABEL & INDIKATOR KETAHANAN KELUARGA

Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan


Pembangunan Keluarga yang menyebutkan bahwa konsep ketahanan dan
kesejahteraan keluarga mencakup beberapa aspek yaitu:
1. Landasan legalitas dan keutuhan keluarga.
2. Ketahanan fisik.
3. Ketahanan ekonomi.
4. Ketahanan sosial psikologi.
5. Ketahanan sosial budaya.

KPPPA merumuskan 24 ciri-ciri yang mengidentifikasikan tingkat


ketahanan keluarga. Seluruh karakteristik atau ciri-ciri (indikator) ketahanan
keluarga dikelompokkan ke dalam 5 (lima) dimensi dan dibagi menjadi 15
(lima belas) variabel. Kelima dimensi tersebut adalah:

1. Legalitas dan struktur keluarga mempunyai 3 variabel (7 indikator).


2. Ketahanan fisik mempunyai 3 variabel (4 indikator).
3. Ketahanan ekonomi mempunyai 4 variabel (7 indikator).
4. Ketahanan sosial psikologi mempunyai 2 variabel (3 indikator).
5. Ketahanan sosial budaya mempunyai 3 variabel (3 indikator).

Beberapa penyesuaian ciri-ciri ketahanan keluarga yang telah dilakukan


adalah:

1. Ciri ke 4 & 5 = Ibu dan Ayah memiliki waktu khusus dengan anak-
anaknya. Menjadi indikator (kebersamaan dalam keluarga dan
kemitraan suami istri).
2. Ciri ke 11 = Memiliki kamar tidur terpisah untuk orang tua dan anak
(ketersediaan lokasi tetap untuk tidur).
3. Ciri ke 14 = Keluarga pernah menunggak untuk membayar listrik
(kecukupan pendapatan keluarga).
4. Ciri ke 17 = Suami dan/atau istri mempunyai tabungan berupa uang
minimal Rp. 500.000 (tabungan keluarga).

4
5. Ciri ke 21 = Anggota keluarga terlibat masalah seperti mencuri,
berkelahi, dll (penghormatan terhadap hukum).

Dimensi dan Variabel Pengukur Tingkat Ketahanan Keluarga

5
BAB III

PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA

A. ASPEK KETAHANAN FISIK.

Ketahanan fisik dapat dicapai apabila keluarga telah memenuhi kebutuhan


pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan serta bebas dari masalah
ekonomi. Dilihat dari pernyataan tersebut, pembahasan aspek ketahanan fisik
sangatlah luas dan tidak dapat dipisahkan dari kondisi ekonomi keluarga. Oleh
karena itu, pembahasan dikerucutkan menjadi 3 aspek yaitu, kecukupan pangan
dan gizi, kesehatan keluarga, dan ketersediaan tempat atau lokasi tetap untuk
tidur.
1. Kecukupan Pangan dan Gizi.
Dalam membentuk keluarga yang memiliki ketahanan fisik yang baik,
sangat penting untuk memperhatikan kecukupan pangan dan status gizi yang
baik bagi seluruh anggota keluarga. Kondisi fisik yang kuat, mental yang kuat,
kesehatan yang prima, dan kecerdasan sangat ditentukan oleh status gizi yang
baik, sedangkan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan makanan
yang dikonsumsi. Kurangnya asupan makanan dan gizi dapat membuat
seseorang lebih rentan terhadap berbagai macam gangguan kesehatan dan
penyakit. Di sisi lain, kebutuhan pangan yang cukup dan status gizi yang baik
dapat meningkatkan ketahanan fisik seseorang, sehingga ia dapat melakukan
aktivitas normal untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
1) Kecukupan Pangan.
Dalam Pedoman Gizi Seimbang disebutkan bahwa setiap hari
tubuh membutuhkan 2-3 porsi protein nabati, 2-3 porsi protein hewani, 3-8
porsi makanan pokok, 3-5 porsi sayur, 3-5 porsi buah dan minum air
mineral minimal 8 gelas. Asupan nutrisi ini bisa dipenuhi dari makanan
pokok dan lauk pauk yang biasa dikonsumsi setiap hari.
Mengapa hal tersebut berkaitan dengan ketahanan keluarga yang
tangguh?

6
Hal tersebut dikarenakan rumah tangga yang cenderung memiliki
ketahanan keluarga yang lebih kuat ialah apabila seluruh anggota rumah
tangganya dapat mengkonsumsi makanan pokok dengan lauk nabati atau
hewani minimal dua kali sehari atau setara dengan 14 kali dalam
seminggu.
2) Kecukupan Gizi.
Kekurangan gizi dapat menyebabkan terganggunya sistem
kekebalan dalam tubuh seseorang sehingga lebih rentan terhadap penyakit.
Demikian pula, kelebihan gizi dapat menyebabkan berbagai masalah
kesehatan. Dengan itu, masyarakat yang mengalami masalah gizi kurang
atau gizi berlebih akan memberikan kondisi ketahanan fisik yang buruk
sehingga berdampak pada rendahnya ketahanan keluarga.
2. Kesehatan Keluarga.
Kesehatan fisik merupakan modal dasar seseorang untuk hidup
mandiri, mengembangkan diri dan keluarganya agar dapat hidup serasi dalam
meningkatkan kesejahteraan, serta kebahagiaan lahir dan batin. Kesehatan
fisik dapat diartikan sebagai keadaan fisik yang bebas dari penyakit dan
gangguan fungsi tubuh. Orang yang sehat cenderung lebih mampu
membangun ketahanan keluarga daripada orang yang tidak sehat.
Selain kondisi fisik, adanya penyakit kronis atau kesulitan fungsional
yang diderita seseorang juga dapat menjadi penghambat dalam menjalankan
peran dan fungsinya dalam keluarga. Ini tidak berarti bahwa orang dengan
penyakit kronis atau kesulitan fungsional harus memiliki ketahanan keluarga
yang rendah. Namun, keberadaan anggota keluarga yang menderita penyakit
kronis dan kesulitan fungsional dapat meningkatkan peluang keluarga
memiliki ketahanan keluarga yang lebih rendah.
3. Ketersediaan Tempat/Lokasi Tetap Untuk Tidur.
Tidur merupakan cara istirahat yang paling umum untuk memulihkan
stamina dan daya tahan tubuh. Tidur yang cukup harus memiliki kualitas baik,
tentunya hal tersebut sangat ditentukan oleh ketersediaan tempat atau ruangan
untuk tidur. Menurut survei yang banyak dilakukan, disebutkan bahwa kepala

7
rumah tangga dan pasangannya yang memiliki kamar tidur terpisah dari anak
dan anggota rumah tangga lainnya memiliki kualitas yang lebih baik daripada
kepala rumah tangga atau pasangannya yang tidur dengan anak dan anggota
rumah tangga lainnya.
Kualitas tidur yang lebih baik akan meningkatkan daya tahan fisik mereka
sehingga mereka dapat menjalankan peran dan fungsinya masing-masing
dalam kehidupan rumah tangga. Oleh karena itu, kepala rumah tangga dan
pasangan yang memiliki kebebasan untuk beristirahat yang ditandai dengan
kamar tidur yang terpisah dengan anak diharapkan memiliki ketahanan
keluarga yang lebih baik.

B. Aspek Sosial Budaya.

Aspek ketahanan sosial budaya diukur menggunakan tiga variabel, yaitu


(1) variabel kepedulian sosial (dilihat dari penghormatan terhadap lansia), (2)
variabel keeratan sosial (dilihat dari partisipasi dalam kegiatan sosial di
lingkungan), dan (3) variabel ketaatan beragama (dilihat dari partsipasi dalam
kegiatan keagamaan di lingkungan).
1. Kepedulian Sosial.
Keluarga yang selalu menjaga hubungan baik dengan sesama anggota
keluarga dan orang lain akan menciptakan hubungan emosional untuk terus
memantau keberadaan dan kebutuhan orang lain sebagai bentuk
kepeduliannya. Dalam lingkup keluarga, kepedulian sosial dapat dilihat dari
kepedulian keluarga terhadap anggota keluarga yang lanjut usia.
Sikap dan cara keluarga dalam menangani atau merawat lansia dengan
baik dapat menjadi pelajaran bagi anggota keluarga muda untuk selalu
memberikan penghargaan dengan menghormati orang tua lansia dengan cara
yang terbaik bagi lansia di rumah dan bukan di panti jompo.
2. Keeratan Sosial.
Rumah tangga yang memiliki hubungan sosial yang erat dengan
masyarakat tempat tinggalnya diharapkan berdampak pada ketahanan sosial
keluarga yang lebih baik. Dengan demikian, kedekatan sosial menjadi variabel

8
kedua yang digunakan dalam mengukur tingkat ketahanan sosial budaya suatu
keluarga. Ketahanan sosial keluarga dalam masyarakat dapat tercermin dari
kondisi keluarga yang memiliki hubungan sosial antar keluarga dalam
masyarakat yang terbina erat.
3. Ketaatan Beragama.
Salah satu ciri ketahanan keluarga yang kuat adalah kepatuhan anggota
keluarga untuk beribadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya. Agama
atau kepercayaan yang dianut seseorang memuat sejumlah aturan/cara hidup
manusia di dunia yang harus diikuti dan dipatuhi sebagai konsekuensi dari
urgensi keyakinan kepada Sang Pencipta.
Ketaatan beragama dapat dilihat dari rutinitas ibadah, baik yang dilakukan
secara pribadi (langsung antara individu dengan Tuhannya) maupun secara
kolektif (komunal). Ibadah yang dilakukan secara tertutup merupakan rahasia
antara individu dengan Tuhannya, sedangkan ibadah yang dilakukan secara
berjamaah dapat meningkatkan kedekatan sosial rumah tangga, sehingga
meningkatkan ketahanan keluarga. Rumah tangga yang taat beribadah dan
menunjukkan ketaatan yang lebih baik sehingga memiliki ketahanan keluarga
yang lebih kuat.

C. Aspek Ekonomi.

Ketahanan keluarga juga menyiratkan kemampuan materi keluarga untuk


hidup mandiri dan mengembangkan keluarga. Kemampuan berdasarkan materi
keluarga ini dapat dipahami sebagai ketahanan ekonomi keluarga dalam
mengatasi masalah ekonomi dari sumber daya yang mereka miliki.

1. Tempat Tinggal Keluarga.


Tempat tinggal keluarga merupakan salah satu variabel untuk membangun
ketahanan ekonomi yang diukur dari status kepemilikan rumah. Indikator ini
dapat digunakan sebagai ukuran ketahanan ekonomi suatu rumah tangga
karena rumah tangga yang telah memiliki rumah sendiri berarti telah mampu
memenuhi salah satu kebutuhan primernya sehingga berpotensi untuk
membangun keluarga yang lebih baik.

9
Rumah tangga yang menempati bangunan tempat tinggal sendiri
diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik daripada rumah
tangga yang menempati bangunan tempat tinggal bukan milik sendiri.
2. Pendapatan Keluarga.
Kecukupan penghasilan sebagai salah satu aspek ketahanan ekonomi keluarga
akan diukur dengan indikator objektif dan indikator subjektif.
1) Indikator objektif, dilihat dari kecukupan pendapatan rumah tangga per
kapita. Rumah tangga dengan pendapatan per kapita yang lebih tinggi
diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik.
2) Indikator subjektif, melihat kecukupan rumah tangga berdasarkan persepsi
kecukupan pendapatan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari.
Rumah tangga yang memiliki persepsi bahwa pendapatannya cukup atau lebih
dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari diharapkan memiliki
ketahanan ekonomi yang lebih baik.
3. Pembiayaan Pendidikan Anak.

Status pendidikan dalam rumah tangga dapat menjadi salah satu cara untuk
menggambarkan kondisi ketahanan ekonomi rumah tangga karena dapat
digunakan sebagai pendekatan untuk menentukan kecukupan pendapatan rumah
tangga secara objektif.

1) Kemampuan Pembiayaan Pendidikan Anak.


Pemerintah pusat dan pemerintah daerah telah menjamin
terselenggaranya wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar minimal (SD,
SMP dan sederajat) tanpa memungut biaya (UU Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Namun kebijakan gratis biaya sekolah hanya berlaku untuk siswa SD
atau SMP negeri, itupun belum diterapkan secara nasional. Di sekolah-sekolah
tertentu masih ada biaya yang besarnya bervariasi, yang ditentukan oleh
komite sekolah. Selain itu, sekolah umum belum mampu menampung semua
siswa usia sekolah, sehingga hanya siswa dengan nilai bagus yang dapat

10
bersaing untuk diterima di sekolah umum. Hal ini mengakibatkan beberapa
siswa harus melanjutkan ke sekolah swasta yang biayanya lebih mahal
daripada sekolah negeri.
2) Keberlangsungan Pendidikan Anak.
Kelangsungan pendidikan anak akan tergambar dari besarnya persentase
rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga yang putus sekolah.
Adanya anak usia 7-18 tahun yang putus sekolah atau tidak pernah bersekolah
merupakan indikasi adanya masalah ekonomi dalam rumah tangga. Selain
tidak memiliki anak putus sekolah, rumah tangga yang memiliki ketahanan
ekonomi yang baik juga harus dapat menjamin anggota rumah tangganya
dapat mengenyam pendidikan sehingga tidak ada anak yang tidak pernah
sekolah.
4. Jaminan Keuangan Keluarga.

Selain kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ketahanan ekonomi


keluarga juga perlu mempertimbangkan kesiapan keluarga untuk menghadapi
kejadian yang tidak terduga di kemudian hari. Sehingga jaminan kepemilikan
terhadap risiko-risiko yang mungkin dihadapi di masa yang akan datang, akan
tertanggulangi dengan baik.

1) Tabungan Keluarga.
Rumah tangga yang memiliki tabungan tentunya berpotensi memiliki
ketahanan ekonomi yang lebih baik. Tabungan yang dimiliki rumah tangga
dikelompok dalam 3 jenis, yaitu produk bank
(tabungan/asuransi/deposito/giro), produk non-bank (koperasi/kantor
pos/sekolah), dan lainnya (tabungan di lemari/dompet/celengan/dan
sebagainya).
2) Jaminan Kesehatan Keluarga.
Indikator lainnya yang dapat menggambarkan ketahanan ekonomi
adalah kepemilikan berbagai asuransi, seperti asuransi kesehatan, asuransi
ketenagakerjaan dan sebagainya.

11
Upaya penyelenggaraan sistem jaminan sosial telah dirintis oleh
pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di
bidang kesehatan, antara lain melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek
(Persero) yang melayani PNS, penerima pensiun, veteran, dan swasta. para
karyawan. Sedangkan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah
telah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).

D. Aspek Psikologi.

Aspek ketahanan sosial psikologis tidak dapat dilihat secara fisik. Aspek
ini terdiri atas dua variabel yaitu
 Variabel keharmonisan keluarga (termasuk anti kekerasan dalam
rumah tangga terhadap perempuan dan anti kekerasan terhadap anak).
 Variabel kepatuhan terhadap hukum (dilihat dari pengalaman rumah
tangga menjadi korban tindak pidana).
1. Keharmonisan Keluarga.
Keharmonisan keluarga merupakan salah satu aspek penting dalam
mengembangkan ketahanan sosial psikologis dalam keluarga. Keharmonisan
keluarga ini berkaitan dengan ketahanan psikologis keluarga, dimana keluarga
dikatakan memiliki ketahanan psikologis yang baik jika keluarga mampu
mengatasi masalah non fisik, pengendalian emosi positif, konsep diri positif
(termasuk harapan dan kepuasan). Serta perhatian suami terhadap istrinya
(Sunarti dalam Puspitawati, 2007). 2012).
Untuk itu pengukuran kerukunan dalam keluarga dalam penelitian ini
menekankan pada sikap kepala rumah tangga terhadap kepedulian pada
perempuan dan anak. Indikator yang mendukung penelitian ini adalah bagaimana
sikap anti kekerasan terhadap perempuan dan perilaku anti kekerasan terhadap
anak dalam keluarga sebagai tingkat pengukuran. Keluarga yang memiliki sikap
anti kekerasan baik terhadap perempuan maupun anak cenderung memiliki
ketahanan keluarga yang relatif tinggi, begitu pula sebaliknya.
1) Sikap Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.

12
Keluarga yang memperlakukan perempuan dengan cara kekerasan akan
menurunkan tingkat keharmonisan keluarga yang pada akhirnya berdampak
pada buruknya ketahanan keluarga. Oleh karena itu, sikap anti kekerasan
terhadap perempuan harus ditanamkan pada setiap individu sejak dini, agar
perempuan tidak lagi menjadi korban kekerasan akibat praktik budaya di
masyarakat.
2) Perilaku Anti Kekerasan Terhadap Anak.
Pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak tidak lepas dari
lingkungan yang merawat dan membesarkannya. Pengasuhan dalam keluarga,
sebagai lingkungan pertama yang ia kenal, akan sangat mempengaruhi
pembentukan kepribadian anak. Dalam hal ini orang tua sangat berperan
sebagai role model bagi anaknya dan setiap orang tua tentunya memiliki cara
tersendiri dalam mendidik dan membesarkan anak.
Orang tua yang mendidik anaknya dengan cara kekerasan akan
mengurangi keharmonisan hubungan orang tua dengan anak dalam keluarga
yang pada akhirnya berdampak pada ketahanan psikologis dan ketahanan
keluarga yang buruk. Oleh karena itu, lingkungan rumah tangga yang
dibangun dari sikap anti kekerasan dalam mendidik anak harus diterapkan
mulai dari lingkungan keluarga.
2. Kepatuhan Terhadap Hukum.

Keluarga yang tidak pernah terlibat sebagai pelaku tindak pidana atau
pelanggaran hukum adalah keluarga yang memiliki kepatuhan hukum. Keluarga
yang demikian tentunya memiliki resiliensi psikologis yang baik dan berpotensi
membentuk resiliensi keluarga yang lebih kuat.

13
BAB IV

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA DIKAITKAN DENGAN TINGKAT


KESEJAHTERAAN KELUARGA.

A. Kebutuhan-kebutuhan dasar manusia.

Kebutuhan dasar manusia adalah sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk


menjaga keseimbangan fisiologis dan psikologis. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kebutuhan dasar manusia antara lain penyakit, hubungan keluarga,
konsep diri manusia dan perkembangannya.

Halbert Dunn membagi kebutuhan dasar manusia menjadi 12 kebutuhan,


yaitu adat/kepercayaan, komunikasi, persahabatan, kebutuhan untuk berkembang,
kebutuhan akan imajinasi, kebutuhan akan cinta, keseimbangan, lingkungan fisik
dan sosial, sosialisasi, falsafah hidup, martabat (kedudukan), serta kemandekan.
Jean Waston membagi kebutuhan dasar manusia menjadi 4 cabang yaitu
kebutuhan dasar biofisikal, psikofisikal, psikososial, intra dan interpersonal.
1. Kebutuhan dasar biofisikal (kebutuhan untuk hidup): makan dan
minum, kebutuhan eliminasi (BAB dan BAK), dan kebutuhan ventilasi
(bernafas).
2. Kebutuhan psikofisikal (kebutuhan fungsional) kebutuhan aktifitas dan
istirahat, serta kebutuhan seksual.
3. Kebutuhan psikososial (kebutuhan untuk integrasi): kebutuhan
berprestasi dan kebutuhan berorganisasi.
4. Kebutuhan intra dan interpersonal (kebutuhan untuk pengembangan)
termasuk kebutuhan aktualisasi.
Abraham Maslow membagi kebutuhan dasar manusia menjadi 5 tingkatan
yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman dan perlindungan, kebutuhan rasa cinta,
memiliki dan dimiliki, kebutuhan harga diri atau penghargaan, dan kebutuhan
aktualisasi diri.

14
Kebutuhan fisiologis terdiri dari kebutuhan pertukaran oksigen dan gas,
cairan, makanan, eliminasi, istirahat dan tidur, aktivitas, keseimbangan suhu tubuh
dan seksualitas.
1. Kebutuhan akan rasa aman dan perlindungan terdiri dari perlindungan dari
dingin, panas, kecelakaan, infeksi, bebas dari rasa takut dan cemas.
2. Kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki terdiri atas kebutuhan
memberi dan menerima kasih sayang, kehangatan, persahabatan, mendapat
tempat dalam keluarga dan kelompok sosial.
3. Kebutuhan harga diri atau penghargaan berupa penilaian tentang dirinya.
4. Kebutuhan aktualisasi diri terdiri atas kebutuhan mengenal diri dengan
baik, tidak emosional, punya dedikasi tinggi, kreatif, dan percaya diri.

B. Tingkat kesejahteraan keluarga.

Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)


dan Badan Pusat Statistik (BPS), konsep keluarga sejahtera dikelompokkan
menjadi lima tahap, yaitu:

1. Tahapan Keluarga Pra Sejahtera (KPS).


2. Tahapan Keluarga Sejahtera I.
3. Tahapan Keluarga Sejahtera II.
4. Tahapan Keluarga Sejahtera III.
5. Tahapan Keluarga Sejahtera III Plus.

Berdasarkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional


(BKKBN) menggunakan 23 indikator keluarga sejahtera, yaitu:

1. Anggota keluarga sudah melaksanakan ibadah menurut agamanya.


2. Seluruh anggota keluarga dapat makan minimal dua kali sehari.
3. Seluruh anggota kelyuarga memiliki pakaian berbeda untuk di rumah,
bekerja, sekolah, dan bepergian.
4. Bagian terluas dari lantai rumah adalah bukan tanah.
5. Bila anak sakit, di bawa ke sarana kesehatan.
6. Anggota keluarganya melaksanakan ibadah agamanya secara tertaur.

15
7. Keluarga makan daging, ikan, atau telur minimal sekali seminggu.
8. Setiap anggota keluarga memperoleh satu stel pakaian baru dalam
setahun.
9. Terpenuhinya luas lantai rumah minimal delapan meter persegi per
penghuni.
10. Tidak ada anggota keluarga yang sakit dalam tiga bulan terakhir.
11. Ada anggota keluarga berumur 15 tahun ke atas yang berpenghasilan
tetap.
12. Tidak ada anggota keluarga berumur 10-60 tahun yang tidak bisa baca-
tulis.
13. Tidak ada anak berumur 5-15 tahun yang tidak bersekolah.
14. Jika keluarga telah memiliki dua anak atau lebih, memakai kontrasepsi.
15. Keluarga dapat meningkatkan pengetahuan agamanya.
16. Sebagian pengangsilan keluarga ditabung
17. Keluarga minimal dapat makan bersama sekali dalam sehari dan saling
berkomunikasi.
18. Keluarga ikut berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat
19. Keluarga melakukan rekreasi di luar rumah minimal sekali sebulan.
20. Keluarga dapat mengakses berita dari media telekomunikasi apa saja.
21. Anggota keluarga dapat menggunakan fasilitas transportasi lokal.
22. Keluarga berkontribusi secara teratur dalam aktivitas sosial
23. Minimal satu anggota keluarga aktif dalam pengelolaan lembaga lokal.

C. Hubungan Kebutuhan Dasar Manusia Dengan Tingkat Kesejahteraan


Keluarga.

Hubungan keluarga yang baik dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan


dasar karena ada rasa saling percaya, merasakan nikmatnya hidup, tidak ada
kecurigaan dll.
Kaitannya adalah jika kebutuhan dasar manusia terpenuhi dengan baik dalam
lingkungan keluarga, maka anggota keluarga akan merasa nyaman, dan tentu saja
mereka akan merasa sejahtera. Pengertian keluarga sejahtera itu sendiri adalah

16
keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi
kebutuhan hidup rohani dan materiil yang layak, bertakwa kepada Tuhan
YangMaha Esa, mempunyai hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar
anggota dan antar sesama. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun
2009).

BAB V

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF DAN OBYEKTIF

Pengertian kesejahteraan ada bermacam-macam, karena lebih subjektif


sifatnya dimana setiap orang dengan pedoman, tujuan dan cara hidup yang
berbeda akan memberikan nilai yang berbeda tentang kesejahteraan dan faktor-
faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan (Sukirno, 1985 dalam Sianipar,
1997).
Kesejahteraan adalah besarnya kepuasan yang diperoleh seseorang dari
mengkonsumsi pendapatan yang diterimanya. Namun tingkat kesejahteraan itu
sendiri merupakan sesuatu yang relatif karena tergantung pada besarnya kepuasan
yang diperoleh dari mengkonsumsi pendapatan tersebut (Sawidak, 1985).
Konsep keluarga sejahtera menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992
adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu
memenuhi kebutuhan rohani dan materiil secara layak, bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, mempunyai hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar
anggota dan antar keluarga. dengan masyarakat dan lingkungannya.
Sementara itu, BKKBN merumuskan definisi keluarga sejahtera sebagai
keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan anggotanya, antara lain sandang,
pangan, papan, kebutuhan sosial dan keagamaan; keluarga yang memiliki
keseimbangan antara pendapatan keluarga dan jumlah anggota keluarga; keluarga
yang dapat memenuhi kebutuhan kesehatan anggota keluarga, hidup bersama
dengan masyarakat sekitar, beribadah disamping memenuhi kebutuhan pokok.
Indikator kesejahteraan keluarga sendiri dapat dibagi menjadi dua kluster,
yaitu kesejahteraan keluarga obyektif yang dapat terlihat secara kuantitatif, dan
kesejahteraan keluarga subyektif yang terlihat secara kualitatif.

17
A. Konsep Kesejahteraan Subjektif dan Objektif.

Pengukuran kesejahteraan seringkali menggunakan pembagian kesejahteraan


menjadi dua bagian, yaitu kesejahteraan subjektif dan kesejahteraan objektif.
Kesejahteraan secara obyektif dan subyektif dapat ditujukan pada tingkat
individu, keluarga, dan masyarakat. Pada tingkat individu, perasaan senang atau
sedih, damai atau cemas, dan kepuasan atau ketidakpuasan merupakan indikator
subjektif dari kualitas hidup.

1. Kesejahteraan Keluarga Obyektif.


Kesejahteraan keluarga yang obyektif dapat diidentifikasi melalui penilaian
kemiskinan yang terdiri dari:
1) Kesejahteraan Keluarga Berdasarkan kriteria kemiskinan Sayogyo (1971).
 Menggunakan tingkat konsumsi setara beras per kapita sebagai indikator
kemiskinan (membedakan daerah pedesaan dan perkotaan).
 Untuk daerah pedesaan, jika seseorang hanya mengkonsumsi setara
dengan kurang dari 240 kg beras per orang per tahun, maka orang tersebut
tergolong sangat miskin. Sedangkan untuk perkotaan setara dengan 360 kg
beras per orang per tahun.
2) Kesejahteran Keluarga Berdasarkan Kriteria Kemiskinan Dari Biro Pusat
Statistik (BPS).

Badan Pusat Statistik (BPS) menghitung angka kemiskinan melalui tingkat


konsumsi penduduk untuk kebutuhan pokok. Bedanya, BPS tidak menyamakan
kebutuhan dasar dengan angka.

 Dalam hal pangan, BPS menggunakan indikator yang direkomendasikan


oleh Widyakarya Pangan dan Gizi pada tahun 1998, yaitu 2.100 kalori per
orang per hari.
 Dari segi kebutuhan non-pangan, tidak hanya terbatas pada sandang dan
papan, tetapi mencakup pendidikan dan kesehatan.
 BPS pertama kali melaporkan perhitungan jumlah dan persentase
penduduk miskin pada tahun 1984.

18
 Saat itu, penghitungan jumlah dan persentase penduduk miskin periode
1976-1981 menggunakan modul konsumsi Susenas (Survei Sosial
Ekonomi Nasional).
3) Kesejahteraan Keluarga Berdasarkan 14 Kriteria Kemiskinan Penerima
Bantuan Langsung Tunai (BLT).
 Luas lantai bangunan rumah kurang dari 8 M2 per orang.
 Jenis lantai bangunan rumah terbuat dari tanah / bambu/ kayu murahan.
 Jenis dinding rumah terbuat dari bambu / rumbia / kayu berkualitas rendah
/ tembok tanpa diplester.
 Tidak memiliki fasilitas buang air besar / bersama-sama dengan rumah
tangga lain.
 Sumber penerangan rumah tidak menggunakan listrik.
 Sumber air minum berasal dari sumur / mata air tidak terlindung/ sungai /
air hujan..
 Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar / arang/
minyak tanah.
 Hanya mengkonsumsi daging / susu / ayam 1 kali dalam seminggu.
 Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
 Hanya sanggup makan sebanyak 1 / 2 kali dalam sehari.
 Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas / poliklinik.
 Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan
0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau
pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600.000 perbulan.
 Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah / tidak tamat SD /
hanya SD.
 Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan nilai Rp
500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas atau barang
modal lainnya.
4) Kesejahteraan Keluarga Berdasarkan Kriteria Badan Koordinasi Keluarga
Bencana Nasional Yang Didasarkan Atas:

19
 Kebutuhan Dasar/Pokok (Basic Needs) yang terdiri dari variabel pangan,
sandang, papan, dan kesehatan.
 Kebutuhan Sosial Psikologis (Social Psychological Needs) yang terdiri
dari variabel pendidikan, rekreasi, transportasi, interaksi sosial internal dan
eksternal.
 Kebutuhan Pengembangan (Developmental Needs) yang terdiri dari
variable tabungan, pendidikan khusus, akses terhadap informasi.

Ada 5 kategori kesejahteraan keluarga menurut BKKBN, yaitu keluarga


dengan tingkat kesejahteraan terendah (disebut keluarga miskin) yang terdiri
dari kelompok Pra Sejahtera (Pra-KS) dan Sejahtera I (KS-I), dan keluarga
dengan kesejahteraan yang lebih baik. tingkatan (tidak miskin) terdiri dari
Keluarga Sejahtera KS II, III, dan III plus. Berikut uraian kriteria untuk
masing-masing kelas kesejahteraan keluarga. Klasifikasi Kesejahteraan
Keluarga Menurut BKKBN (2011):

 Keluarga Pra Sejahtera (Pra-KS) sering dikelompokkan sebagai “Sangat


Miskin”, adalah keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih
indikator yang meliputi:
a) Indikator Ekonomi:
- Makan dua kali atau lebih sehari.
- Memiliki pakaian yang berbeda untuk kegiatan (misalnya di
rumah, bekerja/sekolah dan bepergian).
- Bagian terluas lantai rumah bukan dari tanah.
b) Indikator Non-Ekonomi:
- Melaksanakan ibadah.
- Bila anak sakit dibawa ke sarana kesehatan.
 Keluarga Sejahtera I (KS-I) sering dikelompokkan sebagai “Miskin”,
adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi
salah satu atau lebih indikator meliputi:
a) Indikator Ekonomi:
- Luas lantai rumah paling kurang 8 m untuk tiap penghuni.

20
- Minimal seminggu sekali keluarga makan daging atau ikan
atau telur.
- Dalam satu tahun terakhir semua anggota keluarga telah
menerima setidaknya satu set pakaian baru.
b) Indikator Non-Ekonomi:
- Ibadah teratur.
- Sehat tiga bulan terakhir.
- Punya penghasilan tetap.
- Usia 10-60 tahun sudah bisa membaca dan menulis huruf
latin.
- Usia 6-15 tahun bersekolah.
- Anak lebih dari 2 orang, ber-KB (Keluarga Berencana).
 Keluarga Sejahtera II (KS-II) adalah keluarga yang karena alasan
ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator
meliputi:
- Memiliki tabungan keluarga.
- Makan bersama sambil berkomunikasi.
- Mengikuti kegiatan masyarakat.
- Rekreasi bersama (6 bulan sekali).
- Meningkatkan pengetahuan agama.
- Mendapatkan berita dari surat kabar, radio, TV, dan
majalah
- Menggunakan sarana transportasi.
 Keluarga Sejahtera III (KS-III) adalah keluarga yang
a) Sudah dapat memenuhi beberapa indikator, meliputi:
- Memiliki tabungan keluarga.
- Makan bersama sambil berkomunikasi.
- Mengikuti kegiatan masyarakat.
- Rekreasi bersama (6 bulan sekali).
- Meningkatkan pengetahuan agama.
- Memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, dan majalah.

21
- Menggunakan sarana transportasi.
b) Belum dapat memenuhi beberapa indikator, meliputi:
- Aktif memberikan sumbangan material secara teratur.
- Aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan.
 Keluarga Sejahtera III Plus (KS-III Plus) adalah keluarga yang sudah
dapat memenuhi beberapa indikator meliputi:
- Aktif memberikan sumbangan material secara teratur.
- Aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan.
2. Kesejahteraan Keluarga Subyektif.
Pengertian kesejahteraan subjektif keluarga atau kualitas hidup subjektif
keluarga sama dengan kualitas hidup baik individu maupun keluarga dengan
definisi sebagai berikut:
McCall (Puspitawati & Megawangi 2003) menyatakan bahwa
kesejahteraan keluarga juga dapat diukur melalui pendekatan Quality of Life,
yang diukur berdasarkan kebutuhan seseorang akan kesenangan. Lebih lanjut
Frank menyatakan bahwa Quality of Life mencerminkan perbedaan,
kesenjangan, antara harapan dan apa yang dialami sebagai tingkat bagaimana
seseorang menikmati berbagai kemungkinan hidupnya sebagai akibat dari
keterbatasan dan peluang hidupnya dan sebagai refleksi. interaksi dengan
faktor lingkungan (Puspitawati & Megawangi 2003).

B. Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan.

Faktor-faktor yang mempengar7uhi kesejahteraan keluarga menurut


BKKBN dalam (Niken Kesuma Wardani, 2020) dibagi menjadi dua yakni faktor
internal dan faktor eksternal.
1. Faktor Internal.
1) Jumlah anggota keluarga.
Memiliki jumlah anggota keluarga yang sedikit pastinya akan
sangat mudah dan cepat untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
2) Tempat Tinggal.

22
Keadaan tempat tinggal akan mendukung adanya arasa
ketenangahn dan kesejahteraan keluarga.

3) Keadaan Sosial Ekonomi Keluarga.


Keadaan sosial keluarga dpat di ketahui kondisinya baik dan
harmonis apabila ada hubungan yang baik didasari ketulusan hati, welas
asih, saling mengthormati, dan toleransi antar anggota keluarga.
2. Faktor Eksternal.
1) Faktor Manusia.
Hubungan yang tidak baik sesama manusia akan memicu dalam
beberapa permasalahan. Dampaknya dapat menimbulkan saling iri hati
dalam hubungan sosial, ancaman fisik yang menyebabkn keadaan tidak
nyaman bagi korban dan pelanggaran norma-norma yang ada di
masyarakat dapat menghambat terjadinya kesejahteraan keluarga.
2) Faktor Alam.
Ancaman bahaya alam seperti bencana dan sebagainya, kerusuhan
dan konflik fisik antar golongan masyarakat, wabah virus penyakit dan
sebagainya dapat menghambat kesejahteraan keluarga.

C. Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga dan Keluarga


Sejahtera.

Sasaran pelaksanaan pembangunan ketahanan keluarga meliputi seluruh


keluarga di wilayah yang terdiri dari keluarga berkualitas, keluarga sejahtera,
keluarga rentan dan keluarga kurang mampu
1. Asas yang digunakan dalam penyelenggaraan pembangunan ketahanan
keluarga.
1) Norma Agama.
2) Perikemanusiaan.
3) Keseimbangan.
4) Manfaat.
5) Perlindungan.

23
6) Kekeluargaan.
7) Keterpaduan.
8) Partisipatif.
9) Legalitas.
10) Nondiskriminatif.
2. Tujuan:
1) Mewujudkan kualitas keluarga dalam memenuhi kebutuhan jasmani dan
spiritual secara seimbang sehingga dapat menjalankan fungsi keluarga
secara optimal menuju keluarga sejahtera lahir serta batin.
2) Harmonisasi dan sinkronisasi upaya pembangunan ketahanan keluarga
yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, masyarakat, keluarga serta
dunia usaha.

BAB VI

KAITAN KETAHANAN KELUARGA DENGAN PENYELENGGARAAN


FUNGSI KELUARGA

A. Urgensi Ketahanan Keluarga.

Keluarga merupakan unit dasar masyarakat yang berperan penting


dalam menghasilkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Keluarga
merupakan sumber pendidikan utama bagi anak. Dengan begitu pastinya anak
akan mempelajari hal-hal dasar dari dalam rumah terlebih dahulu. Oleh karena
itu, ketahanan keluarga dianggap sebagai pilar ketahanan nasional.
Sebagai pilar ketahanan nasional keluarga pastinya mempunyai peran
dan fungsi yang sangat penting dalam kehidupan di masyarakat. Jika keluarga
tidak menjalankan peran dan fungsinya dengan baik, maka akan berdampak
pula pada kehidupan di masyarakat. Banyak masalah sosial yang terjadi
bersumber dari kegagalan atau disfungsi keluarga. Hal ini dapat memiliki
berbagai implikasi sosial, ekonomi, dll. Contoh: kenakalan remaja, kekerasan
dalam rumah tangga, perdagangan manusia, seks bebas, dan penyalahgunaan
narkoba di kalangan remaja. Dll.

24
B. Fungsi-Fungsi Keluarga.

Fungsi keluarga memiliki makna tersendiri dan memiliki peran penting dalam
kehidupan keluarga.
1. Fungsi Keagamaan.
Keluarga dikembangkan agar mampu menjadi sarana pertama dan utama
untuk membawa seluruh anggotanya beribadah dengan penuh keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam fungsi agama ada 12 nilai dasar yang harus dipahami dan
ditanamkan dalam keluarga. Dua belas nilai dasar tersebut adalah:
1) Iman.
2) Taqwa.
3) Kejujuran.
4) Tenggang rasa.
5) Rajin.
6) Kesalehan.
7) Ketaatan.
8) Suka membantu.
9) Disiplin.
10) Sopan santun.
11) Sabar dan ikhlas.
12) Kasih sayang.
2. Fungsi Sosial Budaya.
Keluarga berfungsi sebagai penanaman untuk melestarikan budaya daerah
& nasional yang luhur dan bermartabat. Termasuk keluarga juga berperan
dalam membina saling membutuhkan antar sesama makhluk sosial.
Fungsi sosial budaya terdiri dari 6 nilai dasar yang harus ditanamkan dan
diterapkan oleh keluarga. Ketujuh nilai tersebut adalah :
1) Toleransi.
2) Sopan santun.
3) Gotong royong.
4) Kerukunan dan kebersamaan.

25
5) Peduli.
6) Cinta tanah air.

3. Fungsi Cinta dan Kasih Sayang.


Fungsi keluarga adalah memberikan landasan yang kokoh bagi hubungan
suami istri, orang tua dengan anaknya, anak dengan anak, dan kekerabatan
antar generasi sehingga keluarga menjadi tempat utama lahirnya kehidupan
yang penuh cinta dan kasih sayang.
Dalam fungsi cinta kasih, ada delapan nilai yang perlu ditanamkan dan
diterapkan dalam keluarga.
Nilai-nilai tersebut adalah:
1) Empati.
2) Akrab.
3) Adil.
4) Pemaaf.
5) Setia.
6) Suka menolong.
7) Pengorbanan.
8) Tanggung jawab.
4. Fungsi Perlindungan.
Fungsi keluarga sebagai tempat berlindung keluarganya dalam
menumbuhkan rasa aman dan tentram serta kehangatan bagi setiap anggota
keluarganya.
Dalam fungsi perlindungan terdapat lima nilai yang perlu ditanamamkan
dan terapkan dalam keluarga. Nilai-nilai tersebut adalah:
1) Aman.
2) Pemaaf.
3) Tanggap.
4) Tabah.
5) Peduli.

26
5. Fungsi Reproduksi.
Fungsi keluarga adalah merencanakan untuk meneruskan keturunannya
yang telah menjadi fitrah manusia sehingga dapat menunjang kesejahteraan
universal umat manusia.
Dalam fungsi reproduksi, ada tiga nilai yang perlu ditanamkan dan
diterapkan dalam keluarga. Nilai-nilai tersebut adalah:
1) Tanggung jawab.
2) Sehat.
3) Teguh.
6. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan.
Keluarga berfungsi sebagai sekolah dan guru pertama dan utama dalam
membawa anak-anaknya menjadi panutan bagi masyarakat luas dan dirinya
sendiri.
Dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan, ada tujuh nilai yang perlu
ditanamkan dan diterapkan dalam keluarga. Nilai-nilai tersebut adalah :
1) Percaya diri.
2) Luwes.
3) Bangga.
4) Rajin.
5) Kreatif.
6) Tanggung jawab.
7) Kerjasama.
7. Fungsi Ekonomi.
Keluarga mempersiapkan diri menjadi satu kesatuan yang mandiri dan
mampu meningkatkan kesejahteraan jasmani dan rohaninya dengan
kemandirian penuh. Contohnya: Belajar Menabung.
Dalam fungsi ekonomi terdapat lima nilai yang perlu ditanamamkan dan
diterapkan dalam keluarga. Nilai-nilai tersebut adalah :
1) Hemat.
2) Teliti.
3) Disiplin.

27
4) Peduli.
5) Ulet.

8. Fungsi Lingkungan.
Fungsi keluarga adalah memberikan kemampuan kepada setiap anggota
keluarga untuk dapat memposisikan diri secara serasi, serasi, dan seimbang
sesuai dengan kaidah dan daya dukung alam dan lingkungan yang selalu
berubah secara dinamis.
Dalam fungsi pembinaan lingkungan terdapat empat nilai yang perlu
ditanamamkan dan diterapkan dalam keluarga. Nilai-nilai tersebut adalah :
1) Bersih.
2) Disiplin.
3) Pengelolaan.
4) Pelestarian.

C. Penguatan Ketahanan Keluarga Melalui Fungsi-Fungsi Keluarga.

Penguatan ketahanan keluarga pada dasarnya dimulai dari anggota


keluarga itu sendiri. Setiap anggota keluarga harus sadar dan bertanggung jawab
dalam pelaksanaan fungsi keluarga dalam kehidupan sehari-hari.
Fungsi keluarga untuk mewujudkan ketahanan keluarga dilaksanakan
melalui upaya peningkatan pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, mental
spiritual, nilai keagamaan, partisipasi, dan toleransi. Dengan menjalankan fungsi
keluarga secara optimal maka keluarga pastinya akan sejahtera secara lahir dan
batin yang akan berdampak pada ketahanan keluarga yang baik.

28
BAB VII

KOMPONEN & UPAYA PENGUATAN KETAHANAN KELUARGA

A. Komponen Ketahanan Keluarga.

1. Ketahanan Fisik.
Ketahanan fisik berkaitan dengan kemampuan ekonomi keluarga, yaitu
kemampuan anggota keluarga untuk memperoleh sumber-sumber ekonomi dari
luar sistem keluarga untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan,
sandang, papan, pendidikan dan kesehatan.
2. Ketahanan Sosial.
Merupakan kekuatan keluarga dalam penerapan nilai agama, pemeliharaan
ikatan dan komitmen, komunikasi efektif, pembagian dan penerimaan peran,
penetapan tujuan serta dorongan untuk maju. Hal ini akan menjadi kekuatan
dalam menghadapi masalah keluarga serta memiliki hubungan sosial yang
positif.
3. Ketahanan Psikologis.
. Kemampuan anggota keluarga untuk mengelola emosinya sehingga
menghasilkan konsep diri yang positif dan kepuasan terhadap pemenuhan
kebutuhan dan pencapaian tugas perkembangan keluarga. Kemampuan ini
menjadi kunci menghadapi masalah-masalah keluarga yang bersifat non fisik,
seperti masalah kesalah pahaman, konflik suami dan istri, dsb.

B. Daya Lenting Dalam Ketahanan Keluarga.

Daya lenting pada manusia adalah kemampuan beradaptasi dengan tekun dan gigih
walaupun keadaan terasa serba salah. Bila memiliki daya lenting yang kuat, kita dapat
mengatasi setiap kemalangan dengan cara yang memuaskan dengan hasil optimal.

1. Cara Meningkatkan Daya Lenting:


1)Kenali diri sendiri.
2)Hindari terjebak dalam situasi tertentu, seperti menyalahkan diri sendiri.
3)Keyakinan kuat terhadap kemampuan untuk bangkit.
4)Tantangan keyakinan, artinya kemampuan mengatasi masalah.

29
5)Menjaga perspektif dalam hidup.
6)Tenang dan tetap menjaga pusat perhatian.
7)Daya lenting dalam hal tenggang waktu, jangan sampai kita selalu dikuasi oleh
pikiran negatif.
2. Kapasitas Daya Lenting.
1)Regulasi emosi.
Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang dalam situasi stres.
Regulasi emosi memainkan peran yang sangat penting dalam hubungan yang
intim, berhasil di tempat kerja, dan menjaga kesehatan yang baik.
2)Kendali impuls.
Jika mampu mengendalikan impuls, maka akan menghindari pola pikir
tertentu sehingga dapat memiliki kemampuan untuk mendeteksi efek negatif dari
keyakinan impulsif yang mengalahkan diri sendiri dan menggantinya dengan
yang positif.
3)Optimisme.
Orang yang optimistis biasanya memiliki daya lenting yang kuat karena
yakin bisa mengendalikan jalan hidup di masa depan.
4)Kemampuan melakukan analisis-kausal.
Dengan kemampuan ini, kita dapat menjelaskan hal-hal baik dan buruk
yang terjadi pada kita sehingga kita tidak terjebak dalam pikiran buruk dan dapat
meningkatkan ketahanan kita.
5)Empati Kemampuan.
Memahami orang lain melalui empati akan memungkinkan kita
mendeteksi berbagai kemungkinan perilaku orang terhadap kita.
6)Kecukupan diri yang optimal.
Dengan percaya bahwa kita cukup efektif dalam menjalani hidup, ini
merupakan representasi dari keyakinan bahwa kita akan mampu mengatasi
kesulitan yang akan kita hadapi.
7)Menggapai cita
Dengan memanfaatkan optimisme dan mencoba menghapus keyakinan
negatif yang mempengaruhi kita, kita dapat mencapai sesuatu yang fantastis,

30
yang mungkin tidak pernah kita pikirkan sebelumnya.. (Reivich, Karen, PhD dan
Hazte, Andrew, PhD, 2002).

C. Strategi Penguatan Ketahanan Keluarga.

1. Menerapkan pola pengasuhan positif


2. Menerapkan komunikasi epektif dalam menyelesaikan setiap permasalahan
3. Mengobservasi gejala awal krisis dalam keluarga
4. Menghubungkan keluarga dengan system sumber dukungan & layanan
5. Pengetahuan mengenai tahapan dan dinamika pernikahan/ kehidupan keluarga
6. Dukungan konkrit pada saat dibutuhkan
7. Kompetensi sosial dan emosional anak
8. Pertumbuhan anak yang optimal

D. Dampak positif keluarga yang memiliki ketahanan.

1. Keluarga mempunyai peluang yang besar untuk mencapai tujuan yang ingin
dicapai yaitu keluarga yang bahagia, harmonis, sejahtera dan bahkan berkualitas.
2. Keluarga lebih mudah menghadapi kondisi atau situasi darurat.
3. Keluarga akan lebih mudah beradaptasi dengan berbagai situasi dan kondisi yang
berubah.
4. Keluarga berkontribusi terhadap lahirnya sumber daya manusia yang baik,
generasi penerus bangsa yang menjadi sasaran pembangunan nasional.
5. Keluarga memiliki peluang besar untuk berkontribusi dalam membangun
lingkungan sosial yang sehat dan harmonis.

31
DAFTAR PUSTAKA

Handayani, A., Yulianti, P. D., & Ardini, S. N. (2018). Membina Keluarga Sejahtera

Melalui Penerapan 8 Fungsi Keluarga. J-ABDIPAMAS (Jurnal


Pengabdian Kepada Masyarakat), 2(1), 76-80.

Hoesni, F., & Firmansyah, F. (2020). Analisis Ketahanan dan 8 Fungsi Keluarga di

Provinsi Jambi Serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal Ilmiah


Universitas Batanghari Jambi, 20(1), 309-319.

Mujahidin, S., & Amini, E. I. A. (2017). Buku Seri Orang Tua Penguatan Ketahanan

Keluarga.

Puspitawati, H. (2015). Pengertian Kesejahteraan dan Ketahanan Keluarga. Gender dan

Keluarga: Konsep dan Realitas di Indonesia.

Sunarti, E. (2006). Indikator Keluarga Sejahtera: Sejarah pengembangan, evaluasi dan

keberlanjutannya.

Thoman Pardosi dan Budi Mardaya, ; Dwi Retno Wilujeng Wahyu Utami, Krismawati,

Lieska Prasetya, Anisah Cahyaningtyas, Asih Amperiana Tenrisana, Dewi


Triana, et all...,.Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016, .2016, KPP dan
PA dan BPS

32
BIOGRAFI

Syifa Nurazizah adalah nama dari penulis tugas ini. Lahir pada tanggal 16
Juli 2001, di Soreang Kab. Bandung Jawa Barat. Penulis merupakan anak ke 2
dari 2 bersaudara, dari pasanganh Uep Hermawan dan Ilis Hartini. Penulis
pertama kali masuk pendidikan di SDN 1 Ciwidey Kota pada tahun dan tamat
pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 1 Ciwidey dan
tamat pada tahun. Setelah itu, penulis melanjutkan ke SMAN 1 Ciwidey dan tamat
pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai Mahasiswa di Universitas
Pendidikan Indonesia, Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, jurusan
Pendidikan Kesejahteraan Keluarga.

33

Anda mungkin juga menyukai