RESUME MATERI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ketahanan Keluarga
yang diampu oleh:
Oleh:
Syifa Nurazizah
(2005709)
PKK-A
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada kehadirat Allah SWT. yang
maha pengasih dan penyayang yang telah memberikan rahmat serta hidayah,
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan tugas resume dengan tepat waktu.
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Nenden Rani Rinekasari,
S.P., M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Ketahanan Keluarga yang telah
memberikan kepercayaan dengan memberikan tugas ini. Saya juga mengucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu saya dalam penyelesaian
tugas ini.
Pada dasarnya tujuan dari pembuatan tugas ini ialah untuk memenuhi
salah satu tugas dan persyaratan untuk dapat mengikuti Ujian Tengah Semester.
Tetapi besar harapan saya dari hasil makalah ini semoga dapat menjadi
konstribusi positif bagi pengembangan wawasan para pembaca dan semoga
makalah ini dapat memberi manfaat bagi banyak pihak. Aamiin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I KOMPETENSI YANG HARUS DIMILIKI DALAM KETAHANAN
KELUARGA...........................................................................................................1
A. KOMPETENSI KETAHANAN KELUARGA............................................1
BAB II KONSEP KETAHANAN KELUARGA.................................................1
A. PENGERTIAN KELUARGA.......................................................................1
B. ARTI KETAHANAN KELUARGA............................................................3
C. DIMENSI VARIABEL & INDIKATOR KETAHANAN KELUARGA....4
BAB III PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA................................6
A. ASPEK KETAHANAN FISIK.....................................................................6
B. Aspek Sosial Budaya....................................................................................8
C. Aspek Ekonomi.............................................................................................9
D. Aspek Psikologi..........................................................................................12
BAB IV KEBUTUHAN DASAR MANUSIA DIKAITKAN DENGAN
TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA................................................14
A. Kebutuhan-kebutuhan dasar manusia.........................................................14
B. Tingkat kesejahteraan keluarga...................................................................15
C. Hubungan Kebutuhan Dasar Manusia Dengan Tingkat Kesejahteraan
Keluarga.............................................................................................................16
BAB V KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF & OBJEKTIF..............................17
A. Konsep Kesejahteraan Subjektif dan Objektif............................................18
B. Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan...............................................22
C. Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga dan Keluarga
Sejahtera.............................................................................................................23
BAB VI KAITAN KETAHANAN KELUARGA DENGAN
PENYELENGGARAAN FUNGSI KELUARGA.............................................24
A. Urgensi Ketahanan Keluarga......................................................................24
B. Fungsi-Fungsi Keluarga..............................................................................24
C. Penguatan Ketahanan Keluarga Melalui Fungsi-Fungsi Keluarga.............28
ii
BAB VII KOMPONEN & UPAYA PENGUATAN KETAHANAN
KELUARGA.........................................................................................................29
A. Komponen Ketahanan Keluarga.................................................................29
B. Daya Lenting Dalam Ketahanan Keluarga.................................................29
C. Strategi Penguatan Ketahanan Keluarga.....................................................31
D. Dampak positif keluarga yang memiliki ketahanan....................................31
iii
BAB I
1. Ketahanan Fisik.
Terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan
kesehatan.
2. Ketahanan Sosial.
Berpegangan pada nilai keagamaan, memiliki komunikasi yang efektif,
dan komitmen keluarga yang tinggi.
3. Ketahanan Psikologis.
Terdiri dari pengendalian emosi secara positif, kemampuan
penanggulangan masalah nonfisik, kepedulian suami terhadap istri, dan
konsep diri yang positif.
BAB II
1. Konsep Keluarga
Keluarga merupakan unit/institusi/sistem sosial terkecil di dalam
masyarakat yang beranggotakan sekelompok orang atas dasar hubungan
perkawinan, pertalian darah, atau adopsi yang tinggal bersama dalam
sebuah rumah tangga. Secara umum, keluarga memilik 4 (empat)
karakteristik yaitu:
1) Keluarga terangkai oleh beberapa orang yang disatukan dalam suatu
ikatan seperti perkawinan, hubungan darah, atau adopsi.
2) Anggota keluarga hidup dan tinggal secara bersama-sama di suatu
tempat atau bangunan, di bawah satu atap dalam susunan satu rumah
tangga.
1
3) Setiap anggota keluarga saling berkomunikasi, berinteraksi, dan
menciptakan peran sosial bagi setiap anggota seperti: suami dan istri,
ayah dan ibu, putera dan puteri, saudara laki-laki dan saudara
perempuan, dan sebagainya.
4) Hubungan antar anggota keluarga merupakan representasi upaya
pemeliharaan pola-pola kebudayaan bersama yang diperoleh dari
kebudayaan umum di komunitas.
1) Agama.
2) Sosial budaya.
3) Cinta kasih.
4) Perlindungan.
5) Reproduksi.
6) Sosialisasi dan pendidikan.
7) Ekonomi.
8) Pembinaan lingkungan.
2
B. ARTI KETAHANAN KELUARGA
3
C. DIMENSI VARIABEL & INDIKATOR KETAHANAN KELUARGA
1. Ciri ke 4 & 5 = Ibu dan Ayah memiliki waktu khusus dengan anak-
anaknya. Menjadi indikator (kebersamaan dalam keluarga dan
kemitraan suami istri).
2. Ciri ke 11 = Memiliki kamar tidur terpisah untuk orang tua dan anak
(ketersediaan lokasi tetap untuk tidur).
3. Ciri ke 14 = Keluarga pernah menunggak untuk membayar listrik
(kecukupan pendapatan keluarga).
4. Ciri ke 17 = Suami dan/atau istri mempunyai tabungan berupa uang
minimal Rp. 500.000 (tabungan keluarga).
4
5. Ciri ke 21 = Anggota keluarga terlibat masalah seperti mencuri,
berkelahi, dll (penghormatan terhadap hukum).
5
BAB III
6
Hal tersebut dikarenakan rumah tangga yang cenderung memiliki
ketahanan keluarga yang lebih kuat ialah apabila seluruh anggota rumah
tangganya dapat mengkonsumsi makanan pokok dengan lauk nabati atau
hewani minimal dua kali sehari atau setara dengan 14 kali dalam
seminggu.
2) Kecukupan Gizi.
Kekurangan gizi dapat menyebabkan terganggunya sistem
kekebalan dalam tubuh seseorang sehingga lebih rentan terhadap penyakit.
Demikian pula, kelebihan gizi dapat menyebabkan berbagai masalah
kesehatan. Dengan itu, masyarakat yang mengalami masalah gizi kurang
atau gizi berlebih akan memberikan kondisi ketahanan fisik yang buruk
sehingga berdampak pada rendahnya ketahanan keluarga.
2. Kesehatan Keluarga.
Kesehatan fisik merupakan modal dasar seseorang untuk hidup
mandiri, mengembangkan diri dan keluarganya agar dapat hidup serasi dalam
meningkatkan kesejahteraan, serta kebahagiaan lahir dan batin. Kesehatan
fisik dapat diartikan sebagai keadaan fisik yang bebas dari penyakit dan
gangguan fungsi tubuh. Orang yang sehat cenderung lebih mampu
membangun ketahanan keluarga daripada orang yang tidak sehat.
Selain kondisi fisik, adanya penyakit kronis atau kesulitan fungsional
yang diderita seseorang juga dapat menjadi penghambat dalam menjalankan
peran dan fungsinya dalam keluarga. Ini tidak berarti bahwa orang dengan
penyakit kronis atau kesulitan fungsional harus memiliki ketahanan keluarga
yang rendah. Namun, keberadaan anggota keluarga yang menderita penyakit
kronis dan kesulitan fungsional dapat meningkatkan peluang keluarga
memiliki ketahanan keluarga yang lebih rendah.
3. Ketersediaan Tempat/Lokasi Tetap Untuk Tidur.
Tidur merupakan cara istirahat yang paling umum untuk memulihkan
stamina dan daya tahan tubuh. Tidur yang cukup harus memiliki kualitas baik,
tentunya hal tersebut sangat ditentukan oleh ketersediaan tempat atau ruangan
untuk tidur. Menurut survei yang banyak dilakukan, disebutkan bahwa kepala
7
rumah tangga dan pasangannya yang memiliki kamar tidur terpisah dari anak
dan anggota rumah tangga lainnya memiliki kualitas yang lebih baik daripada
kepala rumah tangga atau pasangannya yang tidur dengan anak dan anggota
rumah tangga lainnya.
Kualitas tidur yang lebih baik akan meningkatkan daya tahan fisik mereka
sehingga mereka dapat menjalankan peran dan fungsinya masing-masing
dalam kehidupan rumah tangga. Oleh karena itu, kepala rumah tangga dan
pasangan yang memiliki kebebasan untuk beristirahat yang ditandai dengan
kamar tidur yang terpisah dengan anak diharapkan memiliki ketahanan
keluarga yang lebih baik.
8
kedua yang digunakan dalam mengukur tingkat ketahanan sosial budaya suatu
keluarga. Ketahanan sosial keluarga dalam masyarakat dapat tercermin dari
kondisi keluarga yang memiliki hubungan sosial antar keluarga dalam
masyarakat yang terbina erat.
3. Ketaatan Beragama.
Salah satu ciri ketahanan keluarga yang kuat adalah kepatuhan anggota
keluarga untuk beribadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya. Agama
atau kepercayaan yang dianut seseorang memuat sejumlah aturan/cara hidup
manusia di dunia yang harus diikuti dan dipatuhi sebagai konsekuensi dari
urgensi keyakinan kepada Sang Pencipta.
Ketaatan beragama dapat dilihat dari rutinitas ibadah, baik yang dilakukan
secara pribadi (langsung antara individu dengan Tuhannya) maupun secara
kolektif (komunal). Ibadah yang dilakukan secara tertutup merupakan rahasia
antara individu dengan Tuhannya, sedangkan ibadah yang dilakukan secara
berjamaah dapat meningkatkan kedekatan sosial rumah tangga, sehingga
meningkatkan ketahanan keluarga. Rumah tangga yang taat beribadah dan
menunjukkan ketaatan yang lebih baik sehingga memiliki ketahanan keluarga
yang lebih kuat.
C. Aspek Ekonomi.
9
Rumah tangga yang menempati bangunan tempat tinggal sendiri
diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik daripada rumah
tangga yang menempati bangunan tempat tinggal bukan milik sendiri.
2. Pendapatan Keluarga.
Kecukupan penghasilan sebagai salah satu aspek ketahanan ekonomi keluarga
akan diukur dengan indikator objektif dan indikator subjektif.
1) Indikator objektif, dilihat dari kecukupan pendapatan rumah tangga per
kapita. Rumah tangga dengan pendapatan per kapita yang lebih tinggi
diharapkan memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik.
2) Indikator subjektif, melihat kecukupan rumah tangga berdasarkan persepsi
kecukupan pendapatan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari.
Rumah tangga yang memiliki persepsi bahwa pendapatannya cukup atau lebih
dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari diharapkan memiliki
ketahanan ekonomi yang lebih baik.
3. Pembiayaan Pendidikan Anak.
Status pendidikan dalam rumah tangga dapat menjadi salah satu cara untuk
menggambarkan kondisi ketahanan ekonomi rumah tangga karena dapat
digunakan sebagai pendekatan untuk menentukan kecukupan pendapatan rumah
tangga secara objektif.
10
bersaing untuk diterima di sekolah umum. Hal ini mengakibatkan beberapa
siswa harus melanjutkan ke sekolah swasta yang biayanya lebih mahal
daripada sekolah negeri.
2) Keberlangsungan Pendidikan Anak.
Kelangsungan pendidikan anak akan tergambar dari besarnya persentase
rumah tangga yang memiliki anggota rumah tangga yang putus sekolah.
Adanya anak usia 7-18 tahun yang putus sekolah atau tidak pernah bersekolah
merupakan indikasi adanya masalah ekonomi dalam rumah tangga. Selain
tidak memiliki anak putus sekolah, rumah tangga yang memiliki ketahanan
ekonomi yang baik juga harus dapat menjamin anggota rumah tangganya
dapat mengenyam pendidikan sehingga tidak ada anak yang tidak pernah
sekolah.
4. Jaminan Keuangan Keluarga.
1) Tabungan Keluarga.
Rumah tangga yang memiliki tabungan tentunya berpotensi memiliki
ketahanan ekonomi yang lebih baik. Tabungan yang dimiliki rumah tangga
dikelompok dalam 3 jenis, yaitu produk bank
(tabungan/asuransi/deposito/giro), produk non-bank (koperasi/kantor
pos/sekolah), dan lainnya (tabungan di lemari/dompet/celengan/dan
sebagainya).
2) Jaminan Kesehatan Keluarga.
Indikator lainnya yang dapat menggambarkan ketahanan ekonomi
adalah kepemilikan berbagai asuransi, seperti asuransi kesehatan, asuransi
ketenagakerjaan dan sebagainya.
11
Upaya penyelenggaraan sistem jaminan sosial telah dirintis oleh
pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di
bidang kesehatan, antara lain melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek
(Persero) yang melayani PNS, penerima pensiun, veteran, dan swasta. para
karyawan. Sedangkan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah
telah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
D. Aspek Psikologi.
Aspek ketahanan sosial psikologis tidak dapat dilihat secara fisik. Aspek
ini terdiri atas dua variabel yaitu
Variabel keharmonisan keluarga (termasuk anti kekerasan dalam
rumah tangga terhadap perempuan dan anti kekerasan terhadap anak).
Variabel kepatuhan terhadap hukum (dilihat dari pengalaman rumah
tangga menjadi korban tindak pidana).
1. Keharmonisan Keluarga.
Keharmonisan keluarga merupakan salah satu aspek penting dalam
mengembangkan ketahanan sosial psikologis dalam keluarga. Keharmonisan
keluarga ini berkaitan dengan ketahanan psikologis keluarga, dimana keluarga
dikatakan memiliki ketahanan psikologis yang baik jika keluarga mampu
mengatasi masalah non fisik, pengendalian emosi positif, konsep diri positif
(termasuk harapan dan kepuasan). Serta perhatian suami terhadap istrinya
(Sunarti dalam Puspitawati, 2007). 2012).
Untuk itu pengukuran kerukunan dalam keluarga dalam penelitian ini
menekankan pada sikap kepala rumah tangga terhadap kepedulian pada
perempuan dan anak. Indikator yang mendukung penelitian ini adalah bagaimana
sikap anti kekerasan terhadap perempuan dan perilaku anti kekerasan terhadap
anak dalam keluarga sebagai tingkat pengukuran. Keluarga yang memiliki sikap
anti kekerasan baik terhadap perempuan maupun anak cenderung memiliki
ketahanan keluarga yang relatif tinggi, begitu pula sebaliknya.
1) Sikap Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
12
Keluarga yang memperlakukan perempuan dengan cara kekerasan akan
menurunkan tingkat keharmonisan keluarga yang pada akhirnya berdampak
pada buruknya ketahanan keluarga. Oleh karena itu, sikap anti kekerasan
terhadap perempuan harus ditanamkan pada setiap individu sejak dini, agar
perempuan tidak lagi menjadi korban kekerasan akibat praktik budaya di
masyarakat.
2) Perilaku Anti Kekerasan Terhadap Anak.
Pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak tidak lepas dari
lingkungan yang merawat dan membesarkannya. Pengasuhan dalam keluarga,
sebagai lingkungan pertama yang ia kenal, akan sangat mempengaruhi
pembentukan kepribadian anak. Dalam hal ini orang tua sangat berperan
sebagai role model bagi anaknya dan setiap orang tua tentunya memiliki cara
tersendiri dalam mendidik dan membesarkan anak.
Orang tua yang mendidik anaknya dengan cara kekerasan akan
mengurangi keharmonisan hubungan orang tua dengan anak dalam keluarga
yang pada akhirnya berdampak pada ketahanan psikologis dan ketahanan
keluarga yang buruk. Oleh karena itu, lingkungan rumah tangga yang
dibangun dari sikap anti kekerasan dalam mendidik anak harus diterapkan
mulai dari lingkungan keluarga.
2. Kepatuhan Terhadap Hukum.
Keluarga yang tidak pernah terlibat sebagai pelaku tindak pidana atau
pelanggaran hukum adalah keluarga yang memiliki kepatuhan hukum. Keluarga
yang demikian tentunya memiliki resiliensi psikologis yang baik dan berpotensi
membentuk resiliensi keluarga yang lebih kuat.
13
BAB IV
14
Kebutuhan fisiologis terdiri dari kebutuhan pertukaran oksigen dan gas,
cairan, makanan, eliminasi, istirahat dan tidur, aktivitas, keseimbangan suhu tubuh
dan seksualitas.
1. Kebutuhan akan rasa aman dan perlindungan terdiri dari perlindungan dari
dingin, panas, kecelakaan, infeksi, bebas dari rasa takut dan cemas.
2. Kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki terdiri atas kebutuhan
memberi dan menerima kasih sayang, kehangatan, persahabatan, mendapat
tempat dalam keluarga dan kelompok sosial.
3. Kebutuhan harga diri atau penghargaan berupa penilaian tentang dirinya.
4. Kebutuhan aktualisasi diri terdiri atas kebutuhan mengenal diri dengan
baik, tidak emosional, punya dedikasi tinggi, kreatif, dan percaya diri.
15
7. Keluarga makan daging, ikan, atau telur minimal sekali seminggu.
8. Setiap anggota keluarga memperoleh satu stel pakaian baru dalam
setahun.
9. Terpenuhinya luas lantai rumah minimal delapan meter persegi per
penghuni.
10. Tidak ada anggota keluarga yang sakit dalam tiga bulan terakhir.
11. Ada anggota keluarga berumur 15 tahun ke atas yang berpenghasilan
tetap.
12. Tidak ada anggota keluarga berumur 10-60 tahun yang tidak bisa baca-
tulis.
13. Tidak ada anak berumur 5-15 tahun yang tidak bersekolah.
14. Jika keluarga telah memiliki dua anak atau lebih, memakai kontrasepsi.
15. Keluarga dapat meningkatkan pengetahuan agamanya.
16. Sebagian pengangsilan keluarga ditabung
17. Keluarga minimal dapat makan bersama sekali dalam sehari dan saling
berkomunikasi.
18. Keluarga ikut berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat
19. Keluarga melakukan rekreasi di luar rumah minimal sekali sebulan.
20. Keluarga dapat mengakses berita dari media telekomunikasi apa saja.
21. Anggota keluarga dapat menggunakan fasilitas transportasi lokal.
22. Keluarga berkontribusi secara teratur dalam aktivitas sosial
23. Minimal satu anggota keluarga aktif dalam pengelolaan lembaga lokal.
16
keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi
kebutuhan hidup rohani dan materiil yang layak, bertakwa kepada Tuhan
YangMaha Esa, mempunyai hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar
anggota dan antar sesama. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun
2009).
BAB V
17
A. Konsep Kesejahteraan Subjektif dan Objektif.
18
Saat itu, penghitungan jumlah dan persentase penduduk miskin periode
1976-1981 menggunakan modul konsumsi Susenas (Survei Sosial
Ekonomi Nasional).
3) Kesejahteraan Keluarga Berdasarkan 14 Kriteria Kemiskinan Penerima
Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Luas lantai bangunan rumah kurang dari 8 M2 per orang.
Jenis lantai bangunan rumah terbuat dari tanah / bambu/ kayu murahan.
Jenis dinding rumah terbuat dari bambu / rumbia / kayu berkualitas rendah
/ tembok tanpa diplester.
Tidak memiliki fasilitas buang air besar / bersama-sama dengan rumah
tangga lain.
Sumber penerangan rumah tidak menggunakan listrik.
Sumber air minum berasal dari sumur / mata air tidak terlindung/ sungai /
air hujan..
Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar / arang/
minyak tanah.
Hanya mengkonsumsi daging / susu / ayam 1 kali dalam seminggu.
Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
Hanya sanggup makan sebanyak 1 / 2 kali dalam sehari.
Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas / poliklinik.
Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan
0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau
pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600.000 perbulan.
Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah / tidak tamat SD /
hanya SD.
Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan nilai Rp
500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas atau barang
modal lainnya.
4) Kesejahteraan Keluarga Berdasarkan Kriteria Badan Koordinasi Keluarga
Bencana Nasional Yang Didasarkan Atas:
19
Kebutuhan Dasar/Pokok (Basic Needs) yang terdiri dari variabel pangan,
sandang, papan, dan kesehatan.
Kebutuhan Sosial Psikologis (Social Psychological Needs) yang terdiri
dari variabel pendidikan, rekreasi, transportasi, interaksi sosial internal dan
eksternal.
Kebutuhan Pengembangan (Developmental Needs) yang terdiri dari
variable tabungan, pendidikan khusus, akses terhadap informasi.
20
- Minimal seminggu sekali keluarga makan daging atau ikan
atau telur.
- Dalam satu tahun terakhir semua anggota keluarga telah
menerima setidaknya satu set pakaian baru.
b) Indikator Non-Ekonomi:
- Ibadah teratur.
- Sehat tiga bulan terakhir.
- Punya penghasilan tetap.
- Usia 10-60 tahun sudah bisa membaca dan menulis huruf
latin.
- Usia 6-15 tahun bersekolah.
- Anak lebih dari 2 orang, ber-KB (Keluarga Berencana).
Keluarga Sejahtera II (KS-II) adalah keluarga yang karena alasan
ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator
meliputi:
- Memiliki tabungan keluarga.
- Makan bersama sambil berkomunikasi.
- Mengikuti kegiatan masyarakat.
- Rekreasi bersama (6 bulan sekali).
- Meningkatkan pengetahuan agama.
- Mendapatkan berita dari surat kabar, radio, TV, dan
majalah
- Menggunakan sarana transportasi.
Keluarga Sejahtera III (KS-III) adalah keluarga yang
a) Sudah dapat memenuhi beberapa indikator, meliputi:
- Memiliki tabungan keluarga.
- Makan bersama sambil berkomunikasi.
- Mengikuti kegiatan masyarakat.
- Rekreasi bersama (6 bulan sekali).
- Meningkatkan pengetahuan agama.
- Memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, dan majalah.
21
- Menggunakan sarana transportasi.
b) Belum dapat memenuhi beberapa indikator, meliputi:
- Aktif memberikan sumbangan material secara teratur.
- Aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan.
Keluarga Sejahtera III Plus (KS-III Plus) adalah keluarga yang sudah
dapat memenuhi beberapa indikator meliputi:
- Aktif memberikan sumbangan material secara teratur.
- Aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan.
2. Kesejahteraan Keluarga Subyektif.
Pengertian kesejahteraan subjektif keluarga atau kualitas hidup subjektif
keluarga sama dengan kualitas hidup baik individu maupun keluarga dengan
definisi sebagai berikut:
McCall (Puspitawati & Megawangi 2003) menyatakan bahwa
kesejahteraan keluarga juga dapat diukur melalui pendekatan Quality of Life,
yang diukur berdasarkan kebutuhan seseorang akan kesenangan. Lebih lanjut
Frank menyatakan bahwa Quality of Life mencerminkan perbedaan,
kesenjangan, antara harapan dan apa yang dialami sebagai tingkat bagaimana
seseorang menikmati berbagai kemungkinan hidupnya sebagai akibat dari
keterbatasan dan peluang hidupnya dan sebagai refleksi. interaksi dengan
faktor lingkungan (Puspitawati & Megawangi 2003).
22
Keadaan tempat tinggal akan mendukung adanya arasa
ketenangahn dan kesejahteraan keluarga.
23
6) Kekeluargaan.
7) Keterpaduan.
8) Partisipatif.
9) Legalitas.
10) Nondiskriminatif.
2. Tujuan:
1) Mewujudkan kualitas keluarga dalam memenuhi kebutuhan jasmani dan
spiritual secara seimbang sehingga dapat menjalankan fungsi keluarga
secara optimal menuju keluarga sejahtera lahir serta batin.
2) Harmonisasi dan sinkronisasi upaya pembangunan ketahanan keluarga
yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, masyarakat, keluarga serta
dunia usaha.
BAB VI
24
B. Fungsi-Fungsi Keluarga.
Fungsi keluarga memiliki makna tersendiri dan memiliki peran penting dalam
kehidupan keluarga.
1. Fungsi Keagamaan.
Keluarga dikembangkan agar mampu menjadi sarana pertama dan utama
untuk membawa seluruh anggotanya beribadah dengan penuh keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam fungsi agama ada 12 nilai dasar yang harus dipahami dan
ditanamkan dalam keluarga. Dua belas nilai dasar tersebut adalah:
1) Iman.
2) Taqwa.
3) Kejujuran.
4) Tenggang rasa.
5) Rajin.
6) Kesalehan.
7) Ketaatan.
8) Suka membantu.
9) Disiplin.
10) Sopan santun.
11) Sabar dan ikhlas.
12) Kasih sayang.
2. Fungsi Sosial Budaya.
Keluarga berfungsi sebagai penanaman untuk melestarikan budaya daerah
& nasional yang luhur dan bermartabat. Termasuk keluarga juga berperan
dalam membina saling membutuhkan antar sesama makhluk sosial.
Fungsi sosial budaya terdiri dari 6 nilai dasar yang harus ditanamkan dan
diterapkan oleh keluarga. Ketujuh nilai tersebut adalah :
1) Toleransi.
2) Sopan santun.
3) Gotong royong.
4) Kerukunan dan kebersamaan.
25
5) Peduli.
6) Cinta tanah air.
26
5. Fungsi Reproduksi.
Fungsi keluarga adalah merencanakan untuk meneruskan keturunannya
yang telah menjadi fitrah manusia sehingga dapat menunjang kesejahteraan
universal umat manusia.
Dalam fungsi reproduksi, ada tiga nilai yang perlu ditanamkan dan
diterapkan dalam keluarga. Nilai-nilai tersebut adalah:
1) Tanggung jawab.
2) Sehat.
3) Teguh.
6. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan.
Keluarga berfungsi sebagai sekolah dan guru pertama dan utama dalam
membawa anak-anaknya menjadi panutan bagi masyarakat luas dan dirinya
sendiri.
Dalam fungsi sosialisasi dan pendidikan, ada tujuh nilai yang perlu
ditanamkan dan diterapkan dalam keluarga. Nilai-nilai tersebut adalah :
1) Percaya diri.
2) Luwes.
3) Bangga.
4) Rajin.
5) Kreatif.
6) Tanggung jawab.
7) Kerjasama.
7. Fungsi Ekonomi.
Keluarga mempersiapkan diri menjadi satu kesatuan yang mandiri dan
mampu meningkatkan kesejahteraan jasmani dan rohaninya dengan
kemandirian penuh. Contohnya: Belajar Menabung.
Dalam fungsi ekonomi terdapat lima nilai yang perlu ditanamamkan dan
diterapkan dalam keluarga. Nilai-nilai tersebut adalah :
1) Hemat.
2) Teliti.
3) Disiplin.
27
4) Peduli.
5) Ulet.
8. Fungsi Lingkungan.
Fungsi keluarga adalah memberikan kemampuan kepada setiap anggota
keluarga untuk dapat memposisikan diri secara serasi, serasi, dan seimbang
sesuai dengan kaidah dan daya dukung alam dan lingkungan yang selalu
berubah secara dinamis.
Dalam fungsi pembinaan lingkungan terdapat empat nilai yang perlu
ditanamamkan dan diterapkan dalam keluarga. Nilai-nilai tersebut adalah :
1) Bersih.
2) Disiplin.
3) Pengelolaan.
4) Pelestarian.
28
BAB VII
1. Ketahanan Fisik.
Ketahanan fisik berkaitan dengan kemampuan ekonomi keluarga, yaitu
kemampuan anggota keluarga untuk memperoleh sumber-sumber ekonomi dari
luar sistem keluarga untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan,
sandang, papan, pendidikan dan kesehatan.
2. Ketahanan Sosial.
Merupakan kekuatan keluarga dalam penerapan nilai agama, pemeliharaan
ikatan dan komitmen, komunikasi efektif, pembagian dan penerimaan peran,
penetapan tujuan serta dorongan untuk maju. Hal ini akan menjadi kekuatan
dalam menghadapi masalah keluarga serta memiliki hubungan sosial yang
positif.
3. Ketahanan Psikologis.
. Kemampuan anggota keluarga untuk mengelola emosinya sehingga
menghasilkan konsep diri yang positif dan kepuasan terhadap pemenuhan
kebutuhan dan pencapaian tugas perkembangan keluarga. Kemampuan ini
menjadi kunci menghadapi masalah-masalah keluarga yang bersifat non fisik,
seperti masalah kesalah pahaman, konflik suami dan istri, dsb.
Daya lenting pada manusia adalah kemampuan beradaptasi dengan tekun dan gigih
walaupun keadaan terasa serba salah. Bila memiliki daya lenting yang kuat, kita dapat
mengatasi setiap kemalangan dengan cara yang memuaskan dengan hasil optimal.
29
5)Menjaga perspektif dalam hidup.
6)Tenang dan tetap menjaga pusat perhatian.
7)Daya lenting dalam hal tenggang waktu, jangan sampai kita selalu dikuasi oleh
pikiran negatif.
2. Kapasitas Daya Lenting.
1)Regulasi emosi.
Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang dalam situasi stres.
Regulasi emosi memainkan peran yang sangat penting dalam hubungan yang
intim, berhasil di tempat kerja, dan menjaga kesehatan yang baik.
2)Kendali impuls.
Jika mampu mengendalikan impuls, maka akan menghindari pola pikir
tertentu sehingga dapat memiliki kemampuan untuk mendeteksi efek negatif dari
keyakinan impulsif yang mengalahkan diri sendiri dan menggantinya dengan
yang positif.
3)Optimisme.
Orang yang optimistis biasanya memiliki daya lenting yang kuat karena
yakin bisa mengendalikan jalan hidup di masa depan.
4)Kemampuan melakukan analisis-kausal.
Dengan kemampuan ini, kita dapat menjelaskan hal-hal baik dan buruk
yang terjadi pada kita sehingga kita tidak terjebak dalam pikiran buruk dan dapat
meningkatkan ketahanan kita.
5)Empati Kemampuan.
Memahami orang lain melalui empati akan memungkinkan kita
mendeteksi berbagai kemungkinan perilaku orang terhadap kita.
6)Kecukupan diri yang optimal.
Dengan percaya bahwa kita cukup efektif dalam menjalani hidup, ini
merupakan representasi dari keyakinan bahwa kita akan mampu mengatasi
kesulitan yang akan kita hadapi.
7)Menggapai cita
Dengan memanfaatkan optimisme dan mencoba menghapus keyakinan
negatif yang mempengaruhi kita, kita dapat mencapai sesuatu yang fantastis,
30
yang mungkin tidak pernah kita pikirkan sebelumnya.. (Reivich, Karen, PhD dan
Hazte, Andrew, PhD, 2002).
1. Keluarga mempunyai peluang yang besar untuk mencapai tujuan yang ingin
dicapai yaitu keluarga yang bahagia, harmonis, sejahtera dan bahkan berkualitas.
2. Keluarga lebih mudah menghadapi kondisi atau situasi darurat.
3. Keluarga akan lebih mudah beradaptasi dengan berbagai situasi dan kondisi yang
berubah.
4. Keluarga berkontribusi terhadap lahirnya sumber daya manusia yang baik,
generasi penerus bangsa yang menjadi sasaran pembangunan nasional.
5. Keluarga memiliki peluang besar untuk berkontribusi dalam membangun
lingkungan sosial yang sehat dan harmonis.
31
DAFTAR PUSTAKA
Handayani, A., Yulianti, P. D., & Ardini, S. N. (2018). Membina Keluarga Sejahtera
Hoesni, F., & Firmansyah, F. (2020). Analisis Ketahanan dan 8 Fungsi Keluarga di
Mujahidin, S., & Amini, E. I. A. (2017). Buku Seri Orang Tua Penguatan Ketahanan
Keluarga.
keberlanjutannya.
Thoman Pardosi dan Budi Mardaya, ; Dwi Retno Wilujeng Wahyu Utami, Krismawati,
32
BIOGRAFI
Syifa Nurazizah adalah nama dari penulis tugas ini. Lahir pada tanggal 16
Juli 2001, di Soreang Kab. Bandung Jawa Barat. Penulis merupakan anak ke 2
dari 2 bersaudara, dari pasanganh Uep Hermawan dan Ilis Hartini. Penulis
pertama kali masuk pendidikan di SDN 1 Ciwidey Kota pada tahun dan tamat
pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 1 Ciwidey dan
tamat pada tahun. Setelah itu, penulis melanjutkan ke SMAN 1 Ciwidey dan tamat
pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai Mahasiswa di Universitas
Pendidikan Indonesia, Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, jurusan
Pendidikan Kesejahteraan Keluarga.
33