Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Statistika


Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Sir Francis Galton
pada tahun 1877. Analisis regresi ini merupakan metode untuk menentukan
hubungan sebab-akibat antara satu variabel dengan variabel-variabel yang
lain (Sugiarto, 1992). Analisis regresi juga dapat digunakan untuk
meramalkan nilai variabel respon apabila terjadi peningkatan maupun
penurunan nilai variabel prediktor.

2.1.1 Regresi Linier Berganda


Regresi linier berganda menghubungkan antara satu variabel respon
(Y) dengan beberapa variabel prediktor (𝑋1 , 𝑋2 , … , 𝑋𝑘 ). Bentuk umum
persamaan regresi linier berganda dituliskan sebagai berikut (Sembiring,
2003)

𝑌𝑖 = 𝛼 + 𝛽1 𝑋𝑖1 + 𝛽2 𝑋𝑖2 + ⋯ + 𝛽𝑘 𝑋𝑖𝑘 + 𝜀𝑖 (2.1)

di mana:

𝑌𝑖 : variabel respon

𝑋𝑖1 , 𝑋𝑖2 ,…, 𝑋𝑖𝑘 : variabel prediktor

𝛼 : konstanta (intercept)

𝛽1 , 𝛽2 , … , 𝛽𝑘 : koefisien regresi (slope)

𝑖 : indeks unit pengamatan (i=1,2,…,n)

𝑛 : banyak pengamatan

Pendugaan parameter pada analisis regresi umumnya menggunakan


metode OLS (Ordinary Least Square). Metode OLS memanfaatkan rata-rata
untuk meminimumkan jumlah kuadrat sisaan agar diperoleh penduga yang
baik yakni bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Untuk menduga

5
parameter dalam analisis regresi dengan metode OLS dapat digunakan
pendekatan dengan matriks sesuai persamaan (2.1):

𝒚 = 𝒙𝜷 + 𝜺 (2.2)

di mana elemen matriksnya:

𝑦1 1 𝑥11 𝑥12 … 𝑥1𝑘 𝛽1 𝜀1


𝑦2 𝑥21 𝑥22 … 𝑥2𝑘 𝛽2 𝜀2
[ ⋮ ] = [1 ⋮ ⋮ ][ ] + [ ⋮ ]
⋮ ⋱ ⋮ ⋮
𝑦𝑛 1 𝑥𝑛1 𝑥𝑛2 … 𝑥𝑛𝑘 𝛽𝑘 𝜀𝑛

Pendugaan terhadap parameter 𝛽 diperoleh dengan meminimumkan


jumlah kuadrat sisaan (Draper dan Smith, 1992).

Jumlah Kuadrat Sisaan (JKG):

𝜺′ 𝜺 = (𝒚 − 𝒙𝜷)′ (𝒚 − 𝒙𝜷)

= (𝒚′ 𝒚 − 𝒚′ 𝒙𝜷 − 𝜷′ 𝒙′ 𝒚 + 𝜷′ 𝒙′ 𝒙𝜷)

= (𝒚′ 𝒚 − 2𝜷′ 𝒙′ 𝒚 + 𝜷′ 𝒙′ 𝒙𝜷) (2.3)

Persamaan (2.3) akan diturunkan terhadap 𝛽 agar memenuhi


manfaat metode OLS yakni meminimumkan jumlah kuadrat sisaan.

𝜕(𝜺′ 𝜺) 𝜕(𝒚′ 𝒚−2𝜷′ 𝒙′ 𝒚+𝜷′ 𝒙′ 𝒙𝜷)


𝜕𝜷
= 𝜕𝜷
=0

̂=0
−2𝒙′ 𝒚 + 2𝒙′ 𝒙𝜷

̂=0
𝒙′ 𝒚 + 𝒙′ 𝒙𝜷

̂ = (𝒙′ 𝒙)−1 𝒙′ 𝒚
𝜷 (2.4)

Persamaan (2.4) adalah persamaan yang digunakan dalam menduga


parameter pada analisis regresi.

6
2.1.2 Pengujian Asumsi Regresi
Model regresi yang diperoleh dari metode Ordinary Least Square
(OLS) menghasilkan penduga Best Linier Unbiased Estimator (BLUE).
Kondisi BLUE harus memenuhi beberapa asumsi regresi klasik. Ketika
asumsi tidak dipenuhi, biasanya digunakan berbagai solusi agar asumsi dapat
terpenuhi, atau beralih kepada metode lain agar asumsi dapat terselesaikan.
Berikut empat asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis regresi:
2.1.2.1 Normalitas Sisaan
Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah nilai sisaan
terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik memiliki nilai sisaan
yang terdistribusi normal. Hipotesis yang digunakan untuk uji normalitas
adalah:

𝐻0 : sisaan menyebar normal vs


𝐻1 : sisaan tidak menyebar normal

Salah satu uji yang dapat digunakan adalah uji Jarque-Bera dengan
statistik uji :
𝑛−𝑘 1
𝐽𝐵 = (𝑆 2 + (𝐾 − 3))2 (2.5)
6 4

Dengan perhitungan nilai S dan K sebagai berikut :


1/𝑛 ∑𝑛 (𝜀̂𝑖𝑡 −𝜀̅)3
𝑆 = (1/𝑛 ∑𝑛 𝑖=1
(𝜀̂ ̅ )2 )3/2
𝑖=1 𝑖𝑡 −𝜀
1/𝑛 ∑𝑛𝑖=1 ̂
(𝜀 𝑖𝑡 −𝜀̅ )4
𝐾= 𝑛
(1/𝑛 ∑𝑖=1(𝜀̂𝑖𝑡 −𝜀̅ )2 )2

di mana :
S : skewness (kemiringan)
K : kurtosis (keruncingan)
n : jumlah sampel pengamatan
k : banyaknya variabel prediktor
𝜀̂𝑖𝑡 : pendugaan sisaan pengamatan ke-i waktu ke-t
𝜀̅ : rata-rata penduga sisaan

Uji normalitas dengan Jarque-Bera ini mengikuti pendekatan


distribusi 𝜒 2 dengan derajat bebas dua. 𝐻0 akan diterima jika statistik uji
Jarque-Bera kurang dari nilai tabel (𝜒2 2 ).

7
2.1.2.2 Non-multikolinearitas
Uji non-multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya korelasi yang tinggi antara variabel-variabel prediktor dalam suatu
model regresi linear berganda. Jika terdapat korelasi yang tinggi di antara
variabel-variabel prediktor, maka hubungan antara variabel prediktor
terhadap variabel respon menjadi terganggu. Pengujian multikolinearitas
dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF).
1
𝑉𝐼𝐹 = 1−𝑅2 (2.6)
𝑗

𝑅𝑗2 merupakan koefisien determinasi yang diperoleh ketika variabel


prediktor ke-j diregresikan dengan variabel prediktor lainnya dalam model.
Nilai 𝑅𝑗2 diperoleh dari perbandingan jumlah kuadrat regresi dengan jumlah
kudarat total. Menurut Kutner, Nachtsheim, dan Neter (2004), nilai
maksimum VIF yang lebih dari 10 mengindikasikan bahwa multikolinearitas
sangat berpengaruh pada estimasi parameter.

2.1.2.3 Non-autokorelasi
Uji non-autokorelasi mengkaji terjadinya korelasi antara suatu
periode t dengan periode sebelumnya (t-1). Dalam analisis regresi dilakukan
pengujian untuk melihat pengaruh antara variabel prediktor terhadap
variabel respon, jadi tidak boleh ada korelasi antara observasi dengan data
observasi sebelumnya. Hipotesis yang digunakan dalam uji ini:
𝐻0 : tidak terdapat autokorelasi vs
𝐻1 : terdapat autokorelasi

Berikut ini adalah statistik uji Durbin-Watson yang digunakan untuk


menguji asumsi non-autokorelasi :
∑𝑛
𝑡=2(𝑒̂𝑡 −𝑒̂𝑡−1 )
2
𝑑= ∑𝑛 𝑒̂ 2 (2.7)
𝑡=1 𝑡

dengan :
𝑒̂ = 𝑦 − 𝑦̂

di mana :
𝑒̂𝑡 : sisaan ke-t dari model
𝑒̂𝑡−1 : sisaan ke-t-1 dari model

8
Tabel 2.2 Kriteria pengujian Durbin Watson:
Ada Tidak Tidak ada Tidak Ada
Korelasi Dapat Korelasi Dapat Korelasi
positif Diputuskan positif atau diputuskan negatif
negatif
0 dL dU 2 4-dU 4-dL 4

Batas atas (dU) dan batas bawah (dL) pengujian dapat dilihat dari
tabel nilai uji Durbin Watson. Apabila asumsi non-autokorelasi ini terlanggar
maka penduga dari model akan tak bias, kosisten, tetapi tidak efisien.

2.1.2.4 Ragam Sisaan Homogen


Uji homogenitas dilakukan untuk menguji kesamaan varian sisaan.
Apabila terdapat perbedaan varians dari sisaan satu pengamatan ke
pengamatan yang lain disebut heterokedastisitas. Hipotesis yang digunakan:

𝐻0 : ragam sisaan homogen vs


𝐻1 : ragam sisaan tidak homogen

Salah satu pengujian homogenitas ragam sisaan dapat dilakukan


dengan uji Breusch-Pagan yang mengikuti pendekatan distribusi 𝜒 2 dengan
derajat bebas sesuai dengan prediktor dalam model dimana bila statistik uji
Breusch-Pagan kurang dari nilai tabel (𝜒 2 ) maka asumsi ragam sisaan
homogen terpenuhi. Statistik uji Breusch-Pagan (Kutner, dkk. 2004) :
1 1
∑𝑛
𝑖=1(𝑒̂ 𝑖 −𝑒̅ )
2 ∑𝑛 ̂ 2
𝑖=1(𝑌𝑖 −𝑌𝑖 ) 𝐽𝐾𝑅 ∗ 𝐽𝐾𝐺
2
𝜒𝐵𝑃 =𝑛 2
÷𝑛 𝑛
= 2
÷ 𝑛
(2.8)

di mana :
𝐽𝐾𝑅 ∗ : Jumlah Kuadrat Regresi pada regresi sisaan kuadrat dari model
dengan variabel prediktor
𝐽𝐾𝐺 : Jumlah Kuadrat Sisaan pada regresi variabel respon dengan
variabel prediktor
n : banyak pengamatan

2.1.3 Regresi Kuantil


Metode Ordinary Least Square (OLS) memanfaatkan nilai rata-rata
sebagai solusi untuk meminimumkan jumlah kuadrat sehingga dengan
metode OLS hanya diperoleh informasi yang berasal dari pusat sebaran data,

9
sedangkan regresi kuantil dapat memberikan informasi pada keseluruhan
sebaran data. Regresi kuantil merupakan salah satu pendekatan dalam
analisis regresi yang diperkenalkan oleh Koenker dan Basset tahun 1978.
Regresi kuantil melakukan pendugaan dengan meminimumkan jumlah nilai
mutlak sisaan. Pendugaan pada kelompok data dilakukan pada bagian yang
dicurigai memiliki perbedaan nilai dugaan pada kuantil data tersebut.
Regresi kuantil dapat diterapkan pada data yang tidak memenuhi asumsi
regresi klasik. Selain itu, regresi kuantil juga dapat digunakan pada data
asimetrik. Pendugaan regresi kuantil dilakukan terhadap berbagai fungsi
kuantil dari suatu distribusi variabel respon sebagai fungsi dari variabel
prediktor.

Model linier dari persamaan regresi kuantil :

𝑌𝑖,𝜃 = 𝛽0,𝜃 + 𝛽1,𝜃 𝑋𝑖1 +𝛽2,𝜃 𝑋𝑖2 … + 𝛽𝑘,𝜃 𝑋𝑖𝑘 + 𝑒𝑖,𝜃 (2.9)

𝑌𝑖,𝜃 : variabel respon ke-i pada kuantil ke- 𝜃

𝑋𝑖1 , 𝑋𝑖2 ,…, 𝑋𝑖𝑘 : variabel prediktor

𝛽0,𝜃 : konstanta (intercept) pada kuantil ke- 𝜃

𝛽1,𝜃 , 𝛽2,𝜃 … , 𝛽𝑘,𝜃 : koefisien regresi (slope) pada kuantil ke- 𝜃

𝑖 : indeks unit pengamatan (i=1,2,…,n)

𝑒𝑖,𝜃 : sisaan model ke-i pada kuantil ke- 𝜃

2.1.4 Pendugaan Parameter Regresi Kuantil


Pendugaan parameter pada regresi kuantil diperoleh menggunakan
algoritma berdasarkan pemrograman linier. Pendugaan parameter dilakukan
dengan meminimumkan jumlah nilai mutlak sisaan. Apabila diberikan Y
sebagai peubah acak dari fungsi 𝐹𝑦 dan 𝜃 adalah konstanta 0 ≤ 𝜃 ≤ 1.
Kuantil ke- 𝜃 dari 𝐹𝑦 dinotasikan dengan 𝑞𝑌 (𝜃) yang merupakan solusi untuk
𝐹𝑦 (𝑞) = 𝜃 yaitu:

𝑞𝑌 (𝜃) = 𝐹𝑌−1 (𝜃) = inf{𝑦: 𝐹𝑌 (𝑞) ≥ 𝜃}


10
Kuantil ke-𝜃 dapat dijadikan penduga untuk meminimumkan jumlah
mutlak sisaan yaitu:

𝑚𝑖𝑛𝛽∈𝑅 ∑𝑛𝑖=1 |𝑦𝑖 (𝜃) − 𝑥𝑖′ 𝛽|

Hubungan fungsional antara kuantil bersyarat variabel respon


dengan variabel prediktor membentuk fungsi linier:

𝑄(𝜃|𝑋 = 𝑥) = 𝑥𝑖′ 𝛽

Solusi dari masalah minimisasi fungsi dengan penduga kuantil ke-𝜃


adalah (Koenker, 2005):

𝑚𝑖𝑛𝛽∈𝑅 [∑𝑖∈{𝑖|𝑌𝑖≥𝑥 ′ 𝛽 𝜃 |𝑦𝑖 − 𝑥𝑖′ 𝛽| + ∑𝑖∈{𝑖|𝑌𝑖 <𝑥 ′ 𝛽(1 − 𝜃)|𝑦𝑖 − 𝑥𝑖′ 𝛽|] (2.10)
𝑖 𝑖

Pemberian solusi yakni pembobot 𝜃 untuk sisaan positif dan (1 −


𝜃) untuk sisaan negatif disebut dengan Loss Function Asimetric (𝜌𝜃 ) atau
fungsi kerugian yang tidak simetri.

𝜃𝜀 , 𝜀≥0
𝜌𝜃 = { (2.11)
(𝜃 − 1)𝜀 , 𝜀 < 0

Sehingga dengan fungsi kerugian di atas maka persamaan (2.10)


dapat dituliskan dalam bentuk:
𝑚𝑖𝑛𝛽∈𝑅 ∑𝑛𝑖=1 𝜌𝜃 (𝑦𝑖 − 𝑥𝑖′ 𝛽) (2.12)

Pendugaan dalam regresi kuantil dilakukan dengan menyelesaikan


masalah pemrograman linier dilakukan dengan metode simpleks (Chen,
2005). Algoritma simpleks tidak dapat dilakukan secara analitik melainkan
dengan iterasi.

2.1.5 Pendekatan Bootstrap untuk Pendugaan Parameter Regresi


Kuantil
Bootstrap dapat digunakan pada pendugaan parameter dalam regresi
kuantil. Metode ini merupakan metode yang digunakan untuk mengestimasi
parameter melalui resampling dengan pengembalian pada data asli (Efron
dan Tibshirani, 1993). Dengan pendekatan Bootstrap diperoleh hasil
11
pendugaan pada masing-masing kuantil lebih konsisten dan membentuk
garis regresi yang sesuai dengan distribusi data asli. Hasil resampling akan
menghasilkan sampel bootstrap yang digunakan untuk mengestimasi
parameter yang disebut estimasi bootstrap. Penyampelan dilakukan terhadap
residual pada masing-masing kuantil.
1. Hitung nilai residual pada setiap kuantil ke-𝜃 dengan 𝜺 = 𝒚 − 𝒚 ̂
kemudian diperoleh 𝜺 = 𝑒1 , 𝑒2 , … , 𝑒𝑛 . Lakukan resampling dengan
pengembalian pada residual sehingga akan memperoleh hasil bootstrap
pertama yaitu 𝒆∗1 = 𝑒1 , 𝑒2 , … , 𝑒𝑛 .
2. Bentuk model pertama dengan hasil resampel residual, yakni 𝒚∗1 =
𝒙∗1 𝜷 + 𝒆∗1 .
3. Estimasi parameter berdasarkan model 𝒚∗1 = 𝒙∗1 𝜷 + 𝒆∗1 untuk
memperoleh 𝜷 ̂ ∗1
𝜃 .
4. Lakukan langkah tersebut sebanyak B kali sehingga menghasilkan
̂ ∗1
𝜷 ̂ ∗2 ̂ ∗𝐵
𝜃 , 𝜷𝜃 , … , 𝜷𝜃 .

Metode bootstrap menduga nilai statistik seperti nilai tengah


penduga dan standard error pada masing-masing kuantil ke-𝜃. Nilai tengah
penduga dan standard error digunakan untuk membentuk selang
kepercayaan bagi parameter.

̅
̂ ∗𝜃 = 1 ∑𝐵𝑏=1 𝛽̂𝜃∗𝑏
𝜷 (2.13)
𝐵

∗ ̅
𝑠𝑒 (𝛽̂𝑗,𝜃 ) = (∑𝐵𝑏=1(𝛽̂𝑗,𝜃
∗𝑏 ̂ ∗𝜃 )2 /(𝐵 − 1))1⁄2
−𝜷 (2.14)

di mana :
𝛽̂̅ ∗ : rata-rata penduga parameter pada masing-masing kuantil ke- 𝜃
B : banyaknya perulangan penyampelan

Berdaasarkan nilai penduga dan standard error hasil metode


bootstrap dibentuk selang kepercayan menggunakan interval student-t pada
masing-masing kuantil ke-𝜃:
∗ ∗ ∗ ∗
𝑃 (𝛽̂𝑗,𝜃 − 𝑡(𝛼⁄2,𝑑𝑏) 𝑠𝑒 (𝛽̂𝑗,𝜃 )) ≤ 𝛽𝑗 ≤ (𝛽̂𝑗,𝜃 + 𝑡(𝛼⁄2,𝑑𝑏) 𝑠𝑒 (𝛽̂𝑗,𝜃 )) = 1 − 𝛼 (2.15)

12
2.1.6 Pengujian Keberartian Parameter Model
2.1.6.1 Uji Simultan
Uji simultan dilakukan untuk melihat apakah variabel-variabel
prediktor secara bersama-sama benar berpengaruh terhadap variabel respon.

Hipotesis yang digunakan untuk pengujian pada masing-masing kuantil ke-


𝜃 adalah:

𝐻0 : 𝛽1 = 𝛽2 = ⋯ = 𝛽𝑗 = 0 vs
𝐻1 : minimal terdapat satu 𝛽𝑗 ≠ 0, dimana j = 1,2,…,k

Stastistik uji likelihood ratio sebagai berikut digunakan untuk pengujian


pada masing-masing kuantil ke-𝜃 (Davino dkk, 2014):

𝑇𝐿𝑅 = 2𝜔−1 (𝑣̃ − 𝑣̂) (2.16)

di mana :

𝜃(1 − 𝜃)
𝜔2 =
𝑓(𝐹 −1 (𝜃))2
𝑣̂ : 𝑚𝑖𝑛𝛽 ∑𝑛𝑖=1 𝜌𝜃 (𝑦𝑖 − 𝛽̂0∗ − 𝑥𝑖1
′ ̂∗
𝛽1 )
𝑣̃ : 𝑚𝑖𝑛𝛽 ∑𝑖=1 𝜌𝜃 (𝑦𝑖 − 𝛽̂0 )
0
𝑛 ∗

Uji likelihood ratio mengikuti pendekatan distribusi 𝜒 2 dengan


derajat bebas sesuai prediktor yang terdapat dalam model. Apabila statistik
uji likelihood ratio lebih dari nilai tabel (𝜒𝑘2 ) maka disimpulkan bahwa
variabel prediktor secara bersama-sama mempengaruhi variabel respon.

2.1.6.2 Uji Parsial


Uji parsial digunakan untuk menguji apakah masing-masing
variabel prediktor benar mempengaruhi variabel respon. Uji parsial pada
masing-masing kuantil ke-𝜃 dilakukan dengan hipotesis :

𝐻0 : 𝛽𝑗 = 0 vs
𝐻1 : 𝛽𝑗 ≠ 0, dimana j = 1,2,…,k

13
Statistik uji yang digunakan adalah statistik uji Wald yakni rasio
nilai penduga dengan varian bootstrap sesuai persamaan (2.13) dan
persamaan (2.14)
̂ ∗ )2
(𝛽𝑗,𝜃
𝑊(𝜃) = ̂𝑗,𝜃 ∗ )
(2.17)
𝑠𝑒2 (𝛽

Uji Wald mengikuti pendekatan distribusi 𝜒 2 dengan derajat bebas


satu. Untuk pengambilan keputusan, 𝐻0 akan ditolak bila statistik uji wald
lebih dari nilai tabel (𝜒12 ). Penolakan 𝐻0 berarti variabel prediktor ke-j
berpengaruh terhadap variabel respon.

2.1.7 Pengujian Kebaikan Model


Koenker dan Machado memperkenalkan pengujian kebaikan model
dalam regresi kuantil yang setara dengan koefisien determinasi (𝑅 2 ) pada
analisis regresi pada tahun 1999. Nilai setara dengan 𝑅 2 akan menjelaskan
seberapa besar variabel prediktor dapat menjelaskan variabel respon pada
masing-masing kuantil ke-𝜃. Pengujian kebaikan model dirumuskan:

𝑣
̂
𝑅 ′ = 1 − 𝑣̃ (2.18)

di mana :
𝑣̂ : 𝑚𝑖𝑛𝛽 ∑𝑛𝑖=1 𝜌𝜃 (𝑦𝑖 − 𝛽̂0∗ − 𝑥𝑖1
′ ̂∗
𝛽1 )
𝑣̃ 𝑛 ̂
:𝑚𝑖𝑛𝛽 ∑𝑖=1 𝜌𝜃 (𝑦𝑖 − 𝛽0 ) ∗
0

2.2 Tinjauan Non Statistika


2.2.1 Bidang Ekonomi
Salah satu hal yang berkaitan dengan bidang perekonomian suatu
negara adalah impor dan ekspor. Impor merupakan kegiatan perdagangan
dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke dalam negeri. Indonesia
mengimpor barang-barang konsumsi bahan baku dan bahan modal. Impor
yang berupa pengeluaran negara diharapkan terjadi seminim mungkin.
Sedangkan ekspor adalah penjualan barang ke luar negeri dengan
menggunakan sistem pembayaran, kualitas, kuantitas, dan syarat penjualan
lainnya yang telah disetujui oleh pihak eksportir dan importir. Permintaan
14
ekspor adalah jumlah barang/jasa yang diminta untuk diekspor dari suatu
negara lain (Sukirno, 2010). Produk ekspor Indonesia meliputi produk
pertanian, hasil hutan, hasil perikanan, hasil pertambangan, hasil industri,
dan begitu pun jasa-jasa. Manfaat dari kegiatan ekspor diantaranya
memperluas pasar bagi produk Indonesia, menambah devisa negara, dan
memperluas lapangan pekerjaan. Harga barang yang diekspor ke luar negeri
dijual lebih mahal dibandingkan di dalam negeri sehingga kegiatan ekspor
dapat menghasilkan keuntungan. Semakin banyak ekspor semakin besar
devisa yang diperoleh negara. Ekspor yang terjadi berpengaruh terhadap
impor. Selain itu, impor juga dipengaruhi oleh beberapa faktor ekonomi
lainnya dimana salah satu faktor tersebut adalah tingkat inflasi.
Inflasi merupakan terjadinya kenaikan harga barang dan jasa secara
umum yang berlangsung terus menerus. Inflasi dirumuskan sebagai kenaikan
harga umum yang dihitung dari presentase perubahan Indeks Harga
Konsumen (IHK) suatu periode yang dibandingkan dengan IHK sebelumnya
(Gilarso, 2004). Oleh karena itu, inflasi merupakan suatu gejala kenaikan
harga barang-barang yang terjadi secara sengaja maupun alami pada wilayah
yang luas (global). Inflasi dikelompokkan berdasarkan tingkat keparahannya
dalam mempengaruhi perekonomian suatu negara. Pengelompokkan ini
digunakan sebagai acuan untuk mencapai target inflasi yang cenderung
rendah dan stabil. Adanya Undang-Undang mengenai Bank Indonesia yang
dikeluarkan oleh Pemerintah mengatur akan pengelompokkan tingkat
keparahan inflasi menjadi empat kelompok, yaitu inflasi ringan, sedang,
berat, dan hiperinflasi. Dalam hal tersebut, apabila terjadi inflasi yang
mencapai tingkat berat maka menyebabkan harga-harga barang ekspor juga
meningkat. Hal ini dapat menyebabkan perdagangan keluar akan berkurang
sedangkan terjadi hal yang sebaliknya pada impor. Karena harga barang
dalam negeri meningkat maka cenderung terjadi kegiatan impor.
2.2.2 Bidang Meteorologi
Meteorologi merupakan ilmu yang mempelajari keadaan atau
fenomena fisik di permukaan bumi. Salah satu fenomena yang terjadi di
Indonesia adalah hujan. Hujan adalah sumber utama air tawar di sebagian
besar daerah di dunia. Hujan merupakan proses kondensasi uap air di
atmosfer menjadi butir air yang akan jatuh ke daratan saat menjadi semakin

15
berat. Butir air hujan memiliki ukuran yang beragam mulai dari pepat, mirip
panekuk (butir besar), hingga bola kecil (butir kecil). Banyaknya jumlah air
hujan yang jatuh di permukaan tanah selama periode tertentu disebut dengan
curah hujan. Curah hujan dengan satuan milimeter (liter per meter persegi)
menggambarkan ketinggian air hujan yang terkumpul di tempat datar, tidak
menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir.
Jumlah curah hujan diukur dengan alat bernama ombrometer. Curah
hujan diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan. Curah hujan dipengaruhi
oleh suhu atau temperatur udara yang merupakan derajat panas maupun
dingin molekul di atmosfer. Suhu diukur berdasarkan skala tertentu dengan
alat yang dinamakan termometer. Biasanya skala yang digunakan dalam
pengukuran suhu dinyatakan dalam Celcius (C), Reamur (R), dan Fahrenheit
(F). Suhu merupakan salah satu unsur iklim yang penting dan dapat berubah
sesuai waktu dan tempat. Misalnya tempat di dalam gedung memiliki suhu
yang berbeda dengan tempat terbuka. Perbedaan suhu ini diukur sehingga
memperoleh nilai rata-rata suhu atmosfer. Rata-rata suhu yang diperoleh
meliputi suhu harian dan suhu bulanan. Suhu harian rata-rata adalah rata-rata
dari pengamatan yang dilakukan selama 4 jam dalam satu hari dan dilakukan
setiap hari. Suhu bulanan rata-rata adalah jumlah dari suhu harian dalam satu
bulan dibagi dengan jumlah hari dalam bulan tersebut.
Selain itu curah hujan juga dipengaruhi oleh kelembaban udara dan
kecepatan arah angin. Kelembaban adalah banyaknya uap air yang
terkandung dalam massa udara pada saat dan tempat tertentu. Kelembaban
ini merupakan rata-rata kandungan air keseluruhan yakni uap, tetes air, dan
kristal es di udara pada suatu waktu. Pengukurannya diperoleh dari hasil
harian kemudian dirata-ratakan setiap bulan dan dinyatakan dalam persen.
Alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban udara adalah psikrometer
atau higrometer. Besarnya kelembaban suatu daerah merupakan salah satu
faktor yang dapat memicu terjadinya hujan. Kelembaban akan relatif
berubah sesuai waktu dan tempat. Lembab udara relatif mempunyai sifat
bernilai minimum pada musim panas dan sebaliknya bernilai maksimum
pada musim dingin (Limantara, 2010).
Faktor angin yang juga mempengaruhi curah hujan merupakan gerak
udara sejajar yang bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke daerah

16
bertekanan udara rendah. Angin merupakan arus dengan kecepatan yang
arahnya berubah-ubah. Kecepatan angin merupakan rata-rata laju pergerakan
angin yang diperoleh dari hasil pengukuran harian dan dirata-ratakan setiap
bulan. Kecepatan angin diukur dengan alat yang disebut anemometer yang
mana hasilnya memiliki satuan knot.

17

Anda mungkin juga menyukai