Perlawanan rakyat yang dipimpin K.H. Zainal Mustafa
diawali dengan aksi pemboikotan seluruh kebijakan Jepang. Selanjutnya, K.H. Zainal Mustafa membentuk Pasukan Tempur Sukamanah. Untuk memimpin pasukan ini, K.H. Zainal Mustafa menunjuk Najminudin. Pasukan ini kemudian melakukan berbagai aksi sabotase akses komunikasi Jepang, misalnya pemutusan kawat telepon. Di samping itu, pasukan K.H. Zainal Mustafa melakukan aksi penyanderaan terhadap para pejabat militer Jepang. Untuk mengatasi aksi yang dilakukan pasukan K.H. Zainal Mustafa tersebut, pemerintah Jepang mengajak K.H. Zainal Mustafa berunding pada Februari 1944. Akan tetapi, K.H. Zainal Mustafa menolak tawaran perundingan yang diajukan Jepang tersebut. Selanjutnya, Jepang mengirim pasukan untuk menghadapi pasukan K.H. Zainal Mustafa. Akan tetapi, pasukan Jepang tersebut berhasil dilucuti persenjataannya oleh pasukan K.H Zainal Mustafa. Bahkan, K.H. Zainal Mustafa dengan tegas memberikan ultimatum kepada K.H. Zainal Mustafa pemerintah Jepang agar segera memerdekakan Jawa. Apabila Sumber: Seri Ensiklopedia Ilmu Pengetahuan Sosial: Pahlawan tuntutan tersebut diabaikan, keselamatan orang-orang Jepang Nasional Indonesia, Mediantara Sementa, 2009 menjadi taruhannya. Ultimatum K.H. Zainal Mustafa tersebut tidak menggentarkan pihak Jepang. Jepang kembali menawarkan jalan damai melalui perundingan kepada K.H. Zainal Mustafa. Dalam upaya ini pihak Jepang mengirim empat orang untuk menemui K.H. Zainal Mustafa. Akan tetapi, utusan yang dikirim pemerintah Jepang tersebut justru bersikap angkuh. Sikap tersebut makin menambah kebencian rakyat Singaparna terhadap Jepang. Bentrokan antara pasukan rakyat Sukamanah dan utusan Jepang pun tidak terhindarkan. Bentrokan tersebut mengakibatkan tiga orang utusan Jepang tewas, sedangkan satu orang melarikan diri dalam kondisi terluka. Insiden bentrokan antara pengikut K.H. Zainal Mustafa dan utusan Jepang mendorong pemerintah Jepang mengerahkan pasukannya untuk menyerang rakyat Singaparna. Serangan tersebut berlangsung pada 25 Februari 1944 setelah salat Jumat. Oleh karena tanpa persiapan, pasukan K.H. Zainal Mustafa terpojok. Kondisi tersebut menyebabkan K.H. Zainal Mustafa berhasil ditangkap Jepang dan dibawa ke Jakarta. Berdasarkan keputusan Mahkamah Militer Jepang di Jakarta, 79 orang pasukan K.H. Zainal Mustafa dijatuhi hukuman penjara di Sukamiskin, Bandung. Sementara itu, 23 orang termasuk K.H. Zainal Mustafa dipenjara di Cipinang, Jakarta. Akhirnya, K.H. Zainal Mustafa bersama 17 pengikutnya dijatuhi hukuman mati oleh pemerintah Jepang.