Anda di halaman 1dari 14

DEFINISI

HUKUM
MAKNA

ESENSI
DEFINISI

 Aneka ragam definisi, mulai dari para ahli


hukum sampai ‘the man on the street’
 Cenderung menyederhanakan persoalan
 Ahli hukum ‘sepakat untuk tidak sepakat
tentang definisi hukum’
 IMMANUEL KANT: “Noch suchen die juristen
eine definitions zu ihrem begriffe von rechts”
DEFINISI

 MENGAPA SULIT?
 KARENA:
1. Wujud dan hakikat hukum yg
ABSTRAK
2. ASPEK dan DIMENSInya sangat luas
3. Perbedaan PERSPEKSI dan
PERSEPSI
MAKNA
 Lbh bersifat konseptual dan tdk ada konsep tunggal
 Luas luas cakupannya daripada ‘definisi’
 4 makna hukum:
1. Makna Positivistik (legal-formal): sekumpulan
peraturan perundangan yg tersusun sec logis,
konsisten, dan sistematis
2. Makna Filsafati/Idealis: perwujudan nilai keadilan
(moral) dan kebenaran (rasio)
3. Makna Sosiologis: sbg slh satu subsistem masy
4. Makna Sosiopolitikologis: Perwujudan dan hasil
akhir pertentangan/pertarungan kepentingan politik
MAKNA
Makna Secara Positivistik (legalistif-formal):
1. Tidak ada hukum selain hukum positif, yaitu hukum yang
ditetapkan oleh penguasa;
2. Tidak ada hukum selain hukum tertulis (written law), sehingga
hukum yang tidak tertulis tidak dapat diklasifikaikan sebagai
hukum;
3. Tidak ada hukum selain ’undang-undang’ (statutory), sehingga
yang berlaku adalah hukum undang-undang (statute law). Di
luar undang-undang, tidak ada lagi hukum;
4. Hanya berkutat dengan persoalan aspek formal hukum
daripada aspek substansial hukum. Lebih mementingkan
’bentuk’ (formalitas) dibandingkan ’materi’ (substansi) hukum;
5. Hukum harus dipisahkan dari persoalan-persoalan moral
(keadilan dan kebenaran).
MAKNA
Makna Positivistik telah berimplikasi kepada:
1. Munculnya faham legisme dan cara berpikir yang
legalistik-formal;
2. Sistem hukum yang dibentuk merupakan sistim
hukum undang-undang (statute law);
3. Menitikberatkan aspek formal dari hukum; dan;
4. Semua yang di luar hukum tertulis dan undang-
undang dianggap bukan hukum (meta-yuridis
atau nir-hukum).
MAKNA SCR FILSAFATI (IDEALIS)
Menurut The Revival of Natural Law
(Kebangkitan Kembali Hukum Alam):
 Positivisme hukum hanya mampu menjelaskan bahan-
bahan yang termasuk hukum (quid iuris?) dalam waktu
dan tempat tertentu, tetapi belum dapat menjelaskan
persoalan pokok yaitu apa makna hukum (quid ius?);
 Positivisme hukum hanya mengkaji aspek formal dari
hukum, sedang substansi hukum (aspek materiil)
benar-benar ditinggalkan;
 Membedakan pengertian hukum dan ‘ide hukum’
(recht idee), sehingga tidak dapat lagi membedakan
hukum yang adil dan yang tidak adil;
MAKNA SCR FILSAFATI (IDEALIS)

Menurut The Revival of Natural Law (Kebangkitan


Kembali Hukum Alam):
 Secara filsafat hukum, dipahami sepenuhnya bahwa hukum
harus ‘correct’ (tepat) dan ‘certain’ (pasti) sebagaimana
tuntutan eksternal serta aspek formal dari hukum. Tetapi,
hukum harus ‘just’ (adil) sebagaimana tuntutan internal dan
aspek substansial (materiil) dari hukum, dimana hukum
dianggap benar-benar sebagai hukum karena sesuai
dengan nilai-nilai atau prinip-prinsip moralitas (keadilan
dan kebenaran);
 Hukum bukan saja ‘richtiges recht’ (hukum yang pasti),
melainkan juga ‘gerechtes recht’ (hukum yang adil). Hal ini
sesuai dengan adagium: ‘ius quia justum’ (hukum karena
adil).
MAKNA SCR FILSAFATI (IDEALIS)

Pokok-pokok pikiran ’The Revival of Natural Law’


adalah sebagai berikut:
 Teori-teori Hukum Alam selalu berprinsip bahwa hukum
merupakan obyek yang ‘dwitunggal’ yaitu harmonisasi
aspek substansial (nilai-nilai keadilan) dan aspek formal
(bentuk tertulisnya: hukum positif/hukum tertulis). Hukum
merupakan perwujudan nilai-nilai dan prinsip-prinsip
keadilan. Hukum bukan saja harus ‘correct’ (tepat) dan
‘certain’ (pasti) untuk mencerminkan aspek formalnya,
tetapi harus ‘just’ (adil) untuk mencerminkan aspek
substansialnya. Kategori etis (substansial) dan yuridis
(formal) merupakan dua momen dari satu realitas
‘hukum’;
MAKNA SCR FILSAFATI (IDEALIS)

Pokok-pokok pikiran ’The Revival of Natural Law’


adalah sebagai berikut:
 Keadilan dan kepastian merupakan 2 (dua) aspek
dari entitas hukum. Hukum merupakan entitas
yang terdiri dari unsur ‘keadilan’ dan ’kepastian’.
Tetapi mengingat bahwa keadilan merupakan
norma etis dan norma kritis bagi hukum, maka
keadilan mempunyai gradasi lebih tinggi
dibandingkan kepastian hukum;
 Tujuan hukum adalah mewujudkan dan mencapai
cita keadilan. Keberadaan kepastian hukum semata-
mata untuk mewujudkan dan mencapai keadilan;
MAKNA SCR FILSAFATI (IDEALIS)
Pokok-pokok pikiran ’The Revival of Natural Law’
adalah sebagai berikut:
 Signifikansi eksistensi nilai-nilai keadilan, teori
Hukum Alam membuat suatu adagium: ”moral
(prinsip-prinsip keadilan dan perikemanusiaan) lebih
tinggi tingkatannya dari hukum positif”;
 Hukum bukan saja hukum positif/tertulis (yang
substansinya harus mencerminkan nilai-nilai
keadilan), tetapi juga hukum tidak tertulis (yang
merupakan perwujudan perasaan hukum atau nilai-
nilai keadilan masyarakat, sebagai hukum yang hidup
dalam masyarakat);
MAKNA SCR FILSAFATI (IDEALIS)
 Pokok-pokok pikiran ’The Revival of Natural Law’
adalah sebagai berikut:
 Hukum pada hakekatnya sarat dengan nilai-nilai keadilan.
Hukum tidak saja berhubungan erat, bahkan merupakan
‘nilai’ itu sendiri. Pembentukan hukum harus mampu
menciptakan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat,
bukan sekedar menciptakan kepastian. Teori Hukum Alam
selalu mempersepsikan bahwa hukum merupakan upaya
etis manusia sebagai eksistensi sekaligus ko-eksistensi
untuk mengatur kehidupan bermasyarakat secara
berkeadilan. Dengan demikian, hukum positif merupakan
realisasi keinsyafan manusia atas prinsip-prinsip keadilan
untuk mengatur kehidupan bersama;
MAKNA SCR FILSAFATI (IDEALIS)

 Pokok-pokok pikiran ’The Revival of Natural Law’ adalah sebagai


berikut:
 Teori Hukum Alam mengajarkan kepada kita bahwa
kepentingan individu (pada saat manusia sebagai pribadi,
sebagai eksistensi) harus dijunjung tinggi dan tidak dapat
diganggugugat. Namun kepentingan individu ini turun
gradasinya, manakala individu yang bersangkutan
meleburkan diri dalam kehidupan bersama (sebagai pribadi
berubah menjadi anggota masyarakat, sebagai eksistensi
berubah menjadi ko-eksistensi). Dalam konteks kehidupan
bersama, kepentingan umum (bersama) mempunyai
derajad lebih tinggi dibandingkan kepentingan individu,
suatu situasi dimana kepentingan individu dibatasi oleh
kepentingan umum (bersama).
ESENSI

Tertulis Tdk Tertulis

ATURAN HUKUM
NORMA
HUKUM
PRINSIP
HUKUM

Keadilan MORALITAS Kebenaran

Anda mungkin juga menyukai