Anda di halaman 1dari 2

Organisasi Semimiliter dan Militer pada Masa Pendudukan Jepang

Beberapa organisasi semimiliter dan militer yang dibentuk Jepang pada masa pendudukannya di Indonesia
sebagai berikut.
1. Seinendan
Seinendan merupakan organisasi semimiliter yang
dibentuk Jepang pada 29 April 1943. Seinendan berada di
bawah pengawasan Naimubu Bunkyoku (Departemen
Urusan Dalam Negeri bagian Pengajaran, Olahraga, dan
Seinendan). Pemuda yang tergabung dalam organisasi ini
berusia 14–22 tahun. Melalui Seinendan, pemuda
Indonesia diharapkan memiliki semangat tinggi untuk
mempertahankan negaranya. Melalui Seinendan, para
pemuda Indonesia diberi pendidikan semimiliter agar
memiliki sikap tegas, disiplin, dan kemampuan bertempur,
baik bertahan maupun menyerang. Akan tetapi, di balik
Anggota Seinendan
gagasan tersebut, pembentukan Seinendan diharapkan Sumber: Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI: Zaman Jepang dan
agar para pemuda Indonesia mendukung pasukan Jepang Zaman Republik, Balai Pustaka, 2009
dalam Perang Asia Timur Raya.
2. Keibodan
Bersamaan dengan pembentukan Seinendan, pemerintah Jepang membentuk Keibodan. Keibodan
langsung berada di bawah binaan Dewan Kepolisian (Keimubu). Organisasi ini ditujukan bagi para pemuda
berusia 26–35 tahun. Dalam kegiatannya, anggota Keibodan identik dengan tugas seorang polisi. Keibodan
bertugas mengamankan desa dan mengatur lalu lintas. Pemerintah Jepang membentuk Keibodan hingga
tingkat desa. Pembentukan Keibodan hingga tingkat desa didasarkan pada anggapan bahwa para pemuda
desa belum terpengaruh pemikiran kaum nasionalis.
Organisasi Keibodan didirikan di seluruh daerah Indonesia. Di Sumatra dikenal dengan Bogodan dan
di Kalimantan disebut dengan Borneo Konan Kokokudan/Sameo Konen Hokokudan. Untuk etnik Tionghoa,
Jepang membentuk Keibodan dengan nama Kakyo Keibotai.
3. Barisan Pelopor
Barisan Pelopor merupakan organisasi yang dibentuk atas rekomendasi Chuo Sangi In. Organisasi
ini dibentuk Jepang pada 1 November 1944. Melalui Barisan Pelopor, Jepang berharap bangsa Indonesia
siap membantu Jepang mempertahankan Indonesia dari serangan pasukan Sekutu. Jepang menempatkan
Barisan Pelopor di bawah Jawa Hokokai dengan tujuan memudahkan kontrol terhadap aktivitasnya.
Barisan Pelopor dipimpin oleh Soekarno yang dibantu oleh R.P. Suroso, Otto Iskandardinata, dan Buntaran
Martoatmodjo.
4. Fujinkai
Fujinkai atau Perkumpulan Wanita merupakan organisasi semimiliter Jepang yang beranggotakan
para wanita. Organisasi ini dibentuk pada Agustus 1943. Pembentukan organisasi ini diprakarsai oleh para
istri pegawai daerah dan diketuai oleh istri-istri kepala daerah tersebut. Fujinkai dipimpin oleh Nyonya
Sunarjo Mangunpuspito.
Tugas utama Fujinkai adalah meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat melalui kegiatan
pendidikan dan kursus-kursus. Fujinkai sering mengadakan kegiatan sosial di kampung-kampung di
perkotaan, seperti penyuluhan­-penyuluhan tentang kesehatan. Saat situasi makin memanas, Fujinkai
dilatih militer sederhana, bahkan pada 1944 dibentuk ”Pasukan Srikandi” guna membantu perang
melawan Sekutu.
5. Gakukotai
Gakukotai dibentuk pada 15 Desember 1944. Gakukotai sering disebut sebagai laskar pelajar. Anggota
Gakukotai terdiri atas para pelajar sekolah lanjutan. Pelatihan dasar militer yang dilakukan Gakukotai
hanya dilakukan sekali dalam seminggu selama dua jam.
6. Heiho
Heiho merupakan organisasi pemuda bentukan Jepang yang bersifat militer. Organisasi ini dibentuk
pada April 1943. Anggota Heiho terdiri atas pemuda berusia 18–25 tahun. Syarat menjadi anggota Heiho,
yaitu berbadan sehat, berkelakuan baik, dan berpendidikan minimal sekolah dasar. Heiho menjadi bagian
Angkatan Darat maupun Angkatan Laut Jepang.
Anggota Heiho mendapat pelatihan kemiliteran secara lengkap. Hal ini karena kedudukan prajurit
Heiho sebagai pengganti prajurit Jepang pada waktu perang. Anggota Heiho bertugas sebagai pemegang
senjata antipesawat, tank, artileri medan, dan pengemudi. Akan tetapi, tidak ada satu pun anggota Heiho
yang menjadi perwira. Pangkat perwira hanya ditujukan untuk prajurit Jepang.
7. Pembela Tanah Air (Peta)
Peta merupakan salah satu organisasi militer bentukan
Jepang pada masa pendudukannya di Indonesia.
Pembentukan organisasi ini bermula dari pemikiran Letjen
Kumakici Harada. Akan tetapi, dalam proses pembentukan­
nya, pihak Jepang mendesain agar seolah-olah Peta
merupakan organisasi yang didirikan atas keinginan
bangsa Indonesia. Strategi ini diterapkan agar bangsa
Indonesia bersedia mendukung pembentukan Peta.
Pihak Jepang kemudian meminta Gatot Mangkupraja
untuk menulis surat permohonan pembentukan Peta
kepada pemerintah pendudukan Jepang. Surat tersebut Tentara Peta sedang latihan menggunakan senjata dan
akhirnya disetujui oleh pemerintah Jepang. Persetujuan baris-berbaris
Sumber: Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI: Zaman Jepang dan
tersebut ditandai dengan diterbitkannya Osamu Seirei Zaman Republik, Balai Pustaka, 2009
Nomor 44 pada 3 Oktober 1943. Dengan dikeluarkannya
peraturan tersebut, pada 3 Oktober 1943 Peta resmi dibentuk. Pembentukan Peta mendapat antusiasme
yang tinggi dari pemuda, terutama para pemuda yang telah mendapatkan pendidikan kemiliteran pada
organisasi-organisasi semimiliter.
Tugas utama pasukan Peta adalah mempertahankan Indonesia dengan sekuat tenaga dari serangan
Sekutu. Struktur jabatan Peta terbagi atas hierarki sebagai berikut.
a. Daidanco (Komandan Batalion) dipilih dari tokoh-tokoh masyarakat yang terkemuka seperti pegawai
pemerintah, pemimpin agama, pamong praja, para politikus, dan penegak hukum.
b. Chudanco (Komandan Kompi) dipilih dari mereka yang bekerja, tetapi belum memiliki jabatan yang
tinggi seperti para guru dan juru tulis.
c. Shodanco (Komandan Peleton) dipilih dari para pelajar sekolah lanjutan pertama dan atas.
d. Budanco (Komanda Regu) dipilih dari para pelajar sekolah dasar.
e. Giyuhei (Prajurit Sukarela) dipilih dari pemuda yang belum pernah bersekolah.
Pembentukan pasukan pembela tanah air juga terjadi di Pulau Sumatra. Di Sumatra bersamaan dengan
pembentukan Peta di Jawa, Jepang membentuk Giyugun (tentara sukarela). Pembentukan Giyugun diatur
oleh markas besar tentara ke-25 di Bukittinggi. Dalam peraturan tersebut, setiap keresidenan bebas
membentuk pusat pelatihan sendiri-sendiri. Hal tersebut mendorong terbentuknya pusat-pusat pelatihan
Giyugun di beberapa kota seperti Aceh dan Palembang.
Para pemuda yang tergabung dalam Peta memiliki semangat nasionalisme tinggi. Pembentukan Peta
yang semula diperuntukkan guna mendukung pasukan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya justru
bermanfaat bagi bangsa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai