Anda di halaman 1dari 11

PERTANYAAN 1

1. Coba anda jelaskan hakikat, fungsi, dan tujuan Pendidikan Kewarganegaran di SD!

JAWABAN PERTANYAAN 1

Hakikat Pendidikan kewarganegaraan

Hakikat atau dasar pendidikan kewarganegaraan ini bersumber dari sebuah Kurikulum
yang lahir sejak tahun 1946 di awal tahun kemerdekaan sampai pada era sekarang ini dan dari
kurikulum itulah muncul nama-nama mata pelajaran.
Mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) dikenal saat Kurikulum SD tahun
1968. Menurut Kurikulum SD tahun 1968 Pendidikan Kewargaan Negara mencangkup sejarah
Indonesia, Geografis, dan Civic yang diartikan sebagai pengetahuan Kewargaan Negara. Dalam
Kurikulum SMP 1968 PKN mencangkup materi sejarah Indonesia dan tata Negara, sedangkan
dalam Kurikulum SMA 1968 PKN lebih banyak berisikan materi UUD 1945.
Ada dua istilah yang perlu dibedakan, yakni Kewargaannegara dan Kewarganegaraan.
Menurut Somantri (1967) Kewargaannegara merupakan terjemahan dari “Civics” yang
merupakan mata pelajaran sosial dengan tujuan untuk membina dan mengembangkan anak didik
agar menjadi warga negara yang baik (good citizen). Warga negara yang baik adalah warga
negara yang tahu, mau dan mampu berbuat baik (Somantri 1970). Sedangkan Kewarganegaraan
digunakan dalam perundangan mengenai status formal warga negara berdasarkan UU No. 2
Tahun 1949.
Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan
Fungsi PKn di Sekolah Dasar adalah sebagai wahana kurikuler pengembangan karakter
warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab. Serta adapun fungsi lainnya
yakni :
A. Membantu generasi muda memperoleh pemahaman cita-cita nasional /tujuan negara.
B. Dapat mengambil keputusan-keputusan yang bertanggung jawab dalam menyelsaikan
masalah pribadi, masyarakat dan negara.
C. Dapat mengapresiasikan cita-cita nasional dan dapat membuat keputusan-keputusan yang
cerdas.
D. Wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia
kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir
dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD NKRI 1945.
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Branson, tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung
jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian, dan nasional.
Tujuan pembelajaran PKn dalam Depdiknas (2006:49) adalah untuk memberikan
kompetensi sebagai berikut:
A. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.
B. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
C. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-
karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
D. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan yang dikemukakan oleh Djahiri (1994/1995:10)


adalah sebagai berikut:
A. Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan
Nasional, yaitu : “Mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuann dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan”.
B. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang
bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang
mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan perseorangan dan golongan
sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah
mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh
rakyat Indonesia.
Sedangkan menurut Sapriya (2001), tujuan pendidikan Kewarganegaraan adalah dengan
partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara
yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia.
Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan
seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan
serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui
pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu
berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat serta
perbaikan masyarakat.
Tujuan umum pelajaran PKn ialah mendidik warga negara agar menjadi warga negara
yang baik, yang dapat dilukiskan dengan “warga negara yang patriotik, toleran, setia terhadap
bangsa dan negara, beragama, demokratis, dan Pancasila sejati”.(Somantri,2001:279).
Sedangkan Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui Pendidikan Kewarganegaraan
siswa diharapkan untuk memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila
sebagai falsafah, dasar ideologi dan pandangan hidup negara RI, menghayati maupun meyakini
tatanan dalam moral, dan mengamalkan suatu sikap perilaku diri dan kehidupannya dengan
penuh keyakinan dan nalar.
Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005:30) bahwa, Tujuan negara
mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga
negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics
inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual yang memiliki rasa bangga
dan tanggung jawab (civics responsibility), dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan
masyarakat. Setelah menelaah pemahaman dari tujuan Pendidikan Kewarganegaraan, maka
dapat di simpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan berorientasi pada penanaman konsep
Kenegaraan dan juga bersifat implementatif dalam kehidupan sehari - hari.
PERTANYAAN 2
2. Berdasarkan Permendiknas yang mengatur tentang pelaksananaan Kurikulum K-13 ruang
lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk pendidikan dasar dan
menengah secara umum meliputi beberapa aspek. Jelaskan dari setiap aspek tersebut !

JAWABAN PERTANYAAN 2
Ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan diatur dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006
tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Ruang Lingkup mata
pelajaran PKn untuk pendidikan dasar dan menengah secara umum meliputi aspek-aspek sebagai
berikut:
a. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan,
kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.
b. Norma, hukum dan peraturan, meliputi tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di
sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum dan
peradilan internasional.
c. Hak Asasi Manusia, meliputi hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota
masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan penghormatan dan
perlindungan HAM.
d. Kebutuhan warga negara, meliputi hidup gotong royong, harga diri sebagai masyarakat,
kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan
bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara.
e. Konstitusi negara, meliputi proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-
konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi.
f. Kekuasaan dan politik, meliputi pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan
otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi
menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi.
g. Pancasila, meliputi, kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses
perumusan pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilainilai pancasila dalam kehidupan
sehari-hari, pancasila sebagai ideologi terbuka.
h. Globalisasi, meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era
globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional danorganisasi internasional, dan
mengevaluasi globalisasi.
Berdasarkan ruang lingkup PKn di atas, diketahui bahwa materi yang ada dalam PKn terdiri
dari diantaranya tentang materi nilai-nilai, norma dan peraturan hukum yang mengatur perilaku
warga negara, sehingga diharapkan peserta didik dapat mengamalkan materi tersebut dalam
kehidupan sehari-hari menjadi karakter pribadi yang melekat pada setiap individu peserta didik.
PERTANYAAN 3
3. Dalam memberikan pendidikan nilai dalam kurikulum sekolah di SD perlu dirumuskan
alasan Konseptual dan alasan Operasional/praktis, yang berkaitan dengan kebutuhan
nyata dalam hidup bermasyarakat. Apa perbedaan dari kedua alasan tersebut !

JAWABAN PERTANYAAN 3
Hubungan interaktif proses pengembangan nilai dan moral dengan proses pendidikan
disekolah harus dilihat dalam paradigma pendidikan nilai secara konseptual dan operasional.
KONSEP-KONSEP “valuees education, moral eductions, education for virtues” yang secara
teoritik oleh Lickona (1992) diperkenalkan sebagai progrm dan proses pendidikan yang
tujuannya selain mengembangkan pikiran, atau menurut Bloom untuk mengembangkan nilai dan
sikap.
Seperti dikutip oleh Lickona(1992) Theodore Rosevelt (mantan presiden USA) dan Bill
Honing memberi landasan pentingnya pendidikan moral di Amerika. Rosevelt mengatakan
bahwa “mendidik orang, hanya tertuju pada pikirannya dan bukan moralnya, sama dengan
mendidik keburukan pada masyarakat”. Sementara itu, Honing mengatakan bahwa “bandul telah
berayun kembali dari ide romantika yang memandang bahwa semua nilai kemasyarakatan adalah
ancaman”.
Pendidikan moral berusaha untuk mengembangkan pola perilaku seseorang sesuai
dengan kehendak masyarakatnya. Kehendak ini berwujud moralitas atau kesusilaan yang berisi
nilai-nilai dan kehidupan yang berada dalam masyarakat. Karena menyangkut dua aspek inilah,
yaitu (a) nilai-nilai, dan (b) kehidupan nyata, maka pendidikan moral lebih banyak membahas
masalah dilema (seperti makan buah simalakama) yang berguna untuk mengambil keputusan
moral yang terbaik bagi diri dan masyarakatnya. (Nurul Zuriah, 2008:19)
Dari ketiga kutipan tersebut memberikan landasan bahwa pendidikan moral itu
sangat penting sebagai salah satu wahana sosiopedagogis dalam menjamin kelangsungan
hidup masyarakat, bangsa dan negara.
Hal itu juga di picu oleh kenyataan meningkatnya permasalahan moral dalam masyarakat.
Kita tidak tahu persis bagaimana nasib keberlangsungan bangsa Indonesia ini. jika dilihat dari
banyaknya fenomena remaja saat ini, kita ketahui bahwa dari pengaruh globalisasi dan
perkembangan teknologi (telematik), remaja saat ini cenderung berbudaya kebarat-baratan dapat
kita ketahui masa depan suatu bangsa terdapat para pemuda atau masyarakat yang umumnya
berusia muda. Jika generasi muda sudah tidak memiliki sebuah moral maka hancurlah suatu
bangsa tersebut. Pada era ini masyarakat kurang memilah atau menyaring budaya mana yang
dapat dipakai sesuai dengan leluhur kebudayaan bangsa Indonesia. Dalam perihal tersebut dari
sebagian contoh umum dalam berkehidupan sehari hari kita ketahui banyak fenomena remaja
yang memiliki budaya hedonisme yang tinggi, pola berpakaian yang semakin minim dan
menurunnya sikap sopan santun terhadap orang lain.
Contohnya dalam kasus #JusticeForAudrey yang sempat diperbincangkan dalam
masyarakat bangsa Indonesia ini. Analisis berita yang beredar, dalam kasus tersebut sudah
memiliki titik terangnya bahwa pelaku perundungan dan korban sama-sama bersalah, hanya
karena sebuah permasalahan yang berkaitan tentang seorang lelaki. Dari hal tersebut kita dapat
mengetahui bahwa degradasi moral telah membuncah pada masyarakan Indonesia. Kita ketahui
dari salah satu contoh kasus tersebut yang dapat dihubungkan dengan permasalahan degradasi
moral yaitu menurunnya pola pikir untuk menyelesaikan masalah tanpa harus adanya kekerasan.
Selain itu kasus moral yang beredar pada pemuda bangsa Indonesia yaitu peserta didik yang
berkelahi dengan seorang pendidik dari hal tersebut dapat kita ketahui juga menurunnya sikap
sopan santun terhadap orang yang lebih tua ataupun menurunnya akhlak pemuda tersebut. Dapat
kita simpulkan dari kedua kasus tersebut bahwa menurunnya sebuah kontrol diri maupun
emosional yang lemah akan menimbulkan kurangnya empati terhadap orang lain atau
menurunnya pola pikir sebelum bertindak.
Berpijak dengan penuh kesadaran pada pemikiran tersebut, sejak dini sekolah
diharapkan mampu mengambil peran yang aktif dalam meracang dan melaksanakan
pendidikan nilai moral yang bersumber pada kebaikan yang demokratis.

PERTANYAAN 4
4. Bagaimana nilai moral berkembang dalam diri individu dan 3 (tiga) tingkat (level)
perkembangan moral menurut Kohlberg ?

JAWABAN PERTANYAAN 4
Perkembangan moral (moral development) adalah mencakup perkembangan pikiran,
perasaan, dan perilaku menurut aturan atau kebiasaan mengenai hal-hal yang seharusnya
dilakukan seseorang ketika berinteraksi sengan orang lain (Hurlock). Perkembangan moral
sangat berpengaruh terhadap lingkungan sehingga pada masa anak-anak ini orangtua dan
lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan moral anak, moral yang positif akan
berdampak baik untuk kedepannya dan begitu sebaliknya jika si anak sejak kecil hanya
menerima moral yang negatif maka si anak akan berkembang tidak sesuai dengan yang
diharapkan oleh orangtuanya. Piaget merumuskan perkembangan kesadaran dan pelaksanaan
aturan sebagai berikut:
Tahapan pada domain kesadaran mengenai aturan:
1. Usia 0-2 Tahun. Pada usia ini aturan dirasakan sebagai hal yang tidak memaksa
2. Usia 2-8 tahun. Pada usia ini aturan di sikapi sebagai hal yang bersifat sacral dan diterima
tanpa pemikiran
3. Usia 8-12 tahun. Pasa usia ini aturan di terima sebagai kesepakatan

Tahapan pada domain pelaksanaan aturan


1. Usia 0-2 Tahun. Pada usia ini aturan dilakukan sebagai hal yang hanya bersifat motoric saja
2. Usia 2-6 tahun. Pada usia ini aturan dilakukan sebagai perilaku yang lebih berorientasi pada
diri sendiri
3. Usia 6-10 tahun. Pasa usia ini aturan di terima sebagai perwujudan dari kesepakatan
4. Usia 10-12 tahun. Pasa usia ini aturan di terima sebagai ketentuan yang sudah dihimpun
Pemikiran-Pemikiran Kohlberg

Teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh Kohlberg menunjukkan bahwa sikap moral
bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan nilai kebudayaan. Tahap-tahap perkembangan moral terjadi dari aktivitas
spontan pada anak-anak.

Kohlberg mengutarakan bahwa konsep moralitas lebih merupakan konsep yang filosofis (etis)
daripada sekedar konsep tingkah laku. Dengan analisa filosofis Kohlberg sampai pada suatu
kesimpulan bahwa struktur esensial moralitas adalah prinsip keadilan (the principle of justice)
dan bahwa inti dari keadilan adalah distribusi hak dan kewajiban yang diatur oleh konsep
“equality” dan “reciprocity”.

Salah satu kritik terhadap teori Kohlberg adalah bahwa teori tersebut terlalu menekankan pada
keadilan dan mengabaikan norma yang lainnya. Konsekuensinya, teori itu tidak akan menilai
secara adekuat orang yang menggunakan aspek moral lainnya dalam bertindak. Berdasarkan hal
ini, argumen yang telah dianalisis oleh Kohlberg dan psikolog rasionalis lainnya dapat dianggap
hanya merupakan rasionalisasi dari keputusan intuitif. Ini berarti bahwa penalaran moral kurang
relevan terhadap tindakan moral dibanding apa yang dikemukakan oleh Kohlberg.

Hasil Pemikiran Kohlberg Tentang Perkembangan Anak

Salah satu hasil pemikiran yang provokatif mengenai perkembangan moral adalah pandangan
Kholberg yang berpendapat bahwa perkembangan moral di dasarkan pada penalaran moral yang
kemudian berkembang dalam enam tahap perkembangan. Keenam tahap perkembangan tersebut
dikelompokkan dalam tiga tingkat perkembangan yaitu: prakonvensional, konvensional dan
pascakonvensional. Tahapan inilah yang kemudian menjadi sebuah teori moral yang
mempengaruhi dunia psikologi dan filsafat moral atau etika.
1. Tingkat Pra-Konvensional.
a. Tahap orientasi hukuman dan kepatuhan.
Pada tahap ini anak dalam hal melakukan suatu tindakan akan memiliki orientasi
atas hukuman yang merupakan konsekuensi atas tindakan itu, serta kepatuhan dari
seseorang dalam hal ini orang yang dituakan atau kepatuhan terhadap hukum.
b. Tahap orientasi relativis-instrumental.
Pada tahap anak tetap menilai sesuatu berdasarkan kemanfaatan, kesenangan, atau
sesuatu yang buruk menjadi keburukan, namun disini si anak sudah mampu belajar
memperhatikan harapan dan kepentingan orang lain.

2. Tingkat Konvensional
a. Tahap penyesuaian dengan kelompok atau orientasi untuk menjadi “anak manis”.
Pada tahap ini, terjadi sebuah proses perkembangan kearas sosialitas dan
moralitas kelompok. Kesadaran dan kepedulian atas kelompok akrab, serta tercipta
sebuah penilaian akan dirinya dihadapan komunitas/kelompok.
b. Tahap orientasi hukum dan ketertiban.
Pada kondisi ini seseorang sudah mulai beranjak pada orientasi hukum legal/peraturan
yang berfungsi untuk menciptakan kondisi yang tertib dan nyaman dalam
kelompok/komunitas.
3. Tingkat Pasca Konvensional
a. Orientasi kontrak-sosial legalistik.
Tahap ini merupakan suatu kondisi dimana penekanan terhadap hak dan kewajiban cukup
ditekankan,sehingga proses demokratisasi terjadi. Pada tahap ini juga muncul sebuah
sikap cinta tanah air dan pemerintahan yang berdaulat.
b. Orientasi prinsip etika universal.
Pada situasi ini dimana orang dalam melakukan tindakan mencoba untuk sesuai dengan
nurani serta prinsip-prinsip moral universal. Adapun syarat atas prinsip moral universal
menurut Kohlberg, yakni: komprehensif, universal, dan konsisten (tidak ada kontradiksi
dalam penerapannya). Sedangkan prinsip universal itu ialah keadilan, prinsip perlakuan
timbal balik (reciprositas), kesamaan, dan penghormatan terhadap martabat manusia.
PERTANYAAN 5
5. Jelaskan hakikat dan karakteristik bidang studi Pendidikan Kewrganegaraan di SD !
JAWABAN PERTANYAAN 5
Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan berdasarkan nilai-nilai
pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestrikan nilai luhur dan moral yang
berakar pada budaya bangsa indonesia yang diharapkan dapat menjadi jati diri yang diwujudkan
dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakiikat Pendidikan Kewarganegaraan
adalah merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari
segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia
yang cerdas, terampil dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila DAN UUD 1945.

Karakteristik Bidng Studi Pendidikan Kewarganegaraan


Melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menuntut lahirnya warga negara dan warga
masyarakat yang Pancasila, beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang
mengetahui dan memahami dengan baik hak-hak dan kewajibannya yang didasari oleh kesadaran
dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, dapat membuat keputusan secara tepat dan cepat,
baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.
karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan dengan paradigma baru, yaitu Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan suatu bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolahdan
diterima sebagai wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi di indonesia yang
dilaksanakan melalui civic intelligence, civic responsbility dan civic partisipation.
kompetensi-kompetensi yang hendak diwujudkan melalui mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan di bagi kedalam 3 kelompok
a. Kompetensi untuk mengetahui pengetahuan kewarganegaraan
 Memahami tujuan pemerintahan dan prinsip-prinsip dasar konstitusi pemerintah
Indonesia
 Mengetahui struktur, fungsi dan tugas pemerintahan daerah dan nasional serta
bagaimana keterlibatan warga negara membnetuk kebijaksanaan publik
 Mengetahui hubungan negara indonesia dengan negara-negara lain beserta masalah-
masalah dunia dan/atau internasional
b. Kompetensi untuk mengetahui keterampilan kewarganegaraan
 Mengambil atau menetapkan keputusan yang tepat melalui proses pemecahan
masalah dan inkuiri
 Mengevaluasi kekuatan dan kelemahan suatu isu tertentu
 Menentukan atau mengambil sikap guna mencapai suatu possi tertentu
 Membela atau mempertahankan posisi dengan mngemukakan argumen yng kritis
logis dan rasional
 Memaparkan suatu informasi yang penting kepada halayak umum
 Membangun koalisi, kompromi, negosiasi dan consensus
c. Kompetensi untuk meguasai karakter kewwarganegaraan
 Memberdayakan dirinya sebagai warga negara yang independen, aktif kritis well-
informed dan bertanggung jawab untuk berpartisipasi secara efektif dan efisien dalam
berbagai aktivitas masyarakat, politik dan pemerintahan pada semua tigkatan (daerah
dan nasional)
 Memahami bagaimana waga negara melaksanakan peranan, hak dan tanggung jawab
personal untuk berpartisipasi dalamkehidupan masyarakat pada semua tingkatan
 Memahami, menghayati dan menerapkan nilai-nilai budi pekerti, demokrasi, hak asai
manusia dan nasionalisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbansa dan bernegara
 Memahami dan menerapkan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam kehidupan
sehari-hari

Anda mungkin juga menyukai