Anda di halaman 1dari 2

Nama : Alisa Deliana

NIM : 1902046001
Mata Kuliah : Politik dan Pemerintahan China
Tugas : Short Paper ke 1

A. Pendahuluan

Reformasi ekonomi di Cina pada 1979 yang dipelopori oleh Deng Xiaoping mencoba untuk
menerapkan liberalisasi perdagangan di Cina, dengan beberapa upaya yang dilakukan diantaranya
desentralisasi kebijakan ekonomi, menerapkan kawasan ekonomi khusus untuk menarik investasi
asing, meningkatkan ekspor, dan mengimpor produk teknologi ke Cina. Terdapat pula pengadaan
insentif harga dan kepemilikan bagi petani yang memungkinkan mereka untuk menjual sebagian
hasil panennya di pasar bebas dan penghapusan kontrol negara terhadap harga produk di pasar
secara bertahap. Reformasi ekonomi 1979 nyatanya memberikan kontribusi besar pada kesuksesan
ekonomi Cina hingga saat ini. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh IMF (2019) dari tahun 1979
hingga 2018, rata-rata PDB tahunan Cina mencapai 9,5%, yang berarti Cina mampu menggandakan
ukuran ekonominya setiap delapan tahun. Uniknya liberalisasi kegiatan ekonomi Cina ini dibawahi
rezim pemerintahan terpusat yang masih berpegang teguh pada ideologi komunisnya. Sehingga
dengan kondisi ekonomi dan politik yang berlangsung di Cina, penulis ingin mencari tahu apa saja
tantangan yang dihadapi Cina dalam menjalankan reformasi ekonominya ini ?

B. Isi

Meskipun reformasi ekonomi sejak 1979 di Cina dinilai berhasil dalam mengangkat perekonomian
Cina melalui kebijakan liberalisasi ekonominya. Namun di dalam negeri peran pemerintah yang
masih besar dalam mengatur perekonomian seringkali menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat
Cina Tantangan pertama datang dari reformasi BUMN di Cina, dimana meskipun jumlah BUMN
telah melesat turun sejak reformasi 1979, namun keberadaannya masih mendominasi sejumlah
sektor strategis di Cina, seperti sektor perminyakan, pertambangan, komunikasi, dan industri lainnya.
Para BUMN ini juga menjadi penyumbang dari 40 persen PDB non pertanian di Cina (Szamosszegi,
Andrew dan Cole, 2011, p. 1). Keberadaan banyak BUMN di sektor strategis ini membuatnya
menguasai pasar saham di Cina, selain itu juga terlindung dari persaingan ekonomi bahkan menjadi
sektor utama pemerintah pusat untuk berinvestasi di luar negeri (Morrison, 2019, p. 25). Hal ini tentu
menjadi tantangan bagi perekonomian Cina sebab dilansir dari CNN Indonesia, menurut Menteri
Keuangan RI Sri Mulyani, dominasi peran BUMN di dalam suatu negara dapat menghambat
masuknya investasi asing, karena lingkungan bisnis menjadi tidak kompetitif. Selain keberadaan
BUMN, tantangan baru muncul ketika pemerintah pusat Cina menggunakan sistem perbankan
dengan meningkatkan kredit untuk membantu memenuhi tujuan pertumbuhan PDB dan
mengimbangi dampak penurunan ekonomi global, seperti krisis keuangan global. Namun pemberian
kredit oleh pemerintah ini justru mendorong peningkatan utangg negara. Berdasarkan data Bank for
International Settlements (2016) akhir tahun 2006 hingga pertengahan 2016, total utangg di sektor
non keuangan Cina meningkat dari 143% menjadi 254%, sebagian besar utangg tersebut berasal
dari sektor korporasi di Cina yang naik dari $3 triliun menjadi $17,8 triliun, angka tersebut bahkan
melampaui tingkat utangg korporasi di AS. Selain peningkatan utangg dari sektor korporasi, sistem
perbankan yang berjalan di Cina saat ini juga berdampak pada peningkatan utangg di pemerintahan
daerah. Pertumbuhan kredit Cina yang terlalu luas ini menjadi isu yang krusial karena dapat merusak
pertumbuhan ekonomi di masa depan dengan meningkatkan utangg negara secara tajam (Morrison,
2019, p. 26). Hal lain yang menjadi tantangan bagi perekonomian Cina adalah permasalahan
kebijakan demografi, pasalnya “kebijakan satu anak” yang dibuat pada 1979 berdampak signifikan
terhadap kehidupan ekonomi Cina saat ini. Berdasarkan laporan Manyika, James et al. (2015, 29),
tingkat kelahiran di Cina menurun dari 5,8 kelahiran per wanita tahun 1964 menjadi 1,6 pada tahun
2012. Fenomena ini mempengaruhi jumlah tenaga kerja Cina. Karena ketika reformasi ekonomi 1979
dimulai, angka angkatan kerja yang besar menjadi faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi Cina.
Besarnya jumlah tenaga kerja menguntukan banyak perusahaan sebab memberikan akses pada
pasokan tenaga kerja berbiaya rendah, yang pada gilirannya mendorong banyak perusahaan untuk
fokus meningkatkan investasi dan produksinya. Menurut pemerintah Cina, pada tahun 2011 jumlah
penduduk usia kerja (usia 16 hingga 59) mencapai puncaknya yakni sebesar 925 juta jiwa, akan
tetapi selama tujuh tahun berturut-turut angak ini menurun menjadi 897 juta pada tahun 2018.
Pemerintah Cina memperhitungkan bahwa populasi usia kerjanya akan turun menjadi 830 juta pada
tahun 2030 dan menjadi 700 juta pada tahun 2050. “Kebijakan satu anak” ini juga mengakibatkan
angka manula yang lebih besar. Menurut Brookings Institute (2012), jumlah manula di Cina telah
mencapai 180 juta jiwa yang dikelompokkan berusia di atas 60 tahun, angka ini akan terus
meningkat hingga 360 juta jiwa pada tahun 2030. Dengan populasi pekerja yang menurun dan
populasi lansia yang meningkat, akan menjadi tantangan yang cukup besar bagi pemerintah Cina
sebab pemerintah perlu mencari cara untuk meningkatkan produktivitas pekerja dan perlu
memperbesar pengeluaran dana bagi pelayanan kesehatan dan pelayanan lanjut usia.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa reformasi ekonomi di Cina yang dimulai pada 1979 memang
memberikan dampak positif khususnya bagi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Cina, akan
tetapi masih terdapat beberapa tantangan yang harus diselesaikan oleh pemerintah Cina yakni di
bidang BUMN dimana perusahaan milik negara masih mendominasi dan diberikan perlakuan khusus
di Cina, kemudian di bidang perbankan, pemerintah Cina harus segera melakukan upaya guna
mengatasi over kredit yang diberikan pemerintah kepada pengusaha demi menekan utang negara
dan yang terakhir tantangan demografi dimana “kebijakan satu anak” yang diterapkan sejak 1979
memberikan dampak pada penurunan angka usia kerja alih-alih memperbesar angka usia lanjut di
Cina, jika dibiarkan hal ini akan merugikan perekonomian Cina.

C. Referensi
Szamosszegi, A dan Cole kyle. (2011) An Analysis of State-Owned Enterprises and State Capitalism
in China. Washington, DC: Capital Trade.

CNNIndonesia. (2019) Sri Mulyani Sebut Dominasi BUMN Bisa Hambat Investasi Asing [daring].
Tersedia di https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190801164848-532-417479/sri-
mulyani-sebut-dominasi-bumn-bisa-hambat-investasi-asing (diakses pada 16 Oktober
2021).
IMF (2019) World Economic Outlook database People’s Republic of China [daring]. Tersedia di
https://www.imf.org/en/Countries/CHN (diakses pada 16 Oktober 2021).
Manyika, James et al. (2015) Global Growth: Can Productivity Save The Day In An Aging World?.
[daring]. Tersedia di
https://www.mckinsey.com/~/media/mckinsey/featured%20insights/employment%20and%
20growth/can%20long%20term%20global%20growth%20be%20saved/mgi_global_growth
_full_report_february_2015pdf.pdf (diakses pada 16 Oktober 2021).
Morrison, M. Wayne. (2019) China’s Economic Rise: History, Trends, Challenges, and Implications
for the United State [daring]. Tersedia di:
https://www.everycrsreport.com/files/20190625_RL33534_088c5467dd11365dd4ab5f7213
3db289fa10030f.pdf (diakses pada 16 Oktober 2021).
Wang, Feng. (2012) Racing Towards the Precipice [daring]. Tersedia di
https://www.brookings.edu/articles/racing-towards-the-precipice/ (diakses pada 16 Oktober
2021).

Anda mungkin juga menyukai