Anda di halaman 1dari 3

PENOKOHAN DAN PERWATAKAN

Fiksi merupakan salah satu bentuk narasi yang mempunyai sifat bercerita; yang diceritakan ad

alah manusia dengan dengan segala kemungkinan tentangnya. Oleh sebab itu ciri utama yang membeda

kan antara narasi (termasuk fiksi) dengan deskripsi adalah aksi atau tindak tanduk atau perilaku. Tanpa

tindak tanduk dan prilaku maka karya tersebut akan berubah menjadi sebuah karya deskripsi, karena se

muanya dipaparkan sebagai sesuatu yang statis dan tidak hidup.

Tokoh dan perwatakan tokoh mestinya merupakan suatu struktur pula. Ia memiliki fisik dan m

ental yang secara bersama-sama membentuk suatu totalitas prilaku yang bersangkutan. Segala tindakan

dan prilaku merupakan jalinan hubungan yang logis, suatu hubungan yang masuk akal, walaupun apa y

ang dikatakan masuk akal itu mempunyai tafsiran yang relatif.

Tokoh cerita biasanya mengembansuatu perwatakan tertentu yang diberi bentuk dan isi oleh p

engarang. Perwatakan (karakteristik) dapat diperoleh dengan memberi gambaran mengenai tindak-tand

uk, ucapan atau sejalan tidaknya antara apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan. Perilaku para t

okoh dapat diukur melalui tindak-tanduk, ucapan, kebiasaan, dan sebagainya. Cara mengungkapkan se

buah peristiwa, melalui percakapan, melalui monolog batin, melalui tanggapan atas pernyataan atau per

buatan dari tokoh-tokoh lain, dan melalui kiasan atau sindiran.

Hanya dengan menyorot ke dalam kesadarannya, baru kita dapat mengenal manusia itu sepenu

hnya. Jadi, kekacauan mengenai nilai dan waktu ini mempunyai pengaruh terhadap penampilan perwat

akan dan tokoh karya fiksi tertentu dewasa ini, sehingga ada yang menyebutkan karya-karya Iwan dan

Putu Wijaya tersebut sebagai karya “anti tokoh”; kalaupun ada tokoh, yang digambarkan adalah perwat

akan yang absurd.

Fiksi absurd hampir mirip surialisme, batas waktu dan tempat sudah dirompak, yang ditampil

kan adalah sesuatu yang menentang logika, sehingga pengarangnya sendiri (Putu Wijaya) menyebutnya

sebagai “dongeng modern”: bunga bisa bicara, orang mati bisa hidup kembali, orang serta-merta bisa b

erubah menjadi binatang atau binatang bisa disulap menjadi manusia.

Setiap pengarang ingin kita memahami atau memahami tokoh atau perwatakan tokoh-tokoh ya

ng ditampilkan. Ada dua macam cara memperkenalkan tokoh dan perwatakan tokoh dalam fiksi.

a. Secara analitik, yaitu pengarang langsung memaparkan tentang watak atau karakter tokoh, pengar

ang menyebutkan bahwa tokoh tersebut keras hati, keras kepala, penyayang, dan sebagainya.
b. Secara dramatis, yaitu penggambaran perwatakan yang tidak diceritakan langsung, tetapi hal itu d

isampaikan melalui: (1) pilihan nama tokoh misalnya nama semacam Sarinem untuk babu; Mince

untuk gadis yang rada-rada genit, Bonar untuk nama tokoh yang garang dan gesit, dan seterusnya;

(2) melalui penggambaran fisik atau postur tubuh, cara berpakaian, tingkah laku terhadap tokoh-t

okoh lain, lingkungannya, dan sebagainya; (3) melalui dialog, baik tokoh yang bersangkutan dala

m interaksinhya dengan tokoh-tokoh lain.

ALUR (PLOT)

Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah i

nterelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi. Dengan de

mikian, alur itu merupakan perpaduan unsur-unsur yang membangun cerita sehingga merupakan keran

gka utama cerita. Dalam pengertian ini, alur merupakan suatu jalur tempat rentetan peristiwa yang mer

upakan rangkain pola tindak-tanduk yang berusaha memecahkan kontlik yang terdapat di dalamnya.

Bagaimana tokoh digambarkan dan berperan dalam peristiwa itu yang semuanya bterkait dala

m suatu kesatuan waktu. Dengan begitu, baik tindakannya sebuah alur ditentukan oleh hal-hal berikut:

(1)apakah tiap peristiwa susul-me-nyusul secara logis dan alamiah, (2) apakah tiap peristiwa sudah cuk

up tergambarkan atau dimatangkan dalam peristiwa sebelumnya, dan (3) apakah oeristiwa yang terjadi

secra kebetulan atau dengan alasan yang masuk akal atau dapat dipahami kehadirannya.

Biasanya alur erat ditemui pada cerita yang memiliki jumlah pelaku yang sedikit, karena den

gan demikian hubungan antar pelaku menjadi lebih sering dan membentuk jaringan lebih rapat.

Pada umunya alur cerita rekaan terdiri dari:

a. Alur buka, yaitu situasi mulai terbentang sebagai suatu kondisi permulaan yang akan dilanjutkan d

engan kondisi berikutnya.

b. Alur tengah, yaitu kondisi mulai bergerak ke arah kondisi yang mulai memuncak.

c. Alur puncak, yaitu kondisi mencapai titik puncak sebagai klimaks peristiwa.

d. Alur tutup, yaitu kondisi memuncak sebelumnya mulai menampakkan pemecahan atau penyesala

n.

Di samping jenis alur seperti di atas yang menekan jenis alur berdasarkan urutan kelompok

kejadian, kita dapat pula membagi alur berdasarkan fungsinya, yaitu (1) alur utama, dan (2) alur

sampingan.
Alur utama adalah alur yang berisi cerita pokok, sedangkan alur sampingan adalah alur yang

merupakan bingkai cerita: segala peristiwa kecil yang melingkari peristiwa-peristiwa pokok yang

membangun cerita. Sering pula alur sampingan ini merupakan cerita yang berada dalam cerita induk.

Unsur alur yang penting adalah konflik dan klimaks. Konflik dalam fiksi terdiri dari: konflik

internal, yaitu pertentangan dua keinginan di dalam diri seorang tokoh; dan konflik eksternal, yaitu

konflik antara satu tokoh dengan tooh lain, atau antara tokoh dengan lingkungannya. Di antara konflik-

konflik kecil yang terdapat dalam alur cerita, terdapat pula satu konflik sentral. Konflik sentral ini dapat

merupakan konflik internal yang kuat, atau konflik eksternal yang kuat, atau berupa gabungan konflik

internal dan konflik eksternal yang sangat besar mempengaruhi tokoh cerita. Konflik sentral ini

umumnya berupa pertentangan antara dua kualitas atau dua kekuatan, misalnya antara kejujuran lawan

kemunafikan, antara kesucian dengan keangkaramurkaan.

Anda mungkin juga menyukai