Anda di halaman 1dari 6

Nama : Ovi Ofita Dela

NPM : 20543012

Program Studi : Pendidkan Biologi

Kelas : 1A

Dosen : Dian Mardiana M.Pmat

Hubungan Ilmu Matematika dengan Ilmu Biologi


Matematika bersal dari kata Yunani “mathein” atau “manthenein”, yang artinya
mempelajari. Selain itu, kata tersebut erat hubungannya dengan kata sansekerta “medha” atau
“widya” yang artinya kepandaian, ketahauan, atau intelegensi.

 Matematika dan Biologi, memakai logika dan analisa serta perhitungan matematis Salah
satu penerapan matematika dalam bidang biologi adalah masalah ekologi. Ekologi
merupakan cabang biologi yang mempelajari populasi-populasi dalam komunitas, salah
satunya yaitu dinamika kompetisi antar dua spesies yang dapat dikaji dengan menggunakan
Hubungan pendekatan matematis.
 Matematika sangat membantu dalam penelitian-penelitian biologi. Matematika diperlukan
sebagai alat untuk menafsirkan hasil penelitian-penelitian tersebut. Misalnya pada
persilangan monohibrid (persilangan dengan atau sifat beda) antara kacang ercis berbunga
merah dengan ercis berbunga putih, maka dengan bantuan matematika akhirnya Mendel
memperoleh kesimpulan bahwa pada keturunan kedua diperoleh hasil perbandingan fenotip
adalah kacang ercis berbunga merah dengan kacang ercis berbunga putih = 3:1. Yang
dimaksud dengan perbandingan fenotip adalah perbandingan sifat yang tampak (dapat
diamati) oleh mata.
 Interaksi antar ilmu matematika dan biologi memberi keuntungan bagi kedua ilmu
ini. Biologi akan menstimulasi temuan-temuan teori baru dalam bidang
matematika. Sebaliknya, matematika akan memberikan manfaat dan jawaban bagi
persoalan-persoalan biologi seperti 3 struktur molekul, fotosintesis, epidemiologi
penyakit menular, dan otak manusia (Cohen, 2004, Friedman, 2010). Bidang ini
kemudian dikenal dengan matematika biologi. Salah satu indikator kemajuan
matematika biologi adalah peningkatan jumlah peneliti aktif dan jumlah publikasi
hasil penelitian di bidang ini. Pada awal abad ke-20, hampir tidak ada peneliti aktif
di bidang matematika biologi. Namun, pada saat ini, jumlah peneliti di bidang
matematika biologi telah mencapai ribuan (Murray, 2012). Jumlah artikel ilmiah
yang dipublikasikan berkaitan dengan epidemiologi mengalami peningkatan dari
sekitar tidak lebih 10 artikel pada tahun 1983 dan menjadi lebih dari 350 artikel
pada tahun 2012 (Mercer, 2013). Peningkatan jumlah peneliti dan artikel ilmiah di
bidang matematika biologi merupakan indikator kemajuan matematika biologi dan
juga merupakan tanda bahwa bidang matematika biologi telah menjadi magnet bagi
peneliti-peneliti potensial untuk mendedikasikan dirinya mengembangkan bidang
ilmu ini. Perkembangan matematika biologi ini tidak terlepas dari dua hal berikut.
Pertama, permasalahan-permasalahan biologi semakin kompleks sehingga
dibutuhkan metode yang mampu memetakan persoalan kompleks tersebut sehingga
menjadi mudah untuk dianalisis dan dipahami. Oleh karena itu, matematika diyakini
merupakan salah satu pendekatan yang tepat. Selain itu, meskipun teori-teori
matematika yang sudah ada dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan tersebut, teori-teori baru dibutuhkan untuk menjawab persoalan biologi
yang semakin kompleks (Friedman, 2010). Kedua, para ilmuwan matematika dan
biologi menyadari akan pentingnya pendekatan interdisiplin dalam pemecahan
masalah-masalah sains yang sedang dipelajari. Oleh karena itu, terjadi pertukaran
ide dan pengetahuan lintas bidang ilmu. Kedua hal tersebut dapat diketahui lewat
sejarah awal kontribusi matematika dalam bidang epidemiologi.
* Jumlah ini diperoleh jika pencarian dilakukan dengan menggunakan kata kunci
Math & Epidem*. Jika menggunakan kata kunci Model* & Epidem* &Infect*, maka
jumlah artikel pada tahun 2012 lebih dari 1600. 4 Pada abad ke-18, terjadi
perdebatan alot di kalangan pemerintahan dan masyarakat mengenai vaksinasi
untuk penyakit cacar. Saat itu, sekitar tiga per empat dari populasi manusia terkena
penyakit cacar, dan sekitar 10% kematian dikarenakan oleh penyakit cacar (Bernoulli
dan Blower, 2004). Pertanyaannya ketika itu adalah apakah mayoritas populasi
harus divaksinasi untuk mengatasi penyakit cacar? Berapa banyak kasus kematian
yang mungkin terjadi apabila individu divaksinasi? Dapatkah model matematika
untuk penyakit cacar digunakan untuk mempengaruhi kebijakan publik? (Bernoulli
dan Blower, 2004). Pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian dijawab oleh seorang
ahli matematika teori, Daniel Bernoulli, lewat hasil analisisnya menggunakan model
matematika. Di depan forum French Academy of Sciences pada tahun 1760,
Bernoulli menyampaikan pidato untuk mempengaruhi kebijakan publik agar
vaksinasi cacar dapat diimplementasikan. Bernoulli menemukan bahwa meskipun
tetap memiliki resiko, vaksinasi mampu menaikkan angka harapan hidup tiga tahun
lebih tinggi dan bahkan mengurangi resiko kematian (Heesterbeek dan Roberts,
2015, Bernoulli dan Blower, 2004). Buktinya, WHO mendeklarasikan penyakit cacar
sudah dapat diberantas dengan pemberlakuan vaksinasi tersebut. Sejak saat itu,
penggunaan matematika dalam epidemiologi terus mengalami kemajuan. Namun
perkembangan pesat di bidang ini baru dimulai saat Ronald Ross, penerima hadiah
Nobel kedua di bidang kedokteran, menggunakan matematika untuk menjelaskan
tentang penularan malaria (Heesterbeek dan Roberts, 2015). Hadirin yang
terhormat, Semenjak penelitian yang dilakukan oleh Ronald Ross, penggunaan
matematika dalam epidemiologi dan teori-teori matematika terkait epidemiologi
terus mengalami kemajuan. Matematika kemudian digunakan untuk menjelaskan
dinamika penyebaran penyakit (Wearing dan Rohani, 2006, Rodríguez-Barraquer
dkk., 2014, Ferguson dkk., 1999, Chowell dkk., 2007, Ndii dkk., 2015), dinamika
pilihan individu dan komunitas terhadap kebijakan kesehatan (Reluga dan Galvani,
2011, Funk dkk., 2010, Juher dkk., 2015), dinamika virus dalam tubuh 5
manusia/host (Johnston dkk., 2014, de Graaf dkk., 2014, Restif dan Graham, 2015),
dan masih banyak lainnya. Selain itu, teori-teori baru matematika dikonstruksi
untuk menjelaskan persoalan biologi (Yang dan Greenhalgh, 2015, Yang, 2014, Toni
dkk., 2009, Bacaër, 2007, Reluga dan Galvani, 2011) Untuk mengilustrasikan peran
matematika dalam epidemiologi, dua contoh topik penelitian akan dipaparkan.
Contoh pertama mengilustrasikan bagaimana matematika digunakan untuk
menjawab masalah di biologi. Contoh kedua mengilustrasikan persoalan di biologi
menstimulasi diformulasikannya teori-teori matematika yang baru. Dinamika
penyebaran demam berdarah dalam populasi merupakan contoh pertama yang akan
dibahas. Demam berdarah merupakan salah satu penyakit yang dibawa oleh nyamuk
dan mudah ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis termasuk di Nusa Tenggara
Timur, dan kurang lebih 400 juta kasus demam berdarah ditemukan setiap tahunnya
(Bhatt dkk., 2013). Virus demam berdarah dapat ditularkan oleh nyamuk ke manusia
setelah melewati periode inkubasi, yaitu periode yang dibutuhkan oleh virus untuk
dapat bereplikasi sebelum ditularkan. Durasi waktu untuk periode inkubasi bervariasi
bergantung pada kondisi lingkungan seperti temperatur, tetapi umumnya
berlangsung selama dua minggu (Chan dan Johansson, 2012, Watts dkk., 1987). Ada
empat varian virus demam berdarah yakni DEN1, DEN2, DEN3, dan DEN4. Jika
seseorang terinfeksi oleh karena salah satu dari keempat varian virus tersebut,
individu tersebut akan mendapatkan kekebalan terhadap varian virus tersebut
selama hidupnya. Artinya, individu tersebut tidak akan pernah terinfeksi lagi demam
berdarah oleh karena varian virus tersebut. Tetapi, apabila orang tersebut terinfeksi
lagi oleh karena varian virus demam berdarah lainnya, maka orang tersebut
berpotensi terkena jenis demam berdarah yang ganas yang dikenal dengan nama
dengue haemmoragic fever (DHF) atau dengue shock sydnrome (DSS), yang dapat
berujung pada kematian bila tidak ditangani secara tepat (WHO, 2012). Ini
diakibatkan oleh suatu efek yang disebut antibody-dependent enhancement (ADE),
dimana level virus pada individu yang terserang demam 6 berdarah untuk kedua
kalinya mencapai 100-1000 kali lebih tinggi daripada level virus pada individu yang
baru pertama kali terserang demam berdarah (Vaughn dkk., 2000). Oleh karena itu,
strategi yang digunakan untuk mengatasi demam berdarah harus benar-benar
efektif melawan keempat varian virus demam berdarah tersebut. Sampai saat ini,
belum ada strategi yang benar-benar efektif melawan keempat varian virus demam
berdarah tersebut secara bersamaan. Penelitian-penelitian dilakukan untuk
mengembangkan vaksin demam berdarah tetapi sampai saat ini, belum ada vaksin
yang secara efektif mampu melawan keempat tipe virus demam berdarah
(Thisyakorn dan Thisyakorn, 2014, Webster dkk., 2009). Oleh karena itu, strategi
pemberantasan demam berdarah adalah dengan pengontrolan populasi nyamuk.
Strategi-strategi konvensional seperti insektisida, manajemen lingkungan semisal
pembersihan tempat-tempat yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk telah
diimplementasikan namun belum sepenuhnya mampu mengurangi jumlah kasus
demam berdarah, terutama dinegara-negara berkembang (Maciel-de-Freitas dkk.,
2014). Oleh karena itu, ilmuwan mengusulkan satu cara terbaru untuk mengontrol
populasi nyamuk dan demam berdarah yakni dengan menggunakan bakteri
Wolbachia (Bian dkk., 2010, Walker dkk., 2011, Frentiu dkk., 2014, Ferguson dkk.,
2015). Ada dua karakteristik utama dari bakteri ini sehingga dapat mengurangi kasus
demam berdarah pada manusia. Pertama, bakteri ini mampu mengurangi level virus
demam berdarah dalam nyamuk. Kedua, bakteri ini mampu mengurangi angka
harapan hidup nyamuk 10% (Tipe Wolbachia WMel) hingga 50% (Tipe Wolbachia
WMelPop), sehingga umur hidup nyamuk dapat lebih pendek atau hampir sama
dengan periode inkubasi. Akibatnya, peluang virus demam berdarah ditularkan
kepada manusia menjadi lebih kecil. Strategi ini hanya akan efektif apabila nyamuk
yang membawa bakteri Wolbachia dapat bertahan hidup dan mampu mendominasi
populasi nyamuk yang tidak membawa bakteri tersebut. Ini dapat dilakukan dengan
melakukan 7 eksperimen-eksperimen di lapangan. Ada dua pertanyaan yang
kemudian menjadi pendorong digunakannya model matematika. Pertanyaan
pertama adalah apakah eksperimen lapangan dapat dilakukan tanpa informasi ilmiah
akurat tentang desain eksperimen dan tingkat keberhasilannya? Jawabannya adalah
tidak. Informasi ilmiah terkait desain eksperimen dan peluang keberhasilan
eksperimen ini di lapangan perlu diketahui sebelum eksperimen dilakukan. Dalam
konteks inilah, matematika digunakan untuk mendapatkan informasi ilmiah sebelum
eksperimen tersebut dilakukan. Model-model matematika diformulasikan untuk
menjelaskan persoalan biologi dan kondisi-kondisi di lapangan yang mungkin saja
terjadi sehingga menggagalkan eksperimen tersebut. Model matematika harus
mempertimbangkan karakteristik dari bakteri, nyamuk, dan lingkungan seperti
temperatur dan kelembaban. Hasil analisis model matematika menunjukkan bahwa
nyamuk yang membawa tipe bakteri Wolbachia WMel dapat bertahan hidup di
lapangan dibandingkan dengan nyamuk pembawa WMelPop (Hancock dkk., 2011,
Walker dkk., 2011). Ndii dkk. juga mengkonfirmasi temuan tersebut dengan
menggunakan model matematik.
Dartar Pustaka
 http://staffnew.uny.ac.id/upload/198804282014042001/pendidikan/
10.%20Hubungan%20Matematika%20dengan%20Ilmu%20Lain.pdf diakses pada 8
Oktober 2020 pada 20 : 30 WIB.
 https://www.google.com/url?q=http://repository.ut.ac.id/4231/1/PEBI4101-
M1.pdf&usg=AFQjCNHv3h3gMoRyOzPGcteiyndCKIF3Bg diakses pada 8 Oktober 2020
pada 21 : 23 WIB.
 https://www.researchgate.net/publication/
303984290_Interaksi_antara_Matematika_dan_Biologi diakses pada 8 Oktober 2020
pada 20 : 21 WIB.

Anda mungkin juga menyukai