Anda di halaman 1dari 7

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Mata Kuliah : Akuntansi Keberlanjutan

Oleh:

I Gede Bagus Krisna Mahardika

2017051020

4A

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

JURUSAN EKONOMI DAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

2022 / 2023
Resume Pembangunan Berkelanjutan

Berdasarkan pada Brunddtland Report dari PBB (1987), Pembangunan berkelanjutan


(sustainable development) adalah proses pembangunan yang memegang teguh prinsip bahwa
pemenuhan kebutuhan sekarang tidak boleh sampai mengorbankan pemenuhan kebutuhan
pada generasi mendatang. Hal ini artinya bahwa pembangunan infrastruktur, pemanfaatan SDA
untuk kebutuhan masyarakat pun harus dilakukan dengan tetap memperhatikan kondisi
lingkungan saat ini, tidak malah merusak kondisi lingkungan demi mencari keuntungan semata.
Maraknya isu global warming, membuat beberapa organisasi pun menyuarakan mengenai
pentingnya pembangunan berkelanjutan. Langkah-langkah strategis yang dapat ditempuh
untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, yaitu:

1. Mengubah penggunaan energi yang semula menggunakan energi tidak terbarukan


(seperti bahan bakar fosil, minyak bumi, batu bara) dengan penggunaan energi
terbarukan/green energy, yaitu pemanfaatan energi-energi dari alam, contohnya
penggunaan energi panas bumi (geothermal energy), sinar matahari (solar energy), air
(hydro energy), dan angin (wind energy).
2. Penerapan konsep reduce-reuse-recycle.
3. Melindungi kelestarian hutan dengan melakukan deforestasi untuk kepentingan
apapun.
4. Mengubah penggunaan plastik sekali pakai dengan penggunaan kantong/tas ramah
lingkungan.

Selain juga karena kondisi bumi yang kian memprihatinkan, sifat manusia yang memiliki
mental frontier cenderung akan berusaha untuk menghilangkan keterbatasan-keterbatasan yang
ada pada diri mereka dan pada akhirnya pun berbuat serakah tanpa memperhatikan etika dalam
pembangunan ekonomi. Berdasarkan pada hal tersebut, petinggi dunia di bawah naungan PBB
pun mengadakan beberapa konfrensi yang membahas isu-isu yang berkaitan dengan
lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.

a. Konfrensi Lingkungan Hidup di Stockholm


Titik awal perhatian dunia terhadap bidang lingkungan hidup dimulai saat
diselengarakannya United Nations Confence on Human Environment (UNCHE) atau
Konfrensi Lingkungan Hidup di Stockholm, Swedia pada tanggal 5 Juni 1972.
Konfrensi ini menghasilkan resolusi monumental, yakni terbentuknya badan khusus di
PBB untuk masalah lingkungan, yaitu United Nations Enviromental Programme
(UNEP) yang bermarkas di Nairobi, Kenya. Namun, ironisnya pasca konfrensi,
permasalahan terkait lingkungan hidup kian meningkat dan semakin diperparah karena
perkembangan industrialisasi.
b. Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro
Pada tanggal 3-14 Juni 1992 diselenggarakan Konferensi Khusus tentang Masalah
Lingkungan dan Pembangunan (United Nations Conference on Environment and
Development (UNCED) atau yang lebih dikenal dengan KTT Bumi (Earth Summit) di
Rio de Janeiro, Brazil. Earth summit ini mengusung slogan “Think globally, act
locally”, yang menjadi populer untuk mengekspresikan keinginan perlakuan yang
ramah terhadap lingkungan. Munculnya KTT Bumi di Rio pada 1992 menegaskan
konsep sustainability development sebagai hal yang mesti diperhatikan, tak hanya oleh
negara, tapi terlebih oleh kalangan korporasi yang kekuatan kapitalnya makin
menggurita. Dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970-an,
yang mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni
economic growth, environmental protection, dan social equity yang digagas World
Commission on Environment and Development (WCED) dalam Brundland Report
(1987).
c. Konfrensi Tingkat Tinggi Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg
Pasca diadakannya KTT Bumi di Rio, kondisi dunia malah kian memburuk.
Kemisikinan semakin merajalela di negara-negara yang sedang berkembang, sementara
tingkat konsumsi negara-negara maju terhadap sumber daya alam yang merusak
lingkungan semakin meningkat. Melihat kondisi tersebut, PBB sebagai representasi
masyarakat dunia memutuskan untuk menyelenggarakan KTT Pembangunan
Berkelanjutan (World Summit on Sustainable Development (WSSD)) yang berlangsung
dari tanggal 26 Agustus – 6 September 2002 di Johannesburg, Afrika Selatan. Pada
pelaksanaan KTT ini mengusung 5 isu utama yang dikenal dengan istiilah WEHAB
(Water, Energy, Health, Air, Biodiversity) yang mana berkaitan dengan upaya
penyediaan air bersih, energi, kesehatan dan sanitasi, pertanian dan keanekaragaman
hayati. Selain masalah WEHAB, Deklarasi Johannesburg juga menggarisbawahi bahwa
pembangunan berkelanjutan mempunyai tiga pilar utama, yaitu aspek ekonomi, sosial
dan lingkungan hidup yang pada prinsipnya pembangunan berkelanjutan adalah
pembangunan ekonomi yang harus berwawasan lingkungan dan sekaligus
mengusahakan pemerataan yang seadil-adilnya.
d. Protokol Kyoto
Pelaksanaan dari Protokol Kyoto berlanjut dengan adanya Bali Road Map. Bali Road
Map sendiri mengnhasilkan beberapa poin penting, yaitu:
1) Dana Adaptasi
2) Transfer Teknologi
3) Reduced Emission from Deforestasi and Degredation
4) Clean Development Mechanism

Keberadaan suatu perusahaan akan selalu membawa pengaruh, baik itu yang positif dan
juga negatif. Keberadaan perusahaan secara positif tentunya akan menciptakan lapangan kerja
baru bagi warga sekitar. Suatu daerah pun akan mengalami pertumbuhan ekonomi karena
berdirinya sebuah perusahaan. Warga sekitar pun berkesempatan menjadi pekerja di
perusahaan tersebut. Namun begitu, di lain sisi keberadaan perusahaan mampu untuk merusak
lingkungan. Limbah bekas operasional pabrik yang dibuang sembarangan untuk menghemat
biaya, menimbulkan pada pencemaran terhadap lingkungan yang berdampak pada masyarakat.
Masyarakat akan mengalami masalah kesehatan dari adanya pencemaran lingkungan yang
dilakukan perusahaan, seperti sesak nafas dan infeksi saluran pernafasan akut akibat minimnya
udara bersih, ketersediaan air bersih kian menipis dan penyakit kulit yang menyerang
masyarakat akibat tercemarnya sungai. Begitu pula dengan flora dan fauna, hutan sebagai
ekosistem dari berbagai keanekaragaman hayati tersebut dirusak akibat kebutuhan lahan
industrialisasi mengakibatkan pada kepunahan flora fauna tersebut. Selain itu, dengan dibabat
habisnya hutan-hutan saat ini akan berpotensi menimbulkan bencana banjir dan tanah longsor.

Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan ini tak hanya dilakukan oleh pemerintah saja,
melainkan juga perlu sinergi dari pihak lain, yaitu perusahaan atau organisasi bisnis. Organisasi
bisnis sebagai suatu entitas yang menghasilkan laba pastinya memiliki dana dan SDM yang
mumpuni untuk bisa berkontribusi secara nyata dalam pembangunan berkelanjutan.
Keberlanjutan dari suatu entitas bisnis tak lepas dari pengaruh lingkungan alam dan juga
sosialnya. Alam yang tercemar dan masyarakat yang menderita akibat keberadaan suatu bisnis
tentunya akan mendapatkan penolakan dari masyarakat sekitar. Sehingga kesuksesan dari suatu
organisasi bisnis tidak bisa dilihat hanya dari aspek keuangannya saja, tetapi juga aspek sosial
dan lingkungan perlu untuk dipertimbangkan.

Konsep triple bottom line dipopulerkan oleh John Elkington pada tahun 1997 melalui buku
“Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth, Century Bustness” yang mana
konsep ini lah, yang menjadi dasar dari pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR).
Konsep ini melandaskan perusahaan untuk berkewajiban dalam memperhatikan kepentingan
konsumen, karyawan, pemegang saham, masyarakat, dan ekologi dalam semua aspek.
Elkington mengembangkan konsep triple bottom line dalam istilah economic prosperity,
enviromental quality, dan social justice. Triple P merupakan tiga aspek yang tidak dapat
dipisahkan, dan merupakan satu kesatuan. Triple P itu sendiri terdiri dari profit, people, dan
planet.

a. Profit
Tujuan utama dari perusahaan adalah untuk memperoleh keuntungan semaksimal
mungkin dengan biaya yang seefisen mungkin. Oleh karena itu, perusahaan akan
melakukan berbagai cara untuk dapat meningkatkan keuntungan yang nantinya
dibagikan pada shareholders. Profit dalam kaitannya dengan triple bottom line ini
adalah bahwasannya profit yang dihasilkan oleh perusahaan tidak terlepas dari
partisipasi dari stakeholders dalam makna luas. Oleh karena itu, apabila perusahaan
mendapatkan profit maka seyogyanya perusahaan membagi keuntungan tersebut
kepada stakeholdersnya dalam berbagai bentuk.
b. People
Masyarakat sekitar perusahaan merupakan salah satu stakeholders penting bagi
sebuah perusahaan, karena dukungan masyarakat sekitar tersebut yang mampu
membuat perusahaan bisa berada, melangsungkan kegiatan operasionalnya, serta
berkembang pesat hingga saat ini. Perusahaan pun mestinya berkomitmen
memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat yang dituangkan dalam
berbagai bentuk kepedulian. Bentuk kepedulian ini tak hanya dalam bentuk uang
saja, melainkan berbagai hal seperti pengembangan kemampuan masyarakat,
penyediaan fasilitas kesehatan dan lainnya. Maraknya CSR dilakukan dalam bentuk
pemberian dana berupa uang kepada masyarakat sebagai kompensasi saat ini
kurang tepat dan dinilai tidak akan cukup bagi masyarakat. Alhasil ukuran
keberhasilan CSR yang dilakukan tidak memberikan dampak signifikan bagi
perusahaan. Maka dari itu, bentuk kepedulian ini haruslah yang bisa memberikan
manfaat jangka panjang bagi masyarakat atau bisa membuat perubahan di dalam
komunitas masyarakat. Dengan adanya kepedulian terhadap lingkungan sosial
maka perusahaan akan terdorong untuk fokus pada corporate image, karena
masyarakat tak ingin melihat perusahaan merugikan karyawan, tak memperhatikan
masalah kesehatan dan keamanan kerja, merusak lingkungan, tak menghormati dan
melayani konsumen dan lain sebagainya. Apabila itu terjadi maka perusahaan
malahan akan mendapatkan resistensi dari masyarakat.
c. Planet
Selain profit dan people, planet merupakan aspek yang sama pentingnya. Tanpa
adanya kepedulian terhadap alam, tentunya pembangunan berkelanjutan tidak akan
berjalan. Lingkungan (Planet) merupakan segala sesuatu yang terkait dengan
seluruh bidang kehidupan manusia. Untuk itu perusahaan perlu bertanggung jawab
atas segala kegiatan operasional yang dilakukan yang berdampak terhadap
lingkungan. Karena pada dasarnya hubungan manusia dengan lingkungan adalah
hubungan kausalitas (sebab-akibat). Bila kita merawat lingkungan, maka
lingkungan akan memberikan manfaat kepada kita, begitupun sebaliknya. Namun
pada kenyataan saat ini, perusahaan menganggap lingkungan sebagai obyek yang
patut dieksplorasi dan dieksploitasi untuk memperoleh keuntungan semata dan
enggan melakukan pelestarian lingkungan. Akibatnya, kedepan lingkungan
masyarakat akan berpotensi terkena bencana alam, seperti banjir, tanah longsor,
pemanasan global dan lainnya. Maka dari itu, perlu bagi kita untuk merubah
pandangan bahwasannya CSR atau kepedulian terhadap lingkungan adalah sebuah
bentuk investasi, yang mana hasil atau keuntungannya diperoleh dalam jangka
waktu yang panjang, yakni saat masa anak cucu kita nanti. Ketiga komponen triple
bottom line ini merupakan komponen yang penting, apabila satu saja dihilangkan
maka menimbulkan ketidakseimbangan, sehingga menimbulkan berbagai dampak
sosial, ekonomi, dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, NWY. 2020. Hand Out Akuntansi Keberlanjutan.

Rahmi, Elita. (2011). Standarisasi Lingkungan (ISO 26000) Sebagai Harmonisasi Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan dan Instrumen Hukum di Indonesia. Jurnal Ilmu Hukum:
INOVATIF, Vol. 4, No. 5, 132-145.

Marnelly, T. Romi. (2012). Corporate Social Responsibility (CSR): Tinjauan Teori dan Praktek
di Indonesia. Jurnal Aplikasi Bisnis, Vol. 2, No. 2, 49-59.

Parinduri, Luthfi, dkk. (2019). Penerapan Corporate Social Responsibility. Buletin Utama
Teknik, Vol 14, No. 3, 210-214.

Anda mungkin juga menyukai