Anda di halaman 1dari 39

KOP

WALIKOTA SEMARANG

Yth. Kepala Perangkat Daerah dilingkup


Pemerintah Kota Semarang
Di -
SEMARANG

SURAT EDARAN
NOMOR B / 3148 / 400 / VI TAHUN 2022
TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN RINCIAN BELANJA RKPD/ RENJA/ KUAPPAS
TAHUN ANGGARAN 2023

1. Latar Belakang
Bahwa dalam rangka efektifitas capaian target RPJMD Kota Semarang Tahun
2021-2026 perlu adanya keselarasan antara output dan belanja pada sub kegiatan
RKPD/Rencana Kerja (Renja)/KUAPPAS Tahun 2023 maka setiap sub kegiatan harus
disertai dengan Rincian Belanja.
Berkaitan hal tersebut maka perlu mengeluarkan Surat Edaran tentang
pedoman penyusunan Rincian Belanja RKPD/Rencana Kerja (RENJA)/Kebijakan
Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA/PPAS) Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Semarang Tahun Anggaran 2023.

2. Maksud dan Tujuan


a. Surat Edaran ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi SKPD dalam penyusunan
Rincian Belanja RKPD/RENJA/KUAPPAS Tahun Anggaran 2023;
b. Surat Edaran ini bertujuan agar dalam penyusunan Rincian Belanja
RKPD/RENJA/KUAPPAS dalam penyusunan rincian belanja dilakukan secara
tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab
dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, manfaat untuk
masyarakat, serta taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Surat Edaran ini meliputi tata cara penyusunan Rincian
Belanja RKPD/RENJA/KUAPPAS Tahun Anggaran 2023.

4. Dasar
a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5041);
c. Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan
Regional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 57);
d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 70 Tahun 2019 tentang Sistem
Informasi Pemerintah Daerah (Berita Negara Repunlik Indonesia Tahun 2019
Nomor 1114);
e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi,
Kodefikasi, Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah
(Berita Negara Repunlik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1447);
f. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2020 Nomor 1781);
g. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kota Semarang (Lembaran
Daerah Kota Semarang Tahun 2016 Nomor 14, Tambahan Lembaran Daerah
Kota Semarang Nomor 114) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Daerah Kota Semarang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kota Semarang (Lembaran
Daerah Kota Semarang Tahun 2021 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah
Kota Semarang Nomor 140);
h. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 6 Tahun 2021 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Mengengah Daerah Kota Semarang Tahun 2021-2026
(Lembaran Daerah Kota Semarang Tahun 2021 Nomor 6, Tambahan Lembaran
Daerah Kota Semarang Nomor 143);
i. Peraturan Walikota Semarang Nomor 29 Tahun 2022 tentang Standar Harga
Satuan di Lingkungan Pemerintah Kota Semarang Tahun Anggaran 2023
(Berita Daerah Kota Semarang Tahun 2022 Nomor 29);
j. Peraturan Walikota Semarang Nomor 31 Tahun 2022 tentang Standarisasi
Harga Satuan Bahan Bangunan, Upah dan Analisa Pekerjaan untuk Kegiatan
Pembangunan Pemerintah Kota Semarang Tahun Anggaran 2023 (Berita
Daerah Kota Semarang Tahun 2022 Nomor 31);
k. Peraturan Walikota Semarang Nomor 30 Tahun 2022 tentang Analisis Standar
Belanja (Berita Daerah Kota Semarang Tahun 2022 Nomor 30);
l. Peraturan Walikota Semarang Nomor 89 Tahun 2018 Tentang Kebijakan
Akuntansi Pemerintah Kota Semarang sebagaimana diubah dengan Peraturan
Walikota Semarang Nomor 84 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Walikota Semarang Nomor 89 Tahun 2018 Tentang Kebijakan
Akuntansi Pemerintah Kota Semarang.

5. Prinsip-Prinsip Penyusunan Rincian Belanja RKPD/RENJA/KUAPPAS Tahun


Anggaran 2023
Untuk memenuhi kaidah-kaidah dalam penyusunan Rincian Belanja
RKPD/RENJA/KUAPPAS dalam Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) pada
Surat Edaran ini, perlu disampaikan hal-hal sebagai berikut :
a. Kepala SKPD agar menyusun Rincian Belanja RKPD/RENJA/KUAPPAS kedalam
Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) dengan berpedoman pada
prinsip-prinsip peningkatan efesiensi, efektifitas, transparan dan akuntabel;
b. Dalam penyusunan Rincian Belanja RKPD/RENJA/KUAPPAS sebagaimana
angka 2 huruf a, mengacu pada Pedoman Teknis Penyusunan Rincian Belanja
RKPD/RENJA/KUAPPAS sebagaimana tercantum dalam lampiran surat ini;
c. Rincian Belanja RKPD/RENJA/KUAPPAS yang telah ditandatangani Kepala
SKPD diserahkan kepada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota
Semarang selaku PPKD;
d. Batas waktu penyampaian Rincian Belanja RKPD/RENJA/KUAPPAS yang telah
ditandatangani Kepala SKPD kepada PPKD sesuai dengan jadwal mekanisme
penyusunan Perencanaan dan Penganggaran APBD 2023;
e. Kode akun belanja, Standar Harga Satuan (SHS), Analisis Standar Belanja
(ASB), Standar Biaya Umum (SBU), dan Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK),
dan Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBMD) Tahun 2023 sebagai
acuan dalam penyusunan Rincian Belanja RKPD/RENJA/KUAPPAS Tahun
Anggaran 2023;
1

Lampiran : Surat Edaran Sekretaris Daerah Kota Semarang


Nomor : B/3148/400/VI/2022
Tanggal : 27 Juni 2022
Perihal : Pedoman Penyusunan Rincian Belanja RKPD/RENJA/KUAPPAS
Tahun Anggaran 2023

I. Teknis Penyusunan Rincian Belanja RKPD/RENJA/KUAPPAS


Penyusunan Rincian Belanja RKPD/RENJA/KUAPPAS, agar memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Rincian Rincian Belanja RKPD/RENJA/KUAPPAS disusun didasarkan pada
Program, Kegiatan, dan Sub Kegiatan serta Pagu Anggaran yang ditetapkan;
2. Program, Kegiatan, dan Sub Kegiatan harus memberikan infomasi yang jelas
dan terukur serta memiliki korelasi langsung dengan keluaran yang
diharapkan dari Program, Kegiatan, dan Sub Kegiatan dimaksud ditinjau dari
aspek indikator, tolok ukur dan target kinerjanya;
3. Sub kegiatan sebagaimana dimaksud angka 2, memperhatikan Anggaran
Responsif Gender (ARG) dengan menggunakan Gender Analysis Pathway
(GAP) dan Gender Budget Statemen (GBS) sebagai dasar dalam penyusunan
Rincian Belanja RKPD/RENJA/KUAPPAS;
4. Untuk program, kegiatan dan sub kegiatan dalam penyusunan Rincian Belanja
dikelompokkan berdasarkan sumber dana (PAD, DAU, DAK, DBHCHT,
Bankeu dan Dana-Dana Transfer Lainnya).
5. Untuk sumber dana yang berasal dari BOS menggunakan akun belanja BOS.
6. Untuk sumber dana yang berasal dari BLUD menggunakan akun belanja BLUD
7. Indikator Kegiatan:
a. Indikator kinerja kegiatan harus sesuai dan dapat menggambarkan
keluaran dan hasil yang akan dicapai dari pelaksanaan kegiatan;
b. indikator Keluaran sejauh mungkin menggunakan ukuran-ukuran
kuantitatip yang menjelaskan kinerja keluaran yang diharapkan dari
pelaksanaan kegiatan;
c. Indikator Kegiatan harus memiliki korelasi terhadap target capaian
kinerja program pada kegiatan;
8. Belanja ATK, Makan dan Minum, dan SPPD tidak boleh melebihi pagu yang
sudah ditentukan TAPD.
2

A. PENDAPATAN DAERAH.
1. Pendapatan Daerah yang dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran 2023
merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dan memiliki kepastian
serta dasar hukum penerimaannya.
2. Pendapatan dan penetapan Target Pajak Daerah dan Retribusi Daerah harus
didasarkan pada data potensi dengan memperhatikan perkiraan
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2022 serta evaluasi target dan realisasi
tahun sebelumnya.
3. Pendapatan yang berasal dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang
Dipisahkan memperhatikan potensi penerimaan Tahun Anggaran 2023
dengan memperhitungkan rasionalitas nilai kekayaan daerah yang
dipisahkan dan memperhatikan perolehan manfaat ekonomi, sosial dan/atau
manfaat lainnya dalam jangka waktu tertentu, dengan berpedoman pada
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2012 tentang Pedoman
Pengelolaan Investasi Daerah.
4. Penganggaran Lain-lain PAD Yang Sah dianggarkan pada akun Pendapatan
Daerah pada Kelompok Pendapatan Asli Daerah dengan jenis Lain-lain PAD
Yang Sah dan diuraikan ke dalam obyek dan rincian obyek sesuai kode
rekening yang berkenaan, terdiri atas:
a. hasil penjualan BMD yang tidak dipisahkan;
b. hasil pemanfaatan BMD yang tidak dipisahkan;
c. hasil kerja sama daerah;
d. jasa giro;
e. hasil pengelolaan dana bergulir;
f. pendapatan bunga;
g. penerimaan atas tuntutan ganti kerugian Keuangan Daerah;
h. penerimaan komisi, potongan, atau bentuk lain sebagai akibat
penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi, dan/atau pengadaan barang
dan jasa termasuk penerimaan atau penerimaan lain sebagai akibat
penyimpanan uang pada bank, penerimaan dari hasil pemanfaatan
barang daerah atau dari kegiatan lainnya merupakan Pendapatan
Daerah;
i. penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata
uang asing;
j. pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;
k. pendapatan denda pajak daerah;
l. pendapatan denda retribusi daerah;
3

m. pendapatan hasil eksekusi atas jaminan;


n. pendapatan dari pengembalian;
o. pendapatan dari BLUD; dan
p. pendapatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan.
5. Pendapatan transfer merupakan pendapatan yang berasal dari entitas
pelaporan lain, seperti pemerintah pusat atau daerah otonom lain dalam
rangka perimbangan keuangan. Transfer dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dalam rangka desentralisasi ini disebut juga dana
perimbangan.
a. Transfer pemerintah pusat
Semua Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat keluar dengan
portal dahulu pada saat daerah sedang menyusun RAPBD. Transfer
pemerintah pusat, terdiri dari :
1) Dana Perimbangan
a)Dana Transfer Umum
(1) DBH
(a) Pendapatan dari DBH-Pajak yang terdiri atas DBH-Pajak
Bumi dan Bangunan (DBH-PBB) selain PBB Perkotaan dan
Perdesaan, dan DBH-Pajak Penghasilan (DBH-PPh) yang
terdiri dari DBH-PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Orang Pribadi
Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh Pasal 21 dianggarkan
paling tinggi sesuai dengan alokasi yang ditetapkan
dalam Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun
Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri Keuangan
mengenai Alokasi DBH-Pajak Tahun Anggaran 2023,
dengan memperhatikan realisasi penerimaan DBH 3
(tiga) tahun terakhir atau informasi resmi mengenai
alokasi DBH-Pajak Tahun Anggaran 2022 yang
dipublikasi. atau informasi resmi mengenai alokasi DBH-
Pajak Tahun Anggaran 2023 yang dipublikasikan melalui
portal Kementerian Keuangan.
Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN
Tahun Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri Keuangan
mengenai Alokasi DBH-Pajak Tahun Anggaran 2023
ditetapkan dan/atau terdapat perubahan setelah
Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023
4

ditetapkan. Pemerintah Daerah harus menyesuaikan


alokasi DBH-Pajak dimaksud pada Peraturan Daerah
tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023 atau
ditampung dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) bagi
Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan
APBD Tahun Anggaran 2023.
(b) Pendapatan dari DBH-Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT)
dianggarkan sesuai dengan alokasi yang ditetapkan
dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Rincian
DBH-CHT menurut provinsi/kabupaten/kota Tahun
Anggaran 2023. Apabila Peraturan Menteri Keuangan
mengenai Rincian DBHCHT menurut
provinsi/kabupaten/kota Tahun Anggaran 2022 belum
ditetapkan, penganggaran pendapatan DBH-CHT
didasarkan pada tren realisasi pendapatan DBH-CHT 3
(tiga) tahun terakhir yaitu Tahun Anggaran 2021, Tahun
Anggaran 2020 dan Tahun Anggaran 2019.
Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan mengenai
Rincian DBHCHT menurut provinsi/kabupaten/kota
Tahun Anggaran 2023 telah ditetapkan dan/atau
terdapat perubahan setelah peraturan daerah tentang
APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, Pemerintah
Daerah harus menyesuaikan alokasi DBH-CHT dimaksud
dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran
2023 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD,
untuk selanjutnya dituangkan dalam peraturan daerah
tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2023 atau
ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang
tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023.
Sisa DBH-CHT di rekening kas umum daerah pemerintah
kabupaten/kota, diprioritaskan untuk dianggarkan
penggunaannya pada Tahun Anggaran 2023 secara
bertahap atau sekaligus.
(c) Pendapatan Dana Bagi Hasil yang bersumber dari Sumber
Daya Alam (DBH-SDA) yang terdiri dari DBH-Kehutanan,
DBH Pertambangan Mineral dan Batubara, DBH-
5

Pertambangan Minyak Bumi, DBH-Pertambangan Gas


Bumi, DBH Pengusahaan Panas Bumi dan DBH-Perikanan,
dianggarkan paling tinggi sesuai dengan alokasi yang
ditetapkan dalam Peraturan Presiden mengenai Rincian
APBN Tahun Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri
Keuangan mengenai Alokasi DBHSDA Tahun Anggaran
2023 dengan memperhatikan realisasi penerimaan DBH 3
(tiga) tahun terakhir yaitu Tahun Anggaran 2021, Tahun
Anggaran 2020 dan Tahun Anggaran 2019.
Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN
Tahun Anggaran 2023 mengenai Alokasi DBH-SDA atau
Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi DBH-SDA
telah ditetapkan dan/atau terdapat perubahan alokasi
DBH-SDA setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun
Anggaran 2023 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus
menyesuaikan alokasi DBH-SDA dimaksud pada peraturan
daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023
atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang
tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023.
Apabila terdapat pendapatan lebih DBH-SDA Tahun
Anggaran 2023 seperti pendapatan kurang salur tahun-
tahun sebelumnya atau selisih pendapatan Tahun
Anggaran 2022, pendapatan lebih tersebut dituangkan
dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun
Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA bagi
Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan
APBD Tahun Anggaran 2023 atau informasi resmi
mengenai alokasi DBH-SDA Tahun Anggaran 2023 yang
dipublikasikan melalui portal Kementerian Keuangan.
(d) Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun
Anggaran 2023 dianggarkan sesuai dengan Peraturan
Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023
atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi
Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun
Anggaran 2023. Apabila Peraturan Presiden mengenai
Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau Peraturan
Menteri Keuangan mengenai Alokasi Dana Tambahan
6

DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2023 belum


ditetapkan, penganggaran Dana Tambahan DBH-Minyak
dan Gas Bumi tersebut didasarkan pada penganggaran
Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun
Anggaran 2022 dengan memperhatikan realisasi Tahun
Anggaran 2021.
Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN
Tahun Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri Keuangan
mengenai Alokasi Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas
Bumi Tahun Anggaran 2023 tersebut ditetapkan setelah
peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023
ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menyesuaikan
Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi dimaksud
dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan
Kepala Daerah tentang penjabaran APBD Tahun
Anggaran 2023 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan
DPRD, untuk selanjutnya dituangkan dalam peraturan
daerah tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2023
atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang
tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023.
Pendapatan DBH-Pajak, DBH-CHT dan DBH-SDA untuk
daerah induk dan daerah otonom baru karena
pemekaran, didasarkan pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) DAU
DAU bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan. Pendapatan DAU
dianggarkan sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai
Rincian APBN Tahun Anggaran 2023. Dalam hal Peraturan
Presiden dimaksud belum ditetapkan, penganggaran
pendapatan DAU didasarkan pada alokasi DAU Tahun
Anggaran 2022.
Apabila Peraturan Presiden ditetapkan setelah peraturan
daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan,
7

Pemerintah Daerah harus menyesuaikan alokasi DAU


dimaksud pada peraturan daerah tentang Perubahan APBD
Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA bagi
Pemerintah Daerah yang tidak melakukan perubahan APBD
Tahun Anggaran 2023.
(3) Dana Transfer Khusus
DAK Fisik dan Non Fisik
Dialokasikan untuk mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
terdiri atas DAK Fisik dan DAK Non Fisik. Pendapatan DAK
dimaksud dianggarkan sesuai dengan Peraturan Presiden
mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau informasi
resmi mengenai alokasi DAK Tahun Anggaran 2023 yang
dipublikasikan melalui portal Kementerian Keuangan.
Dalam hal Rancangan KUA dan Rancangan PPAS disepakati
bersama antara kepala daerah dengan DPRD sebelum
Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran
2023 ditetapkan atau sebelum informasi resmi mengenai
alokasi DAK Tahun Anggaran 2023 dipublikasikan melalui
portal Kementerian Keuangan, penganggaran DAK langsung
dituangkan dalam rancangan peraturan daerah tentang APBD
Tahun Anggaran 2023. Apabila Peraturan Presiden mengenai
rincian APBN Tahun Anggaran 2023 ditetapkan atau
informasi resmi mengenai alokasi DAK Tahun Anggaran 2023
melalui portal Kementerian Keuangan dipublikasikan setelah
peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023
ditetapkan, maka Pemerintah Daerah harus menganggarkan
DAK dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan
Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Tahun
Anggaran 2023 dengan pemberitahuan kepada pimpinan
DPRD, untuk selanjutnya dituangkan dalam peraturan
daerah tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2023 atau
ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak
melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2023.
8

2) Dana Insentif Daerah


Dana Insentif Daerah bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada
Daerah tertentu berdasarkan kriteria tertentu dengan tujuan untuk
memberikan penghargaan atas perbaikan dan/ atau pencapaian
Kinerja tertentu. Penganggaran Dana Insentif Daerah dialokasikan
sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun
Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman
Umum dan Alokasi Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2023.
Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun
Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman
Umum dan Alokasi Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2023
ditetapkan dan/atau terdapat perubahan setelah peraturan daerah
tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan. Pemerintah Daerah
harus menyesuaikan alokasi Dana Insentif Daerah dimaksud dengan
terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan Kepala Daerah
tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2023 dengan
pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD. untuk selanjutnya
dituangkan dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun
Anggaran 2023 atau dituangkan dalam LRA bagi Pemerintah Daerah
yang tidak melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2023.
Dikarenakan pada saat penyusunan KUA ini alokasi pendapatan dari
Dana Insentif Daerah belum diketahui, sehingga target pendapatan
tersebut belum bisa dicantumkan atau informasi resmi mengenai
alokasi DID Tahun Anggaran 2023 yang dipublikasikan melalui portal
Kementerian Keuangan.
b. Transfer antar daerah
1) Pendapatan Bagi Hasil
Pendapatan bagi hasil merupakan dana yang bersumber dari
Pendapatan Daerah Provinsi yang dialokasikan kepada Daerah
Kabupaten/Kota berdasarkan angka persentase tertentu sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang meliputi
Bagi hasil Pajak Kendaraan Bermotor, Bagi Hasil Bea Balik Nama KB,
Bagi Hasil Pajak Bahan Bakar KB, Bagi hasil Pajak Air Permukaan dan
Bagi Hasil Pajak Rokok.
Pendapatan kabupaten/kota yang bersumber dari Bagi Hasil Pajak
Daerah pemerintah provinsi didasarkan pada penganggaran belanja
9

Bagi Hasil Pajak Daerah dalam APBD pemerintah provinsi Tahun


Anggaran 2023.
2) Bantuan Keuangan
Pendapatan daerah yang bersumber dari bantuan keuangan, baik
yang bersifat umum maupun bersifat khusus yang diterima dari
Pemerintah Provinsi Atau Pemerintah Kabupaten/Kota lainnya
dianggarkan dalam APBD penerima bantuan sepanjang sudah
dianggarkan dalam APBD pemberi bantuan.
Apabila pendapatan daerah yang bersumber dari bantuan keuangan
bersifat umum tersebut diterima setelah peraturan daerah tentang
APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan. Maka pemerintah daerah
harus menyesuaikan bantuan keuangan dimaksud pada peraturan
daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023 atau
dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak
melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023.
Apabila pendapatan daerah yang bersumber dari bantuan keuangan
bersifat khusus tersebut diterima setelah peraturan daerah tentang
APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan. maka pemerintah daerah
harus menyesuaikan bantuan keuangan bersifat khusus dimaksud
dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan Walikota
tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2023 dengan
pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya
ditampung dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD Tahun
Anggaran 2023 atau dicantumkan dalam LRA bagi pemerintah
daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran
2023.
Dikarenakan pada saat penyusunan KUA ini alokasi pendapatan dari
bantuan keuangan belum diketahui. Maka pendapatan dari bantuan
keuangan provinsi belum diketahui, karena pendapatan tersebut
belum ditetapkan.
6. Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari Lain-lain Pendapatan
Daerah Yang Sah memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Pendapatan Hibah
mekanisme pencatatan pendapatan dimaksud pada Badan Pendapatan
Daerah, Akun Pendapatan, Kelompok Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang
Sah, Jenis Hibah, Obyek Pendapatan Hibah dari Pemerintah Pusat, Rincian
Obyek Pendapatan Hibah dari Pemerintah Pusat, Sub Rincian Obyek
Pendapatan Hibah dari Pemerintah Pusat.
10

7. Dalam menyusun RKA pendapatan agar dirinci menurut jenis pendapatan,


obyek pendapatan sampai dengan sub rincian pendapatan.

B. PRINSIP-PRINSIP BELANJA DAERAH.


1. Diprioritaskan dalam rangka pelaksanaan Urusan Pemerintahan Konkuren
yang menjadi kewenangan Perangkat Daerah yang terdiri dari Urusan Wajib
Pelayanan Dasar dan Non Pelayanan Dasar, serta Urusan Pilihan, disusun
berdasarkan prestasi kerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dan
input yang direncanakan;
2. Penganggaran Belanja agar memperhatikan pula prinsip kewajaran dan
kepatutan, efisien, efektif, dan bertanggung jawab dalam pencapaian
sasaran / target;
3. Alokasi anggaran belanja yang direncanakan oleh setiap SKPD harus terukur
dan diikuti dengan peningkatan kinerja pelayanan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
yang telah ditetapkan;
4. Tepat dalam Penempatan Kode Rekening Belanja.
5. Berpedoman pada Standar Harga Satuan di Lingkungan Pemerintah Kota
Semarang meliputi:
a. Standar Harga Satuan (SHS);
b. Standar Biaya Umum (SBU);
c. Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK);
d. Analisis Standar Biaya (ASB).
6. Rincian Belanja Yang Tidak Diperkenankan Untuk Dialokasikan yaitu Belanja
Langganan Internet dan pengadaan server kecuali Diskominfo, BPKAD,
Dispendukcapil, dan Bapenda untuk sewa host to host dengan perbankan.
Untuk Bagian Pengadaan Barang dan Jasa (LPBJ) masih diperkenankan
menganggarkan pembayaran langganan co-location.
7. Tidak diperkenankan menganggarkan sub kegiatan yang hanya diuraikan ke
dalam jenis belanja pegawai, objek belanja honorarium, rincian objek
belanja dan sub rincian objek belanja honorarium ASN.
8. Dalam penyusunan Rincian Belanja RKPD/RENJA/KUAPPAS pengadaan
belanja modal harus berpedoman dengan Surat Edaran Walikota Semarang
Perihal Penyusunan RKBMD Tahun 2023.
9. Dalam rangka pengendalian belanja pegawai, batasan besaran belanja
pegawai (maksimal 30% dari APBD) tidak termasuk tunjangan Guru yang
11

berasal dari TKD), dengan masa transisi penyesuaian sampai dengan 5


Tahun, sehingga alokasi belanja pegawai harus dihitung secara cermat.
10. Dalam rangka penguatan belanja infrastruktur diamanatkan besaran
belanja infrastruktur pelayanan publik (minimal 40% dari APBD diluar
transfer ke daerah bawahan dan desa), dengan
11. transisi penyesuaian sampai dengan 5 Tahun, sehingga alokasi pagu
didorong untuk dapat memenuhi prosentase minimal belanja infrastruktur
pelayanan publik.
12. Belanja Operasi
a. Belanja Pegawai
1) Tidak diperkenankan menganggarkan dalam jenis belanja pegawai
untuk tenaga non ASN dikarenakan belanja pegawai hanya
diperuntukan bagi ASN (PNS, CPNS dan PPPK), Kepala Daerah, Wakil
Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota DPRD.
2) Dalam menganggarkan Gaji dan Tunjangan PNS dengan
memperhitungkan pemberian gaji ketiga belas dan gaji Tunjangan
Hari Raya/keempat belas, Acress yang besarnya maksimum 2,5% (dua
koma lima persen) dari jumlah belanja pegawai untuk gaji pokok dan
tunjangan, serta mempertimbangkan penambahan formasi CPNS dan
PPPK;
3) Penganggaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) sesuai arahan
kepala daerah dianggarkan 12 Bulan.
4) Penganggaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) pada sub rincian
objek belanja Tambahan Penghasilan berdasarkan Prestasi Kerja,
dikecualikan Inspektorat dan Bagian Pengadaan Barang dan Jasa
Setda dianggarkan pada Tambahan Penghasilan berdasarkan Kondisi
Kerja.
5) Penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota DPRD serta PNSD
mempedomani Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan Peraturan Presiden
Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana
diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64
Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden
Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan; sedangkan
pengembangan cakupan penyelenggaraan jaminan kesehatan diluar
12

cakupan penyelenggaraan jaminan kesehatan yang disediakan oleh


BPJS, tidak diperkenankan dianggarkan;
6) Penyelenggaraan Jaminan Kecelakaan Kerja Dan Kematian Bagi ASN
(PNS, CPNS, PPPK) dan Non ASN mempedomani Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2019 Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Kecelakaan Kerja Dan Jaminan Kematian;
7) Penganggaran BPJS Kesehatan (4%) dan BPJS Ketenagakerjaan untuk
Jaminan Kecelakaan Kerja (0,24%) dan Jaminan Kematian (0,3%)
yang menjadi beban Pemerintah di anggarkan tersendiri pada
masing-masing SKPD;
8) Penganggaran belanja pegawai antara lain berupa gaji/uang
representasi dan tunjangan, tambahan penghasilan pegawai ASN
(PNS, CPNS, PPPK), Honorarium, belanja penerimaan lainnya
pimpinan dan anggota DPRD serta Kepala Daerah dan wakil Kepala
Daerah, insentif pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah/jasa
layanan lainnya yang diamanatkan dalam peraturan perundang-
undangan.
9) Honorarium yang masuk Belanja Pegawai adalah Honor Pengelola
Keuangan seperti:
- BUD/Kuasa BUD
- KPA
- PPK SKPD
- PPTK
- Bendahara Penerimaan
- Bendahara Pengeluaran
- Bendahara Penerimaan Pembantu
- Bendahara Pengeluaran Pembantu
- Pembantu Bendahara Penerimaan
- Pembantu Bendahara Pengeluaran
- Pembantu Bendahara Penerimaan Pembantu
- Pembantu Bendahara Pengeluaran Pembantu
- Pengelola BMD;
10) Khusus honorarium PA di peruntukan bagi PA yang mengelola
kegiatan pekerjaan Kontruksi dan barang di atas 100 M per paket,
untuk jasa konsultasi dan jasa lainnya diatas 10 M per paket;
13

b. Belanja Barang dan Jasa


1) Kebijakan Honorarium
a) Penganggaran honorarium sebagai imbalan yang diberikan
kepada ASN dan Non ASN berdasarkan penugasan dan
besarannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan termasuk honor tim dan panitia dianggarkan dalam
Belanja Barang dan Jasa.
b) Penganggaran jasa sebagai imbalan yang diberikan kepada ASN
dan Non ASN berdasarkan keahlian/profesi secara spesifik yang
dituangkan dalam perjanjian/penugasan dan besarannya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (termasuk
honor narasumber) dianggarkan dalam Belanja Barang dan
Jasa.
c) Jika di SKPD tidak ada Kuasa pengguna barang, maka SKPD
yang bersangkutan hanya dapat menganggarkan honor
pengurus barang (SKPD tidak boleh menganggarkan honor
pengurus barang tingkat kuasa pengguna barang (pengurus
barang pembantu));
d) Honor TIM dapat diberikan dalam hal memenuhi kriteria
sebagai berikut:
(1) mempunyai keluaran (output) jelas dan terukur;
(2) bersifat koordinatif untuk tim pemerintah daerah:
(a) dengan mengikutsertakan instansi pemerintah di
luar pemerintah daerah yang bersangkutan untuk
tim yang ditandatangani oleh kepala daerah; atau
(b) antar satuan kerja perangkat daerah untuk tim yang
ditandatangani oleh sekretaris daerah.
(3) bersifat temporer dan pelaksanaan kegiatannya perlu
diprioritaskan;
(4) merupakan tugas tambahan atau perangkapan fungsi
bagi yang bersangkutan di luar tugas dan fungsi sehari-
hari;
(5) dilakukan secara selektif, efektif, dan efisien; dan
(6) Menjalankan amanat peraturan perundang-undangan.
e) Honor tidak dapat diberikan atas TIM yang dibentuk selain
Walikota dan Sekretaris Daerah.
14

f) Anggota TIM terdiri dari eselon II maksimal 2 orang, eselon III


maksimal 3 orang, eselon IV, pelaksana dan pejabat fungsional
maksimal 5 orang, batasan jumlah ini hanya berlaku untuk
anggota TIM yang berasal dari ASN dilingkungan Pemerintah
Kota Semarang berdasarkan tabel dibawah ini:
No Jabatan Klasifikasi I
1 Pejabat Eselon I dan Eselon II 2
2 Pejabat Eselon III 3
3 Pejabat Eselon IV, Pelaksana, dan 5
Pejabat Fungsional

g) Pembatasan anggota tim sebagaimana tersebut dalam huruf f)


diatas hanya berlaku bagi anggota tim yang berasal dari ASN di
lingkungan Pemerintah Kota Semarang.
h) Untuk anggota TIM yang disebutkan khusus dalam Standar
Harga Satuan di Lingkungan Pemerintah Kota Semarang seperti
TAPD jumlah anggota TIM dapat melebihi sebagaimana
disebutkan dalam huruf f diatas.
i) Sekretariat tim pelaksana kegiatan hanya dapat dibentuk untuk
menunjang tim pelaksana kegiatan dan yang ditetapkan oleh
sekretaris daerah.
j) Jumlah sekretariat tim pelaksana kegiatan diatur sebagai
berikut:
(1) paling banyak 10 (sepuluh) orang untuk tim pelaksana
kegiatan yang ditetapkan oleh kepala daerah; atau
(2) paling banyak 7 (tujuh) orang untuk tim pelaksana kegiatan
yang ditetapkan oleh sekretaris daerah.
k) Honorarium panitia diberikan kepada aparatur sipil negara
yang diberi tugas oleh pejabat yang berwenang sebagai panitia
atas pelaksanaan kegiatan seminar, rapat kerja, sosialisasi,
diseminasi, workshop, sarasehan, simposium, lokakarya, dan
kegiatan sejenis sepanjang peserta yang menjadi sasaran
utama kegiatan berasal dari luar satuan kerja perangkat
daerah penyelenggara dan/ atau masyarakat.
Dalam hal pelaksanaan kegiatan seminar, rapat kerja,
sosialisasi, diseminasi, workshop, sarasehan, simposium,
lokakarya, dan kegiatan sejenis memerlukan tambahan panitia
15

yang berasal dari non aparatur sipil negara harus dilakukan


secara selektif dengan mempertimbangkan urgensi, dengan
besaran honorarium mengacu pada besaran honorarium untuk
anggota panitia.
Untuk jumlah peserta 40 (empat puluh) orang atau lebih,
jumlah panitia yang dapat diberikan honorarium maksimal 10%
(sepuluh persen) dari jumlah peserta dengan
mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas. Sedangkan untuk
jumlah peserta kurang dari 40 (empat puluh) orang, jumlah
panitia yang dapat diberikan honorarium paling banyak 4
(empat) orang. Pembentukan Panitia tersebut diatas dapat di
tanda tangani oleh Kepala SKPD.
l) Honorarium panitia penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan
pelatihan dapat diberikan kepada panitia penyelenggara
pendidikan dan pelatihan yang melaksanakan fungsi tata usaha
pendidikan dan pelatihan, evaluator, dan fasilitator kunjungan
serta hal lain yang menunjang penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan berjalan dengan baik dengan ketentuan sebagai
berikut:
(1) merupakan tugas tambahan atau perangkapan fungsi bagi
yang bersangkutan;
(2) dilakukan secara selektif dengan mempertimbangkan
urgensinya;
(3) jumlah peserta 40 (empat puluh) orang atau lebih,
jumlah panitia yang dapat diberikan honorarium paling
tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah peserta dengan
mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas
pelaksanaan;
(4) jumlah peserta kurang dari 40 (empat puluh) orang,
jumlah panitia yang dapat diberikan honorarium paling
banyak 4 (empat) orang; dan
(5) jam pelajaran yang digunakan untuk kegiatan
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan adalah 45
(empat puluh lima) menit.
m) Untuk pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tidak
diperkenankan menganggarkan honor bagi pendamping
pengajar.
16

n) Tidak diperkenankan menganggarkan honorarium lembur.


o) Untuk honor TIM dan Sekretariat TIM dianggarkan dalam akun
5.1.02.02.01.0004 Belanja Jasa Tim Pelaksana Kegiatan dan
Sekretariat Tim Pelaksana Kegiatan.
p) Honor Narasumber dan Panitia yang berasal dari dalam
penyelenggara hanya dapat dianggarkan sepanjang pesertanya
sebagian besar dari luar penyelenggara. Besaran honorarium
narasumber mengacu pada SHS, dianggarkan dalam Belanja
Barang dan Jasa dan melekat pada Sub Kegiatan yang
bersangkutan dan diberikan 50% dari nilai standar harga.
1) Honorarium Narasumber atau Pembahas
- Honorarium narasumber atau pembahas diberikan
kepada pejabat negara, pejabat daerah, aparatur sipil
negara, dan pihak lain yang memberikan informasi atau
pengetahuan dalam kegiatan seminar, rapat, sosialisasi,
diseminasi, bimbingan teknis, workshop, sarasehan,
simposium, lokakarya, focus group discussion, dan
kegiatan sejenis (tidak termasuk untuk kegiatan
pendidikan dan pelatihan);
- Honorarium Narasumber dalam Rapat hanya dapat
diberikan dalam rangka rapat pengadaan barang dan
jasa yang bernilai diatas 1 Milyar;
q) Gaji TPHL dan Honor non ASN (Pegawai Kontrak) yang
melalui perikatan dianggarkan pada Sub Kegiatan yang
bersangkutan. Gaji TPHL untuk anggaran 2023 dianggarkan 12
bulan.

2) Perjalanan Dinas
a. perjalanan dinas dilaksanakan dengan memperhatikan beberapa
prinsip antara lain:
1) selektif, yaitu hanya untuk kepentingan yang sangat tinggi
dan prioritas yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pemerintahan daerah;
2) ketersediaan anggaran dan kesesuaian dengan pencapaian
kinerja satuan kerja perangkat daerah;
3) efisiensi penggunaan belanja daerah;
17

4) akuntabilitas pemberian perintah pelaksanaan perjalanan


dinas dan pembebanan Perjalanan dinas; dan
5) Laporan hasil perjalanan dinas.
b. Biaya Perjalanan dinas terdiri dari :
(1) Uang Harian;
(2) Biaya transport ( Keberangkatan dan Kepulangan );
(3) Biaya Penginapan;
(4) Biaya Representasi (Khusus Walikota, Wakil Walikota, Eselon
II dan DPRD);
(5) Biaya Sewa Kendaraan.
(6) Biaya Pemeriksaan Kesehatan Covid 19 (Genose/Rapid
Test/PCR Test/Swap Test) atau pemeriksaan kesehatan
sesuai dengan yang dipersyaratkan.
c. Uang Harian terdiri atas uang makan, uang saku, transport lokal
yang diberikan secara lumpsum sesuai tanggal pelaksanaan
Perjalanan Dinas.
d. Khusus untuk biaya perjalanan dinas ke Luar Negeri hanya dapat
dianggarkan tersentral pada Bagian Kerjasama dan Otonomi
Daerah Sekretariat Daerah.
e. Uang Representasi
Uang representasi diberikan sebagai pengganti atas pengeluaran
tambahan dalam kedudukan sebagai Walikota, Wakil Walikota,
Pimpinan dan Anggota DPRD, dan pejabat eselon II yang setara
dalam rangka perjalanan dinas seperti biaya tips porter, tips
pengemudi, yang diberikan secara lumpsum.
f. Dalam hal belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah mendampingi
DPRD maksimal 3 personil per SKPD (untuk Setda pembatasannya
per Asisten) khusus untuk Setwan maksimal 5 personil.
g. Penyediaan anggaran untuk Perjalanan Dinas yang
mengikutsertakan Tenaga Kontrak Kegiatan diperhitungkan
dalam Belanja Perjalanan Dinas.
h. Untuk kegiatan rapat/pertemuan yang diselenggarakan diluar
kantor dapat dilakukan sehari penuh dan menginap dapat
menggunakan akomodasi paket fullboard dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Untuk pejabat eselon II atau yang disetarakan keatas,
akomodasi 1 (satu) kamar untuk 1 (satu) orang;
18

2) Untuk pejabat eselon III ke bawah, akomodasi 1 (satu) kamar


untuk 2 (dua) orang;
3) Tidak berlaku untuk pelaksanaan kegiatan dengan peserta
kegiatan hanya dari satu SKPD.
i. Untuk fullboard dalam kota hanya diperkenankan apabila
sebagian pesertanya berasal dari luar Pemerintah Kota
Semarang.
j. Untuk fullboard dalam /luar kota dianggarkan pada paket
metting belanja perjalanan dinas dalam daerah/luar daerah
(luar kota).
k. Untuk kegiatan kunker atau konsultasi/ studi komparasi dengan
lokasi diluar Provinsi dalam satu lokus maksimal 3 hari.
l. Perjalanan dinas di dalam kota yang kurang dari 8 (delapan) jam
hanya diberikan uang transport lokal termasuk pemberian uang
transportasi pada masyarakat dalam rangka menghadiri rapat,
seminar, dan sejenisnya.
m. Biaya perjalanan dalam Kota bagi pejabat negara/pegawai
Aparatur Sipil Negara/Anggota POLRI/TNI/Pihak lain diberikan
dengan ketentuan :
(1) Diberikan dalam rangka melaksanakan Tugas / kegiatan /
pekerjaan di luar kantor yang berkaitan dengan pelaksanaan
tugas kantor / instansi yang bersifat insidentil dalam batas
wilayah Kota Semarang (PP);
(2) Tidak dapat diberikan untuk kegiatan rapat dalam komplek
perkantoran yang sama;
(3) Disertai Surat Tugas, dan Laporan Hasil Perjalanan Dinas;
(4) Bagi yang tidak mendapatkan fasilitas kendaraan dinas
jabatan / operasional (Mobil/Roda 4).
n. Bagi PNS pemegang kendaraan dinas roda 2 yang mendapat uang
transport kegiatan, maka pada hari yang sama PNS yang
bersangkutan tidak di berikan BBM untuk kendaraan yang
bersangkutan (berdasarkan Surat Edaran Walikota Nomor
B/2588/900/VI/2021 Perihal SPJ Anggaran Belanja BBM
dengan Perjalanan Dinas).
o. Studi Komparasi
Penganggaran belanja perjalanan dinas dalam negeri dan luar
negeri memperhatikan ketentuan:
19

(1) Penganggaran belanja perjalanan dinas dalam rangka


kunjungan kerja atau studi banding, baik perjalanan dinas
dalam negeri maupun perjalanan dinas luar negeri,
dilakukan secara selektif, frekuensi, jumlah hari dan jumlah
orang dibatasi serta memperhatikan target kinerja dari
perjalanan dinas dimaksud sehingga relevan dengan
substansi kebijakan Pemerintah Daerah. Hasil kunjungan
kerja atau studi banding dilaporkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) ASN, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, pimpinan dan
anggota DPRD dapat melakukan perjalanan keluar negeri.
Perjalanan luar negeri mempedomani ketentuan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2019 tentang Tata
Cara Perjalanan ke Luar Negeri di Lingkungan Kementerian
Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah.

3) Pemeliharaan Sarana dan Inventaris Kantor


a) Satuan Biaya Pemeliharaan Kendaraan Dinas digunakan untuk
mempertahankan kendaraan dinas agar tetap dalam kondisi
normal dan siap pakai sesuai dengan peruntukannya. Satuan
biaya tersebut sudah termasuk biaya bahan bakar minyak, dan
perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
b) Biaya pemeliharaan kendaraan dinas tidak diperuntukan bagi :
(1) Kendaraan yang rusak berat yang memerlukan biaya
pemeliharaan besar dan untuk selanjutnya harus
dihapuskan dari daftar inventaris; dan/atau
(2) Pemeliharaan kendaraan dinas yang bersifat rekondisi
dan/atau overhaul.
(3) Kendaraan operasional dinas yang berusia diatas 10 Tahun
kecuali yang mendapatkan ijin kelayakan operasional dari
Dinas Perhubungan Kota Semarang.
c) Satuan biaya pemeliharaan gedung/bangunan
Untuk perencanaan kebutuhan biaya pemeliharaan rutin
gedung/bangunan di dalam negeri dengan maksud:
(1) Menjaga/mempertahankan gedung dan bangunan kantor di
dalam negeri agar tetap dalam kondisi semula, atau
20

(2) Perbaikan dengan tingkat kerusakan kurang dari atau sama


dengan 2% (dua persen) dari nilai bangunan saat ini, tidak
termasuk untuk pemeliharaan gedung/bangunan di dalam
negeri yang memiliki spesifikasi khusus berdasarkan
ketentuan yang berlaku.
(3) Pemeliharaan Gedung Kantor di Dinas Pendidikan bisa
dianggarkan melalui OM.
d) Biaya pemeliharaan gedung atau bangunan dalam negeri
dialokasikan untuk:
(1) Gedung atau bangunan milik daerah dan/atau
(2) Gedung atau bangunan milik pihak lain yang disewa
dan/atau dipinjam oleh pengguna barang dan dalam
perjanjian diatur tentang adanya kewajiban bagi pengguna
barang untuk melakukan pemeliharaan.
4) Belanja Pengadaan Pakaian Dinas, Pakaian Olahraga, dan Pakaian
hari-hari tertentu ditentukan standar harga dan jenis serta kualitas
yang sama untuk seluruh perangkat daerah dan di sentralkan di
Sekretariat Daerah Kota Semarang Kecuali Pakaian kerja yang
membutuhkan spesifikasi khusus seperti pakaian seragam Damkar,
Dishub, Satpol, BPBD, PSL, PSR, PDH untuk di Setwan, Sekretariat
Daerah, Walikota, Wakil Walikota, Seragam Tim Saber Pungli,
Seragam Pelayanan untuk Distaru, Seragam PKK tingkat Kota,
Dharma Wanita tingkat Kota, Korsik, Tim Yustisi Pendapatan,
Seragam Pengiriman Kontingen Olahraga, Tim Ambulance
Hebat/Seragam Ambulance Siaga, Pakaian Laboratorium, Pakaian
Dinas Lapangan Penyuluh Pertanian, Pakaian seragam untuk
outbond kepala SKPD yang diselenggarakan BKPP dan pakaian olah
raga diklat yang di selenggarakan BKPP, Seragam Peringatan hari-
hari besar/tertentu seperti Hari Jadi Kota Semarang dll, dan
Kegiatan yang diselenggarakan di tingkat Provinsi dan/atau
Nasional, dan Kegiatan Khusus Lainnya.
5) Outbond / capacity building tidak diperbolehkan kecuali atas
pertimbangan TAPD secara selektif dan dilaksanakan oleh BKPP;
6) Pengadaan tenaga kontrak kegiatan / non ASN didasarkan pada
Surat Keputusan Walikota tentang Persetujuan Pengelolaan Pegawai
Kontrak sebagai Penunjang Kegiatan pada SKPD, Perhitungan
21

Penganggaran honor non ASN = jumlah non ASN Tahun 2022 –


(jumlah CPNS + PPPK yang diterima 2022 masing-masing SKPD).
7) Semua program/kegiatan/sub kegiatan yang berkaitan dengan
Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) baik tentang
aplikasi/software (Online dan Offline), Infrastruktur TIK dan SDM
TIK (sosialisasi/bimtek/kursus/diklat) agar dikoordinasikan dengan
Tim Koordinasi SPBE Kota Semarang.
8) SKPD tidak diperkenankan menganggarkan belanja hosting diluar
milik Pemkot Semarang.
9) Domain yang digunakan untuk berbagai web/aplikasi online harus
memakai semarangkota.go.id.
10) SKPD tidak boleh memiliki server / cloud server sendiri kecuali
diperkenankan oleh peraturan yang berlaku (Contoh: Dispenduk).
11) Pembangunan jaringan internet/intranet atau fiber optic (FO)
untuk kepentingan SKPD mendapat rekomendasi dari Tim Koordinasi
SPBE (melalui Diskominfo Kota Semarang).
12) Barang dengan nilai perolehan memenuhi batas minimal kapitalisasi
dan memiliki kriteria sebagai aset tetap akan tetap memiliki
karakteristik sebagai pelengkap (asesoris) atas suatu aset tetap,
barang pecah belah, mudah rusak dan rawan hilang diperlakukan
sebagai persediaan. Untuk belanja barang sebagaimana tersebut
dibawah ini dianggarkan dalam Belanja Barang / Jasa:
No Kelompok/Jenis Barang Contoh Nama Barang
1 Perlengkapan rumah gelas, piring, toples, mangkok,
tangga dan barang pecah sendok, garpu, sepatula, tabung
belah kimia/biologi/fisika, vas bunga,
regulator gas, regulator oksigen,
gambar presiden dan wakil presiden,
lambang garuda, akuarium, kursi
plastik, tanda batas tanah (pathok),
tanda papan pengumuman
(tomprang), tirai, gorden,
vertical/horisontal blind,
karpet/hambal, wallpaper
2 Barang perlengkapan flashdisk, routing wifi/internet,
komputer dan jaringan mouse, pointer, keyboard, baterey
laptop, stabiliser, charger laptop,
modem, hardisk internal, hardisk
eksternal, stop kontak portable, roll
kabel, bohlam lampu/lampu jalan,
lampu lilit/hias.
22

3 Perlengkapan Tidur pada bantal, guling, kasur/kasur lipat/


Rumah Sakit atau Rumah sleeping bag, sprei, selimut, handuk,
Jompo/ Panti Asuhan krey pembatas ruangan, regulator
oksigen, matras plastik/perlak,
matras senam lantai.
4 Rambu lalu lintas papan nama jalan, gasson, traffic
cone, kaca tikung, water barrier
5 Alat kesehatan cold box/thermos vaksin,
infanometer, resusitation for aduit,
doppler, forcep, pulse oxymeteri,
insisi mes, diagnostik set/alat gigi,
bor gigi, tip scaller piezo, tang gigi,
citojeck, gelas supit, tiang infuse,
alat test uric acid, alat test GCT
Accutrend, plastis instrumen,
pemeriksaan gula darah stik,
stetoscop, implant kit, UKS kit,
posyandu kit, kebidanan set, partus
set, para film, tensimeter digital,
termometer manual/digital, thermal
gun/thermo gun, timbangan badan
digital.

13) Atas aset tetap Pemerintah Kota yang dimanfaatkan/digunakan


pihak lain, maka pemeliharaan, perawatan dan biaya operasional
menjadi tanggung jawab pihak pemakai.
14) Pengadaan belanja jasa yang akan diserahkan atau dijual kepada
masyarakat/pihak lain dalam rangka melaksanakan program,
kegiatan dan sub kegiatan Pemerintahan Daerah berdasarkan visi
dan misi Kepala Daerah yang tertuang dalam RPJMD dan dijabarkan
dalam RKPD, dianggarkan dalam jenis belanja barang dan jasa
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
15) Pengadaan belanja jasa yang akan diserahkan kepada
masyarakat/pihak ketiga/pihak lain pada tahun anggaran berkenaan
dimaksud dianggarkan sebesar harga beli yang akan diserahkan
kepada pihak ketiga/pihak lain/masyarakat ditambah seluruh
belanja yang terkait dengan pengadaan jasa sampai siap
diserahkan.
16) Belanja Uang dan/atau jasa untuk Diberikan kepada Pihak
Ketiga/Pihak Lain/Masyarakat digunakan untuk menganggarkan
Uang dan/atau Jasa untuk Diberikan Kepada Pihak Ketiga/Pihak
Lain/Masyarakat memperhatikan asas kepatutan, kewajaran,
23

rasionalitas dan efektifitas dalam pencapaian sasaran program,


kegiatan dan sub kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan waktu
pelaksanaan sub kegiatan dalam rangka mencapai target kinerja sub
kegiatan dimaksud. Belanja barang dan jasa berupa pemberian
Uang yang diberikan kepada masyarakat/pihak lain diberikan dalam
bentuk:
a) pemberian hadiah yang bersifat perlombaan;
b) penghargaan atas suatu prestasi;
c) pemberian beasiswa kepada masyarakat;
d) penanganan dampak sosial kemasyarakatan akibat
penggunaan tanah milik Pemerintah Daerah untuk
pelaksanaan pembangunan proyek strategis nasional dan non
proyek strategis nasional sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
e) Bantuan fasilitasi premi asuransi pertanian dan perikanan;
dan/atau
f) Belanja barang dan jasa berupa pemberian uang lainnya
yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
17) Untuk penganggaran Sub Kegiatan dibawah ini berpedoman pada
Peraturan Walikota Semarang Nomor 30 Tahun 2022 tentang Analisis
Standar Belanja Sebagai berikut:
a) Evaluasi Kinerja Perangkat Daerah
b) Koordinasi dan Penyusunan Dokumen DPA-SKPD
c) Koordinasi dan Penyusunan Dokumen DPA-SKPD Perubahan
d) Koordinasi dan Penyusunan Dokumen RKA-SKPD
e) Koordinasi dan Penyusunan Dokumen RKA-SKPD Perubahan
f) Koordinasi dan Penyusunan Laporan Capaian Kinerja dan
Ikhtisar Realisasi SKPD
g) Koordinasi dan Penyusunan Laporan Keuangan AKhir Tahun
h) Koordinasi dan Penyusunan Laporan Keuangan
Bulanan/Triwulanan/Semesteran SKPD
i) Penyusunan Dokumen Perencanaan Perangkat Daerah
j) Penyusunan Pelaporan dan Analisis Prognosis Realisasi
Anggaran
k) Sosialisasi Peraturan Perundang-Undangan
l) Bimbingan Teknis Implementasi Peraturan Perundang-
Undangan
24

m) Fasilitasi Kunjungan Tamu


n) Penyelenggaraan Rapat Kordinasi dan Konsultasi
o) Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan
p) Fasilitasi Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat
Keterangan:
Penganggaran dalam sub kegiatan yang di ASB kan ini,
a. Jika dibutuhkan uang transport dalam rangka
konsultansi/asistensi maka dapat ditambahkan uang transport
(khususnya SKPD diluar lingkungan gedung Balaikota dan
Gedung Pandanaran).
b. Tidak diperkenankan untuk menambah belanja selain dihuruf a
tersebut.

c. Belanja Hibah.
1) Belanja hibah diberikan kepada pemerintah pusat, pemerintah
daerah lainnya, badan usaha milik negara, BUMD, dan/atau badan
dan lembaga, serta organisai kemasyarakatan yang berbadan
hukum, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya,
besifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus
menerus setiap tahun anggaran, kecuali ditentukan lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Penganggaran belanja hibah dianggarkan pada SKPD terkait dan
dirinci menurut objek, rincian objek, dan sub rincian objek pada
program, kegiatan, dan sub kegiatan sesuai dengan tugas dan
fungsi perangkat daerah terkait. Untuk belanja hibah yang bukan
merupakan urusan dan kewenangan pemerintah daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan
untuk menunjang pencapaian sasaran program, kegiatan dan sub
kegiatan pemerintah daerah, dianggarkan pada perangkat daerah
yang melaksanakan urusan pemerintahan umum sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Belanja hibah memenuhi kriteria paling sedikit :
a) Peruntukan secara spesifik telah ditetapkan;
b) Bersifat tidak wajib, tidak mengikat;
c) Tidak terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali :
(1) Kepada pemerintah pusat dalam rangka mendukung
penyelenggaraan pemerintahan daerah sepanjang tidak
25

tumpang tindih penggunaanya dengan APBN sesuai


dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
(2) Badan dan lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah
atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
(3) Partai politik dan/atau;
(4) Ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan
4) Pemberian hibah didasarkan atas usulan tertulis yang disampaikan
kepada Walikota Semarang.

d. Belanja Bantuan Sosial


1) Belanja bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian
bantuan berupa uang dan/atau barang kepada individu, keluarga,
kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus
menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari
kemungkinan terjadinya resiko sosial, kecuali dalam keadaan
tertentu dapat berkelanjutan.
2) Keadaan tertentu dapat berkelanjutan diartikan bahwa bantuan
sosial dapat diberikan setiap tahun anggaran sampai penerima
bantuan telah lepas dari resiko sosial.
3) Bantuan sosial berupa uang adalah uang yang diberikan secara
langsung kepada penerima seperti beasiswa bagi anak miskin,
yayasan pengelola yatim piatu, nelayan miskin, masyarakat lanjut
usia, terlantar, cacat berat, dan tunjangan kesehatan putra putri
pahlawan yang tidak mampu.
4) Bantuan sosial berupa barang adalah barang yang diberikan secara
langsung kepada penerima bantuan kendaraan operasional untuk
sekolah luar biasa swasta dan masyarakat tidak mampu, bantuan
perahu untuk nelayan miskin, bantuan makanan/pakaian kepada
yatim piatu/tuna sosial, ternak bagi kelompok kurang mampu, dan
penyandang disabilitas.
5) Bantuan sosial berupa uang kepada individu, keluarga, kelompok,
dan/atau masyarakat terdiri atas bantuan sosial yang direncanakan
dan yang tidak dapat direncanakan.
6) Penganggaran bantuan sosial yang direncanakan dianggarkan pada
SKPD terkait dan dirinci menurut objek, rincian objek, dan sub
26

rincian objek pada program, kegiatan, dan sub kegiatan sesuai


dengan tugas dan fungsi perangkat daerah terkait.
7) Penganggaran bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan
sebelumnya dianggarkan dalam Belanja Tidak Terduga.

13. Belanja Modal


a. Belanja modal digunakan untuk menganggarkan pengeluaran yang
dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap dan aset lainnya.
b. Tidak diperkenankan menganggarkan belanja modal diatas aset
yang bukan milik Pemerintah Kota Semarang.
c. Belanja Modal Barang Alat Kerja berupa pengadaan meubeulair,
komputer serta laptop dilakukan secara selektif didasarkan pada
Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBMD) dan disentralkan
di Sekretariat pada masing-masing SKPD.
d. Nilai aset tetap yang dianggarkan dalam belanja modal tersebut
adalah sebesar harga beli atau bangun aset ditambah seluruh
belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai
aset siap digunakan, sesuai dengan yang dimaksud dalam Pasal 64
ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah dan Lampiran I Pernyataan Standar
Akuntasi Pemerintahan (PSAP) 01 dan PSAP 07, Peraturan
Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Estándar Akuntansi
Pemerintahan serta Buletin Teknis Estándar Akuntansi
Pemerintahan Nomor 17 tentang Akuntansi Aset Tak Berwujud
Berbasis Akrual.
e. Pengadaan aset tetap memenuhi kriteria :
1) Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
2) Merupakan obyek pemeliharaan atau barang tersebut
memerlukan biaya atau ongkos untuk dipelihara;
3) Biaya perolehan aset dapat diukur secara handal;
4) Perolehan barang tersebut untuk digunakan dan dimaksudkan
untuk digunakan serta tidak untuk dijual/ dihibahkan/
disumbangkan/ diserahkan kepada pihak ketiga;
5) Memenuhi batas minimal kabitalisasi aset yang diatur dalam
peraturan Walikota Semarang tentang kebijakan akutansi
Pemerintah Kota Semarang.
27

f. Batas minimal kapitalisasi aset sebagaimana huruf e angka (3) untuk


pembelian barang tahun berkenaan (perolehan baru) sesuai dengan
Peraturan Walikota Semarang Nomor 84 Tahun 2020 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Walikota Semarang Nomor 89
Tahun 2018 Tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Kota
Semarang adalah sebagai berikut:
Table 1.1
Jumlah Harga
No. Uraian Lusin/Set/
Satuan (Rp)
1 Tanah 1
2 Peralatan dan Mesin, terdiri atas:
2.1 Alat-alat Berat 300.000
2.2 Alat-alat Angkutan: 300.000
2.3 Alat-alat Bengkel dan Alat Ukur 300.000
2.4 Alat-alat Pertanian/Peternakan 300.000
2.5 Alat-alat Kantor dan Rumah Tangga 300.000
- Alat-alat Kantor 300.000
- Alat-alat Rumah Tangga 300.000
2.6 Alat Studio dan Alat Komunikasi 300.000
2.7 Alat-alat Kedokteran 300.000
2.8 Alat-alat Laboratorium 300.000
2.9 Alat Keamanan 300.000
3 Gedung dan Bangunan, yang terdiri
atas:
3.1 Bangunan Gedung 50.000.000
3.2 Bangunan Monumen 50.000.000
4 Jalan, Irigasi dan Jaringan, yg terdiri
atas:
4.1 Jalan dan Jembatan 10.000.000
4.2 Bangunan Air/Irigasi 10.000.000
4.3 Instalasi 1.000.000
4.4 Jaringan 1.000.000
5 Aset Tetap Lainnya, yang terdiri atas: Tidak dibatasi
5.1 Buku dan Perpustakaan Tidak dibatasi
5.2 Barang Bercorak Tidak dibatasi
Kesenian/Kebudayaan
5.3 Hewan/Ternak dan Tumbuhan Tidak dibatasi

5.4 Biota Perairan Tidak dibatasi


5.5 Tanaman Tidak dibatasi
5.6 Barang Koleksi Non Budaya Tidak dibatasi
5.7 Aset tetap renovasi Tidak dibatasi
6 Konstruksi Dalam Pengerjaan Tidak dibatasi

g. Dalam hal tidak memenuhi kriteria batas minimal kapitalisasi aset


tetap dianggarkan dalam belanja barang dan jasa.
h. Selain kriteria sebagaimana dimaksud, juga memuat kriteria lainnya
yaitu: berwujud, biaya perolehan aset tetap dapat diukur secara
28

andal, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal


entitas, dan diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk
digunakan.
i. Belanja modal dirinci menurut jenis belanja yang terdiri atas:
(1) belanja modal tanah;
(2) belanja modal peralatan dan mesin;
(3) belanja modal bangunan dan gedung;
(4) belanja modal jalan, jaringan, dan irigasi;
(5) belanja modal aset tetap lainnya;
(6) belanja aset lainnya.
j. Suatu pengeluaran belanja pemeliharaan akan diberlakukan sebagai
belanja Modal, jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
(1) Manfaat ekonomi atas barang/aset tetap yang dipelihara
(2) Bertambah ekonomis/efisien dan/atau
(3) Bertambah umur ekonomis dan/atau
(4) Bertambah volume dan/atau
(5) Bertambah kapasitas produktifitas
(6) Memenuhi batas minimal kapitalisasi aset
k. Batas Minimal Kapitalisasi Pemeliharaan (pengeluaran setelah
perolehan) sebagaimana tersebut huruf j angka (6) diatas sesuai
dengan Peraturan Walikota Semarang Nomor 84 Tahun 2020 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Walikota Semarang Nomor 89
Tahun 2018 Tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Kota
Semarang adalah sebagai berikut:
Tabel 1.2
Jumlah Harga
No. Uraian Lusin/Set/Satuan
(Rp)
1 Tanah 1
2 Peralatan dan Mesin, terdiri atas:
2.1 Alat-alat Berat 300.000
2.2 Alat-alat Angkutan 300.000
2.3 Alat-alat Bengkel dan Alat Ukur 300.000
2.4 Alat-alat Pertanian/Peternakan 300.000
2.5 Alat-alat Kantor dan Rumah Tangga 300.000
- Alat-alat Kantor 300.000
- Alat-alat Rumah Tangga 300.000
2.6 Alat Studio dan Alat Komunikasi 300.000
2.7 Alat-alat Kedokteran 300.000
2.8 Alat-alat Laboratorium 300.000
2.9 Alat Keamanan 300.000
3 Gedung dan Bangunan, yang terdiri
29

Jumlah Harga
No. Uraian Lusin/Set/Satuan
(Rp)
atas:
3.1 Bangunan Gedung 50.000.000
3.2 Bangunan Monumen 50.000.000
4 Jalan, Irigasi dan Jaringan, yg terdiri
atas:
4.1 Jalan dan Jembatan 10.000.000
4.2 Bangunan Air/Irigasi 10.000.000
4.3 Instalasi 1.000.000
4.4 Jaringan 1.000.000
5 Aset Tetap Lainnya, yang terdiri atas: Tidak dibatasi
5.1 Buku dan Perpustakaan Tidak dibatasi
5.2 Barang Bercorak Kesenian/ Tidak dibatasi
Kebudayaan/Olahraga
5.3 Hewan/Ternak dan Tumbuhan Tidak dibatasi
5.4 Biota Perairan Tidak dibatasi
5.5 Tanaman Tidak dibatasi
5.6 Barang Koleksi Non Budaya Tidak dibatasi
5.7 Aset tetap renovasi Tidak dibatasi
6 Konstruksi Dalam Pengerjaan Tidak dibatasi

l. Penganggaran belanja pemeliharaan dapat dilakukan sebagai


berikut:
(1) Atas aset yang tercatat sebagai aset Pemerintah Kota Semarang;
(2) Atas aset yang dipinjam Pemerintah Kota Semarang dari pihak
lain yang dalam perjanjian pinjam pakainya memuat kewajiban
bagi Pemerintah Kota Semarang untuk melakukan pemeliharaan
atas aset yang menjadi obyek pinjam pakai tersebut;
m. Penganggaran pengadaan tanah untuk kepentingan umum sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
n. Dalam rangka efisiensi dan efektifitas, Pengadaan Tanah untuk
Kepentingan Umum yang luasnya tidak lebih dari 5 (lima) hektar,
dapat dilakukan:
(1) secara langsung oleh Pemerintah Kota Semarang dengan pihak
yang berhak atas tanah yang bersangkutan, dengan cara jual
beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati; atau
(2) dengan menggunakan tahapan pengadaan tanah.
(3) penetapan lokasi untuk tahapan diterbitkan oleh Walikota
dengan mempedomani Pasal 126 Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
30

o. Penganggaran pengadaan barang milik daerah dilakukan sesuai


dengan kemampuan keuangan dan kebutuhan daerah berdasarkan
prinsip efisiensi, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil,
dan akuntabel dengan mengutamakan produk dalam negeri.
p. Pemeliharaan atas aset yang dibangun oleh Pemerintah Pusat yang
diperuntukkan untuk diserahkan Pemerintah Kota Semarang
(khususnya dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat) dapat dilakukan pemeliharaan setelah dilakukan serah
terima melalui berita acara serah terima operasional.
q. Belanja Modal non konstruksi yang bersumber dari APBD harus
dianggarkan di Sekretariat Badan/Kantor/Dinas/Kecamatan kecuali
Belanja Jasa Konsultansi.
r. Untuk Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa (diluar konsultan)
pada kegiatan pembangunan yang bersifat fisik diatur sebagai
berikut:
1) Untuk kegiatan dengan nilai sampai dengan Rp.200.000.000
setinggi-tingginya 5%;
2) Untuk kegiatan dengan nilai lebih dari Rp. 200.000.000 sampai
dengan Rp. 1.000.000.000 setinggi-tingginya 3%;
3) Untuk kegiatan dengan nilai lebih dari Rp. 1.000.000.000
sampai dengan Rp. 5.000.000.000 setinggi-tingginya Rp.
100.000.000;
4) Untuk kegiatan nilai lebih dari Rp. 5.000.000.000 sampai
dengan Rp. 10.000.000.000 setinggi-tingginya Rp. 150.000.000;
5) Untuk kegiatan dengan nilai lebih dari Rp. 10.000.000.000
setinggi-tingginya Rp. 200.000.000.
s. Belanja Pengadaan Kendaraan Dinas (Kendaraan Operasional)
dilakukan secara selektif dengan persetujuan dari Ketua TAPD /
Walikota, dipusatkan di Sekretariat Daerah kecuali Sekretariat
DPRD, dan Inspektorat sedangkan untuk kendaraan yang bersifat
khusus dapat dilaksanakan oleh SKPD terkait.
t. Tidak diperbolehkan adanya pergeseran Belanja Modal sampai
dengan uraian dalam sub rincian objek melalui perubahan
Perkada/Pergeseran Anggaran, hal ini akan mengakibatkan
perubahan output dan target kinerja termasuk RKBMD yang sudah
direncanakan pada tahapan dokumen perencanaan, yang mana
31

dokumen tersebut sudah masuk pada substansi pembahasan Dewan


(melalui pembahasan RKA SKPD) dan mendapat persetujuan DPRD.
u. Perubahan pada belanja modal hanya diperkenankan pada saat
pembahasan APBD Murni dan Perubahan APBD.

14. Belanja Transfer


a. Belanja transfer merupakan pengeluaran uang dar Pemerintah Daerah
kepada Pemerintah Daerah lainnya dan/atau dari Pemerintah Daerah
kepada pemerintah desa.Belanja transfer dianggarkan pada SKPD selaku
SKPKD.
b. Belanja transfer dirinci atas jenis:
1) Belanja Bagi Hasil, digunakan untuk menganggarkan bagi hasil yang
bersumber dari:
a) pendapatan pajak daerah provinsi kepada kabupaten/kota.
b) kebijakan penganggaran belanja bagi hasil pajak daerah
dianggarkan dalam APBD sesuai denganketentuan peraturan
perundang-undangan.
c) hasil penerimaan pajak daerah provinsi Sebagian diperuntukkan
bagi pemerintah kabupaten/kota di wilayah provinsi yang
bersangkutan dengan ketentuan:
(1) hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor diserahkan kepada
kabupaten/kota sebesar 30% (tiga puluh persen);
(2) hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
diserahkan kepada kabupaten/kota sebesar 70% (tujuh puluh
persen);
(3) hasil penerimaan Pajak Rokok diserahkan kepada
kabupaten/kota sebesar 70% (tujuh puluh persen);
(4) hasil penerimaan Pajak Air Permukaan diserahkan kepada
kabupaten/kota sebesar 50% (lima puluh persen); dan
(5) Khusus untuk penerimaan Pajak Air Permukaan dari sumber
air yang berada hanya pada 1 (satu) wilayah
kabupaten/kota, hasil penerimaan Pajak Air Permukaan
dimaksud diserahkan kepada kabupaten/kota yang
bersangkutan sebesar 80% (delapan puluh persen).
d) Besaran alokasi belanja bagi hasil pajak daerah pemerintah
provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota dianggarkan secara
32

bruto, yaitu jumlah pendapatan daerah yang dianggarkan tidak


boleh dikurangi dengan belanja yang digunakan dalam rangka
menghasilkan pendapatan tersebut dan/atau dikurangi dengan
bagian pemerintah pusat/daerah lain dalam rangka bagi hasil
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
e) Belanja bagi hasil pajak daerah provinsi dianggarkan dalam
APBD Tahun Anggaran 2023.
f) Penganggaran belanja bagi hasil pajak daerah provinsi tersebut
memperhitungkan rencana pendapatan pajak daerah pada
Tahun Anggaran 2023.
g) Penyaluran bagi hasil pajak daerah dimaksud dapat dilakukan
setiap bulan berikutnya sesuai dengan hasil penerimaan pajak
daerah provinsi.
h) Dalam hal terdapat pelampauan realisasi penerimaan target
pajak daerah pemerintah provinsi pada akhir Tahun Anggaran
2022, disalurkan kepada pemerintah kabupaten/kota pada
Tahun Anggaran 2023 sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan.
i) Larangan penganggaran belanja bagi hasil yang bersumber dari
retribusi daerah provinsi untuk dianggarkan dalam APBD Tahun
Anggaran 2023 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan.
j) pendapatan pajak daerah kabupaten/kota kepada
pemerintahan desa.
(1) Pemerintah kabupaten/kota menganggarkan belanja bagi
hasil pajak daerah kepada pemerintah desa paling sedikit
10% (sepuluh persen) dari rencana pendapatan pajak daerah
kabupaten/kota pada Tahun Anggaran 2023 sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Besaran alokasi bagi hasil pajak daerah kabupaten/kota
kepada pemerintah desa dianggarkan secara bruto, yaitu
jumlah pendapatan daerah yang dianggarkan tidak boleh
dikurangi dengan belanja yang digunakan dalam rangka
menghasilkan pendapatan tersebut dan/atau dikurangi
dengan bagian pemerintah pusat/daerah lain dalam rangka
bagi hasil sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
33

(3) Penyaluran bagi hasil pajak daerah dimaksud dilakukan


setiap bulan berikutnya sesuai dengan hasil pendapatan
pajak daerah.
(4) Dalam hal terdapat pelampauan realisasi penerimaan target
pajak daerah pemerintah kabupaten/kota pada akhir Tahun
Anggaran 2022, disalurkan kepada pemerintah desa pada
Tahun Anggaran 2023.
k) Belanja bagi hasil pajak daerah kabupaten/kota dianggarkan
dalam APBD Tahun Anggaran 2023.
l) Pendapatan pajak daerah pendapatan Pemerintah Daerah
tertentu kepada Pemerintah Daerah lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
2) Belanja Bantuan Keuangan
a) Belanja bantuan keuangan dapat dianggarkan sesuai dengan
kemampuan keuangan daerah setelah memprioritaskan
pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan urusan
pemerintahan pilihan serta alokasi belanja yang diwajibkan
oleh peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b) Belanja bantuan keuangan terdiri atas:
(1) bantuan keuangan antar-daerah provinsi;
(2) bantuan keuangan antar-daerah kabupaten/kota;
(3) bantuan keuangan daerah provinsi ke daerah
kabupaten/kota di wilayahnya dan/atau daerah
kabupaten/kota di luar wilayahnya;
(4) bantuan keuangan daerah kabupaten/kota ke daerah
provinsinya dan/atau daerah provinsi lainnya; dan/atau
(5) bantuan keuangan daerah provinsi atau kabupaten/kota
kepada desa.
c) Pemberian bantuan keuangan bersifat umum atau bersifat
khusus. Bantuan keuangan yang bersifat umum peruntukan dan
pengelolannya diserahkan kepada Pemerintah Daerah dan/atau
pemerintah desa penerima bantuan.
d) Bantuan keuangan yang bersifat khusus peruntukannya
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah pemberi bantuan dan
pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada penerima
bantuan.
34

e) Dalam hal Pemerintah Daerah dan/atau pemerintah desa


sebagai penerima bantuan keuangan khusus tidak
menggunakan sesuai peruntukan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah selaku pemberi bantuan keuangan,
Pemerintah Daerah dan/atau pemerintah desa sebagai
penerima bantuan keuangan khusus wajib mengembalikan
kepada Pemerintah Daerah pemberi keuangan khusus.
f) Pemberi bantuan keuangan bersifat khusus dapat
mensyaratkan penyediaan dana pendamping dalam APBD atau
anggaran pendapatan dan belanja desa penerima bantuan.
g) Dana Perimbangan terdiri dari Dana Transfer Umum yang
terbagi atas Dana Bagi Hasil dan DAU, dan Dana Transfer
Khusus, yang terbagi atas Dana Alokasi Khusus Fisik dan Dana
Alokasi Khusus Nonfisik.
h) Belanja bantuan keuangan dianggarkan dalam APBD Tahun
Anggaran 2023.
i) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata cara penganggaran,
pelaksanaan dan penatausahaan, pertanggungjawaban dan
pelaporan serta monitoring dan evaluasi belanja bantuan
keuangan ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.

15. Belanja Tidak Terduga


a) Belanja tidak terduga digunakan untuk menganggarkan:
1) pengeluaran untuk keadaan darurat termasuk keperluan mendesak
yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. Keadaan darurat meliputi
bencana alam, bencana nonalam, bencana sosial dan/atau
kejadian luar biasa, pelaksanaan operasi pencarian dan
pertolongan, dan/atau kerusakan sarana/prasarana yang dapat
mengganggu kegiatan pelayanan publik.
2) Keperluan mendesak sesuai dengan karakteristik masing-masing
Pemerintah Daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3) Kriteria keadaan darurat dan keperluan mendesak ditetapkan
dalam Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023.
b) pengembalian atas kelebihan pembayaran atas penerimaan daerah
tahun-tahun sebelumnya untuk menganggarkan pengembalian atas

Anda mungkin juga menyukai