Anda di halaman 1dari 12

PANDUAN PELAYANAN KAMAR BEDAH

BAB I

A. PENGERTIAN

Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara
infasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani ( R.Syamsul drajat
&Wing de joung 2005 ). Proses operasi merupakan pembukaan bagian tubuh untuk dilakukan
perbaikan dan diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka.

BAB II

Panduan ini diterapkan pada seluruh tindakanyang dilakukan dari persiapan tindakan operasi
dan setelah selesai tindakan operasi.

Prinsip pelayanan bedah tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi yaitu :
 Sebelum tindakan petugas melakukan pengecekan ulang seluruh identifikasi pasien dengan
kelengkapan berkas penunjang sebelum tindakan operasi’
 Sebelum tindakan dilakukan petugas melakukan penandaan area yang akan dilakukan operasi.
 Dalam pelaksanaan tindakan operasi petugas melakukan tindakan berdasarkan atas SPO yang
berlaku.

KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB


1. Petugas tau perawat kamar operasi
a. Memahami dan mengimplementasikan seluruh prosedur yang ada.
b. Memastikan ketepatan pasien dan dan area yang akan dilakukan tindakan operasi.
c. Melaporkan jika terjadi kesalahan dalamidentifikasiatau marking area.
2. Ka bagian ruang operasi
a. Memastikan dan memantau petugas telah melaksanakan panduantindakan preoperative,
intraoperative, dan posoperatif dengan baik
b. .melakukan penyelidikan jika terjadi kesalahan dalam melakukan tindakan operasi
3. Ka Sub keselamatan pasien
a. Melakukan pemantauan atas tata kelolah panduan tindakan operasi bersamaan dengan kepala
ruang bagiab operasi.
b. Melakukan verifikasi dan penyelidikan jika terjadi kesalahan dalam melakukan tindakan operasi.

BAB III
TATA LAKSANA

Rumah Sakit wajib mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi,tepat
prosedur, dan tepat pasien operasi. Prosedur salah lokasi, salah prosedur, dan salah pasien operasi
adalah suatu yang mengkhawatirkan dantidak jarang terjadi di Rumah Sakit. Kesalahan ini adalah
akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang atau
tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking )dan tidak ada prosedur untuk
verifikasi lokasi operasi Disamping itu pula asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaan ulang
catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim
bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca dan pemakaian singkatan
adalah factor-faktor kontribusi yang sering terjadi.

Rumah Sakit mengembangkan suatukebijakan dan atau prosedur yang efektif di dalam
mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakanjuga praktek berbasis bukti seperti
yang digambarkan di surgical safety checklis dari WHO Parient Safety ( 2009 )

Tahap” sebelum insisi “ ( time out ) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan
diselesaikan. Time out dilakukan di tempat dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan
akan dimulaidan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah Sakit menetapkan bagaimana proses itu
didokumentasikan secara singkan dengan menggunakan cheklis.

1) TEHNIK PENANDAAN LOKASI OPERASI

Berikkut merupakan tehnik yang dilakukan dalam penandaan lokasi operasi :

a) Pasien diberi tanda pada saat informed consent telah dilakukan.


b) Penandaan dilakukan sebelum pasien berada di kamar operasi.
c) Pasien harus dalam keadaan sadar pada saat dilakukan penandaan lokasi operasi.
d) Tandah yang digunakan dapat berupa tanda panah atau tanda ceklis.
e) Penandaan dilakukan sedekat mungkin dengan lokasi operasi.
f) Penandaan dilakukan dengan spidol hitam ( anti luntur, anti air )dan tetap terlihat walau sudah
diberi desinfektan.
Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi ( laterality ), multiple.
Struktur ( jari tangan, jari kaki, lesi ) atau multifel level ( tulang belakang )

Anjuran penandaan lokasi operasi :


a) Gunakan tanda yang telah disepakati yaitu dengan menggunakan tanda “ Ya”
b) Tandai pada atau dekat daerah insisi.
c) Gunakan tanda yang tidak ambigu (contoh “X” merupakan tanda ambigu).
d) Daerah yang tidak di operasi jangan ditandai, kecuali sanagat diperlukan.
e) Penandaan dilakasanakan pada saat pasien terjaga dan sadar, jika memungkinkan dan harus
terlihat sampai saat akan insisi.

Yang berhak melakukan penandaan lokasi operasi :


a) Dokter bedah
b) Asisten dokter
c) Pihak yang diberi pendelegasian ( perawat bedah )

Jenis tindakan yang tidak perlu dilakukan penandaan


a) Prosedur endoskopi
b) Cateterisasi jantuing
c) Prosedur yang mendekati atau melalui garis midline tubuh : SC, Hisiteroktomi,Tyriedoktomi,
Laparatomi
d) Pencabutan gigi
e) Operasi pada membrane mukosa
f) Perineum
g) Kulit yang rusak
h) Operasi pada bayi dan neonates
i) Lokasi intra organ seperti mata dan THT maka penandaan dilakukan pada daerah yang
mendekati organ berupah tanda panah

Pasien yang tidak dilakukan penandaan (skin marking 0dapat diidentifikasi pada saat time out.

2. CHECKLIST KESELAMATAN PASIEN PRA OPERASI

Kejadian kematian dan komplikasiakibat pembedahan dapat dicegah, yaitu dengan


prosedur Surgical Safety Checklist. Merupakan sebuah daftar periksa untuk memberikan
pembedahan yang aman dan berkualitas pada pasien. Surgical Safety Checklist merupakan alat
komunikasi untuk keselamatan pasien yang digunakan oleh tim professional di ruang operasi. Tim
professional terdiri dari perawat, dokter bedah, anastei dan lainnya. Tim bedah harus konsisten
melakukan setiap item yang dilakukan dalam pembedahan mulai dari the briefing phase, the time
outphase, dan the debriefing phase sehingga dapat meminimalkan setiap resiko yang tidak
diinginkan ( Safety dan Compliance, 2012 )

Manual ini menyediakan petunjuk penggunaan checklist, saran untuk implementasi


rekomendasi untuk mengukur pelayanan pembedahan dan hasilnya.seting prakter yang berbeda
harus mengadaptasi sesuai dengan kemampuan merekan tiap poin checklist sudah berdasarkan
bukti kritis atau pendapat ahli. Karena dapat mengurangi kejadian yang serius, mencegah
kesalahan pembedahan dan hal ini yang dapat mempengaruhi kejadian yang tidak diharapkan atau
biaya yang tidak terduga. Checklist ini juga dirancang untuk kemudahan dan keringkasan. Banyak
langkah yang sudah diterima sebagai praktek yang rutin di berbagai fasilitas di seluruh dunia.
Walaupun jarang diikuti oleh keseluruhan. Tiap bagian bedah harus praktek dengan checklist
dengan mengevaluasi bagaimana kesensitifan integrasi checklist ini di depan alur operasi
biasanya.

Tujuan utama dari WHO Surgical Safety Checkliat dan manualnya untuk membantu
mendukung dan secara konsisten mengikuti beberapa langkah keselamatan yang kritis dan
meminimalkan hal yang umum dan resiko yang membahayakan dan dapat dihindari dari pasien
bedah. Checklist ini juga memandu interaksi verbal antar tim sebagai arti konfirmasi bahwa standar
perawatan yang tepat dipastikan untu setiap pasien. Untuk mengimplementasikan checklist
sebelum pembedahan sesorang harus bertanggung jawab untuk melakukan pengecekan
checklist.Biasanya dikoordinatori oleh perawat sirkuler atau setiap klinis yang berpartisipasi dalam
operasi.

Checklist membedakan operasi menjadi tiga fase. Pertama, berhubungan dengan waktu
tertentu seperti pada prosedur normal periode sebelum induksi anastesi. Kedua, setelah induksi
dan sebelum insisi pembedahan. Tiga, setelah penutupan luka tapi sebelum pasien masuk RR.
Dalam setiap fase, checklist coordinator harus diizinkan mengkonfirmasi bahwa tim sudah
melengkapi tugasnya sebelum proses operasi dilakukan. Tim operasi harus familiar dengan
langkah dalam checklist. Sehingga mereka dapat mengintegrasikan checklist tersebut dalam pola
normal sehari-hari dan dapat melengkapi secara verbal tanpa intervensi dari koordinator checklist.
Setiap tim harus menggabungkan penggunaan ceklist ke dalam pekerjaan dengan efisiensi
maksimum dan gangguan yang minimal selama bertujuan untuk melengkapi langkah secara
efektif.

TIGA FASE OPERASI :


Fase Sing In
Fase Sign In adalah fase sebelum induksi anastesi, koordinator secara verbal memeriksa apakah
identitas pasien telah dikonfirmasi prosedur dan sisi operasi sudah benar, sisi yang akan dioperasi telah
ditandai, persetujuan untuk operasi telah diberikan oksimeter pule pada pasien berfungsi. Koordinator
dengan professional anastesi mengkomfirmasi resiko apakah pasien ada resiko kehilangan darah,
kesulitan jalan nafas, reaksi alergi.

Fase Time Out


Fase Time Out adalah fase setiap anggota tim operasi memperkenalkan diri dan peran masing-
masing. Tim operasi memutuskan bahwa semua orang di ruang operasi saling kenal. Sebelum
melakukan sayatan/insisi pertama pada kulit tim mengkomfirmasi dengan suara yang keras mereka
melakukan operasi yang benar, pada pasien yang benar. Mereka juga mengkomfirmasi bahwa antibiotic
profilaksis telah diberikan dalam 60 menit sebelumnya.

Fase Sign Out


Fase Sign Out adalah fase tim bedah akan meninjau operasi yang telah dilakukan. Dilakuakan
pengecekan kelengkapan spons, perhitungan instrumen, pemberian label pada specimen, kerusakan alat
atau maslah lain yang perlu ditangani. Langkah akhir yang akan dilakukan tim bedah adalah rencana
kunci dan memuaskan perhatian pada manjemen post operasi serta pemulihan sebelum memindahkan
pasien dari kamar operasi. (Surgey & LiVES, 2008).

Setiap langkah harus dicek secara verbal dengan anggota tim yang sesuai untuk memastikan
bahwa tindan utama telah dilakukan. Oleh karena itu, sebelum induksi anastesi, koordinator ceklist
secara verbal akan mereview dengan anastesi dan pasien (Jika mungkin) bahwa identitas pasien sudah
dikonfirmasi, bahwa prosedur dan tempat yang dioperasi sudah benar dan persetujan untuk pembedahan
sudah dilakukan.Koordinator akan melihat dan mengkonfirmasi secara verbal bahwa tempat operasi
sudah di tandai (jika mungkin) dan mereview dengan anastesi resiko kehilangan darah pada pasien,
kesulitan jalan napas dan reaksi alergi dan mesin anastesi serta pemeriksaan medis sudah lengkap.
Idealnya ahli bedah akan hadir pada fase sebelum anastesi ini, sehingga mempunyai ide yang jelas untuk
mengantisipasi kehilangan darah, alergi atau komplikasi pasien yang lain. Bagaimana juga kehadiran ahli
bedah tidak begitu penting untuk melengkapi checklist ini.

SEBELUM INDUKSI ANASTESI


Untuk kepentingan kesehatan pasien, ceklist keselamatan penting untuk dielngkapi sebelum
induksi anastesi. Dalam hal ini membutuhkan kehadiran dari setidaknya anastesist dan perawat. Detail
dari setiap langkah adalah sebagai berikut :

 Apakah pasien sudah dikonfirmasi identitasnya, tempat operasi, prosedur dan persetujuan ?
Koordinator ceklist secara verbal mengkomfirmasi identitas pasien tipe prosedur yang akan
dilaksanakan, tempat pembedahan dan persetujuan pembedahan yang sudah diberikan walau hal ini
terlihat berulangkali, namun langkah ini penting untuk memastikan tim tidak melakukan tindakan pada
pasien yang salah atau bagian yang salah atau melakukan prosedur yang salah. Saat konfirmasi
dengan pasien tidak mungkin dilakuakan seperti pada kasus anak atau pasien yang cacat, pengasuh
atau keluarga dapat menggantikan peran pasien. Jika pengasuh atau keluarga tidak ada dapat dilewati
seperti halnya dalam gawat darurat tim harus memahami alasan dan persetujuan yang harus diproses.

 Apakah tempat operasi sudah ditandai ?


Koordinator ceklist harus mengkomfirmasi bahwa ahli bedah yang melakukan operasi sudah
menandai tempat yang akan dibedah (dengan marker yang permanen), pada kasus yang melibatkan
bagian tubuh samping (kanan-kiri) atau struktur yang banyak atau bertingkat (contoh: bagian jari
tangan, jari kaki, lesi kulit ataupun tulang belakang). Penandaan tempat operasi untuk struktur
menengah (contoh tiroid) atau struktur tunggal (contoh spleen) harus mengikuti praktek yang biasa di
lakukan. Pemberian tanda pada lokasi yang dioperasi pada semua kasus, harus dibuatkan salinan cek
dari tempat dan prosedur yang tepat.
 Apakah mesin anestesi dan pemeriksaan medis sudah lengkap ?
Koordinator ceklistmelengkapi langkah ini dengan menanyakan kepada anastesi untuk
memverifikasi kelengkapan dari ceklist keselamatan anastesi, memahami inspeksi formal dari
peralatan anastesi, sirkuit pernapasan, medikasi, dan resiko pasien sebelum pembedahan. Untuk
membantu mengingat sebagai tambahan apakah pasien fit untuk pembedahan tersebut tim anastesi
harus melengkapi ABCDE’s-pemeriksaan dari perlengkapan Airway, Breathing system (meliputi
oksigen dan inhalasinya). Suction, Drugs and Devices (obat dan alat) dan Emergency medication
(medikasi emergensi). Peralatan dan bantuan untuk mengkomfirmasi ketersedian dan berfungsi
dengan baik.
 Apakah pulse oximeter (SpO2) sudah dipasang pada pasien dan berfungsi ?
Koordinator ceklist mengkonfirmasi bahwa pulse oximeter sudah dipasang pada pasien dan
berfungsi dengan baik sebelum induksi anastesi. Idealnya indicator pulse oximeter dapat terlihat oleh
semua tim operasi. Sistem suara harusnya digunakan untuk memberikan tanda pada tim tentang
denyut nadi dan saturasi oksigen . Pulse oxymeter sudah direkomendasikan sebagai komponen yang
dibutuhkan untuk anastesi yang aman oleh WHO. Jika pulse oxymeter tidak berfungsi maka ahli bedah
dan anastesi harus mengevaluasi ketajaman pada kondisi pasien dan mempertimbangkan, penundaan
operasi hingga langkah yang lengkap maka hal ini dapat dilewati, Namun pada kondisi ini tim harus
melakukan dengan persetujuan tentang kebutuhan untuk melakukan operasi.
 Apakah pasien memiliki alergi ?
Koordiator ceklist harus langsung menanyakan ini dan dua pertanyaan selanjutnya kepada
anastesi. Pertama koordinator harus bertanya apakah pasien memiliki alargi yang diketahui dan jika
ada, alergi terhadap apa. Jika koordinator mengetahui alergi di pasien yang tidak diperhatikan oleh
anastesi maka koordinator harus mengkoordinasikan kepada anastesi.
 Apakah pasien memiki resiko kesulitan jalan nafas/ resiko aspirasi
Koordinator ceklis harus secara verbal mengkonfirmasi bahwa tim anastesi sudah secara objektif
mengkaji apakah pasien memiliki kesulitan bernafas/. Ada beberapa jalan untuk menilai airway (seperti
Mallapati skor, jarak tiromental atau Belhous-Dore skor). Evaluasi yang objek untuk jalan nafas dengan
metode yang valid lebih penting daripada pilihan metode itu sendiri. Kematian dari jalan nafas selama
anastesi adalah bencana yang global namun dapat dicegah dengan rencana yang tepat. Jika evaluasi
jalan nafas memiliki resiko tinggi untuk kesulitan jalan nafas (seperti skor mallapati 3 atau 4) tim
anastesi harus mempersiapkan melawan kesulitan jalan nafas. Dalam hal ini termasuk penggunaan
pendekatan anastesi yang minimum (contoh menggunakan RA jika mungkain).

 Apakah pasien memiliki resiko kehilangan darah >500 ml ( 7 ml/kg padaanak) ?


Pada langkah keselamatan ini koordinator ceklist menanyakan pada tim anastesi apakah pasien
memiliki resiko kehilangan darah lebih dari setengah liter darah selama operasi?untuk meyakinkan dan
mengenali serta mempersiapkan untuk kejadian kritis. Kehilangan volume darah melebihi 500 ml
(7ml/kg pada anak) dapat membuat pasien menjadi syock hipovolemik. Persiapan yan adekuat dan
resusitasi mungkin untuk pertimbangan persiapan.

Ahli bedah mungkin tidak secara konsisten mengkomunikasikan resiko dari kehilangan darah
kepada anestesi dan staf perawat.Oleh karena itu, jika anestesi tidak mengetahui bagaimana resiko
utama dari kehilangan darah untuk kasus operasi, maka dia harus berdiskusi dengan ahli bedah
tentang resiko kehilangan darah sebelum operasi dimulai. Jika terjadi kehilangan darah lebih dari 500
ml, direkomendasikan untuk membuat dua jalur itravena atau dua jalur CVC. Sebagai tambahan, tim
harus mengkonfirmasi ketersediaan dari cairan atau darah untuk resusitasi, (catatan tentang
kehilangan darah ang akan terjadi akan direview lagi oleh ahli bedah sebelum insisi). Jika poin ini
sudah di lengkapi, maka pase ini sudah lengkap dan tim dapat melakukan proses induksi anestesi.

SEBELUM INSISI KULIT


Sebelum membuat insisi bedah yang pertama, perlu dilakukan pengecekan bahwa cek
keselamatan yang penting sudah dilakukan. Cek ini akan dilakukan oleh semua anggota tim. Pastikan
semua anggota tim memperkenalkan diri dengan nama dan perannya. Tim operasi mungkin sering
berubah, efektif manajemen dari situasi yang beresiko tinggi membutuhkan pengertian siapa anggota tim
operasi dan peran serta kemampuan mereka. Semua perkenalan yang simple seperti menyuruh semua
orang diruang untuk memperkenalkan diri dengan nama dan perannya. Tim yang sudah familiar dengan
satu sama lain dapat mengkonfirmasi bahwa sudah diperkenalkan semua. Namun anggota baru atau
staf baru harus memperkenalkan diri.

Konfirmasi nama pasien, prosedur dan dimana insisi akan dilakukan. Koordinator ceklis atau
anggota tim yang lain akan menyuruh setiap orang dikamar operasi untuk berhenti dan secara verbal
mengkonfirmasi nama pasien, operasi yang akan dilakukan, tempat pembedahan dan posisi dari pasien
untuk menghindari salah pasien atau salah tempat operasi. Untuk contoh perawat sirkular
mengumumkan, “sebelum kita memulai insisi” dan lalu dilanjutkan “apakah semua sepakat ini adalah
pasien x dengan tindakan repaire inguinal hernia kanan”. Anestesi, ahli bedah dan perawat sirkular
harus secara individual menyepakati. Jika pasien tidak disedasi dia dapat menolong untuk
mengkonfirmasi dengan hal yang sama.

 Apakah antibiotic profilaksis sudah diberikan kurang lebih 60 menit yang lalu ?
Berdasarkan bukti yang kuat dan consensus diseluruh dunia bahwa antibiotic profilaksis
melawan infeksi luka yang paling efektif adalah untuk tingkat serum dan atau tingkat jaringan dari
antibiotic dapat dicapai, namun tim bedah tidak konsisten tentang pemberian antibiotic antara satu jam
sebelum insisi. Untuk mengurangi resiko infeksi pembedahan, koordinator akan bertanya dengan
keras apakah antibiotic sudah diberikan kurang lebih 60 menit sebelumya. Anggota tim bertanggung
jawab untuk memberikan antibiotic, biasanya anestesi harus memberikan konfirmasi secara verbal.
Jika antibiotic profilaksis belum diberikan, harus segera diberikan, sebelum insisi. Jika antibiotic
diberikan lebih dari 60 menit sebelumnya, anggota tim harus memeberikan dosis ulang untuk pasien.
Jika antibiotic profilaksis tidak perlu diberikan (contoh kasus tanpa insisi kulit, kasus kontaminasi
dimana antibiotic sudah diberikan untuk treatment) maka box “tidak aplikabel” dicentang dn tim
memverbalkan hal ini.
 Antisipasi kejadian kritis
Komunikasi efektif dalam tim merupakan komponen penting darioperasi yang aman dan dapat
mencegah terjadinya koplikasi berat. Untuk memastikan komunikasi dari kejadian kritis pasien,
koordinator ceklis memimpin diskusi cepat antara ahli bedah, anestesi dan perawat saat bahaya kritis
dan rencana operasi berikutnya. Hal ini dapat dilakukan dengan bertanya pada setip anggota
timdengan pertanyaan yang spesifik dan jelas. Hal yang penting dari diskusi ini adalah setiap disiplin
klinik harus menyediakan informasi dan berkumunikasi dengan baik. Selama prosedur rutin atau
dengan tim yang sudah familiar, ahli bedah dapat bertanya dengan mudah, “ini adalah Ksus rutin dari
durasi x” dan mennyakan kepada anestesi tentang tindakan yang diperlukan.
Kepada ahli bedah : apakah kemungkinan kritisnya dan langkah yang tidak rutin ? berapa lama kasus
akan terjadi ? bagaimana mengantisipasi kehilangan darah ? Sebuah diskusi dari “ kejadian yang tidak
diharapakan” bertujuan untuk menginformasikan kepada semua anggota tim setiap langkah yang perlu
dilakukan untuk pasien dengan perdarahan yang cepat, cedera atau morbiditas umum lainnya. Ini juga
menjadi kesempatan untuk mereview langkah yang mungkin memerlukan tindakan selanjutnya.
Kepada anestesi : Apakah pasien memerlukan perhatian khusus ? pasien yang beresiko mengalami
perdarahan yang banyak, hemodinamik tidak stabil atau morbiditas umum yang berhubungan dengan
prosedur, tim anestesi harus mereview dengan jelas rencana yang spesifik dan perhatian untuk
resusitasi secara terpisah, perhatian untuk menggunakan darah dan setiap karakteristik pasien dengan
komplikasi atau co-morbiditas (seperti jantung atau penyakit patu, aritmia, gangguan darah dll). Hal ini
perlu dipahami bahwa banyakoperasi tidak boleh melupakan atau memperhatika resiko kritis atau
perhatian yang harus dibagi dengan tim. Dalam sebuah contoh kasus, anestesi dapat berkata, “saya
rasa tidak perlu perhatian khusus pada kasus pasien ini”.
Kepada tim perawat : Apakah sterilitas (termasuk hal indikator) sudah dikonfirmasi ? apakah ada alat
yang perlu atau perhatian khusus ?
Perawat instrument atau teknisi yang melakukan setting pada peralatan untuk setiap kasus harus
mengatakan, bahwa sterilisasi sudah dilakukan dan untuk yang sterilisasi dengan alat, indicator steril
sudah diverifikasi dengan baik. Jika ditemukan ketidakcocokan antara yang diharapkan dan kenyataan
indicator steril, harus dilaporkan kepada semua anggota tim dan diberitahukan sebelum insisi. Hal ini
memberikan kesempatan untuk mendiskuksikan setiap masalah yang berhubungan dengan peralatan
dan persiapan lain untuk pembedahan atau perhatin khusus untuk keamanan dari perawat siekular
atau instrumen, secara umum dilakukan oleh ahli bedah dan tim anestesi jika tidak diperlukan
perhatian khusus, perawat scrub atau perawat instrument dapat mengatakan “ sterilitas sudah
diverifikasi, saya rasa tidak perlu perhatian khusus”.
 Apakah gambaran yang penting untuk ditunjukkan ?
Gambaran penting untuk memastikan rencana dan mengadakan operasi termasuk ortopedi,
spinal dan prosedur thoraks dan berbagai reseksi tumor. Sebelum termasuk ortopedi, spinal dan
prosedur thoraks dan berbagai reaksi tumor. Sebelum insisi kulit, koordinator harus menanyakan ahli
bedah jika gambaran diperlukan untuk kasus tersebut. Jika deemikian, koordinator harus
mengkonfirmasi secara verbal bahwa gambaran penting ada dikamar operasi dan ditunjukkan untuk
digunakan selama operasi. Jika gambaran yang dibutuhkan tidak tersedia, harus dicari. Ahli bedah
akan memutuskan apakah akan dilakukan operasi tanpa gambaran jika hal tersebut dibutuhkan namun
tidak tersedia. Pada poin ini jika sudah dilengkapi, maka tim bisa melanjutkan proses operasi.

SEBELUM PASIEN MENINGGALKAN KAMAR OPERASI

Ceklis keselamatan ini harus dilengkapi sebelum memindahkan pasien dari kamar operasi.
Tujuannya untuk memfasilitasi transfer informasi yang penting untuk tim yang bertanggung jawab
terhadap pasien setelah pembedahan. Ceklis dapat di inisiasi oleh perawat sirkular, ahli bedah atau
anestesi dan harus dilengkapi sebelum ahli bedah meninggalakn kamar operasi. Hal ini dapat dilakukan
bersamaan, contoh bersamaan dengan penutupan luka. Perawat secara verbal mengkonfirmasi nama
dan prosedur koordinator ceklis harus mengkonfirmasi dengan ahli bedah dengan tim secara pasti
mengenai tindakan atau prosedur yang sudah dilakukan. Hal ini dapt dilakukan dengan pertanyaan,
“apakah tindakan yang dilakukan ?” atau dengan konfirmasi, “kita tadi melakukan prosedur x, benar
bukan ?” Kelengkapan dari instrument, kassa dan jumlah jarum. Memelihara instrumen, kassa dan jarum
tidak lasim namun secara persisten berpotensial untuk terjadi kesalahan. Perawat instrumen atau
perawat sirkular harus secara verbal mengkonfirmasi kelengkapan dari jmlah kassa terkahir dan jumlah
jarum. Dalam kasus dengan cavitas yang terbuka, perhitungn instrument harus dikonfirmasi
kelengkapannya.Jika penghitungan tidsk dilakukan, dapat diambil langkah yang tepat yang lain (seperti
memeriksa linen, sampah dan luka atau jika perlu gambaran radiografi).
 Pemberian label pada specimen (membaca label specimen dengan keras termasuk nama pasien)
Label yang salah dari specimen berpotensial mengganggu pasien yang sudah ditunjukkan menjadi
sumber yang paling sering dalam kesalahan laboratorium. Sirkulator harus mengkonfimasi pemberian
label yang benar dari specimen selama operasi.
 Apakah terdapat masalah diperalatan yang harus diperhatikan ?
Maslah peralatan adalah masalah yang umum dikamar operasi. Mengidentifikasi secara akurat
sumber kesalahan dan instrumen atau peralatan yang tidak berfungsi penting untuk mencegah
peralatan dipakai lagi dalam kamar operasi sebelum diperbaiki. Koordinatir haus memastikan bahwa
masalah peralatan selama operasi sudah di identifikasi oleh tim ahli bedah, anestesi dan perawat
mereview apa yang perlu diperhatikan untuk recoveri dan manajemen pasien ahli bedah, anestesi dan
perawat harus mereview rencana post operative dan manajemennya, berfokus pada selama intra
operasi atau isu anebstesi yang mungkin mempengaruhi pasien bahkan saat muncul resiko yang
spesifik terhadap pasien selama recoveri. Tujuan dari langkah ini adalah untuk transfer yanf efisien dan
tepat terhadap informasi yang kritis (penting) untuk seluruh tim.

Anda mungkin juga menyukai