Anda di halaman 1dari 17

PANDUAN

KEPASTIAN TEPAT LOKASI/SISI, TEPAT PROSEDUR


DAN TEPAT ORANG OPERASI

LATAR BELAKANG
Salah lokasi, salah prosedur, salah pasien pada operasi, adalah sesuatu yang
mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari
komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak
melibatkan pasien didalam penandaan lokasi (site marking ), dan tidak ada prosedur untuk
verifikasi lokasi operasi.
Di samping itu pula asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis
tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah,
permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca ( illegible handwriting ) dan
pemakaian singkatan adalah merupakan factor-faktor kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu kebijakan
dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini.
Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checkist dari
WHO Patient Safety ( 2009 ), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing
Wrong Site, Wrong Procedur, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada T yang
dapat dikenali. T itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh
operator/orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika
memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan
pada semua kasus termasuk sisi (laterality, multiple standarduktur (jari tangan, jari kaki, lesi)
atau Multipel level ( tulang belakang ).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk :

1. Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;


2. Memastikan bawah dokumen, foto ( imaging ), hail pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi
laboratoriumel dengan baik, dan dipampang;
3. Lakukan verifikasi ketersediaan setiap peralatan khusus dan/atau implant-implant yang
dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi’’ (TIME OUT) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan
diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum

1
tindakan dimulai, da melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit enetapkan bagaimana proses
itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan ceklist.

2
Indikator Keselamatan Operasi

1. Menggunakan tanda yang mudah dikenali untuk identifikasi lokasi operasi dan
mengikutsertakan pasien dalam proses penandaan.
2. Menggunakan checklist atau proses lain untuk verifikasi lokasi yabg tepat, prosedur yang
tepat, dan pasien yang tepat sebelum operasi, dan seluruh dokumen serta peralatan yang
dibutuhkan tersedia, benar dan berfungsi.
3. Seluruh tim operasi membuat dan mendokumentasikan prosedur time out sesaat sebelum
prosedur dimulai.

Tandai Lokasi Operasi ( Marking), terutama:

1. Pada organ yang memiliki 2 sisi, kanan dan kiri.


2. Multiple structures (jari tangan, jari kaki).
3. Multiple level (operasi tulang belakang, cervical, thorak, lumbal).
4. Multiple lesi yang pengerjaannya bertahap.

Anjuran Penandaan Lokasi Operasi

1. Gunakan tanda yang telah disepakati


2. Dokter yang akan melakukan operasi yang melakukan pemberian tanda
3. Tandai pada atau dekat daerah insisi
4. Gunakan tanda “ Lingkaran “
5. Daerah yang tidak di operasi, jangan ditandai kecuali sangat diperlukan
6. Gunakan penanda yang tidak mudah terhapus ( contoh : Spidol permanent )

3
BAB I
PENGERTIAN

Keselamatan operasi adalah upaya mencegah terjadinya kesalahan pasien, prosedur dan
sisi operasi pada semua pasien yang akan dilakukan tindakan operasi, baik yang dijadwalkan
(elektif) maupun operasi darurat (emergency).
Pembedahan yang aman untuk menyelamatkan hidup pasien (Safe Surgery Saves Lives)
dicanangkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui program WHO patient safety yang
bertujuan untuk mengurangi kematian akibat pembedahan di seluruh dunia. Program ini
mengarahkan komitmen dan kemauan rumah sakit tentang pentingnya masalah keselamatan
pasien. Permasalahan selama ini terjadi di mana-mana adalah praktek anestesi yang tidak aman,
infeksi pembedahan dan komunikasi yang rendah antar anggota tim bedah. Sebenarnya masalah-
masalah ini dapat dicegah di berbagai negara apabila ada regulasi tertentu.
Dalam rangka mengurangi jumlah insidensi kecelakaan pembedahan, WHO patient safety
telah berkonsultasi dengan ahli bedah, ahli anestesi, ahli keperawatan, ahli patient safety dan
pasien di pelbagai belahan dunia. WHO patient safety kemudian mengidentifikasi sepuluh hal
dasar untuk pembedahan yang aman. Identifikasi tersebut kemudian dirumuskan dalam WHO
Surgical Safety checklist. Daftar tilik (checklist) yang diciptakan ini bertujuan untuk mendukung
keselamatan, membantu komunikasi, membina teamwork yang lebih baik antar profesi yang
berbeda yang terlibat dalam pembedahan. Checklist ini sebagai alat yang digunakan para klinisi
untuk meningkatkan keamanan pembedahan, mengurangi kematian akibat pembedahan yang
tidak perlu dan mengurangi komplikasi pembedahan.
Daftar tilik ini juga mengharuskan kerjasama antara unit layanan rumah sakit. Misalnya unit
rawat inap dengan unit kamar bedah. Bentuk kerjasama tersebut antara lain penggunaan gelang
identitas, penandaan area operasi dan penyiapan hasil pemeriksaan radiologi.

Tujuan Penggunaan Manual (Buku Petunjuk)


Tim operasi terdiri dari ahli bedah, ahli anestesi, perawat, teknisi dan personel yang lain.
Seperti halnya pilot yang harus mengetahui kru darat, awak pesawat, dan air traffic control, agar
tercapai keamanan dan keselamatan penerbangan, maka peranan ahli bedah sangatlah penting
namun dia juga merupakan anggota tim yang bertanggungjawab terhadap keselamatan pasien.
Semua anggota tim operasi berperan untuk memastikan keselamatan dan keberhasilan operasi.
Buku petunjuk ini menyediakan petunjuk cara menggunakan daftar tilik, saran untuk
implementasi, dan rekomendasi untuk mengukur pelayanan pembedahan dan hasil pelayanan.

4
Tiap point daftar tilik dibuat berdasarkan bukti klinis atau pendapat ahli. Point-point ini
mengurangi kejadian yang serius, mencegah kesalahan pembedahan, dan mencegah kejadian
yang tidak diharapkan atau tidak terduga.
Daftar tilik ini diadopsi dari WHO surgical safety checklist. Tujuan utama dari checklist dan
manualnya adalah untuk membantu mengarahkan tim agar secara konsisten mengikuti langkah-
langkah keselamatan dan meminimalkan hal-hal yang berisiko bahaya. Daftar tilik ini juga
memandu komunikasi dan interaksi verbal antar anggota tim sebagai konfirmasi bahwa pasien
telah mendapatkan penanganan yang tepat.

Cara Mengimplementasikan Daftar Tilik


Untuk mengimplementasikan daftar tilik, perlu seorang koordinator sebagai
penanggungjawab pengecekan. Koordinator ini biasanya adalah perawat sirkuler atau perawat
senior. Setiap klinisi juga dapat berperan sebagai koordinator.
Checklist membagi pembedahan menjadi tiga fase, yaitu :
1. Fase sebelum induksi anestesi (sign in)
2. Fase setelah induksi dan sebelum insisi pembedahan (time out)
3. Fase setelah penutupan luka tapi sebelum pasien masuk ruang pemulihan (sign out)
Dalam setiap fase, ceklist koordinator mengkonfirmasi bahwa tim sudah melengkapi
tugasnya sebelum proses pembedahan dilakukan. Tim operasi harus dibiasakan dengan langkah-
langkah dalam ceklist, sehingga mereka dapat mengintegrasikan ceklist tersebut dalam pola
kegiatan normal sehari-hari dan dapat melengkapi secara verbal tanpa intervensi dari koordinator
ceklist. Setiap anggota tim harus melaksanakan apa-apa yang dimuat dalam ceklist tersebut
secara lengkap.
Di fase sign in, koordinator ceklist bersama dokter ahli anestesi dan pasien (jika
memungkinkan) mereview secara verbal bahwa identitas pasien sudah dikonfirmasi, bahwa
prosedur dan tempat yang akan dioperasi sudah benar, dan sudah ada persetujuan pembedahan.
Koordinator ceklist melihat dan mengkonfirmasi secara verbal bahwa tempat operasi
sudah ditandai (jika mungkin) dan mereview bersama ahli anestesi tentang risiko kehilangan
darah pada pasien, kesulitan jalan napas dan reaksi alergi dan kesiapan mesin anestesi serta
pemeriksaan medis sudah lengkap. Idealnya ahli bedah hadir pada fase sign in ini sehingga
mempunyai ide yang jelas untuk mengantisipasi kehilangan darah, alergi, atau komplikasi pasien.
Di fase time out, sebelum insisi kulit, setiap anggota tim akan memperkenalkan diri, nama
dan peran dalam operasi. Jika anggota sudah selalu bersama dalam pembedahan (sudah kenal
mengenal sebelumnya), tim dapat mengkonfirmasi bahwa sudah saling mengenal satu sama lain.

5
Tim akan mengatakan dengan suara jelas tentang nama prosedur bedah yang benar dengan
pasien yang benar dan tempat operasi yang benar dan direview oleh satu sama lain. Ceklist ini
sebagai pedoman. Mereka juga akan mengkonfirmasi bahwa antibiotik profilaksis sudah diberikan
60 menit sebelumnya dan gambaran yang penting juga diberikan dengan benar.
Di fase sign out, yaitu sebelum pasien keluar kamar operasi, tim akan mereview prosedur
pembedahan yang sudah dilakukan, kelengkapan kasa dan alat dan pemberian label spesimen.
Misalnya spesimen PA (pemeriksaan patologi anatomi). Di fase ini juga direview apakah ada
instrumen yang tidak berfungsi atau hal-hal yang perlu mendapat perhatian. Tim juga
mendiskusikan rencana utama, manajemen postoperatif dan recovery sebelum pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan.
Adanya koordinator ceklist penting dalam proses ceklist ini. Setiap langkah perlu
perhatian lebih seksama selama masa pre-operasi, intraoperatif dan persiapan postoperasi.
Koordinator ceklist ini untuk mengkonfirmasi kelengkapan ceklist sehingga dipastikan tidak ada
langkah-langkah dalam ceklist yang terlewati sebelum masuk ke fase berikutnya dalam operasi.
Sampai anggota tim terbiasa dengan langkah-langkah pengecekan yang dilakukan, koordinator
ceklist berperan seperti pembimbing tim untuk menjalankan proses pengecekan.
Koordinator ceklist harus mencegah tim melangkah ke fase berikutnya apabila langkah-
langkah di fase tersebut belum dilengkapi. Tindakan ini mungkin menyebabkan anggota lain tidak
senang atau tersinggung. Oleh karena itu, RS harus secara mempertimbangkan anggota staff yang
cocok untuk peran sebagai koordinator ceklist.

6
BAB II
RUANG LINGKUP

Manual (Buku Petunjuk) ini digunakan di Rumah Sakit Medika Utama Permata, khususnya
di unit kerja :
1. Kamar Bedah
2. IGD
3. Perawatan Umum
4. Rawat Jalan
5. Kebidanan dan Kandungan
Setiap unit tersebut harus memperhatikan dan mendukung keselamatan bedah.

7
BAB III
TATA LAKSANA

A. PERSIAPAN PASIEN DI RUANG RAWAT DAN IGD


1. Operator (dokter bedah) dan dokter anestesi bersama perawat memberi
penjelasan pada pasien dan keluarganya mengenai prosedur dan tahapan operasi
yang akan dijalani oleh pasien sebelum operasi dilakukan, serta penyulit dan
komplikasi yang mungkin akan terjadi pada saat dilakukan operasi.
2. Memastikan pasien atau keluarganya memahami prosedur yang akan dilakukan,
memberi persetujuan dan menandatangani surat persetujuan tindakan medis
(informed consent).
3. Operator yang akan melakukan operasi memberikan penandaan lokasi/ sisi
operasi dengan melibatkan pasien, jika pasien dan keluarga tidak memungkinkan,
dapat diwakilkan oleh dokter jaga atau perawat.
4. Pada neonatus dan pasien luka bakar tidak diberikan marking namun digambar
dalam rekam medis pasien.
5. Persiapan operasi elektif di ruang rawat dilakukan paling lambat 24 jam sebelum
operasi dilakukan.
6. Pemasangan gelang identitas pasien.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada T yang
dapat dikenali. T itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh
operator/orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika
memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan
pada semua kasus termasuk sisi (laterality, multiple standarduktur (jari tangan, jari kaki, lesi)
atau Multipel level ( tulang belakang ).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk :

1. Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;


2. Memastikan bawah dokumen, foto ( imaging ), hail pemeriksaan yang relevan tersedia,
diberi laboratoriumel dengan baik, dan dipampang;
3. Lakukan verifikasi ketersediaan setiap peralatan khusus dan/atau implant-implant yang
dibutuhkan.
Tahap “Sebelum insisi’’ (TIME OUT) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan
diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum

8
tindakan dimulai, da melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit enetapkan bagaimana proses
itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan ceklist.

Indikator Keselamatan Operasi

1. Menggunakan tanda yang mudah dikenali untuk identifikasi lokasi operasi dan
mengikutsertakan pasien dalam proses penandaan.
2. Menggunakan checklist atau proses lain untuk verifikasi lokasi yabg tepat, prosedur yang
tepat, dan pasien yang tepat sebelum operasi, dan seluruh dokumen serta peralatan yang
dibutuhkan tersedia, benar dan berfungsi.
3. Seluruh tim operasi membuat dan mendokumentasikan prosedur time out sesaat
sebelum prosedur dimulai.

Tandai Lokasi Operasi ( Marking), terutama:

1. Pada organ yang memiliki 2 sisi, kanan dan kiri.


2. Multiple structures (jari tangan, jari kaki).
3. Multiple level (operasi tulang belakang, cervical, thorak, lumbal).
4. Multiple lesi yang pengerjaannya bertahap.

Anjuran Penandaan Lokasi Operasi

1. Gunakan tanda yang telah disepakati


2. Dokter yang akan melakukan operasi yang melakukan pemberian tanda
3. Tandai pada atau dekat daerah insisi
4. Gunakan tanda “ Lingkaran “
5. Daerah yang tidak di operasi, jangan ditandai kecuali sangat diperlukan

Gunakan penanda yang tidak mudah terhapus ( contoh : Spidol permanent )

B. PERSIAPAN SEBELUM DILAKUKAN INDUKSI ANESTESI (THE SIGN IN) DI RUANG


PENERIMAAN PASIEN.
1. Memastikan identitas pasien sesuai dengan yang tertulis pada gelang identitas
pasien.
2. Melibatkan pasien dalam verifikasi kebenaran lokasi operasi bila pasien dalam
keadaan sadar atau memastikan kebenaran lokasi operasi berdasarkan rekam
medis dan hasil pemeriksaan penunjang pasien (misalnya hasil rontgen, CT Scan,
MRI, dll).

9
3. Bila pasien dalam keadaan sadar, pastikan bahwa pasien telah diinformasikan
sebelumnya dan mengerti tentang prosedur dan langkah–langkah yang akan
dilakukan sebelum, saat dan setelah operasi.
4. Memastikan bahwa pasien atau keluarganya telah menandatangani Surat
Persetujuan tindakan medis (Informed Consent Form).
5. Memastikan alat Pulse Oximeter sudah terpasang dan berfungsi dengan baik.
6. Memeriksa kelengkapan dan ketersediaan obat–obat anestesi dan mesin
anestesi, serta memastikan mesin anestesi tersebut dapat berfungsi dengan baik.
7. Memastikan riwayat alergi pasien, risiko aspirasi maupun risiko terjadinya
keadaan darurat termasuk risiko perdarahan dan kesiapan alat, obat, akses
intravena maupun transfusi darah yang mungkin diperlukan pada saat dan setelah
operasi.
8. Tuliskan waktu dan tanda tangan pada sign in (dokter & perawat).

C. PERSIAPAN SEBELUM DILAKUKAN INSISI KULIT (THE TIME OUT)


1. Perawat sirkuler, meminta semua anggota tim memperkenalkan diri dan
menyebutkan tugas masing-masing.
2. Perawat instrumen mengecek kelengkapan dan jumlah instrumen, kasa dan jarum
yang akan digunakan dalam pembedahan.
3. Dokter operator memastikan nama lengkap pasien, prosedur tindakan dan lokasi
tindakan yang akan dilakukan, memastikan kembali bahwa persetujuan
pembedahan sudah ada.
4. Dokter operator menanyakan kepada dokter anestesi atau perawat dalam tim
apakah antibiotik profilaksis sudah diberikan 60 menit sebelum operasi (sebutkan
nama antibiotik dan dosisnya) apabila memang kepada pasien tersebut harus
diberikan profilaksis. Rekomendasi IDSA (Infectious Disease Society of America)
tahun 2013 bahwa profilaksis antibiotik sebaiknya diberikan dalam waktu 60
menit menjelang incisi.
5. Perawat sirkuler, menanyakan kepada dokter operator langkah yang akan
dilakukan oleh operator bila terjadi kondisi kritis atau kejadian yang tidak
diharapkan, lamanya operasi dan estimasi kehilangan darah serta apa yang
dilakukan bila pasien kehilangan darah melebihi jumlah yang ditoleransi.
6. Perawat sirkuler menanyakan kepada dokter anestesi apakah ada hal khusus yang
perlu diperhatikan dan apakah central line cateter perlu dipasang.

10
7. Perawat sirkuler menanyakan kepada perawat instrument tentang sterilitas alat
dan kondisi fungsional alat-alat bedah yang digunakan dalam operasi, serta
memastikan foto rontgen/CT Scan/MRI telah ditayangkan dengan benar dan
posisi foto tidak terbalik.
8. Tuliskan waktu pelaksanaan verifikasi. Tanda tangan verifikasi time out ini oleh
dokter Operator dan Perawat sirkuler.
9. Bila dalam proses time out belum sempurna, anggota tim operasi dapat
menghentikan prosedur itu. Semua anggota tim mempunyai tanggung jawab
untuk bicara jika mereka mempunyai informasi yang dapat mempengaruhi
keselamatan pasien. Prosedur belum dapat dimulai sebelum masalah
terpecahkan.
10. Pastikan benar identitas pasien, benar prosedur, benar posisi, benar lokasi dan
sisi, benar penandaan (Jika diindikasikan)
11. Informed consent sudah dikonfirmasi dengan pasien.
12. Sistem implant yang akan dipasang atau akan diambil telah dipastikan.
13. Tersedia peralatan khusus, misalnya BVM apabila terjadi kegagalan mesin
anestesi.
14. Seluruh obat dan cairan yang akan digunakan dalam sudah diberi label yang
benar.
15. Benar diagnosis dan hasil pemeriksaan radiologi (Contoh: gambar dan hasil scan
radiologi, atau hasil patologi dan biopsy) yang diberi label yang sesuai
16. Tersedia produk darah yang dibutuhkan atau telah dilakukan skrining golongan
darah dan cross match
17. Proses Time Out dilakukan untuk memastikan :
a. Di lokasi mana prosedur invasif akan dilakukan
b. Tempat insersi jarum, probe atau alat lainnya
Seluruh tim pelaksana prosedur sudah menggunakan “komunikasi aktif”
(secara oral atau melalui beberapa tindakan)
18. Bila proses Time Out tidak benar, atau tidak lengkap, siapapun dalam tim
prosedur dapat menghentikan dimulainya prosedur
19. Semua anggota tim memiliki tanggung jawab untuk berbicara bila mereka
mempunyai informasi yang dapat mempengaruhi keselamatan dan kualitas
perawatan pasien.
20. Prosedur tidak akan dilanjutkan sampai semua masalah selesai

11
21. Time Out untuk memastikan :
a. Benar identitas pasien
b. Benar prosedur
c. Benar posisi
d. Benar sisi dan lokasi
e. Benar lokasi penandaan (sesuai indikasi)
f. Persetujuan prosedur dikonfirmasi ulang dengan pasien
g. Implant atau alat khusus tersedia jika diperlukan
h. Semua obat dan cairan yang digunakan di dalam prosedur, diberi label
dengan tepat

D. PERSIAPAN SEBELUM PASIEN MENINGGALKAN RUANG OPERASI (THE SIGN OUT)


1. Perawat sirkuler menanyakan kepada dokter operator tentang nama prosedur
tindakan. menanyakan kepada perawat instrument tentang perhitungan jumlah
instrumen, kasa dan jarum yang telah digunakan selama operasi, serta apakah
ada masalah peralatan selama operasi berlangsung.
2. Perawat sirkuler memberi label pada wadah specimen PA. Tuliskan nama pasien
dan asal jaringan specimen.
3. Lengkapi formulir instrumen yang digunakan setelah tindakan operasi (tidak boleh
kosong).
4. Dokter operator, dokter anestesi dan tim perawat secara berurutan
menyampaikan masalah utama yang harus diperhatikan untuk pemulihan pasien
dan penatalaksanaan pasien tersebut selanjutnya. Tuliskan pada rekam medis
pasien.
5. Selama di ruang pemulihan, pasien harus diobservasi dan didokumentasikan hasil
observasinya di lembar observasi.
6. Tuliskan waktu dan tanda tangan pada sign out.

E. DAFTAR ISTILAH PENTING


1) Prosedur Invasif. Prosedur Invasif adalah tindakan atau teknik yang mencakup
pemasukan jarum, probe, atau alat lain ke dalam tubuh pasien untuk tujuan
pemeriksaan, pertolongan, atau pengobatan (terapi).
2) Kondisi emergensi. Kondisi emergensi adalah kondisi yang terjadinya tiba-tiba, tidak
direncanakan dan berpotensi mengancam nyawa.

12
3) Protokol universal. Protokol universal adalah protokol yang menggambarkan proses
penggunaan “komunikasi aktif” untuk menghilangkan risiko salah lokasi, salah
prosedur, salah pasien. Protokol universal didokumentasikan sesaat sebelum
dimulainya prosedur Time Out.
4) Komunikasi Aktif. Komunikasi aktif adalah komunikasi antara petugas kesehatan yang
dilakukan secara oral atau dengan tindakan untuk memastikan benar: pasien,
prosedur, dan sisi. Pasien harus turut berpartisipasi dalam proses verifikasi (jika
memungkinkan).
5) Prosedur Invasif Risiko Minimal. Prosedur Invasif Risiko Minimal yaitu prosedur
invasif yang dilakukan dengan memakai anestesi lokal dan tidak menyebabkan
komplikasi yang membutuhkan tatalaksana di level pelayanan yang lebih tinggi.
Prosedur invasive risiko minimal harus memenuhi setidaknya satu dari kriteria berikut
ini :
- Tidak mencakup penetrasi organ dalam rongga tubuh.
- Dapat dilakukan dengan visualisasi langsung, palpasi, atau penuntun indirek
(contoh : ultrasound, CT, Fluoroskopi, MRI).
- Jika menggunakan instrumentasi endoskopi, struktur yang divisualisasi harus juga
dapat diakses dengan bantuan speculum atau cermin contoh seperti fiberoptik
laryngoskopi atau pemeriksaan serviks dan vagina.
- Prosedur tidak mencakup penetrasi organ internal atau struktur internal yang
berada di dalam rongga tubuh.
- Diagnosis dan/ atau terapi.
- Tindakan ini sudah mendapat persetujuan dari kepala unit pelayanan prosedur
invasif terkait.
6) Prosedur Invasif dengan Risiko Tinggi.
Prosedur Invasif dengan Risiko Tinggi adalah prosedur invasif yang memenuhi satu
dari kriteria berikut :
- Tidak dapat diklasifikasikan sebagai risiko minimal sesuai definisi di atas
- Membutuhkan anestesi : sedasi, analgesia atau anestesi umum
- Terkait dengan risiko cedera tubuh atau komplikasi lain yang mungkin
membutuhkan tatalaksana pada tingkat pelayanan yang lebih tinggi jika terjadi.
Mencakup :
a) Penetrasi organ atau struktur internal yang berada dalam rongga tubuh

13
b) Utilisasi instrumentasi endoskopi untuk visualisasi struktur yang tidak dapat
dilihat dengan cara lain
c) Kanulasi central venous system atau sistem arterial
- Tindakan ini sudah mendapat persetujuan dari kepala unit pelayanan prosedur
invasive terkait
a) Verifikasi tambahan dan verifikasi final lokasi prosedur akan dilakukan selama
Time Out yang diinisiasi oleh tenaga kesehatan yang melakukan prosedur
b) Anggota Komite Prosedur akan berkomunikasi secara aktif mengenai lokasi
prosedur sebagai bagian dari verifikasi final proses Time Out
c) Pasien yang menolak penandaan lokasi tindakan, harus menandatangani form
penolakan penandaan lokasi tindakan
d) Pasien yang tidak memungkinkan dilakukan penandaan, maka dibuat
penandaan pada gambar tubuh manusia di status rekam medis pasien. Apabila
gambar tubuh manusia tidak tersedia maka harus digambar secara manual.
e) Prosedur pengecualian penandaan antara lain :
i. Prosedur yang mencakup aspirasi bone marrow, pemasangan arteri line,
vena central, epidural atau tindakan yang menggunakan cateter
ii. Prosedur dimana teknik lokalisasi radiografik atau radioisotope digunakan
sebagai salah satu cara mengidentifikasi lesi
iii. Prosedur dimana terdapat lokasi tambahan, dan lokasi tersebut
merupakan lokasi injeksi radioisotope, atau lokasi tambahan, harus
ditandai jika diindikasikan
iv. Prosedur yang dilakukan pada organ soliter (contoh: pituitary, jantung,
trakea, esophagus, lambung, pancreas, hati, limpa, kolon, rectum, vagina,
cerviks, uterus, uretra, kandung kemih, skrotum, penis atau prostat) atau
dengan pendekatan tunggal ke dalam salah satu rongga tubuh seperti
abdomen, atau mediastinum (termasuk proseur invasif minimal
laryngoscopy atau cystoskopi) atau prosedur orificium alami (contoh
eksisi transanal atau transvaginal) tidak membutuhkan penandaan
v. Lokasi di permukaan mukosa dan perineum tidak perlu dilakukan
penandaan
vi. Prosedur pada neonatus dan pasien luka bakar
7) Tinjauan Proses Protokol Universal

14
Komite Prosedur akan bertanggungjawab terhadap analisis data kepatuhan dan
dokumentasi Protokol Universal, Riwayat penyakit dan Pemeriksaan Fisik,
Pemeriksaan Pra dan Pasca Prosedur.
a. Masing-masing departemen klinik yang melakukan prosedur invasif akan
menyediakan data yang diminta oleh komite prosedur
b. Dokumentasi pasca prosedur dan analisisnya dilaporkan kepada komite prosedur
8) Pelabelan Obat dan cairan infus
Semua obat-obatan dan cairan infus yang akan dipakai di ruang tindakan harus diberi
label dengan tepat.
9) Prosedur Invasif dengan menggunakan Sedasi/ Analgesi
Pengawasan intra prosedur terhadap pasien yang menjalani prosedur invasif dengan
sedasi/ analgesi harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam protokol
anestesi.
10) Dokumentasi Pasca Prosedur “Catatan Prosedur Invasif”
Catatan Prosedur Invasif risiko tinggi harus segera dibuat dan dicatat dalam rekam
medis sebelum pemindahan pasien ke tahap perawatan selanjutnya, meliputi :
Kelengkapan catatan prosedur invasive :
a. Informasi identifikasi Pasien
b. Apakah sedasi/ analgesia atau anestesi local yang digunakan
c. Nama tenaga kesehatan
d. Prosedur yang dilakukan
e. Deskripsi masing-masing prosedur
f. Temuan
g. Spesimen yang dipindahkan dan atau disposisi spesimen (Jika ada)
h. Perkiraan kehilangan darah (Jika ada)
i. Diagnosis pre dan pasca prosedur
j. Komplikasi
k. Keadaan umum pasien
l. Pelaporan dilakukan oleh dokter yang melakukan prosedur
m. Tanggal dan waktu prosedur
11) Kriteria Pemulangan dan Pemindahan pasien dari Area Prosedur
a. Pemulangan pasien sesuai dengan Kriteria Skor Pemulihan Pasca Prosedur
b. Untuk pasien dengan sedasi mengikuti Kebijakan Sedasi/ Analgesi dalam
Prosedur (Kebijakan Mengenai Protokol Universal)

15
12) Edukasi Pasien Pasca Prosedur
Dilakukan oleh DPJP atau Dokter yang melakukan prosedur invasif serta dilakukan
pencatatan pada lembar edukasi pasien. Mencakup :
a. Instruksi khusus untuk follow-up
b. Informasi hasil dari prosedur/ temuan
c. Gejala atau tanda yang mengindikasikan komplikasi
d. Sumber-sumber yang bisa dihubungi bila terjadi keadaan emergensi

16
BAB IV
DOKUMENTASI

Formulir Check list Keselamatan Operasi yang telah diisi kemudian disimpan di kamar
operasi sebagai arsip. Check list ini tidak di dalam berkas rekam medis.
Dokumen yang terkait dengan daftar tilik Keselamatan Bedah adalah Catatan
Keperawatan Sesudah Operasi (form terlampir) dan Catatan Protokol Universal.

17

Anda mungkin juga menyukai