LATAR BELAKANG
Salah lokasi, salah prosedur, salah pasien pada operasi, adalah sesuatu yang
mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari
komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak
melibatkan pasien didalam penandaan lokasi (site marking ), dan tidak ada prosedur untuk
verifikasi lokasi operasi.
Di samping itu pula asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis
tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah,
permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca ( illegible handwriting ) dan
pemakaian singkatan adalah merupakan factor-faktor kontribusi yang sering terjadi.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu kebijakan
dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini.
Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checkist dari
WHO Patient Safety ( 2009 ), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing
Wrong Site, Wrong Procedur, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada T yang
dapat dikenali. T itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh
operator/orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika
memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan
pada semua kasus termasuk sisi (laterality, multiple standarduktur (jari tangan, jari kaki, lesi)
atau Multipel level ( tulang belakang ).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk :
1
tindakan dimulai, da melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit enetapkan bagaimana proses
itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan ceklist.
2
Indikator Keselamatan Operasi
1. Menggunakan tanda yang mudah dikenali untuk identifikasi lokasi operasi dan
mengikutsertakan pasien dalam proses penandaan.
2. Menggunakan checklist atau proses lain untuk verifikasi lokasi yabg tepat, prosedur yang
tepat, dan pasien yang tepat sebelum operasi, dan seluruh dokumen serta peralatan yang
dibutuhkan tersedia, benar dan berfungsi.
3. Seluruh tim operasi membuat dan mendokumentasikan prosedur time out sesaat sebelum
prosedur dimulai.
3
BAB I
PENGERTIAN
Keselamatan operasi adalah upaya mencegah terjadinya kesalahan pasien, prosedur dan
sisi operasi pada semua pasien yang akan dilakukan tindakan operasi, baik yang dijadwalkan
(elektif) maupun operasi darurat (emergency).
Pembedahan yang aman untuk menyelamatkan hidup pasien (Safe Surgery Saves Lives)
dicanangkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui program WHO patient safety yang
bertujuan untuk mengurangi kematian akibat pembedahan di seluruh dunia. Program ini
mengarahkan komitmen dan kemauan rumah sakit tentang pentingnya masalah keselamatan
pasien. Permasalahan selama ini terjadi di mana-mana adalah praktek anestesi yang tidak aman,
infeksi pembedahan dan komunikasi yang rendah antar anggota tim bedah. Sebenarnya masalah-
masalah ini dapat dicegah di berbagai negara apabila ada regulasi tertentu.
Dalam rangka mengurangi jumlah insidensi kecelakaan pembedahan, WHO patient safety
telah berkonsultasi dengan ahli bedah, ahli anestesi, ahli keperawatan, ahli patient safety dan
pasien di pelbagai belahan dunia. WHO patient safety kemudian mengidentifikasi sepuluh hal
dasar untuk pembedahan yang aman. Identifikasi tersebut kemudian dirumuskan dalam WHO
Surgical Safety checklist. Daftar tilik (checklist) yang diciptakan ini bertujuan untuk mendukung
keselamatan, membantu komunikasi, membina teamwork yang lebih baik antar profesi yang
berbeda yang terlibat dalam pembedahan. Checklist ini sebagai alat yang digunakan para klinisi
untuk meningkatkan keamanan pembedahan, mengurangi kematian akibat pembedahan yang
tidak perlu dan mengurangi komplikasi pembedahan.
Daftar tilik ini juga mengharuskan kerjasama antara unit layanan rumah sakit. Misalnya unit
rawat inap dengan unit kamar bedah. Bentuk kerjasama tersebut antara lain penggunaan gelang
identitas, penandaan area operasi dan penyiapan hasil pemeriksaan radiologi.
4
Tiap point daftar tilik dibuat berdasarkan bukti klinis atau pendapat ahli. Point-point ini
mengurangi kejadian yang serius, mencegah kesalahan pembedahan, dan mencegah kejadian
yang tidak diharapkan atau tidak terduga.
Daftar tilik ini diadopsi dari WHO surgical safety checklist. Tujuan utama dari checklist dan
manualnya adalah untuk membantu mengarahkan tim agar secara konsisten mengikuti langkah-
langkah keselamatan dan meminimalkan hal-hal yang berisiko bahaya. Daftar tilik ini juga
memandu komunikasi dan interaksi verbal antar anggota tim sebagai konfirmasi bahwa pasien
telah mendapatkan penanganan yang tepat.
5
Tim akan mengatakan dengan suara jelas tentang nama prosedur bedah yang benar dengan
pasien yang benar dan tempat operasi yang benar dan direview oleh satu sama lain. Ceklist ini
sebagai pedoman. Mereka juga akan mengkonfirmasi bahwa antibiotik profilaksis sudah diberikan
60 menit sebelumnya dan gambaran yang penting juga diberikan dengan benar.
Di fase sign out, yaitu sebelum pasien keluar kamar operasi, tim akan mereview prosedur
pembedahan yang sudah dilakukan, kelengkapan kasa dan alat dan pemberian label spesimen.
Misalnya spesimen PA (pemeriksaan patologi anatomi). Di fase ini juga direview apakah ada
instrumen yang tidak berfungsi atau hal-hal yang perlu mendapat perhatian. Tim juga
mendiskusikan rencana utama, manajemen postoperatif dan recovery sebelum pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan.
Adanya koordinator ceklist penting dalam proses ceklist ini. Setiap langkah perlu
perhatian lebih seksama selama masa pre-operasi, intraoperatif dan persiapan postoperasi.
Koordinator ceklist ini untuk mengkonfirmasi kelengkapan ceklist sehingga dipastikan tidak ada
langkah-langkah dalam ceklist yang terlewati sebelum masuk ke fase berikutnya dalam operasi.
Sampai anggota tim terbiasa dengan langkah-langkah pengecekan yang dilakukan, koordinator
ceklist berperan seperti pembimbing tim untuk menjalankan proses pengecekan.
Koordinator ceklist harus mencegah tim melangkah ke fase berikutnya apabila langkah-
langkah di fase tersebut belum dilengkapi. Tindakan ini mungkin menyebabkan anggota lain tidak
senang atau tersinggung. Oleh karena itu, RS harus secara mempertimbangkan anggota staff yang
cocok untuk peran sebagai koordinator ceklist.
6
BAB II
RUANG LINGKUP
Manual (Buku Petunjuk) ini digunakan di Rumah Sakit Medika Utama Permata, khususnya
di unit kerja :
1. Kamar Bedah
2. IGD
3. Perawatan Umum
4. Rawat Jalan
5. Kebidanan dan Kandungan
Setiap unit tersebut harus memperhatikan dan mendukung keselamatan bedah.
7
BAB III
TATA LAKSANA
8
tindakan dimulai, da melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit enetapkan bagaimana proses
itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan ceklist.
1. Menggunakan tanda yang mudah dikenali untuk identifikasi lokasi operasi dan
mengikutsertakan pasien dalam proses penandaan.
2. Menggunakan checklist atau proses lain untuk verifikasi lokasi yabg tepat, prosedur yang
tepat, dan pasien yang tepat sebelum operasi, dan seluruh dokumen serta peralatan yang
dibutuhkan tersedia, benar dan berfungsi.
3. Seluruh tim operasi membuat dan mendokumentasikan prosedur time out sesaat
sebelum prosedur dimulai.
9
3. Bila pasien dalam keadaan sadar, pastikan bahwa pasien telah diinformasikan
sebelumnya dan mengerti tentang prosedur dan langkah–langkah yang akan
dilakukan sebelum, saat dan setelah operasi.
4. Memastikan bahwa pasien atau keluarganya telah menandatangani Surat
Persetujuan tindakan medis (Informed Consent Form).
5. Memastikan alat Pulse Oximeter sudah terpasang dan berfungsi dengan baik.
6. Memeriksa kelengkapan dan ketersediaan obat–obat anestesi dan mesin
anestesi, serta memastikan mesin anestesi tersebut dapat berfungsi dengan baik.
7. Memastikan riwayat alergi pasien, risiko aspirasi maupun risiko terjadinya
keadaan darurat termasuk risiko perdarahan dan kesiapan alat, obat, akses
intravena maupun transfusi darah yang mungkin diperlukan pada saat dan setelah
operasi.
8. Tuliskan waktu dan tanda tangan pada sign in (dokter & perawat).
10
7. Perawat sirkuler menanyakan kepada perawat instrument tentang sterilitas alat
dan kondisi fungsional alat-alat bedah yang digunakan dalam operasi, serta
memastikan foto rontgen/CT Scan/MRI telah ditayangkan dengan benar dan
posisi foto tidak terbalik.
8. Tuliskan waktu pelaksanaan verifikasi. Tanda tangan verifikasi time out ini oleh
dokter Operator dan Perawat sirkuler.
9. Bila dalam proses time out belum sempurna, anggota tim operasi dapat
menghentikan prosedur itu. Semua anggota tim mempunyai tanggung jawab
untuk bicara jika mereka mempunyai informasi yang dapat mempengaruhi
keselamatan pasien. Prosedur belum dapat dimulai sebelum masalah
terpecahkan.
10. Pastikan benar identitas pasien, benar prosedur, benar posisi, benar lokasi dan
sisi, benar penandaan (Jika diindikasikan)
11. Informed consent sudah dikonfirmasi dengan pasien.
12. Sistem implant yang akan dipasang atau akan diambil telah dipastikan.
13. Tersedia peralatan khusus, misalnya BVM apabila terjadi kegagalan mesin
anestesi.
14. Seluruh obat dan cairan yang akan digunakan dalam sudah diberi label yang
benar.
15. Benar diagnosis dan hasil pemeriksaan radiologi (Contoh: gambar dan hasil scan
radiologi, atau hasil patologi dan biopsy) yang diberi label yang sesuai
16. Tersedia produk darah yang dibutuhkan atau telah dilakukan skrining golongan
darah dan cross match
17. Proses Time Out dilakukan untuk memastikan :
a. Di lokasi mana prosedur invasif akan dilakukan
b. Tempat insersi jarum, probe atau alat lainnya
Seluruh tim pelaksana prosedur sudah menggunakan “komunikasi aktif”
(secara oral atau melalui beberapa tindakan)
18. Bila proses Time Out tidak benar, atau tidak lengkap, siapapun dalam tim
prosedur dapat menghentikan dimulainya prosedur
19. Semua anggota tim memiliki tanggung jawab untuk berbicara bila mereka
mempunyai informasi yang dapat mempengaruhi keselamatan dan kualitas
perawatan pasien.
20. Prosedur tidak akan dilanjutkan sampai semua masalah selesai
11
21. Time Out untuk memastikan :
a. Benar identitas pasien
b. Benar prosedur
c. Benar posisi
d. Benar sisi dan lokasi
e. Benar lokasi penandaan (sesuai indikasi)
f. Persetujuan prosedur dikonfirmasi ulang dengan pasien
g. Implant atau alat khusus tersedia jika diperlukan
h. Semua obat dan cairan yang digunakan di dalam prosedur, diberi label
dengan tepat
12
3) Protokol universal. Protokol universal adalah protokol yang menggambarkan proses
penggunaan “komunikasi aktif” untuk menghilangkan risiko salah lokasi, salah
prosedur, salah pasien. Protokol universal didokumentasikan sesaat sebelum
dimulainya prosedur Time Out.
4) Komunikasi Aktif. Komunikasi aktif adalah komunikasi antara petugas kesehatan yang
dilakukan secara oral atau dengan tindakan untuk memastikan benar: pasien,
prosedur, dan sisi. Pasien harus turut berpartisipasi dalam proses verifikasi (jika
memungkinkan).
5) Prosedur Invasif Risiko Minimal. Prosedur Invasif Risiko Minimal yaitu prosedur
invasif yang dilakukan dengan memakai anestesi lokal dan tidak menyebabkan
komplikasi yang membutuhkan tatalaksana di level pelayanan yang lebih tinggi.
Prosedur invasive risiko minimal harus memenuhi setidaknya satu dari kriteria berikut
ini :
- Tidak mencakup penetrasi organ dalam rongga tubuh.
- Dapat dilakukan dengan visualisasi langsung, palpasi, atau penuntun indirek
(contoh : ultrasound, CT, Fluoroskopi, MRI).
- Jika menggunakan instrumentasi endoskopi, struktur yang divisualisasi harus juga
dapat diakses dengan bantuan speculum atau cermin contoh seperti fiberoptik
laryngoskopi atau pemeriksaan serviks dan vagina.
- Prosedur tidak mencakup penetrasi organ internal atau struktur internal yang
berada di dalam rongga tubuh.
- Diagnosis dan/ atau terapi.
- Tindakan ini sudah mendapat persetujuan dari kepala unit pelayanan prosedur
invasif terkait.
6) Prosedur Invasif dengan Risiko Tinggi.
Prosedur Invasif dengan Risiko Tinggi adalah prosedur invasif yang memenuhi satu
dari kriteria berikut :
- Tidak dapat diklasifikasikan sebagai risiko minimal sesuai definisi di atas
- Membutuhkan anestesi : sedasi, analgesia atau anestesi umum
- Terkait dengan risiko cedera tubuh atau komplikasi lain yang mungkin
membutuhkan tatalaksana pada tingkat pelayanan yang lebih tinggi jika terjadi.
Mencakup :
a) Penetrasi organ atau struktur internal yang berada dalam rongga tubuh
13
b) Utilisasi instrumentasi endoskopi untuk visualisasi struktur yang tidak dapat
dilihat dengan cara lain
c) Kanulasi central venous system atau sistem arterial
- Tindakan ini sudah mendapat persetujuan dari kepala unit pelayanan prosedur
invasive terkait
a) Verifikasi tambahan dan verifikasi final lokasi prosedur akan dilakukan selama
Time Out yang diinisiasi oleh tenaga kesehatan yang melakukan prosedur
b) Anggota Komite Prosedur akan berkomunikasi secara aktif mengenai lokasi
prosedur sebagai bagian dari verifikasi final proses Time Out
c) Pasien yang menolak penandaan lokasi tindakan, harus menandatangani form
penolakan penandaan lokasi tindakan
d) Pasien yang tidak memungkinkan dilakukan penandaan, maka dibuat
penandaan pada gambar tubuh manusia di status rekam medis pasien. Apabila
gambar tubuh manusia tidak tersedia maka harus digambar secara manual.
e) Prosedur pengecualian penandaan antara lain :
i. Prosedur yang mencakup aspirasi bone marrow, pemasangan arteri line,
vena central, epidural atau tindakan yang menggunakan cateter
ii. Prosedur dimana teknik lokalisasi radiografik atau radioisotope digunakan
sebagai salah satu cara mengidentifikasi lesi
iii. Prosedur dimana terdapat lokasi tambahan, dan lokasi tersebut
merupakan lokasi injeksi radioisotope, atau lokasi tambahan, harus
ditandai jika diindikasikan
iv. Prosedur yang dilakukan pada organ soliter (contoh: pituitary, jantung,
trakea, esophagus, lambung, pancreas, hati, limpa, kolon, rectum, vagina,
cerviks, uterus, uretra, kandung kemih, skrotum, penis atau prostat) atau
dengan pendekatan tunggal ke dalam salah satu rongga tubuh seperti
abdomen, atau mediastinum (termasuk proseur invasif minimal
laryngoscopy atau cystoskopi) atau prosedur orificium alami (contoh
eksisi transanal atau transvaginal) tidak membutuhkan penandaan
v. Lokasi di permukaan mukosa dan perineum tidak perlu dilakukan
penandaan
vi. Prosedur pada neonatus dan pasien luka bakar
7) Tinjauan Proses Protokol Universal
14
Komite Prosedur akan bertanggungjawab terhadap analisis data kepatuhan dan
dokumentasi Protokol Universal, Riwayat penyakit dan Pemeriksaan Fisik,
Pemeriksaan Pra dan Pasca Prosedur.
a. Masing-masing departemen klinik yang melakukan prosedur invasif akan
menyediakan data yang diminta oleh komite prosedur
b. Dokumentasi pasca prosedur dan analisisnya dilaporkan kepada komite prosedur
8) Pelabelan Obat dan cairan infus
Semua obat-obatan dan cairan infus yang akan dipakai di ruang tindakan harus diberi
label dengan tepat.
9) Prosedur Invasif dengan menggunakan Sedasi/ Analgesi
Pengawasan intra prosedur terhadap pasien yang menjalani prosedur invasif dengan
sedasi/ analgesi harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam protokol
anestesi.
10) Dokumentasi Pasca Prosedur “Catatan Prosedur Invasif”
Catatan Prosedur Invasif risiko tinggi harus segera dibuat dan dicatat dalam rekam
medis sebelum pemindahan pasien ke tahap perawatan selanjutnya, meliputi :
Kelengkapan catatan prosedur invasive :
a. Informasi identifikasi Pasien
b. Apakah sedasi/ analgesia atau anestesi local yang digunakan
c. Nama tenaga kesehatan
d. Prosedur yang dilakukan
e. Deskripsi masing-masing prosedur
f. Temuan
g. Spesimen yang dipindahkan dan atau disposisi spesimen (Jika ada)
h. Perkiraan kehilangan darah (Jika ada)
i. Diagnosis pre dan pasca prosedur
j. Komplikasi
k. Keadaan umum pasien
l. Pelaporan dilakukan oleh dokter yang melakukan prosedur
m. Tanggal dan waktu prosedur
11) Kriteria Pemulangan dan Pemindahan pasien dari Area Prosedur
a. Pemulangan pasien sesuai dengan Kriteria Skor Pemulihan Pasca Prosedur
b. Untuk pasien dengan sedasi mengikuti Kebijakan Sedasi/ Analgesi dalam
Prosedur (Kebijakan Mengenai Protokol Universal)
15
12) Edukasi Pasien Pasca Prosedur
Dilakukan oleh DPJP atau Dokter yang melakukan prosedur invasif serta dilakukan
pencatatan pada lembar edukasi pasien. Mencakup :
a. Instruksi khusus untuk follow-up
b. Informasi hasil dari prosedur/ temuan
c. Gejala atau tanda yang mengindikasikan komplikasi
d. Sumber-sumber yang bisa dihubungi bila terjadi keadaan emergensi
16
BAB IV
DOKUMENTASI
Formulir Check list Keselamatan Operasi yang telah diisi kemudian disimpan di kamar
operasi sebagai arsip. Check list ini tidak di dalam berkas rekam medis.
Dokumen yang terkait dengan daftar tilik Keselamatan Bedah adalah Catatan
Keperawatan Sesudah Operasi (form terlampir) dan Catatan Protokol Universal.
17