Anda di halaman 1dari 13

KPK : Amanat Reformasi Kini Tak Lagi Sakti

Enno Haya Gladya Naranta


ennogladya03@gmail.com
PENGANTAR

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah merupakan negara hukum yang


berlandaskan pada falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945. Landasan negara Republik Indonesia ini mempunyai tujuan untuk mewujudkan tata
kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang tertib, aman, bersih, makmur dan berkeadilan
sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila yang menjadi filosofi tujuan hidup
masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam
posisinya sebagai salah satu negara yang berkembang di dunia, berusaha untuk membuat
pembenahan di segala bidang dan di berbagai aspek untuk mengangkat ketinggalannya.
Pembenahan dalam aspek pembangunan misalnya, hingga saat ini pembangunan di segala sektor
masih belum terselesaikan dengan baik karena banyaknya persoalan-persoalan yang
mempengaruhinya. Salah satu persoalan yang menjadi kendala pembenahan ini adalah maraknya
tindak pidana korupsi yang selalu menjadi perhatian publik belakangan ini.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lembaga negara yang bersifat


independen serta memiliki kebebasan dari kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya. Lembaga ini dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil
guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK dibentuk untuk
melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan. KPK
dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga yang
telah ada sebelumnya, melainkan sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh
lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien. Adapun tugas
KPK adalah melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang dalam melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK); supervisi terhadap instansi yang berwenang dalam
melakukan pemberantasan TPK; melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap
pelaku TPK; serta melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah negara.
Tindak pidana korupsi merupakan salah satu masalah yang selalu menjadi sorotan dan
sekaligus keprihatinan masyarakat, karena korupsi merupakan benalu sosial yang merusak sendi-
sendi struktur pemerintahan dan menjadi hambatan paling utama dalam pembangunan.1 Pada
akhir tahun 2019, ramai diperbincangkan mengenai Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuai kontroversi dan menimbulkan
berbagai macam pendapat atau pandangan dari berbagai pihak. Tindak pidana korupsi
merupakan salah satu masalah yang cukup serius. Tindakan pidana ini dapat membahayakan
stabilitas serta keamanan bagi masyarakat, membahayakan pembangunan sosial, ekonomi dan
juga politik serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas, karena lambat laun
perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya baru. Tindak pidana korupsi merupakan ancaman
terhadap cita-cita bangsa, yaitu menjadi bangsa yang adil dan makmur.2

Adapun sesuai dengan konsideran UU No.30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, KPK merupakan ujung tombak dalam pemberantasan korupsi. KPK
tidak saja sebagai penyidik tetapi juga sebagai penuntut terhadap pelaku tindak pidana korupsi.
Dengan dibentuknya KPK telah banyak kasus korupsi yang berhasil digagalkan, sehingga dapat
mengembalikan uang negara dalam jumlah yang tidak sedikit. Penegak hukum yang kedua yang
berkompeten dalam pemberantasan tindak pidana korupsi adalah kepolisian. Polisi merupakan
pihak yang mempunyai kewenangan dalam penyelidikan dan penyidikan pelaku tindak pidana
korupsi, maka terhadap laporan adanya korupsi, polisi akan menindaklanjuti laporan tersebut
dengan menangkap dan menyidik pelaku untuk kemudian diteruskan kepada Kejaksaan Negeri
untuk kemudian dilakukan penuntutan. Kejaksaan merupakan salah satu lembaga penegak
hukum yang juga mempunyai kewenangan untuk melakukan penuntutan terhadap pelaku tindak
pidana korupsi.

Dengan demikian masih sangatlah menarik untuk diperbincangkan mengenai kedudukan


serta kewenangan lembaga negara bantu ini, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia. Penulisan ini akan membahas lebih jauh mengenai kedudukan
dan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia.

HASIL DAN DISKUSI


1
Kartini Kartono. 1988. Patologi Sosial. Jakarta. Bina Aksara. Hal. 3.
2
Evi Hartati, 2007, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, hal.9
Sejarah Pembentukan KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan salah satu lembaga negara yang
dibentuk pada era reformasi di Indonesia. Lembaga ini dibentuk sebagai salah satu bagian
agenda pemberantasan korupsi yang merupakan salah satu agenda terpenting dalam pembenahan
tata pemerintahan di Indonesia. KPK, adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003
untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan
berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Salah satu hasil dari Perubahan Undang- undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Negara RI Tahun 1945) adalah beralihnya
supremasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi supremasi konstitusi. Akibatnya,
MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara karena semua lembaga negara didudukkan sederajat
dalam mekanisme checks and balances. Sementara itu, konstitusi diposisikan sebagai hukum
tertinggi yang mengatur dan membatasi kekuasaan lembaga-lembaga negara.

KPK merupakan Lembaga bantu negara yang dapat disamakan dengan Lembaga Negara
yang tertuang dalam UUD 1945 karena sama-sama mempunyai struktur organisasi yang sama
dengan lembaga negara mempunyai sekjen dan badan Litbang yang dimiliki lembaga negara
yang lain sama seperti Komisi Yudisial, dapat dikatakan bahwa kedudukannya secara struktural
sederajat dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi, secara fungsional,
peranannya bersifat penunjang (auxiliary) terhadap lembaga kekuasaan kehakiman. Komisi
Yudisial, meskipun fungsinya terkait dengan kekuasaan kehakiman, tetapi tidak menjalankan
fungsi kekuasaan kehakiman. Di tengah masih kurang optimalnya kinerja jajaran kepolisian dan
kejaksaan dalam menangani kasus-kasus korupsi, keberadaan KPK harus tetap dipertahankan.
Sebab, menyelamatkan KPK sama artinya dengan menyelamatkan negara dari kehancuran. KPK
tidak boleh kehabisan semangat dan motivasi. Di tanah air, ketidakpercayaan terhadap pelayanan
pejabat negara melahirkan Komisi Pemberantasan Korupsi, Indonesia mulai memasuki masa
inflansi komisi negara, yaitu titik jenuh yang justru dapat mereduksi urgensi eksistensi komisi itu
sendiri. Telah lahir komisi negara baru yang fungsi dan perannya cenderung tidak jelas atau
tumpang tindih satu sama lain.

Secara historis KPK lahir dari sebuah asumsi bahwa penegakan hukum yang dilakukan
oleh Kepolisian dan Kejaksaan tidak berjalan secara efektif. Komisi Pemberantasan Korupsi,
atau disingkat menjadi KPK, adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk
mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan
berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Visi, Misi, Azas, dan Nilai-nilai KPK

Visi KPK adalah mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi. Sedangkan misi KPK
adalah penggerak perubahan untuk mewujudkan Indonesia yang anti korupsi. Azas yang
dipegang KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya adalah kepastian hukum,
keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas. Sedangkan, Nilai-nilai
yang dianut KPK adalah integritas, profesionalisme, inovasi, religiusitas, transparasi,
kepemimpinan, dan produktivitas. Kepastian Hukum Asas kepastian hukum ini mengutamakan
landasan peraturan perundangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kewajiban
penyelenggara negara. Asas ini juga disebut dengan asas pacta sunt servanda yang merupakan
asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Keterbukaan asas ini adalah yang membuka
diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang penyelenggaraan negara. Ini tetap memperhatikan perlindungan atas hak
asasi pribadi, golongan dan rahasia negara. Baca juga : Cerita soal Banjir Jakarta, dari Rebutan
Sampah hingga Evakuasi Tahanan KPK Akuntabilitas Ini adalah asas yang menentukan bahwa
setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Kepentingan umum Asas ini adalah mendahulukan
kesejahteraan umum dengan cara aspiratif, akomodatif, dan selektif. Proporsionalitas Asas ini
mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Tanggung jawab KPK kepada publik
dan harus menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)3.

Perbandingan Kinerja KPK

1. Sampai dengan Desember 2019


Hingga Desember 2019, capaian kinerja KPK adalah sebesar 94,3%. Jika
dibandingkan dengan capaian kinerja pada tahun 2018, capaian kinerja KPK mengalami
3
Welianto Ari. 2020. “KPK: Sejarah dan Tugas Pokoknya”,
https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/05/080000269/kpk-sejarah-dan-tugas-pokoknya?page=all
[Online]. Diakses pada 19 Mei 2021, pukul 14.00.
sedikit penurunan yang ditunjukkan Gambar 11. Kondisi capaian kinerja ini merupakan
akumulasi capaian dari 4 (empat) perspektif yang ada. Adapun capaian dari setiap
perspektif KPK sampai dengan Desember 2019 yaitu: Pertama, perspektif pemangku
kepentingan sampai dengan Desember 2019 capaian perspektif ini adalah sebesar 96,4%
yang mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Capaian
perspektif ini mendapat kontribusi terbesar dari capaian sasaran strategis terbangunnya
integritas pemerintah, masyarakat, politik dan swasta yang sebesar 116,6%. Sedangkan
sasaran strategis terbangunnya hubungan mitra kerjasama yang efektif merupakan
sasaran strategis yang memberikan kontribusi terendah yang hanya sebesar 75,1%.
Kedua, perspektif proses internal. Capaian perspektif ini sampai Desember 2019 sebesar
100% yang mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan capaian tahun sebelumnya.
Sasaran strategi terintegrasinya upaya pencegahan tipikor merupakan sasaran strategis
yang memberikan kontribusi capaian terbesar yaitu 120%. Sedangkan sasaran strategis
terlaksananya koordinasi, supervisi, dan monitor pemberantasan korupsi merupakan
sasaran strategis yang memberikan kontribusi terendah yang hanya sebesar 87,1%.
Ketiga, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Capaian perspektif ini sampai dengan
Desember 2019 sebesar 94,5%, yang mengalami penurunan jika dibandingkan dengan
capaian pada tahun sebelumnya. Pada perspektif ini, sasaran strategis terbangunnya
sistem operasional terintegrasi dan adaptif merupakan sasaran strategis yang memberikan
kontribusi capaian terbesar yaitu 103,3% sedangkan sasaran strategis terbentuknya SDM
berkinerja KPK menjadi sasaran strategis yang memberikan kontribusi capaian terendah
yang sebesar 89,4%. Keempat, perspektif keuangan. Pada tahun 2019, perspektif
keuangan mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kondisi beberapa tahun
sebelumnya. Pada tahun 2019, perspektif ini memberikan kontribusi capaian sebesar
75%. KPI yang memberikan kontribusi bagi sasaran strategis ini adalah Opini BPK atas
laporan keuangan KPK yang selalu memberikan WTP sampai dengan 2018, namun pada
tahun 2019 berdasarkan Laporan Keuangan KPK 2018, KPK mendapatkan opini WDP
(Wajar Dengan Pengecualian) dari BPK.
2. Sepanjang Tahun 2020
Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, mengungkapkan laporan akhir tahun
KPK, di mana sepanjang tahun 2020 ini KPK telah menetapkan tersangka sebanyak 109
orang. KPK juga telah melakukan 111 penyeledikan, 91 penyidikan, 75 penuntutan, 92
inkracht (proses penyelesaian akhir dari suatu perkara perdata yang telah diputus oleh
pengadilan), dan 108 eksekusi4. Walaupun dengan waktu yang cukup singkat yaitu 2019-
2020, KPK dinilai sudah cukup berhasil menjalankan tugasnya dalam memberantas
korupsi. Namun, perlu dicatat bahwa masih banyak pemberantasan korupsi yang juga
belum tuntas, apalagi posisi KPK sekarang yang sedang dilemahkan, akan cukup
memberatkan proses penyelesaian kasus.
3. Setelah adanya RUU KPK
Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan
Kedua Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
atau yang lebih akrab didengar sebagai RUU KPK, Indonesia Corruption Watch (ICW)
bersama dengan Transparansi International Indonesia (TII) meluncurkan refleksi akhir
tahun yang ditujukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedua lembaga ini
sepakat menilai adanya perubahan yang cukup signifikan dari arah dan pola kerja KPK.
Namun sayangnya, perubahan signifikan ini cenderung mengarah ke sumbu negatif.
Selama 1 tahun kepemimpinan Firli Bahuri, ICW dan TII menganggap kinerja KPK
justru menurun, dan alih-alih mencetak banyak prestasi, KPK selama setahun terakhir ini
malah lebih sering menciptakan kontroversi.
Ditambah lagi, kurang lebih lima lembaga survei, seperti; Alvara Research
Center, Indo Barometer, Charta Politica, Lembaga Survei Indonesia, dan Litbang
Kompas menyatakan bahwa sepanjang tahun 2020 ini, tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap KPK menurun. Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana memaparkan beberapa faktor
yang berperan penting dalam memengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
KPK, antara lain yaitu; pelanggaran etik, menunjukkan gimik politik, sampai pada
permintaan kenaikan gaji yang juga diikuti pembelian mobil dinas.
Terakhir, catatan merah bagi KPK datang dari Transparency International
(lembaga dunia yang bertujuan untuk memerangi korupsi) yang menempatkan Indonesia
pada peringkat 85 dari 180 negara serta memiliki skor 40 dalam indeks persepsi korupsi
tahun 2019. Global Corruption Barometer Indonesia dari Transparency International
Indonesia di tahun 2020 juga menghasilkan kesimpulan bahwa pemberantasan korupsi di
Indonesia masih tak mengalami kemajuan4. Hal-hal di atas menjadi rapot merah bagi
KPK dan merupakan bukti empiris bahwa RUU KPK berdampak tak begitu bagus atau
bahkan melemahkan KPK itu sendiri.

Peralihan Pegawai KPK ke ASN dan Dampaknya

1. Kejanggalan Proses Peralihan


Seiring berjalannya waktu semenjak diundangkannya UU No.19 Tahun 2019
mengenai perubahan pada UU No.30 Tahun 2002 , maka KPK berinisiatif untuk mulai
menyelaraskan kinerjanya sesuai dengan peraturan terbaru. Salah satunya adalah adalah
dengan mengadakan Tes Wawasan Kebangsaan kepada para anggota KPK yang telah
dilakukan pada waktu dekat-dekat ini. Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) merupakan
asesmen dalam proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).5
KPK sendiri sudah mengeluarkan hasil TWK yang diumumkan dengan
mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021 yang ditandatangani Ketua
KPK Firli Bahuri 7 Mei 2021, dimana ada setidaknya 75 pegawai KPK yang dinyatakan
tidak lulus TWK sehingga mereka akan dibebastugaskan berdasarkan pernyataan yang
dikeluarkan oleh Plt. Juru Bicara KPK, Ali Fikri.
Namun, banyak kalangan menilai bahwa TWK yang dilakukan oleh KPK sarat
akan beberapa kejanggalan, apalagi banyak dari 75 pegawai KPK yang dibebastugaskan
tersebut merupakan pegawai KPK yang memiliki integritas dan profesionalitas yang baik
selama ini dalam memberantas korupsi, sebut saja Novel Baswedan, Ambarita Damanik,
Andre Nainggolan, Budi Sukmo, Budi Agung Nugroho, Afief Julian Miftah, serta nama-
nama lain. Selain itu, TWK pegawai KPK ini banyak menimbulkan kontroversi
dikarenakan pertanyaan yang ada TWK tidak ada hubungannya dengan tugas pokok dan
fungsi KPK dalam memberantas korupsi, diantaranya seperti pandangan pegawai seputar
FPI, Muhammad Rizieq Shihab, HTI, alasan belum menikah, kesediaan menjadi istri
kedua, doa qunut dalam shalat hingga LGBT6. Beberapa pihak akhirnya buka suara
4
Prasetyo, Aji. 2020. “Refleksi Akhir Tahun KPK, Dampak Krusial Berlakunya UU KPK Baru”.
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5fe37351390ca/refleksi-akhir-tahun-kpk--dampak-krusial-
berlakunya-uu-kpk-baru?page=all diakses 19 Mei 2022.
5
Tatang Guritno, https://nasional.kompas.com/read/2021/05/17/06273661/kejanggalan-tes-wawasan-
kebangsaan-pegawai-kpk-yang-jadi-sorotan?page=all diakses pada 18 Mei 2022
6
Agus Yulianto, https://www.republika.co.id/berita/qt934j396/direktur-kpk-ungkap-dua-kejanggalan-soal-twk
diakses pada tanggal 18 Mei 2022
mengenai masalah pembebastugasan 75 Pegawai KPK, sebut saja Presiden Jokowi.
Jokowi menilai bahwa jangan sampai 75 Pegawai KPK yang tidak lolos TWK dirugikan
karena terkena dampak pengalihan status Pegawai KPK menjadi ASN. Lebih lanjut,
Jokowi meminta kepada para pihak terkait khususnya pimpinan KPK, Menteri PAN-RB
dan kepala BKN untuk merancang tindak lanjut bagi 75 pegawai KPK yang dinyatakan
tidak lulus tes dengan prinsip-prinsip sebagaimana telah dia sampaikan.7
Sementara itu, menurut Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar komisi dan
Instansi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sujanarko mengungkapkan kejanggalan
dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dilakukan terhadap pegawai KPK.
Menurutnya terdapat dua kejanggalan mengenai Tes Wawasan Kebangsaan (TWK)
kepada para Pegawai KPK. Kejanggalan tersebut didapatkan keterangan Ketua Dewan
Pengawas (Dewas) KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean. Sujanarko mengungkapkan
dua kejanggalan tersebut yang pertama adalah pegawai dianggap selalu bertentangan
dengan pimpinan. Padahal, sambung Sujanarko, pegawai tersebut belum pernah ada data
pengaduan di pengawas internal dan belum pernah ada pemeriksaan etik internal.
Kemudian, kejanggalan kedua menurut Sujanarko adalah pegawai yang dianggap tidak
lulus TWK tersebut dianggap mempunyai pemikiran liberal. Sujanarko menegaskan,
pemikiran merupakan kebebasan HAM yang dimiliki setiap orang.8
Selain itu, menurut salah satu Pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK,
yaitu Novel Baswedan, berpendapat bahwa ternyata banyak pertanyaan- pertanyaan
dalam TWK yang bermasalah. Lebih lanjut, dia menyatakan bahwa penggunaan TWK
dalam menyeleksi Pegawai KPK adalah tindakan yang keliru karena TWK tersebut tidak
digunakan sebagaimana mestinya, justru sebaliknya malah merugikan kepentingan
bangsa dan negara, dalam melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia karena
dimanfaatkan untuk menyingkirkan pegawai-pegawai terbaik KPK yang bekerja dengan
menjaga integritas.9
Sementara itu, menurut Guru Besar FH Universitas Gadjah Mada, Sigit Riyanto
menilai bahwa TWK tidak dapat dijadikan syarat untuk mengangkat pegawai KPK
7
Bayu Hermawan, https://republika.co.id/tag/75-pegawai-kpk , diakses pada tanggal 18 Mei 2022.
8
Agus Yulianto, https://www.republika.co.id/berita/qt934j396/direktur-kpk-ungkap-dua-kejanggalan-soal-twk
diakses pada tanggal 18 Mei 2022
9
Agus Yulianto, https://www.republika.co.id/berita/qt934j396/direktur-kpk-ungkap-dua-kejanggalan-soal-twk
diakses pada tanggal 18 Mei 2022
menjadi ASN. Menurut dia, seharusnya proses alih status berjalan tanpa seleksi tertentu.
Selain itu, ia berpendapat, sejumlah pegawai KPK yang diberhentikan telah memiliki
rekam jejak panjang dalam upaya penindakan maupun pencegahan korupsi. "Secara
umum menurut pandangan kami apa yang ditanyakan mengandung nuansa irasional dan
tidak relevan dengan isu pemberantasan korupsi," Pungkasnya.10
2. Timeline Pelemahan KPK
Pelemahan terhadap KPK yang dilakukan oleh berbagai pihak sejatinya sudah terjadi
sejak sedekade lamanya. Bahkan menurut Mantan Komisioner KPK, Bambang
Widjojanto menilai bahwa upaya pelemahan terhadap KPK dilakukan secara terstruktur
dan sistematis. Bambang Widjojanto menyoroti bahwa upaya pelemahan KPK ini ada di
periode kepemimpinan Presiden Jokowi.11 Memang benar apa yang dikatakan oleh
Bambang Widjojanto bahwa sejak Jokowi berkuasa telah terjadi upaya pelemahan KPK
secara terstruktur dan sistematis, tetapi sebenarnya upaya pelemahan KPK sudah mulai
dilakukan oleh beberapa pihak tertentu sebelum Presiden Jokowi berkuasa. Dilansir dari
Kompaspedia ada beberapa kasus yang menunjukkan adanya upaya pelemahan KPK
yang dilakukan semenjak era pemerintahan Presiden SBY. Berikut adalah kasus-
kasusnya:
a) 15 Juli 2009
Kejaksaan Agung dan Polri menggelar koordinasi membahas sejumlah kasus yang
diduga melibatkan pejabat KPK. Sejumlah pimpinan dan pejabat KPK akan menjadi
tersangka untuk dua kasus, salah satunya kasus pembunuhan Direktur PT Putra
Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen, yang antara lain menjadikan Ketua KPK
nonaktif Antasari Azhar sebagai tersangka dan ditahan Polri.
b) September 2009
Pemanggilan pimpinan KPK oleh penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia
menimbulkan banyak tanda tanya di kalangan aktivis dan pegiat antikorupsi. Polisi
memanggil delapan pejabat KPK untuk diperiksa sebagai saksi kasus korupsi. Dalam
surat panggilan tidak dijelaskan kasus dan tersangkanya. Anggota DPR Nursjahbani

10
Kumparan, https://kumparan.com/kumparannews/penjelasan-lengkap-novel-baswedan-soal-kejanggalan-tes-
wawasan-kebangsaan-kpk-1vj0HEY2FXM/full diakses pada tanggal 18 Mei 2022.
11
Tatang Guritno, https://nasional.kompas.com/read/2021/05/17/06273661/kejanggalan-tes-wawasan-
kebangsaan-pegawai-kpk-yang-jadi-sorotan?page=all diakses pada 18 Mei 2022.
Katjasungkana mengungkapkan beberapa fraksi di Panja mengusulkan penghapusan
kewenangan penuntutan KPK dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang
(RUU) Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
c) 1 Desember 2009
ICW (Indonesia Corruption Watch) mengkaji RPP tentang Intersepsi versi 8 Oktober
2009 dan merilis 13 poin kritis yang berpotensi melemahkan KPK dalam RPP
Penyadapan.
d) 11 Juni 2010
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan pengadilan tinggi menilai SKPP Bibit-
Chandra tidak sah. Jaksa Agung Hendarman Supandji kemudian mengajukan PK atas
putusan tersebut.
e) 3 Juli 2012
Dalam rapat internal Komisi III DPR, semua fraksi menyatakan setuju untuk
merevisi UU 30/2002 tentang KPK yang dinilai sebagai bentuk nyata memereteli
kewenangan KPK.
f) 5 Oktober 2012
Sejumlah perwira polisi berpakaian preman masuk ke lobi Gedung KPK. Mereka
berusaha menjemput paksa para penyidik Polri yang bertugas di KPK.
g) 13 Januari 2015
KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan menjadi tersangka atas kasus
rekening gendut yang diumumkan oleh Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil
Ketua KPK Bambang Widjojanto.
h) 23 Januari 2015
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto ditangkap polisi
di Depok, Jawa Barat. Bambang dinyatakan ditahan setelah dijadikan tersangka
dalam kasus dugaan mengarahkan saksi memberikan keterangan palsu di sidang
sengketa Pemilu Kepala Daerah Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, tahun
2010. Wakil Ketua KPK Zulkarnain mengatakan, penangkapan dan penahanan
Bambang merupakan serangan langsung terhadap KPK. Serangan ini justru
dilakukan di tengah pimpinan KPK sedang mempercepat penanganan sejumlah
perkara korupsi, termasuk kasus dugaan korupsi yang dilakukan Budi Gunawan.
i) 10 Maret 2015
Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, mencatat,
sedikitnya ada 21 dugaan upaya kriminalisasi terhadap pimpinan dan staf KPK serta
pegiat anti korupsi setelah KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan
sebagai tersangka.
j) 17 Juni 2015
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly menegaskan,
percepatan jadwal revisi UU 30/2002 merupakan usulan DPR. Revisi ini terutama
dilakukan terhadap ketentuan tentang kewenangan penyadapan. Pemerintah juga
memandang perlunya Dewan Pengawas KPK.
k) 6 Oktober 2015
Dalam draf RUU tentang revisi UU 30/2002 yang disusun DPR, disebutkan komisi
itu akan dibubarkan 12 tahun setelah draf RUU resmi diundangkan. Usulan itu
tertuang dalam Pasal 5 RUU Perubahan atas UU 30/2002 yang dibagikan kepada
anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dalam Rapat Pleno Baleg. Revisi UU KPK
sebenarnya masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016 dan menjadi
inisiatif pemerintah. Namun kemudian diusulkan masuk menjadi RUU Prioritas
Prolegnas 2015 dan menjadi inisiatif DPR.
l) 11 April 2017
Penyidik KPK, Novel Baswedan, disiram air keras oleh orang tak dikenal seusai
menunaikan shalat Subuh di Masjid Al-Ihsan dekat rumahnya, di kawasan Kelapa
Gading. Wajahnya disiram air keras oleh dua orang bermotor yang mengakibatkan
mata kiri Novel cedera berat dan sulit untuk melihat.
m) 20 Juni 2017
Panitia Angket DPR terhadap KPK memunculkan wacana agar KPK dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia tidak diberi anggaran pada tahun 2018. Mereka menilai
KPK dan Polri tidak menghormati DPR.
n) 15 September 2017
Berdasarkan draft laporan Panitia Angket DPR terhadap KPK, Panitia Angket telah
menyusun usulan rekomendasi. Salah satu poin rekomendasi yang diusulkan dalam
draf itu, Panitia Angket KPK akan mengajukan hak menyatakan pendapat agar
Presiden Joko Widodo dan DPR segera merevisi UU 30/2002 tentang KPK dalam
waktu satu bulan. Ada beberapa hal yang menurut pansus perlu dibenahi terkait
KPK, yakni seputar aspek kelembagaan, kewenangan, anggaran, dan tata kelola
sumber daya manusia.
o) 26 September 2017
Pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, diputuskan untuk melanjutkan
kerja Panitia Angket DPR terhadap KPK tanpa batas waktu yang jelas. Dalam rapat
yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, yang juga salah satu pengusul hak
angket terhadap KPK, 4 dari 10 fraksi di DPR menyatakan masa kerja panitia angket
tak perlu diperpanjang. Empat fraksi itu adalah Fraksi Partai Gerindra, Partai Amanat
Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Demokrat.
p) 2 Februari 2018
Pada draf RUU HP, sejumlah ketentuan yang diatur dalam rancangan undang-undang
tersebut memunculkan polemik yang salah satunya kewenangan KPK dalam
melakukan penyelidikan dan penyidikan dalam kasus korupsi nantinya akan beralih
kepada kejaksaan dan kepolisian karena kedua institusi ini dapat menangani kasus
korupsi yang diatur selain dalam UU Tipikor.
q) 5 September 2019
Rapat Paripurna DPR menyepakati secara bulat revisi UU KPK menjadi RUU
inisiatif DPR. Dalam RUU itu ada beberapa pasal yang dinilai bisa melemahkan
KPK, seperti KPK dapat menghentikan penyidikan suatu perkara, pembentukan
Dewan Pengawas KPK, dan penyadapan yang memerlukan izin Dewan Pengawas.
r) 6 September 2019
Komisi Pemberantasan Korupsi meminta perlindungan kepada Presiden Joko
Widodo dari upaya pelemahan melalui revisi UU 30/2002 melalui surat yang
ditandatangani lima unsur pimpinan KPK.
s) 11 September 2019
t) Presiden Joko Widodo menerbitkan surat presiden berisi persetujuan sekaligus
penunjukan kementerian yang mewakili pemerintah membahas RUU KPK bersama
DPR12.
12
Yoan Oktaviani, https://kompaspedia.kompas.id/baca/infografik/kronologi/berbagai-upaya-pelemahan-kpk
diakses pada tanggal 19 Mei 2022
KESIMPULAN

Perkembangan KPK sebagai lembaga yang menaungi sikap antisipatif pasca reformasi
hingga saat ini dirasa tak lagi memenuhi amanat konstitusi. Tak lain dikarenakan adanya
pelemahan pada tubuh KPK yang secara tidak langsung menutup ruang untuk ditemukannya
proses penyelamatan Indonesia. Berbagai pembaharuan peraturan tak lagi menyelesaikan
permasalahan, akan tetapi justru menambah permasalahan yang baru.

Baru-baru juga terjadi tumpang tindih permasalahan regenerasi dan juga penonaktifan
status keanggotaan semakin mengherankan. Pasalnya, alasan yang munculpun tak satupun tau
konkretnya. Hal ini semakin mencederai status KPK secara tidak langsung sebagai lembaga yang
independen dan non-pemerintah. Namun, apa yang terjadi tak dapat lagi terbendung. Menunggu
waktupun KPK akan terkikis secara struktural dan kultural. Oleh karenanya, berbagai macam
bentuk antisipasi perlu lebih ditekankan terhadap penguatan KPK dibandingkan sekedar
eksekusi.

Anda mungkin juga menyukai