Anda di halaman 1dari 3

3.

2 Kemungkinan Proses Kejadian


Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia yang menimbulkan flek
atau bercak pada kedua paru-paru, termasuk juga saluran udara dan kantung udara.
Bronkopneumonia terjadi pada anak usia dibawah 2 tahun atau pada orang dewasa
usia 65 tahun keatas, dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak serta
komplikasi yang serius apabila tidak ditangani bahkan bisa menyebabkan kematian
(Khodijah dkk, 2020). Menurut UNICEF (2019) pneumonia merenggut nyawa lebih
dari 800.000 anak balita di seluruh dunia, atau 39 anak per detik. Sebagian besar
kematian terjadi pada anak berusia di bawah dua tahun dan nyaris 153.000 kematian
terjadi pada bulan pertama  kehidupan.
Pada kasus tersebut terdapat reaksi sistemik (demam) dan reaksi vaksin
berat (kejang) setelah diberikan imunisasi IPV. Kemungkinan kejang adalah akibat
suhu tubuh bayi meningkat lebih dari 38 C atau disebut kejang demam dan dapat dari
demam akibat infeksi (Bronkopneumonia) sehingga terjadi kejang. Kontraindikasi
dari imunisasi ini adalah sedang menderita demam, memiliki penyakit akut atau
penyakit kronis progresif, hipersensitif pada saat pemberian vaksin ini sebelumnya,
penyakit demam akibat infeksi akut: tunggu sampai sembuh, dan alergi terhadap
Streptomycin (Setiayani dkk, 2016).
Bedasarkan kasus tersebut luka bekas suntikan mngeluarkan darah terus
menerus. Pemberian IPV secara intramuscular dapat menyebabkan kemungkinan
komplikasi tetapi masalah ini jarang terjadi, tetapi semua prosedur memiliki beberapa
risiko seperti pendarahan berlebih di tempat suntikan, reaksi alergi terhadap obat, dan
infeksi (jarang terjadi) (Cornel J, 2021). Pada kasus pendarahan terjadi akibat
keluarga bayi merendam dan mengusap luka bekas suntikan.
Bedasarkan diagnosa terakhir penyebab bayi meninggal akibat
Bronkopneumonia. Kemungkinan Bronkopneumonia terjadi sebelum bayi melakukan
imunisasi IPV. Kemungkinan penyebab dapat terjadi dari lingkungan sekitar seperti
terdapat salah satu anggota keluarga yang perokok. Bedasarkan hasil penelitian yang
dilakukan didapatkan hasil perilaku keluarga merokok yang menderita BP berat
sebanyak 44 anak (88%), perilaku keluarga merokok yang menderita BP sebanyak 1
anak (2%), perilaku keluarga yang tidak merokok yang menderita BP berat sebanyak
0 anak (0%), perilaku keluarga yang tidak merokok yang menderita BP sebanyak 5
anak (10%) (Khodijah dkk, 2020). Kemudian kemungkinan selanjutnya bayi ini
terinfeksi bakteri s. aureus, s. pneumoniae, Hib, atau dari virus respiratory syncytial
virus (RSV), virus parainfluenza, virus influenza, adenovirus, dan human
metapneumovirus (hMPV) (Waseem, 2020).
Pada Bronkopneumonia mikroorganisme dapat masuk dengan cara inhalasi
atau aspirasi. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring;
perluasan langsung dari tempat lain; dan penyebaran secara hematogen. Bila
pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme penyebab terhisap ke paru perifer
melalui saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema yang
mempermudah proliferasi dan penyebaran mikroorganisme. Biasanya dimulai di
bronkiolus terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat
mukopurulen membentuk bercakbercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan.
Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas,
demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh
(Samuel, 2014).
Manifestasi klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat
ringannya infeksi, namun secara umum adalah gejala infeksi umum, yaitu demam,
sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti
mual, muntah atau diare. Gejala gangguan respiratori yaitu batuk, sesak napas, nafas
cuping hidung, merintih dan sianosis. Pada kasus ini gejala yang terlihat adalah
demam, gelisah, sesak napas, dan menangis terus menerus. Kemungkinan penyebab
sesak nafas terjadi disebabkan oleh aliran udara dalam saluran pernafasan karena
penyempitan. Penyempitan dapat terjadi karena saluran pernafasan menguncup,
oedema, atau karena sekret yang menghalangi arus pertukaran O2 dengan CO2 (Dicky
dan Wulan, 2017). Jika terbukti terdapat anggota keluarga yang merokok dapat
menjadi faktor resiko mengapa bayi tersebut terinfeksi Bronkopneumonia ditambah
dengan usia bayi 3 bulan yang juga menjadi faktor resiko.

DAFTAR PUSTAKA
Cornel J. 2021. Intramuscular Injection (Self-injection). Whinchester Hospital.
https://www.winchesterhospital.org/health-library/article?id=33266. (diakses
pada tanggal 3 Agustus 2022).
Dicky A dan Wulan A. 2017. Tatalaksana Terkini Bronkopneumonia pada Anak di
Rumah Sakit Abdul Moeloek. Jurnal Medula Unila. 7 (2), 6 – 12.
Khodijah L dkk. 2020. Perilaku Merokok Anggota Keluarga dengan Kejadian
Bronkopneumonia pada Balita di Ruang Marwah 2 RSU Haji Surabaya. Jurnal
Keperawatan Malang. 5 (1), 55 – 61.
Samuel A. 2014. Bronkopneumonia On Pediatric Patient. Jurnal Agromed Unila. 1 (2),
185 – 189.
Setiyani A, Sukesi, dan Esyuananik. 2016. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita, dan
Anak Pra Sekolah. BPPSDMK : Kementerian Kesehatan RI.
Unicef. 2019. Lembaga Kesehatan dan Anak Memeringatkan Satu Anak Meninggal Akibat
Pneuomonia Setiap 39 Detik.
https://www.unicef.org/indonesia/id/press-releases/lembaga-kesehatan-dan-anak-
memeringatkan-satu-anak-meninggal-akibat-pneumonia-setiap. (diakses pada
tanggal 3 Agustus 2022).
Waseem M. 2020. Pediatric Pneumonia. Medscape.
https://emedicine.medscape.com/article/967822-overview#a5. (diakses pada
tanggal 3 Agustus 2022).

Anda mungkin juga menyukai