Anda di halaman 1dari 7

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

IJECES 3 (1) (2014) 47-53

Jurnal Anak Usia Dini Indonesia


Studi Pendidikan
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ijeces

Pemanfaatan Puzzle Tiga Dimensi Sebagai Media untuk Meningkatkan


Kecerdasan Visual-Spasial Anak Usia 5-6 Tahun

Huda Fitriyani-, Neneng Tasu'ah

DOI 10.15294/ijeces.v3i1.9476

Jurusan Pendidikan Guru Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


Diterima April 2014 Kecerdasan visual-spasial anak usia 5-6 tahun menjadi mutlak diperlukan bagi individu
Diterima Mei 2014 untuk dapat beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan dan berhasil. Tujuan dari
Diterbitkan Juni 2014
penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kecerdasan visual-spasial anak usia
5-6 tahun setelah diberikan perlakuan menggunakan puzzle tiga dimensi di TK PGRI 25
Kata kunci:
Puzzle Tiga Dimensi; Karangrejo Semarang. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa TK PGRI Kecamatan
Kecerdasan Visual-Spasial; Gajahmungkur yang menerapkan kurikulum yang sama. Teknik pengambilan sampel
Anak Usia 5-6 Tahun yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster sampling, dan sampel yang diambil
adalah TK PGRI 25 Karangrejo kelompok B sebanyak 30 anak. Hasil penelitian ditemukan
adanya peningkatan kecerdasan visualspasial anak, terlihat dari hasil tes pertama dan tes
kedua setelah diberikan perlakuan. Hasil pengujian pertama adalah persentase 46% dan
pengujian kedua adalah 54%. Kemudian berdasarkan hasil perhitungan tes I dan II terjadi
peningkatan kecerdasan visual-spasial sebesar 8%. Berdasarkan uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa puzzle tiga dimensi dapat meningkatkan kecerdasan visual-spasial
anak usia 5-6 tahun setelah diberikan treatment menggunakan puzzle tiga dimensi. Guru
disarankan untuk menggunakan media ini.

Bagaimana mengutip

Fitriyani, H., & Tasu'ah, N. (2014). Penggunaan Puzzle Tiga Dimensi Sebagai Media
untuk Meningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial Anak Usia 5-6 Tahun.Jurnal Studi
Pendidikan Anak Usia Dini Indonesia, 3(1), 47-53. doi:10.15294/ijeces. v3i1.9476

© 2014 Universitas Negeri Semarang

-Penulis korespondensi: Gedung A3 p-ISSN 2252-8415


Lantai 1 FIP Unnes
e-ISSN 2476-9584
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 E-
mail: nenengtasuah@gmail.com
Huda Fitriyani & Neneng Tasu'ah / Jurnal Studi Pendidikan Anak Usia Dini Indonesia 3 (1) (2014) 47-53

PENGANTAR kecerdasan musik naturalis. Mengenai


pengembangan kecerdasan spasial, meskipun
Pendidikan pada dasarnya adalah sebuah perkembangan sentralisasi telah diidentifikasi oleh para peneliti
proses potensi individu. Melalui siapa yang meneliti orang dewasa, tetapi penelitian tentang
pendidikan ini, potensi individu dapat kecerdasan pada anak masih sangat terbatas.
diubah menjadi kompetensi. Kompetensi mencerminkan Tes keterampilan visual-spasial lebih sulit
kemampuan dan keterampilan individu dalam melakukan daripada tes bahasa atau kecerdasan logis-
suatu tugas atau pekerjaan. Pembelajaran pada anak usia dini matematis. Selain itu juga karena anak secara
bertujuan untuk mengenalkan konsep-konsep dasar yang intuitif kurang berkembang dan kurang tertarik
bermakna bagi kehidupan anak untuk dapat berinteraksi pada kecerdasan spasial.
dengan lingkungan, baik sekarang maupun yang akan datang. Berdasarkan observasi pada TK di
Konsep-konsep ini harus diperkenalkan melalui aktivitas Kecamatan Gajahmungkur, hanya sedikit yang
bermain yang berorientasi pada aktivitas. Dengan bermain, menggunakan puzzle tiga dimensi sebagai
anak memiliki kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan, media pembelajaran. Khusus di TK PGRI,
mengungkapkan berbagai hal yang ditemui dalam kehidupan permainan edukatif masih sangat terbatas.
dengan cara yang menyenangkan. Guru hanya menyediakan sinar sedang,
Di Taman Kanak-kanak, permainan edukasi teka-teki dua dimensi, dan balok untuk dikembangkan
diperlukan untuk mengembangkan berbagai aspek kecerdasan visual-spasial. Sebagian besar guru
kemampuan anak. Salah satu permainan edukatif yang memberikan pembelajaran dengan ceramah dan
dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan pemberian tugas melalui majalah atau LKS anak,
anak adalah teka-teki. Ada dua jenis teka-teki, dua- misalnya mewarnai dan huruf tebal. Ini membuat
teka-teki dimensi, dan tiga dimensi kecerdasan visual-spasial anak tidak baik teka-teki. Teka-teki
dua dimensi dapat meningkat dikembangkan.

pengetahuan anak tentang warna dan bentuk Masih terdapat kekurangan pada kecerdasan
dalam dua dimensi. Sedangkan teka-teki tiga visual-spasial anak, anak belum banyak mengenal
dimensi dapat meningkatkan kemampuan warna dan belum mengenal bentuk geometris juga.
mengenal warna, bentuk, posisi dan konsep spasial Selain itu, pengetahuan tentang konsep spasial
secara lebih detail menyerupai benda nyata. Anak anak masih kurang, misalnya pengetahuan tentang
yang memiliki kecerdasan visual-spasial akan ukuran, arah dan posisi. Konsep keruangan dapat
mampu memecahkan masalah ruang (spasial). Anak ditingkatkan dengan menggunakan media
mampu mengamati dunia spasial secara akurat, permainan edukatif. Untuk mengasah kecerdasan
bahkan membayangkan bentuk dan geometri tiga anak, guru harus lebih kreatif dalam memanfaatkan
dimensi, serta kemampuan memvisualisasikan alat dan permainan edukatif serta mendorong anak
grafik atau gagasan ruang (spasial). Anak-anak peka untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Guru
terhadap tanda-tanda alam dan dipelajari dengan tidak hanya terpaku pada media yang tersedia di
seksama. Kemudian mereka akan dengan mudah sekolah. Masih banyak media yang jarang
dan cepat memahami konsep visual-spasial dan digunakan dalam pembelajaran yang dapat
terlihat antusias saat melakukan aktivitas yang dimanfaatkan sebagai puzzle tiga dimensi.
berhubungan dengan kemampuan visual-spasial
seperti puzzle, lego, balok, menggambar dan Kecerdasan visual-spasial itu sendiri adalah
mewarnai, serta membuat peta. kemampuan mempersepsikan pola, ruang, warna, garis dan
Anak usia 5-6 tahun termasuk dalam tahap pra- bentuk serta mewujudkan ide visual dan spasial secara grafis
skema perkembangan kecerdasan visual-spasial. (Armstrong, 1994; Gardner, 1993; Lazear, 1991). Kecerdasan ini
Tahap ini ditandai dengan kemampuan untuk digunakan oleh anak untuk berpikir dalam bentuk visualisasi
membuat bentuk yang dapat dikenali, tetapi bentuk dan gambar untuk memecahkan masalah atau menemukan
tidak detail dan tidak memiliki tema. Anak-anak jawaban. Menurut Armstrong (2002), visual-spasial adalah
mampu menyusun teka-teki sederhana, mampu kemampuan untuk memvisualisasikan suatu gambaran dalam
menciptakan bentuk yang dapat dikenali sebagai pikiran seseorang. Sedangkan Suyadi (2009) berpendapat
hasilnya, dan mulai mengatur tubuh dengan baik saat bahwa kecerdasan visual-spasial adalah kemampuan melihat
bergerak di dalam ruangan dan di sekitar orang lain. suatu objek dengan sangat detail. Kemudian anak mampu
Fakta menunjukkan bahwa proses pembelajaran pada merekam apa yang terlihat di otaknya dalam jangka waktu
umumnya lebih menekankan pada bentuk-bentuk kecerdasan yang sangat lama. Apalagi jika suatu saat anak ingin
matematis logis dan linguistik sedangkan kurang menjelaskan apa yang dilihat orang lain, ia mampu
memperhatikan bentuk-bentuk kecerdasan lain yang mungkin menggambarkannya di secarik kertas dengan sempurna.
dimiliki peserta didik seperti kinestetik, visual-spasial,
interpersonal, intrapersonal, dan intrapersonal. Menurut Priyatna (2013) visual-spasial

48
Huda Fitriyani & Neneng Tasu'ah / Jurnal Studi Pendidikan Anak Usia Dini Indonesia 3 (1) (2014) 47-53

Kecerdasan adalah kemampuan untuk membentuk model setiap pertandingan. Puzzle dapat melatih kecerdasan
mental dari dunia spasial dan beroperasi menggunakan visual-spasial, kreativitas, keteraturan dan konsentrasi
model, membuat citra mental dan kemudian mengubah anak.
citra tersebut untuk menciptakan pengalaman visual tanpa Seorang anak yang cerdas dalam visual spasial
memerlukan bantuan rangsangan fisik yang relevan, dan memiliki kepekaan terhadap warna, garis, bentuk,
mampu menghasilkan persamaan grafis dari suatu ruang, dan bangunan. Anak memiliki kemampuan
informasi spasial yang diterima anak. Kemudian Musfiroh untuk membayangkan sesuatu, melahirkan ide visual
(2004) berpendapat bahwa kecerdasan visual-spasial dan spasial (dalam bentuk gambar atau bentuk yang
berkaitan dengan kemampuan menangkap warna, arah, tidak terlihat oleh mata) (Armstrong, 1996). Anak yang
ruang secara akurat. memiliki kecerdasan visual-spasial seperti mencoret-
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat coret, menggambar, mewarnai, dan menyusun elemen
disimpulkan bahwa kecerdasan visual-spasial adalah seperti puzzle dan building block. Kecerdasan visual-
kemampuan anak dalam mempersepsikan pola, ruang, warna, spasial memiliki manfaat yang luar biasa dalam
garis, bentuk, serta membangun dan memvisualisasikan suatu kehidupan manusia. Bagi anak-anak, kecerdasan
ide dalam pikirannya secara detail. visual-spasial yang tinggi merupakan tanda kreativitas
Pada dasarnya, anak dalam masa pertumbuhan yang mengesankan. Anak-anak memiliki kemampuan
harus selalu diberikan sesuatu yang dapat merangsang untuk membuat bentuk, seperti bentuk pesawat
pertumbuhan otak dan berubah menjadi jenius. Menurut terbang, rumah, mobil, menunjukkan bahwa ada unsur
Alquran Jakarta (dalam Anonim, 2012) Puzzle 3D transformasi bentuk yang rumit.
merupakan salah satu sarana yang paling tepat yang Menurut Musfiroh (2005:62) guru dapat
dapat membina perkembangan otak anak. Awalnya, teka- merangsang kecerdasan visual-spasial melalui
teki 3D adalah nama merek dari teka-teki jigsaw tiga berbagai program seperti melukis, membentuk
dimensi produksi Hasbro, yang sebelumnya diproduksi sesuatu dengan plastisin, mengecap, dan
oleh teka-teki 3D Wrebbit Inc., tidak seperti teka-teki menyusun potongan gambar. Guru perlu
tradisional yang terdiri dari serangkaian potongan datar menyiapkan berbagai fasilitas untuk
yang ketika disatukan, membuat satu gambar terpadu. memungkinkan anak mengembangkan
Namun, Teka-teki 3D adalah serangkaian teka-teki yang imajinasinya, seperti alat-alat konstruktif (puzzle
terdiri dari busa plastik, dengan bagian gambar yang dan lego), termasuk puzzle tiga dimensi.
diterapkan pada kertas kaku yang direkatkan ke potongan Kecerdasan visual-spasial pada anak akan
busa di bawahnya, dan dipotong agar sesuai dengan meningkat ketika anak senang bermain puzzle tiga
dimensi bagian tersebut. Ketika potongan-potongan itu dimensi. Dengan membayangkan beberapa bentuk
disatukan, mereka membuat struktur. potongan puzzle dan membentuknya menjadi objek
Menurut Patmonodewo (Misbach, Muzamil, 2010) yang berbeda, anak akan dilatih untuk lebih kreatif.
kata puzzle berasal dari bahasa Inggris yang berarti puzzle Berdasarkan penjelasan di atas dapat
atau disassembly, puzzle adalah media sederhana yang disimpulkan bahwa puzzle dapat dimainkan oleh
dimainkan dengan cara dibongkar, sedangkan puzzle 3D balita hingga remaja, namun tingkat kesulitannya
memiliki panjang, lebar, dan tinggi. Berdasarkan harus disesuaikan dengan usia anak yang bermain.
pengertian teka-teki sebagai media, dapat disimpulkan Selain itu, stimulus dengan menggunakan media
bahwa permainan puzzle tiga dimensi merupakan sarana puzzle tiga dimensi dapat meningkatkan
pendidikan yang dapat merangsang kemampuan anak, kecerdasan visual-spasial anak meliputi, kepekaan
yang dimainkan dengan cara membongkar potongan- terhadap warna, garis, bentuk, ruang, dan
potongan teka-teki yang memiliki ukuran panjang, lebar, bangunan. Selain dapat meningkatkan kecerdasan
dan tinggi berdasarkan ukurannya. cocok. visual-spasial, teka-teki tiga dimensi juga dapat
meningkatkan kreativitas dan imajinasi anak,
Pramono (2012:48) menyatakan bahwa permainan terutama pada anak usia 5-6 tahun.
puzzle dapat dimainkan oleh balita hingga remaja, namun Berdasarkan permasalahan di atas, maka
tentunya tingkat kesulitannya harus disesuaikan dengan tujuan dari penelitian ini adalah untuk
usia anak yang bermain. Teka-teki merupakan media mengetahui peningkatan kecerdasan visual-
sederhana yang dilakukan dengan cara memasangkan spasial anak usia 5-6 tahun setelah diberikan
korek api. Sedangkan puzzle 3D memiliki panjang, lebar, perlakuan menggunakan puzzle tiga dimensi di
dan tinggi. Berdasarkan pengertian teka-teki dapat TK PGRI 25 Karangrejo Semarang. Peneliti akan
disimpulkan bahwa permainan puzzle tiga dimensi fokus pada penelitian ”Penggunaan Puzzle Tiga
merupakan sarana edukasi yang dapat merangsang Dimensi Sebagai Media untuk Meningkatkan
kemampuan anak, yang dimainkan dengan cara Kecerdasan Visual Spasial Anak Usia 5-6 Tahun
membongkar potongan-potongan puzzle yang memiliki (Studi Deskriptif S Kuantitatif di TK PGRI 25,
ukuran panjang, lebar, dan tinggi berdasarkan Karangrejo, Semarang)”.

49
Huda Fitriyani & Neneng Tasu'ah / Jurnal Studi Pendidikan Anak Usia Dini Indonesia 3 (1) (2014) 47-53

METODE PENELITIAN jumlah siswa yang digunakan dalam


penelitian ini adalah 15 anak. Tes I dilakukan
Penelitian ini menggunakan pendekatan saat pertemuan awal dengan anak-anak. Tes I
kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan dalam digunakan untuk mengukur nilai karakter
penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Metode anak sebelum diberikan perlakuan.
penelitian kuantitatif deskriptif bertujuan untuk
memperjelas atau menjelaskan dengan angka atau Hasil tes I dan tes II
persentase. Penggunaan metodologi penelitian Tes I dilakukan saat pertemuan awal
harus difokuskan pada tujuan penelitian, lugas dan dengan anak-anak. Tes I digunakan untuk
mudah dipahami sehingga hasil penelitian yang mengukur nilai karakter anak sebelum
diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian. diberikan perlakuan.
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 13 Data dari tes pertama menunjukkan 20% anak
Januari 2014 sampai dengan 30 Januari 2014 di berada pada kriteria sangat rendah dengan rentang
TK PGRI 25 Karangrejo Semarang. Populasi yang kelas 50-58 (3 anak). Begitu pula anak yang berada
digunakan dalam penelitian ini adalah TK PGRI di pada kriteria sedang dengan rentang nilai 68-76 juga
kecamatan Gajahmungkur, karena penggunaan berjumlah 3 anak. Diikuti oleh 2 anak (13,33%) pada
game edukasi masih terbatas dan belum kriteria rendah dengan rentang kelas 59-67. Sama
menggunakan puzzle tiga dimensi untuk halnya, anak yang berada pada kriteria sangat tinggi
meningkatkan kecerdasan visual-spasial anak. dengan rentang nilai 86-94 juga 2 anak. Kemudian
Dari karakteristik tersebut yang menjadi populasi anak yang berada pada kriteria tinggi dengan rentang
dalam penelitian ini adalah TK PGRI 25 kelas 77-85 (33,33%) sebanyak 5 anak.
Karangrejo, TK PGRI 27 Puspoyudo, TK PGRI 29, Setelah mendapatkan hasil Uji I, selanjutnya
TK PGRI 31 Lempongsari, dan PGRI. diberikan perlakuan dengan tiga dimensi
32 TK Petropon. Teka-teki pengambilan sampel. Penelitian dengan teknik puzzle tiga dimensi
menggunakan teknik cluster sampling, dilakukan lebih dari 10 kali perlakuan. Oleh
sampel yang diambil adalah TK PGRI 25 Karangrejo karena itu, hasil Uji II dapat dilihat pada Tabel
kelas B terdiri dari 30 anak. Variabel penelitian 2.
adalah atribut atau sifat atau nilai orang, benda Hasil Uji II menjelaskan bahwa terdapat 1
atau peristiwa yang mempunyai variasi tertentu anak (6,67%) pada kriteria sangat rendah dengan
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan rentang kelas 57-64, sama dengan jumlah anak
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010: pada kriteria rendah dengan rentang kelas 65-72
61). Variabel dalam penelitian ini adalah jigsaw yang juga 1 anak. Terdapat 4 anak (26,6%) pada
puzzle tiga dimensi dan kecerdasan visual-spasial kriteria sedang dengan rentang kelas 73-80, sama
anak. Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan jumlah anak pada kriteria sangat tinggi
dalam penelitian ini adalah observasi dan angket. dengan rentang kelas 89-96 yang juga 4 anak.
Data dianalisis dengan menggunakan metode Kemudian ada 5 anak (33,33% ) dengan kriteria
deskriptif. tinggi dengan rentang kelas 81-88.
Tabel 3 menunjukkan adanya
HASIL DAN DISKUSI peningkatan kecerdasan visual-spasial pada
saat tes pertama hasilnya 46% dan setelah tes
Penelitian dilakukan di TK PGRI 25 kedua hasilnya 54%. Artinya, kecerdasan
Karangrejo Semarang pada anak usia 5-6 visual-spasial anak meningkat sebesar 8%.
tahun atau anak kelompok B.

Tabel 1. Hasil Uji I


Rentang Kelas Kuantitas Persentase Kriteria

50-58 3 20% Sangat rendah

59-67 2 13,33% Rendah

68-76 3 20% Sedang


77-85 5 33,33% Tinggi

86-94 2 13,33% Sangat tinggi

Persentase dari 15 stu siswa

50
Huda Fitriyani & Neneng Tasu'ah / Jurnal Studi Pendidikan Anak Usia Dini Indonesia 3 (1) (2014) 47-53

Tabel 2. Hasil Uji II


Rentang Kelas jumlah Persentase Kriteria

57-64 1 6,67% Sangat rendah

65-72 1 6,67% Rendah

73-80 4 26,67% Sedang


81-88 5 33,33% Tinggi

89-96 4 26,67% Sangat tinggi

Tabel 3. Peningkatan Kecerdasan Visual Spasial Pada Anak


1 Abdul 52 57 5
2 Indah 68 80 12
3 Gilan 94 92 -2
4 Dita 50 83 33
5 Fardan 79 90 11
6 Chesya 80 94 14
7 Okta 78 76 -2
8 sefi 50 72 22
9 Wulan 76 78 2
10 jefier 68 87 19
11 Azril 62 84 22
12 Ataka 78 82 4
13 Kirana 64 78 14
14 Adam 77 88 11
15 Marfin 90 96 6
Total 106 127
Persentase 46% 54% 8%
Peningkatan Total 171

Diskusi telah diterapkan saat melakukan penelitian pada


Penggunaan puzzle tiga dimensi untuk anak usia 5-6 tahun pada anak TK kelompok B.
meningkatkan kecerdasan visual-spasial anak usia 5-6 Terjadi peningkatan kecerdasan visualspasial
tahun. Marhayati (2010) menjelaskan bahwa anak, terlihat dari hasil tes pertama dan tes
kecerdasan visual-spasial adalah kecerdasan yang kedua setelah diberikan perlakuan. Hasil tes
berkaitan dengan kepekaan, dalam mengintegrasikan pertama persentase 46% dan hasil tes II
kegiatan persepsi visual (mata) serta pikiran dan persentase 54%. Kemudian untuk hasil tes
mengubah persepsi visual spasial seperti yang pertama dan tes kedua berdasarkan perhitungan
dilakukan dalam kegiatan melukis, merancang pola, menunjukkan adanya peningkatan kecerdasan
atau merancang bangunan. Kegiatan melukis, visual-spasial sebesar 8%.
mendesain pola atau mendesain suatu bentuk dapat Proses pembelajaran menggunakan puzzle tiga
ditingkatkan dengan berbagai cara. dimensi merupakan media baru bagi anak-anak. Pada
Sujiono dan Sujiono (2004: 292-295) menjelaskan awalnya, anak-anak mungkin mengalami kesulitan
bagaimana mengembangkan kecerdasan visual-spasial dalam memasang puzzle tiga dimensi karena biasanya
pada anak dengan cara mencoret-coret, menggambar dan mereka bermain hanya dengan menggunakan puzzle
melukis, membuat kegiatan kerajinan atau kriya, dua dimensi. Tetapi setelah beberapa kali, mereka
mengunjungi berbagai tempat, bermain konstruktif dan akan dapat membuat teka-teki tiga dimensi. Hal ini
kreatif, serta berorganisasi dan rancangan. Hal ini sesuai dengan teori Priyatna (2013:38) yang
dilakukan secara terus menerus sehingga kecerdasan anak menjelaskan bahwa dalam tahap perkembangan anak,
akan meningkat secara bertahap. Metode ini salah satunya adalah tahap pra-skema.

51
Huda Fitriyani & Neneng Tasu'ah / Jurnal Studi Pendidikan Anak Usia Dini Indonesia 3 (1) (2014) 47-53

tempat pada usia 4 sampai 7 tahun. Pada tahap ini, berusia 5-6 tahun. Persentase peningkatan kecerdasan
anak sudah mampu menyusun teka-teki sederhana visual-spasial adalah 8%. Hal ini dikarenakan faktor
dan mampu membuat bentuk dengan hasil yang dapat pengobatan yang dilakukan peneliti selama dua
dikenali. minggu bila waktu pengobatan diberikan sebulan atau
Perawatan dilakukan secara bertahap. Pertama, lebih maka persentasenya akan meningkat lebih tinggi
anak dikenalkan terlebih dahulu dengan teka-teki tiga lagi. Faktor media pendukung juga kurang memadai
dimensi. Misalnya, kursi, meja, tempat tidur, dan seperti tidak adanya media lego dan lain sebagainya
rumah berbentuk puzzle dengan atap biru, dinding yang dapat mendukung kecerdasan visual-spasial.
hijau, dan pintu oranye. Anak-anak diajari cara Kemudian faktor keluarga, peneliti kurang
membongkar potongan-potongan dan menyusun berkoordinasi dengan orang tua, sebaiknya selain
puzzle satu per satu. Kegiatan ini membutuhkan mendapatkan pengobatan di sekolah, orang tua di
konsentrasi. Di sini anak-anak diharuskan rumah juga terus memberikan stimulus untuk
menggunakan memori ketika mereka membongkar meningkatkan kecerdasan visualspasial anak.
kepingan-kepingan itu dan kemudian meletakkannya Dari penjelasan di atas, penggunaan puzzle
kembali untuk mengasah otak anak. Hal ini sejalan dapat meningkatkan kecerdasan visual-spasial
dengan pendapat Kusmayadi di halaman 97 bahwa anak, termasuk puzzle tiga dimensi yang dapat
bermain puzzle dapat mengasah otak anak. meningkatkan kecerdasan visual-spasial anak. Teka-
Perlakuan diberikan terus menerus selama teki tiga dimensi menyerupai benda aslinya yang
dua minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa memiliki panjang, lebar, dan tinggi sehingga anak
perlakuan menggunakan puzzle tiga dimensi dapat lebih cepat memahami konsep ruang.
sebagai media dalam proses pembelajaran dapat Kemudian kecerdasan visualspasial dapat
meningkatkan kecerdasan visual-spasial. Hal ini ditingkatkan dengan diberikan stimulus yang tepat
dikarenakan bermain puzzle tiga dimensi akan kepada anak sesuai dengan kebutuhan pada saat
menambah pengetahuan anak tentang konsep pembelajaran dengan menggunakan permainan
spasial seperti mengenalkan bentuk geometris, edukatif seperti puzzle dua dimensi, puzzle tiga
ukuran, pola, serta arah dan posisi. dimensi, balok, lego,
Anak-anak mampu mengenali dan labirin. bentuk
geometris ketika ditanya tentang bentuk geometris dan
KESIMPULAN
geometri seperti segitiga, persegi panjang, lingkaran, dalam hal
bentuk yang lebih kompleks, tabung dan bola. Juga mengenal
warna, yaitu ketika anak disuruh menyebutkan warna atapBerdasarkan
biru hasil pembahasan dapat
dan dinding hijau, mereka bisa menyebut warna dengandisimpulkan
cepat, bahwa penggunaan media puzzle
serta pencampuran warna, tiga dimensi menimbulkan kecerdasan visual-
spasial anak usia 5-6 tahun. Kecerdasan visual-
misalnya pintu berwarna oranye. Oranye adalah spasial anak meningkat setelah diberikan
perpaduan antara merah dengan kuning. Anak treatment menggunakan puzzle tiga dimensi.
sudah mengetahui konsep bahwa mereka dapat Hal ini terlihat dari hasil perhitungan kecerdasan
membedakan ukuran kaki kursi lebih pendek dari visual-spasial yang meningkat sebesar 8%.
panjang kaki meja, serta mampu membedakan Sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan
ukuran potongan puzzle seperti besar dan kecil. media puzzle tiga dimensi dalam penelitian ini
Kemudian anak juga memahami konsep efektif dalam meningkatkan kecerdasan visual-
pola, yaitu ketika memasang atap rumah yang spasial anak usia 5-6 tahun di taman kanak-
memiliki pola papan catur warna jingga dan kanak.
putih, anak dapat menyebutkan pola warnanya.
Mengenal posisinya, anak mengerti bahwa atap REFERENSI
ada di atas, pintu di depan, dan jendela di
samping. Kemudian mengenal arahnya, yaitu Amstrong, T. (1996).Multiple Intelligences di Kelas-
saat menata meja makan berbentuk puzzle, anak kamar. Virginia: Asosiasi Pengembangan

bisa meletakkan kursi di sebelah kanan meja, dan Kurikulum Pengawasan.


Setiap Anak Cerdas. (2005). Jakarta: Gramedia.
lalu meletakkan kembali empat kursi dengan
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian suatu
arah melingkari meja. Anak-anak dapat
Dekat Praktik.Jakarta: Rineka Cipta.
menyusun puzzle dalam bentuk lemari kecil di Musfiroh, T. (2005).Bermain Sambil Belajar dan
kiri tempat tidur puzzle. Mengasah Kecerdasan (Stimulasi Multiple
Secara umum hasil penelitian di atas, Intelligences Anak Usia Taman Kanak-Kanak)
penggunaan media puzzle tiga dimensi dapat . Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan
meningkatkan kecerdasan visual-spasial pada anak Tenaga Kependidikan dan Pergu-

52
Huda Fitriyani & Neneng Tasu'ah / Jurnal Studi Pendidikan Anak Usia Dini Indonesia 3 (1) (2014) 47-53

ruan tinggi. ung: Alfabeta


Pramono, TS (2012).Permainan Asyik Bikin Anak Pin- Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
ter. Yogyakarta: Dalam kitab Azna. Sugiyono. Kualitatif dan R&D. (2010). Bandung: Alfabeta.
(2006).Statistika untuk Penelitian. Pita-

53

Anda mungkin juga menyukai