Perseptor :
Oleh :
Kelompok 1
PADANG
2022
KATA PENGANTAR
Kami ucapkan puji syukur serta nikmat pada Tuhan Yang Maha Esa atas
Case Report Bangsal Anak mengenai “Tetanus, Demam Tifoid Dan Kandidiasis”
yang dilakukan pada tanggal 07 Maret – 19 Maret 2022. Laporan ini dibuat untuk
Padang.
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh sebab itu pada kesempatan ini
2. Ibu apt. Sanubari Rela Tobat, M.Farm selaku preseptor yang telah meluangkan
3. Ibu apt. Lola Azyenela, M.Farm selaku preseptor yang telah meluangkan
4. Ibu dr. Yunira Yunirman, Sp.A selaku preseptor di Bangsal Anak RSUD
Padang Panjang yang telah memberikan bimbingan dan waktu kepada penulis
i
5. Ibu apt. Wenna Syukri Yenni, S.Farm selaku preseptor di Bangsal Anak RSUD
Padang Panjang yang telah memberikan bimbingan dan waktu kepada penulis
diberikan kepada penulis, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua untuk
Penulis menyadari laporan kasus ini masih memiliki banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
2.3.4 Manajemen Terapi ................................................................................ 32
BAB III. TINJAUAN KASUS ............................................................................ 36
3.1 Identitas Pasien ............................................................................................ 36
3.2 Riwayat Penyakit ......................................................................................... 36
3.3 Pemeriksaan Fisik........................................................................................ 37
3.4 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 39
3.4.1 Pemeriksaan Hematologi ...................................................................... 39
3.4.2 Pemeriksaan Kimia Klinik .................................................................... 39
3.4.3 Pemeriksaan Imunologi ........................................................................ 40
3.4.4 Pemeriksaan Urine ................................................................................ 40
3.5 Diagnosis ..................................................................................................... 40
3.6 Penatalaksanaan ........................................................................................... 41
3.7 Folllow Up ................................................................................................... 46
3.8 Analisa Drug Related Problem (DRP) ........................................................ 58
3.9 Analisa Terapi ............................................................................................. 65
3.9.1 Lembar Pengobatan Pasien di Bangsal Anak ....................................... 65
BAB IV. PEMBAHASAN................................................................................... 67
BAB V. PENUTUP .............................................................................................. 70
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 70
5.2 Saran ............................................................................................................ 70
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 71
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Tetanus merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan
imunisasi. Penyakit ini ditandai oleh kekakuan otot dan spasme yang diakibatkan
dapat terjadi pada orang yang belum diimunisasi, orang yang diimunisasi
sebagian, atau telah diimunisasi lengkap tetapi tidak memperoleh imunitas yang
kejadian pertahunnya sekitar satu juta kasus dengan tingkat mortalitas yang
berkisar dari 6% hingga 60%. Selama 30 tahun terakhir, hanya terdapat sembilan
laksana tetanus. Pada tahun 2000, hanya 18.833 kasus tetanus yang dilaporkan ke
tidak memiliki data serta seringkali tidak memiliki informasi yang lengkap. Hasil
Berdasarkan data dari WHO, penelitian yang dilakukan oleh Stanfield dan
Galazka, dan data dari Vietnam diperkirakan insidens tetanus di seluruh dunia
Demam tifoid atau tifoid abdominalis merupakan penyakit infeksi akut yang
1
ini mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat
sekitar 128 ribu hingga 161 ribu kematian akibat tifoid setiap tahunnya. Insiden
demam tifoid terjadi di wilayah Asia cukup tinggi, yaitu dengan angka insiden
lebih dari 100 kasus pertahun per 100.000 populasi (Widodo et al 2014:549).
Prevalensi tifoid di Indonesia sebesar 1.6% dari rentang 0.3%-3% dengan dua
rongga mulut berupa lesi merah dan lesi putih yang disebabkan oleh jamur jenis
Candida sp. Kandidiasis pertama kali dikenalkan oleh Hipocrates pada tahun 377
disebabkan oleh jamur genus Candida. Terdapat 150 jenis jamur dalam famili
dalam tubuh manusia sebagai flora normal dan merupakan salah satu penyebab
komensal rongga mulut individu yang sehat dan hidup bersama dengan mikrobial
flora normal mulut dalam keadaan seimbang dan jika terjadi gangguan pada
2003).
2
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tetanus
tetani. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak
dan hewan peliharaan serta di daerah pertanian. Bakteri ini peka terhadap panas
dan tidak dapat bertahan dalam lingkungan yang terdapat oksigen. Sebaliknya,
4
dalam bentuk spora sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Spora mampu
lingkungan yang anaerob. Spora dapat bertahan dalam autoklaf pada suhu 249,8
°F (121°C) selama 10-15 menit. Spora juga relatif resisten terhadap fenol dan
luka mungkin dapat tidak disadari, dan seringkali tidak dilakukan pengobatan.
Tetanus juga dapat terjadi akibat beberapa komplikasi kronik seperti ulkus
dekubitus, abses dan gangren. Dapat juga terjadi akibat frost bite, infeksi telinga
subkutan. Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam
yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau
sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser
yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang
2.1.3 Patogenesis
lingkungan oleh bahan biologis (spora) sehingga upaya kausal menurunkan attack
rate adalah dengan cara mengubah lingkungan fisik atau biologik. Port d’entree
5
3. Otitis media, karies gigi, luka kronik.
4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan puntung tali pusat
merupakan penyebab utama masuknya spora pada puntung tali pusat yang
Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora yang masuk ke
dalam tubuh tidak berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa faktor (kondisi
anaerob), sehingga berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak dengan cepat
tetapi hal ini tidak mencetuskan reaksi inflamasi. Gejala klinis sepenuhnya
disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh sel vegetatif yang sedang tumbuh. C.
pengaruhnya di keempat sistem saraf yaitu motor end plate di otot rangka, medula
spinalis, otak, dan pada beberapa kasus, pada sistem saraf simpatis. Diperkirakan
dosis letal minimum pada manusia sebesar 2,5 nanogram per kilogram berat
badan (satu nanogram = satu milyar gram), atau 175 nanogram pada orang dengan
berat badan 70 kg. Hipotesis bahwa toksin pada awalnya merambat dari tempat
luka lewat motor end plate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum
tulang belakang dan menyebar ke susunan saraf pusat lebih banyak dianut
erat dan kemudian melalui proses perlekatan dan internalisasi, toksin diangkut ke
6
arah sel secara ektra aksional dan menimbulkan perubahan potensial membran
dan gangguan enzim yang menyebabkan kolin-esterase tidak aktif, sehingga kadar
asetilkolin menjadi sangat tinggi pada sinaps yang terkena. Toksin menyebabkan
blokade pada simpul yang menyalurkan impuls pada tonus otot, sehingga tonus
otot meningkat dan menimbulkan kekakuan. Bila tonus makin meningkat akan
koordinasi impuls sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku.
pada tetanus.
Masa inkubasi tetanus umumnya 3-21 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari
atau hingga beberapa bulan). Hal ini secara langsung berhubungan dengan jarak
dari tempat masuknya kuman C. tetani (tempat luka) ke Susunan Saraf Pusat
(SSP); secara umum semakin besar jarak antara tempat luka dengan SSP, masa
inkubasi akan semakin lama. Semakin pendek masa inkubasi, akan semakin tinggi
7
2.1.5 Klasifikasi
luka bervariasi, mulai dari luka yang tidak disadari hingga luka trauma
tergantung dari jarak luka dengan SSP. Penyakit ini biasanya memiliki
dengan kekakuan pada leher, kesulitan menelan, dan spasme pada otot
seringkali ditemukan oleh dokter gigi dan dokter bedah mulut. Gambaran
dipersarafi oleh akson pendek. Spasme dapat terjadi berulang kali dan
merupakan tetanus yang tidak umum dan memiliki prognosis yang baik.
8
umum tetapi dengan derajat yang lebih ringan. Hanya sekitar 1% kasus
setelah infeksi telinga tengah. Gejala terdiri dari disfungsi saraf kranialis
motorik (seringkali pada saraf fasialis). Gejala dapat berupa tetanus lokal
hingga tetanus umum. Bentuk tetanus ini memiliki masa inkubasi 1-2 hari.
4. Tetanus neonatorum
alat-alat yang terkontaminasi untuk memotong tali pusat pada ibu yang
gelisah, rewel, sulit minum ASI, mulut mencucu dan spasme berat. Angka
tingkatan.
9
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Manifestasi Klinis Tetanus
Diperkirakan terdapat 4- 100 juta kasus tetanus pada orang yang telah divaksinasi
(imunokompeten).
2.1.7 Anamnesis
yang terakhir?
10
Selang waktu antara timbulnya gejala klinis pertama (trismus atau spasme
2.1.8 Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Fisik
mulut mencucu seperti mulut ikan sehingga bayi tidak dapat menetek.
tampak dahi mengkerut, mata agak tertutup dan sudut mulut tertarik keluar
dan kebawah.
punggung, otot leher, otot badan dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat
Bila kekakuan makin berat, akan timbul spasme umum yang awalnya
atau terkena sinar yang kuat. Lambat laun masa istirahat‖ spasme makin
Pada tetanus neonatorum awalnya bayi tampak sulit untuk menghisap dan
cenderung terus menangis. Setelah itu, rahang menjadi kaku sehingga bayi
11
tidak bisa menghisap dan sulit menelan. Beberapa saat sesudahnya, badan
Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan sebagai akibat
spasme yang terus-menerus atau oleh karena kekakuan otot laring yang
tinggi atau berkeringat banyak; kekakuan otot sfingter dan otot polos lain
sehingga terjadi retentio alvi atau retentio urinae atau spasme laring; patah
menggunakan alat dengan ujung yang lembut dan steril. Hasil tes positif,
penelitian, uji spatula memiliki spesifitas yang tinggi (tidak ada hasil
positif palsu) dan sensitivitas yang tinggi (94% pasien yang terinfeksi
b. Pemeriksaan Penunjang
yang tidak mengalami tetanus, dan seringkali tidak dapat dikultur pada
12
anaerobik. Selain mahal, hasil biakan yang positif tanpa gejala klinis tidak
mempunyai arti. Hanya sekitar 30% kasus C. tetani yang ditemukan pada
luka dan dapat diisolasi dari pasien yang tidak mengalami tetanus.
Kadar antitoksin di dalam darah 0,01 U/mL atau lebih, dianggap sebagai
meningkat.
dan pemendekan atau tidak adanya interval tenang yang normal yang
13
2.1.10 Penatalaksanaan
Penanganan spasme.
setelah diagnosis tetanus dikonfirmasi. Namun, tidak ada bukti kuat yang
spasme berulang, juga pada pasien yang tidak mampu makan atau minum
tetanus terdiri dari tatalaksana umum yang terdiri dari kebutuhan cairan
spasme, perawatan luka atau port’d entree lain yang diduga seperti karies
a. Tatalaksana Umum
obatan, dan bila sampai hari ke-3 infus belum dapat dilepas
15
Menjaga saluran napas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu
trakeostomi.
Jika karies dentis atau OMSK dicurigai sebagai port d’entree, maka
b. Tatalaksana khusus
16
Tabel 3. Perbandingan antara penisilin dan metronidazol
17
Tabel 4. Beberapa pilihan antibiotika yang dapat digunakan pada
penatalaksanaan tetanus
18
2.2 Demam Tifoid
2.2.1 Definisi
yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. Demam tifoid banyak ditemukan
kualitas higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Di Indonesia
bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan masyarakat. Dari telaah kasus
Menurut WHO (2003), ada 3 macam klasifikasi demam tifoid dengan perbedaan
gejala klinis:
abnormalis, fungsi bowel (konstipasi pada pasien dewasa, dan diare pada anak-
anak), sakit kepala, malaise, dan anoksia. Bentuk bronchitis biasa terjadi pada fase
awal penyakit selama periode demam, sampai 25% penyakit menunjukkan adanya
Pada demam tifoid akut, keadaan mungkin dapat berkembang menjadi komplikasi
parah. Bergantung pada kualitas pengobatan dan keadaan kliniknya, hingga 10%
pasien dapat mengalami komplikasi, mulai dari melena, perforasi, usus dan
19
c) Keadaan karier
Keadaan karier tifoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur pasien. Karier
disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), namun dapat pula disebabkan oleh S.
Salmonella typhosa, basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak
macam antigen yaitu antigen O (somatik, terdiri dari oligosakarida, flagelar antige
(H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari
beberapa tahapan. Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat
bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus
pada ileum terminalis. Bakteri melekat pada mikrovili di usus, kemudian melalui
melalui sistem limfatik. Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya
tidak didapatkan gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang
Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan
dan sumsum tulang. Kuman juga dapat melakukan replikasi dalam makrofag.
seperti demam, sakit kepala, dan nyeri abdomen. Bakteremia dapat menetap
selama beberapa minggu bila tidak diobati dengan antibiotik. Pada tahapan ini,
bakteri tersebar luas di hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s
patches di mukosa ileum terminal. Ulserasi pada Peyer’s patches dapat terjadi
perdarahan dan perforasi usus dapat menyusul ulserasi. Kekambuhan dapat terjadi
21
berkesempatan untuk berproliferasi kembali. Menetapnya Salmonella dalam tubuh
yang dicuci dengan air yang terkontaminasi, sayuran yang dipupuk dengan
tinja manusia, makanan yang tercemar debu atau sampah atau dihinggapi
lalat.
Kondisi imunodefisiensi.
yang ringan, seperti apatis, somnolen, hingga yang berat misalnya delirium
atau koma)
Ikterus
22
Pemeriksaan abdomen: nyeri (terutama regio epigastrik),
hepatosplenomegaly
seperti. berkabut. Bila klinis berat, pasien dapat menjadi somnolen dan
Pemeriksaan Penunjang :
2. Serologi
23
Interpretasi hasil positif bila titer aglutinin O minimal 1/320 atau
Darah : Pada minggu pertama sampai akhir minggu ke-2 sakit, saat
demam tinggi.
carrier typhoid
24
3. Peningkatan higiene perorangan
maupun parenteral.
Diet bergizi seimbang, konsistensi lunak, cukup kalori dan protein, rendah
serat.
Kontrol dan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, kesadaran),
keluhan gastrointestinal.
(Kotrimoksazol).
4. Bila pemberian salah satu antibiotik lini pertama dinilai tidak efektif, dapat
diganti dengan antibiotik lain atau dipilih antibiotik lini kedua yaitu Seftriakson,
Sefiksim, Kuinolon (tidak dianjurkan untuk anak <18 tahun karena dinilai
25
Tabel 5. Antibiotik Dan Dosis Penggunan Untuk Tifoid
Lini pertama :
a. Kloramfenikol
26
luas. Dapat digunakan untuk terapi bakteri gram positif maupun negatif.
minggu sekitar 24 jam. Dosis untuk terapi demam tifoid pada anak 50-
100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Lama terapi 8-10 hari setelah
suhu tubuh kembali normal atau 5-7 hari setelah suhu turun. Sedangkan
b. Ampisilin
dosis.
c. Kotrimoksasol
27
Trimetoprim dan sulfametoksasol menghambat reaksi enzimatik obligat
dosis.
Lini kedua :
a. Seftriakson
tunggal 50 mg/kg/jam.
b. Sefotaksim
berbagai kuman gram positif maupun gram negatif aerobik. Obat ini
28
menghambat sintesis dinding sel mikroba.
c. Sefiksim
d. Kuinolon
secara oral. Hanya saja, pemberian obat ini tidak dianjurkan untuk anak.
e. Azitromisin
Terapi Suportif
Diet pada anak yang menderita demam tifoid biasanya tidak terlalu
berupa makanan yang lebih padat dengan kalori yang cukup (Gunawan,
2007).
29
Pada kasus demam tifoid berat perlu diperhatikan tentang
2.3.1 Pengertian
pencernaan dan vagina, jamur ini dapat berubah menjadi patogen jika terjadi
perubahaan dalam diri pejamu. Perubahan yang terjadi pada pejamu tersebut dapat
bersifat lokal maupun sistemik.1 Lesi kandidiasis ini dapat berkembang di setiap
rongga mulut, tetapi lokasi yang paling sering adalah mukosa bukal, lipatan
Secara umum presentasi klinis dari kandidiasis oral terbagi atas lima
1. Kandidiasis pseudomembranosa
yang merupakan bentuk yang sering terdapat pada neonatus. Ini juga dapat
terlihat pada pasien yang menggunakan terapi kortikosteroid atau pada pasien
plak putih yang multipel yang dapat dibersihkan. Plak putih tersebut
30
merupakan kumpulan dari hifa. Mukosa dapat terlihat eritema. Ketika gejala-
gejala ringan pada jenis kandidiasis ini pasien akan mengeluhkan adanya
2. Kandidiasis atropik
dengan mukosa yang relatif kering. Area kemerahan biasanya terdapat pada
mukosa yang berada dibawah pemakaian seperti gigi palsu. Hampir 26%
3. Kandidiasis hiperplastik
Kandidiasis hiperplastik ditandai dengan adanya plak putih yang tidak dapat
4. Kandidiasis eritematosa
klinis lesi timbul eritema. Lesi sering timbul pada lidah dah palatum. Berlainan
tidak ditemui adanya plak-plak putih. Tampilan klinis yang terlihat pada
kandidiasis ini yaitu daerah yang eritema atau kemerahan dengan adanya
sedikit perdarahan di daerah sekitar dasar lesi. Hal ini sering dikaitkan
terjadinya keluhan mulut kering pada pasien. Lesi ini dapat terjadi dimana saja
dalam rongga mulut, tetapi daerah yang paling sering terkena adalah lidah,
31
Tipe 2 : eritematosa atau tipe sederhana yang umum eritema lebih tersebar
5. Keilitis angular
yang mengenai bagian sudut mulut. Gejala ini biasanya disertai dengan
Pemeriksaan Fisik :
Sel ragi dapat dilihat di bawah mikroskop dalam pelarut KOH 10% atau
pewarnaan Gram.
selama dua minggu setelah terjadinya resolusi pada lesi. Ketika terapi topikal
respon obat adalah merupakan pertanda adanya penyakit sistemik yang mendasari.
32
Follow up setelah 3 sampai 7 hari pengobatan untuk mengecek efek dari obat-
berkontribusi.
Pengobatan pada kandidiasis terdiri atas lini pertama dan pengobatan lini kedua.
a. Nistatin
bentuk krim dan suspensi oral. Tidak terdapat interaksi obat dan
b. Ampoterisin B
suspensi oral 100 mg/ml dimana diberikan tiga sampai empat kali
kandida pada sel epitel. Efek samping pada obat ini adalah efek
c. Klotrimazol
33
infeksi sistemik. Obat ini tersedia dalam bentuk krim dan tablet 10
mg. Efek utama pada obat ini adalah rasa sensasi tidak nyaman
a. Ketokonazol
diberikan sakali atau dua kali dalam sehari selama dua minggu.
b. Flukonazol
kapsul sekali dalam sehari dalam dua sampai tiga minggu. Efek
c. Itrakonazol
obat adalah 100 mg dalam bentuk kapsul sehari sekali selama dua
34
yang mempengaruhi organisme ini untuk berkembang yaitu dari
35
BAB III
TINJAUAN KASUS
No RM 89xxxx
Agama Islam
Pekerjaan -
a. Keluhan Utama
Demam terus menerus, batuk berdahak, tidak mau makan sejak 5 hari yang
lalu, radang tenggorokan 5 hari yang lalu, badan tampak letih, lidah berwarna
36
putih, perut tegang, mulut sukar dibuka, tidak ada riwayat luka 14 hari
terakhir, tidak ada riwayat tertusuk paku 14 hari terakhir, tidak ada riwayat
keluar cairan dari telinga 14 hari yang lalu, gigi banyak yang berlubang
(karies gigi), pasien tidak pernah mendapatkan vaksin apapun sejak bayi.
Tidak ada
Tidak ada
e. Riwayat Alergi
a. Tanda Vital
37
b. Status Generalis
38
3.4 Pemeriksaan Penunjang
39
3.4.3 Pemeriksaan Imunologi
Warna Kuning - -
Kekeruhan Jernih - -
BJ 1.020 - 1003-1030
Ph 5 - 4,6-8,5
Benda keton +2 -
3.5 Diagnosis
40
3.6 Penatalaksanaan
41
Keterangan :
1. KAEN 1B
operasi.
2. Bromhexin
Kontraindikasi : hipersensitivitas.
Efek samping : syok dan reaksi anafilaktik, mual, muntah, diare, nyeri perut
3. Candistatin Drop
Kontraindikasi : hipersensitifitas.
42
4. Cefotaxim
Dosis : <12 tahun 100-150 mg/kgBB/hari dalam 2-4 kali pemberian. Pada
Efek samping : ruam, demam, gatal, gangguan saluran kemih dan kelamin
5. Nacl 0,9%
Dosis : Intra vena kecepatan air yang dianjurkan 2,5 ml/kgBB/jam atau
Efek samping : Reaksi-reaksi yang mungkin terjadi karena larutannya atau cara
6. Metronidazole
43
Kontra Indikasi : hipersensitivitas, riwayat penyakit gangguan darah
7. Diazepam
8. Tetagam
Efek samping : nyeri atau bengkak pada tempat suntik, mual, muntah, hipotensi,
berkeringat, vertigo.
44
9. Paracetamol
45
3.7 Folllow Up
Umur : 3 Tahun 5 bulan Ruangan : Anak apt. Wenna Syukri Yenni, S. Farm
SOAP
Tanggal S O A P
05 Maret 2022 - Demam sejak 8 KU : sedang - Tidak terdapat - Pemberian
hari yang lalu, Suhu : 37,9 oC interaksi antara informasi kepada
demam terus Kesadaran: obat/makanan. keluarga pasien
menerus naik turun compos mentis tentang cara
- Batuk berdahak GCS : 15 pemberian obat.
(+) Nadi : 92x/menit
- Tidak mau makan Napas : 22x/menit
sejak 5 hari yang
46
lalu Terapi yang diberikan di
- Lidah berwarna IGD :
putih. - Infus KA EN IB
- Nystatin drop
- Cefotaxim I gr inj
- Bromhexin 3x2
mg
48
cairan keluar dari - Infus KA EN IB hati/usus. nadi.
telinga 14 hari - Bromhexin 3x2
terakhir. mg - Diazepam + - Pemberian
- Candistatin drop paracetamol metronidazol dan
4x1cc (minor): Diazepam diazepam
menurunkan kadar diberikan jarak.
Terapi yang ditambahkan: paracetamol
- Diazepam 2mg/2 dengan - Pemberian
jam meningkatkan diazepam dan
- Metronidazole inf metabolism. paracetamol
4x150 gr Peningkatan diberikan jarak.
- Tetagam metabolisme
- Paracetamol sprn termasuk tingkat - Pemberian
1cth metabolic metronidazol dan
hepatotoksik. paracetamol
Terapi yang dihentikan : diberikan jarak.
- Cefotaxime drip - Metronidazole +
paracetamol
(minor):
Metronidazole
akan
49
meningkatkan
kadar atau efek
paracetamol
dengan
mempengaruhi
metabolism enzim
CYP2E1 hati.
08 Maret 2022 - Tubuh letih Suhu : 36,4 oC - Metronidazole + - Monitoring
- Anak tidak kejang Sariawan (+) diazepam: tekanan darah
- Anak tidak demam Batuk (+) Metronidazole
- Mulut sudah mulai Nafsu makan akan - Monitoring laju
bisa dibuka, menurun. meningkatkan nafas
kadar atau efek
diazepam dengan - Monitoring laju
Terapi yang diberikan :
mempengaruhi nadi.
- KA EN 1B
- Bromhexin 3x2 metabolisme
enzim CYP3A4 di - Monitoring
mg
hati/usus. managemen
- Candistatin drop
kejang.
4x1cc
- Diazepam 2mg/2 - Resiko kejang
berulang. - Pemberian
50
jam metronidazol dan
- Metronidazole inf diazepam
4x150 gr diberikan jarak.
Terapi yang dihentikan :
- Tetagam
09 Maret 2022 - Anak tidak kejang Kejang (-) - Metronidazole + - Monitoring
lagi. Mulut ada diazepam: tekanan darah
sariawan Metronidazole
Nafsu makan akan - Monitoring laju
meningkat meningkatkan nafas
- KA EN 1B metabolisme
- Diazepam 2mg/2
jam
51
- Metronidazole inf
4x150 gr.
10 Maret 2022 Pasien tidak kejang lagi Suhu : 36,4 oC - Metronidazole + - Monitoring
Kejang (-) diazepam: tekanan darah
Sariawan (+) Metronidazole
akan - Monitoring laju
Terapi yang diberikan : meningkatkan nafas
- KA EN 1B kadar atau efek
diazepam dengan - Monitoring laju
- Bromhexin 3x2
mempengaruhi nadi.
mg
- Candistatin drop metabolisme
enzim CYP3A4 di - Pemberian
4x1cc
hati/usus. metronidazol dan
- Diazepam 2mg/3
diazepam
jam
diberikan jarak.
- Metronidazole inf
4x150 gr.
11 Maret 2022 Pasien tidak kejang lagi Suhu : 36,oC - Metronidazole + - Monitoring
Kejang (-) diazepam: tekanan darah
Sariawan (+) Metronidazole
akan - Monitoring laju
52
Terapi yang diberikan : meningkatkan nafas
- KA EN 1B kadar atau efek - Monitoring laju
- Bromhexin 3x2 diazepam dengan nadi.
mg mempengaruhi
- Candistatin drop metabolisme - Pemberian
4x1cc enzim CYP3A4 di metronidazol dan
- Diazepam 2mg/3 hati/usus. diazepam
jam diberikan jarak.
- Metronidazole inf
4x150 gr.
12 Maret 2022 Pasien tidak kejang lagi Demam (-) - Metronidazole + - Monitoring
Kejang (-) diazepam: tekanan darah
Sariawan (+) Metronidazole
- KA EN 1B metabolisme - Pemberian
- KA EN 1B mempengaruhi nadi.
- Diazepam 2mg/3
54
jam
- Metronidazole inf
4x150 gr.
14 Maret 2022 Pasien tidak kejang lagi Demam (-) - Metronidazole + - Monitoring
Kejang (-) diazepam: tekanan darah
Sariawan Metronidazole
berkurang akan - Monitoring laju
4x1 cc diazepam
jam
55
- Metrronidazol inf
15 maret 2022 Pasien tidak kejang lagi Demam (-) - Metronidazole + - Monitoring
Kejang (-) diazepam: tekanan darah
Sariawan Metronidazole
berkurang akan - Monitoring laju
mempengaruhi nadi.
Terapi yang diberikan :
- Kandistatin drop metabolisme
enzim CYP3A4 di - Pemberian
4x1 cc
hati/usus. metronidazol dan
- Diazepam 2mg/8
diazepam
jam
diberikan jarak.
- Metronidazol
puyer 3x125 mg
56
Kejang (-) pulang. lingkungan yang
aman dan nyaman
Terapi yang diberikan : serta bebas dari
- Metronidazol resiko infeksi.
puyer 3x125 mg
- Paracetamol syr. - Metronidazol
sprn diberikan sebagai
terapi obat pulang.
Terapi yang dihentikan : - Paracetamol
- Kandistatin drop diberikan sebagai
4x1 cc terapi obat pulang
- Diazepam 2mg/8 yang digunakan
jam pada saat demam
saja.
- Saran : diberikan
tambahan vitamin
untuk pasien.
57
3.8 Analisa Drug Related Problem (DRP)
Pasien mendapatkan terapi tambahan yang - Pasien tidak mendapatkan terapi tambahan yang tidak diperlukan
tidak diperlukan.
Pasien masih memungkinkan menjalani √ - Rajin menyikat gigi minimal 2x sehari agar kesehatan mulut
terapi non farmakologi dan gigi terjaga (kandidiasis oral).
Terdapat duplikasi terapi - Tidak terdapat duplikasi terapi
Pasien mendapatkan penanganan terhadap - Tidak ada penanganan, karena tidak terjadinya efek samping.
efek samping yang seharusnya dapat
dicegah
2. Kesalahan obat
Bentuk sediaan tidak tepat √ Bentuk sediaan obat bromhexin kurang tepat
Bromhexin : puyer
Saran : sebaiknya diberikan bromhexin dalam bentuk sediaan
sirup saja dikarenakan pasien masih anak-anak dan sukar
menelan, serta terdapat penyakit kandidiasis. Karena sediaan
sirup bromhexin memiliki rasa sehingga pasien merasa nyaman
dibandingkan bromhexin puyer yang terasa pahit saat ditelan.
Terdapat kontraindikasi - Tidak terdapat kontraindikasi pada terapi obat.
KAEN 1B : pasien yang memiliki riwayat hipersensitif
terhadap salah-satu komposisi KA-EN 1B.
59
Bromhexin : hipersensitivitas.
Candistatin drop : hipersensitivitas.
Cefotaxim : hipersensitifitas terhadap cefalosporin
Metronidazol : hipersensitivitas, riwayat penyakit gangguan
darah
Diazepam : depresi pernapasan, gangguan hati berat, kondisi
fobia dan obsesi, psikosis kronik, serangan asma akut.
Tetagam : hipersensitivitas terhadap kandungan tetagam.
Paracetamol : hipersensitif, gangguan hati.
Kondisi pasien tidak dapat disembuhkan - Penyakit pasien dapat disembukan dengan obat.
oleh obat
Obat tidak di indikasikan untuk kondisi - Semua obat sesuai dengan kondisi pasien
pasien
Terdapat obat lain yang lebih efektif - Semua obat sudah efektif
3 Dosis tidak tepat
Dosis terlalu rendah - Dosis pada terapi obat sudah tepat. Lihat lampiran.
Dosis terlalu tinggi - Dosis pada terapi obat sudah tepat. Lihat lampiran.
Frekuensi penggunaan tidak tepat - Frekuensi penggunaan sudah tepat
Penyimpanan tidak tepat Penyimpanan sudah tepat karena telah diberikan informasi pada saat
- penyerahan obat kepada perawat dan pasien.
60
Durasi penggunaan tidak tepat - Durasi penggunaan sudah tepat
Terdapat interaksi obat √ Terdapat interaksi. Lihat tabel 18.
4. Reaksi yang tidak diinginkan
Obat tidak aman untuk pasien - Obat aman untuk pasien karena pasien tidak ada mengeluhkan
tentang reaksi alergi ataupun adanya efek yang tidak diinginkan
Terjadi reaksi alergi - Tidak terdapat reaksi alergi yang ditunjukkan oleh tubuh pasien
Terjadi interaksi obat - Tidak terjadi interaksi obat
Dosis obat dinaikkan atau diturunkan -
Tidak ada dosis obat dinaikkan atau diturunkan terlalu cepat.
terlalu cepat
Muncul efek yang tidak diinginkan - Tidak ada muncul efek yang tidak diinginkan, sehingga tidak
ada permasalahan.
Administrasi obat yang tidak tepat - Administrasi obat sudah tepat
5. Ketidaksesuaian kepatuhan pasien
Obat tidak tersedia - Semua obat tersedia di apotek
Pasien tidak mampu menyediakan obat - Pasien dibantu keluarga untuk menyediakan semua obat
Pasien tidak bisa menelan atau √ Pasien kesulitan menelan obat dikarenakan pasien masih anak-anak
menggunakan obat
Pasien tidak mengerti intruksi penggunaan - Pasien dibantu oleh anak/keluarga dalam meminum obat dan
obat anak/keluarga sudah mengerti dengan cara penggunaan obat untuk
pasien.
61
Pasien tidak patuh atau memilih untuk -
Pasien patuh dalam menggunakan obat setiap diberikan obat
tidak menggunakan obat
6. Pasien membutuhkan terapi tambahan
Terdapat kondisi yang tidak diterapi - Semua kondisi pasien telah diberikan terapi obat
Pasien membutuhkan obat lain yang - Pasien sudah mendapatkan terapi yang sinergis
sinergis
Pasien membutuhkan terapi profilaksis - Tidak ada terapi profilaksis
1. KA EN 1B hipersensitivitas, nyeri pada hipersensitivitas, nyeri pada Gejala berkurang Setiap hari
tempat injeksi, pembengkakan tempat injeksi,
paru-paru dan otak. pembengkakan paru-paru dan
otak.
2. Bromhexin syok dan reaksi anafilaktik, mual, syok dan reaksi anafilaktik, Gejala berkurang Setiap hari
muntah, diare, nyeri perut bagian mual, muntah, diare, nyeri
62
atas, ruam, urtikaria. perut bagian atas, ruam,
urtikaria.
3. Candistatin drop Diare dan gangguan Diare dan gangguan Gejala berkurang Setiap hari
gastrointestinal. gastrointestinal.
4. Cefotaxim ruam, demam, gatal, gangguan ruam, demam, gatal, Gejala berkurang Setiap hari
saluran kemih dan kelamin gangguan saluran kemih dan
(kandidiasis, vaginitis) sakit kelamin (kandidiasis,
kepala, gangguan fungsi hati. vaginitis) sakit kepala,
gangguan fungsi hati.
5. metronidazole sakit kepala, mual, mulut kering. sakit kepala, mual, mulut Gejala berkurang Setiap hari
kering.
6. Diazepam mengantuk, kelemahan otot, mengantuk, kelemahan otot, Gejala berkurang Setiap hari
ataksia, gangguan mental, ataksia, gangguan mental,
amnesia, ketergangungan, depresi amnesia, ketergangungan,
pernapasan, bingung. depresi pernapasan, bingung.
7. Tetagam nyeri atau bengkak pada tempat nyeri atau bengkak pada Gejala berkurang Setiap hari
suntik, mual, muntah, hipotensi, tempat suntik, mual, muntah,
berkeringan, vertigo hipotensi, berkeringan,
vertigo
63
8. Paracetamol reaksi alergi, ruam kulit, reaksi alergi, ruam kulit, Gejala berkurang Setiap hari
hipotensi, kerusakan hati. hipotensi, kerusakan hati.
Metronidazole + diazepam Pemantauan/ monitoring Metronidazole akan meningkatkan - Gunakan hati-hati atau
kadar atau efek diazepam dengan monitor tekanan darah, laju
mempengaruhi metabolisme enzim nafas, dan laju nadi.
CYP3A4 di hati/usus. - Saran: sebaiknya
penggunaan metronidazol
dan diazepam diberikan
jarak.
Diazepam + paracetamol Minor Diazepam menurunkan kadar - Saran: sebaiknya
paracetamol dengan meningkatkan penggunaan diazepam dans
metabolism. Peningkatan paracetamol diberikan jarak.
metabolisme termasuk tingkat
metabolic hepatotoksik.
Metronidazole + paracetamol Minor Metronidazole akan meningkatkan - Saran: sebaiknya
kadar atau efek paracetamol dengan penggunaan metronidazol
64
mempengaruhi metabolism enzim dan paracetamol diberikan
CYP2E1 hati. jarak.
65
Tabel 19. Lembar Pengobatan Pasien Di Bangsal Anak
66
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang anak bernama An. N berusia 3 tahun 5 bulan dengan riwayat tidak
pernah diberikan vaksin apapun sejak bayi masuk ke IGD RSUD Padang Panjang
pada pukul 17.16 WIB tanggal 05 Maret 2022, dengan keluhan demam sejak 8
hari yang lalu, demam terus menerus, batuk berdahak, tidak mau makan sejak 4
hari yang lalu, lidah berwarna putih, perut tegang, mulut sukar dibuka, riwayat
luka 14 hari terakhir tidak ada. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan
kondisi umum sedang, kesadaran umum compos mentis, nadi 92x/menit, nafas
pemeriksaan imunologi, tubex 6 (positif) indikasi kuat infeksi tifoid, rapid antigen
tanggal 05 Maret 2022 pasien didiagnosa demam tifoid dan kandidiasis. Terapi
obat yang didapat pasien KAEN 1B 10 tpm, Bromhexin puyer 3x2mg, Candistatin
Pada hari senin tanggal 07 Maret 2022, pasien dipindahkan ke ruang rawat
inap anak. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter, pasien An. N didiagnosa
tetanus dan kandidiasis. Hal yang mendasari diagnosa ini dapat dilihat dari status
generalis pasien yakni pemeriksaan kepala adanya kaku kuduk (tidak normal),
67
pemeriksaan THT adanya tenggorokan meradang dan trismus ±1cm (tidak
abdomen adanya perut papan (tidak normal), dan pada pemeriksaan ekstermitas
bawah adanya spasme otot (tidak normal). Terapi obat yang didapatkan pasien
saat di rawat inap ialah IFVD KA EN 1B 10 tpm, Bromhexin 3x2 mg, Candistatin
drop 4x1 cc, Metronidazole infus 4x150 mg, Diazepam 12x2 mg, Tetagam,
dilanjutkan dosis 30 mg/kgBB/hari dibagi tiap 8-12 jam; tidak melebihi 2 g/hari
selama 7 – 10 hari.
menjadi 8x2 mg. Diazepam efektif mengatasi spesma otot. Dosis diazepam yang
dengan dosis rumatan sesuai dengan keadaan klinis pasien. Tanda klinis membaik
bila tidak dijumpai spasme spontan, badan masih kaku, kesadaran membaik, tidak
Terapi yang sama dilanjutkan sampai tanggal 13 Maret 2022. Setelah itu,
cairan pasien sudah terpenuhi dan pasien juga sudah mau makan dan
oral. Kemudian pada tanggal 15 Maret 2022 ada penurunan dosis diazepam
pasien juga diberikan paracetamol sirup dengan dosis 1 cth diminum hanya ketika
demam saja.
69
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Penatalaksaan tetanus, demam tifoid, dan kandidiasis pada kasus ini sudah
tepat karena adanya perubahan pasien yang semakin membaik dari hari ke
5.2 Saran
2. Disarankan kepada pasien untuk banyak minum air putih dan makan-
lingkungan.
70
DAFTAR PUSTAKA
t.thn.)
Lewis MAO, Lamey P-J. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut/Clinical Oral Medicine.
cancer. Identification of Candida.spp Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 2007;
12: E419-23.
Cutler, JE. Putative virulence factors of Candida albicans. Annual Rev. Microbiol.
1991; 45:187–218.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 4 ed. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Feigin RD, Demmler GJ, Cherry JD, Kaplan SL. Textbook of pediatric infectious
71
Long SS, Pickering LK, Prober CG. Principles and practice of pediatric infectious
Gershon AA, Hotez PJ, Katz SL. Krugman’s infectious disease of children. 11th
72
Lampiran 1. Perhitungan Dosis
1. KA EN 1B
/
10 tetes per menit =
.
Waktu (jam) =
.
Waktu (jam) =
2. Bromhexin
1 tablet bromhexin = 8 mg
Perhitungan dosis :
,
DL 1 x P = , !
X 8-16 mg
= 1,8 – 3,61 mg
1 mL = 100.000 unit
5. Nacl 0,9% 50 cc
" #
Jumlah tetes per menit = $
/
= %
&
.
=
= 33,3 tetes/menit
6. Metronidazol
gr/hari
= 15 – 30 mg/kg X 10,3 kg
= 154,5 – 309 mg
7. Diazepam
74
Jadi, dosis yang diberikan kepada pasien 12 x 2 mg (sesuai)
8. Paracetamol syr
= 10 – 15 mg/kgBB/kali X 10,3 kg
Dosis PCT = =
' ( ), '
(** , '.
X = '
X = 4,29 – 6,43 mL
9. Metronidazole puyer
75