Anda di halaman 1dari 19

1.

Martha Christina Tiahahu

4 Januari 1800
Lahir Abubu, Nusa Laut, Maluku, Hindia
Belanda
2 Januari 1818 (umur 17)
Meninggal
Laut Banda, Maluku, Indonesia
patung di Ambon, Maluku; patung di
Monumen
Abubu
Pekerjaan Gerilyawan
Tahun aktif 1817
Penghargaan Pahlawan Nasional Indonesia

Martha Christina Tiahahu tercatat sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang unik yaitu seorang
putri remaja yang langsung terjun dalam medan pertempuran melawan tentara kolonial Belanda
dalam Perang Pattimura tahun 1817. Di kalangan para pejuang dan masyarakat sampai di
kalangan musuh, ia dikenal sebagai gadis pemberani dan konsekuen terhadap cita-cita
perjuangannya.

Sejak awal perjuangan, ia selalu ikut mengambil bagian dan pantang mundur. Dengan rambutnya
yang panjang terurai ke belakang serta berikat kepala sehelai kain berang (merah) ia tetap
mendampingi ayahnya dalam setiap pertempuran baik di Pulau Nusalaut maupun di Pulau
Saparua. Siang dan malam ia selalu hadir dan ikut dalam pembuatan kubu-kubu pertahanan. Ia
bukan saja mengangkat senjata, tetapi juga memberi semangat kepada kaum wanita di negeri-
negeri agar ikut membantu kaum pria di setiap medan pertempuran sehingga Belanda kewalahan
menghadapi kaum wanita yang ikut berjuang.

Di dalam pertempuran yang sengit di Desa Ouw – Ullath jasirah tenggara Pulau Saparua yang
tampak betapa hebat srikandi ini menggempur musuh bersama para pejuang rakyat. Namun
akhirnya karena tidak seimbang dalam persenjataan, tipu daya musuh dan pengkhianatan, para
tokoh pejuang dapat ditangkap dan menjalani hukuman.
2.Ki Hajar Dewantara

Nama Lengkap
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat
Agama
Islam
Tempat Lahir
Yogyakarta
Tanggal Lahir
Kamis, 2 Mei 1889
Zodiak
Taurus
Warga Negara
Indonesia
Istri
Nyi Sutartinah
Biografi

Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau yang lebih dikenal dengan Ki Hadjar Dewantara
adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan
kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti
halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.

Ki Hadjar Dewantara lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889 dengan nama Raden
Mas Soewardi Soeryaningrat. Ki Hajar Dewantara dibesarkan di lingkungan keluarga
kraton Yogyakarta. Saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, Raden
Mas Soewardi Soeryaningrat berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak
saat itu, Ki Hadjar Dewantara tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan
namanya.

Hal ini dimaksudkan supaya Ki Hadjar Dewantara dapat bebas dekat dengan rakyat, baik
secara fisik maupun hatinya. Ki Hadjar Dewantara menamatkan Sekolah Dasar di ELS
(Sekolah Dasar Belanda) dan kemudian melanjutkan sekolahnya ke STOVIA (Sekolah
Dokter Bumiputera) tapi lantaran sakit, sekolahnya tersebut tidak bisa dia selesaikan.

Ki Hadjar Dewantara kemudian bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara
lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja
Timoer dan Poesara. Pada masanya, Ki Hadjar Dewantara dikenal penulis handal.
Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu
membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.

Selain bekerja sebagai seorang wartawan muda, Ki Hadjar Dewantara juga aktif dalam
berbagai organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, Ki Hadjar Dewantara aktif di
seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran
masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam
berbangsa dan bernegara. Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja
Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo yang nantinya akan dikenal sebagai Tiga
Serangkai, Ki Hadjar Dewantara mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang
beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan
mencapai Indonesia merdeka.

Mereka berusaha mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan hukum
pada pemerintah kolonial Belanda. Tetapi pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur
Jendral Idenburg menolak pendaftaran itu pada tanggal 11 Maret 1913 karena organisasi
ini dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalism dan kesatuan rakyat untuk
menentang pemerintah kolonial Belanda.

Semangatnya tidak berhenti sampai sini. Pada bulan November 1913, Ki Hadjar
Dewantara membentuk Komite Bumipoetra yang bertujuan untuk melancarkan kritik
terhadap Pemerintah Belanda. Salah satunya adalah dengan menerbitkan tulisan berjudul
Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen
maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga) di mana
kedua tulisan tersebut menjadi tulisan terkenal hingga saat ini. Tulisan Seandainya Aku
Seorang Belanda dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker.

Akibat karangannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg
menjatuhkan hukuman pengasingan terhadap Ki Hadjar Dewantara. Douwes Dekker dan
Cipto Mangoenkoesoemo yang merasa rekan seperjuangan diperlakukan tidak adil
menerbitkan tulisan yang bernada membela Ki Hadjar Dewantara. Mengetahui hal ini,
Belanda pun memutuskan untuk menjatuhi hukuman pengasingan bagi keduanya.
Douwes Dekker dibuang di Kupang sedangkan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke
pulau Banda.

Namun mereka menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di sana mereka bisa
mempelajari banyak hal dari pada di daerah terpencil. Akhirnya mereka diizinkan ke
Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.
Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran,
sehingga Ki Hadjar Dewantara berhasil memperoleh Europeesche Akte. Pada tahun 1918,
Ki Hadjar Dewantara kembali ke tanah air.

Di tanah air Ki Hadjar Dewantara semakin mencurahkan perhatian di bidang pendidikan


sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan. Bersama rekan-rekan
seperjuangannya, dia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional yang
diberi nama Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman
Siswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan
kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk
memperoleh kemerdekaan. Pemerintah kolonial Belanda berupaya merintanginya dengan
mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932.

Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu kemudian


dicabut. Selama mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di Taman Siswa, Ki
Hadjar Dewantara juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa
politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Melalui tulisan-tulisan
itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.
Kegiatan menulisnya ini terus berlangsung hingga zaman Pendudukan Jepang.

Saat Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dalam tahun 1943, Ki
Hajar ditunjuk untuk menjadi salah seorang pimpinan bersama Ir. Soekarno, Drs.
Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur. Setelah kemerdekaan Indonesia berhasil
direbut dari tangan penjajah dan stabilitas pemerintahan sudah terbentuk.

Ki Hadjar Dewantara dipercaya oleh presiden Soekarno untuk menjadi Menteri


Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Melalui jabatannya ini, Ki
Hadjar Dewantara semakin leluasa untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Pada tahun 1957, Ki Hadjar Dewantara mendapatkan gelar Doktor Honori Klausa dari
Universitas Gajah Mada. 

Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, tepatnya pada tanggal 28
April 1959 Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia di Yogyakarta dan dimakamkan di
sana. Kini, nama Ki Hadjar Dewantara bukan saja diabadikan sebagai seorang tokoh dan
pahlawan pendidikan (bapak Pendidikan Nasional) yang tanggal kelahirannya 2 Mei
dijadikan hari Pendidikan Nasional, tetapi juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan
Nasional melalui surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November
1959.

Ajarannya yakni tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun
karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sungtulada (di
depan memberi teladan) akan selalu menjadi dasar pendidikan di Indonesia. Untuk
mengenang jasa-jasa Ki Hadjar Dewantara pihak penerus perguruan Taman Siswa
mendirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta, untuk melestarikan nilai-nilai
semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara.
3.Cut Nyak Dien

Nama Lengkap
Tjoet Njak Dhien
Alias
Cut Nyak Dien
Agama
Islam
Tempat Lahir
Lampadang, Aceh
Tanggal Lahir
Selasa, 0 1848
Zodiak
-
Warga Negara
Indonesia
Suami
Teuku Cek Ibrahim Lamnga, Teuku Umar
Biografi

Tjoet Njak Dhien merupakan pahlawan nasional wanita Indonesia asal Aceh. Ia berasal
dari keluarga bangsawan yang agamis di Aceh Besar. Ketika usianya menginjak 12
tahun, Tjoet Njak Dhien dinikahkan dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga yang juga
berasal dari keluarga bangsawan.

Semenjak Belanda menyerang Aceh untuk pertama kalinya pada tanggal 26 Maret 1873,
semangat Tjoet Njak Dhien untuk memerangi pasukan kolonial Belanda mulai timbul.
Peristiwa gugurnya Teuku Cek Ibrahim Lamnga dalam peperangan melawan Belanda
pada tanggal 29 Juni 1878 semakin menyulut kemarahan dan kebencian wanita
pemberani ini terhadap kaum penjajah tersebut. Ia kemudian menikah lagi dengan Teuku
Umar yang juga merupakan pahlawan nasional Indonesia di tahun 1880.
Awalnya Tjoet Njak Dhien menolak pinangan Teuku Umar, tetapi ia akhirnya setuju
untuk menikah dengan pria yang masih memiliki garis kekerabatan dengan dirinya ini
setelah Teuku Umar menyanggupi keinginannya untuk ikut turun ke medan perang. Ia
sangat ingin mengenyahkan Belanda dari bumi Aceh dan menuntut balas atas kematian
suaminya terdahulu.

Bersama dengan Teuku Umar dan para pejuang Aceh lainnya, Tjoet Njak Dhien pun
gencar melakukan serangan terhadap Belanda. Dalam masa perjuangan tersebut, Tjoet
Njak Dhien sempat mendapat makian dari Tjoet Njak Meutia yang juga pejuang wanita
dari Aceh lantaran keputusan suaminya, Teuku Umar, menyerahkan diri pada Belanda
dan bekerja sama dengan mereka. Padahal Teuku Umar tidak benar-benar menyerahkan
diri pada Belanda. Hal ini ia lakukan sebagai taktik untuk mendapatkan peralatan perang
Belanda. Setelah niatnya terlaksana dan ia kembali pada Tjoet Njak Dhien dan para
pengikutnya, Belanda yang merasa telah dikhianati oleh Teuku Umar melancarkan
operasi besar-besaran untuk memburu pasangan suami-istri tersebut. Teuku Umar pun
akhirnya gugur dalam pertempuran di Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899.

Sepeninggal suaminya, Tjoet Njak Dhien masih meneruskan perlawanan kepada Belanda.
Namun, sakit encok yang dideritanya dan kondisi matanya yang mulai rabun membuat
para pengawalnya merasa kasihan dan akhirnya membuat kesepakatan dengan Belanda
bahwa Tjoet Njak Dhien boleh ditangkap asalkan diperlakukan secara terhormat, bukan
sebagai penjahat perang.

Setelah Belanda menyetujui kesepakatan ini, Tjoet Njak Dhien pun akhirnya ditangkap
dan dibawa ke Banda Aceh. Ia kemudian dibuang ke Sumedang tanggal 11 Desember
1905 dan menghembuskan napas terakhirnya di sana tanggal 6 November 1908. Jenazah
Tjoet Njak Dhien kemudian dikebumikan di Gunung Puyuh, Sumedang.  

Riset dan analisis oleh: Meidita Kusuma Wardhani

Penghargaan

 Gelar Pahlawan Nasional (1964)


 Namanya diabadikan sebagai salah satu nama kapal perang Indonesia
4.Raden Adjeng Kartini

Agama
Islam
Tempat Lahir
Jepara Jawa Tengah
Tanggal Lahir
Senin, 21 April 1879
Zodiak
Taurus
Warga Negara
Indonesia
Suami
R.M.A.A. Singgih Djojo Adhiningrat
Anak
R.M Soesalit
Biografi

Raden Adjeng Kartini atau Raden Ayu Kartini merupakan sosok wanita pribumi yang
dilahirkan dari keturunan bangsawan anak ke 5 dari 11 bersaudara ini merupakan sosok
wanita yang sangat antusias dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Kartini sangat
gemar membaca dan menulis,tapi sangat di sayangkan orang tuanya mengharuskan
Kartini menimba ilmu hanya sampai sekolah dasar karena harus dipingit tetapi karena
tekad bulat kartini untuk mencapai cita citanya, Kartini mulai mengembangkan dengan
belajar menulis dan membaca bersama teman sesama perempuannya, saat itu juga Kartini
juga belajar bahasa Belanda.

Kartini tidak pernah patah semangat,dengan rasa keingintahuan yang sangat besar, kartini
ingin selalu membaca surat surat kabar, buku buku dan majalah eropa dari situlah
terlintas ide untuk memajukan wanita wanita Indonesia dari segala
keterbelakangan.ditambah dengan kemampuannya berbahasa Belanda, Kartini juga surat
menyurat dengan korespondensi dari Belanda.

Sempat terjadi surat menyurat antara Kartini dan Mr.J.H Abendanon untuk pengajuan
beasiswa di negeri Belanda, tetapi semua itu tidak pernah terjadi dikarenakan Kartini
harus menikah pada 12 November 1903 dengan Raden Adipati Joyodiningrat yang
pernah menikah 3 kali.

Perjuangan Kartini tidak berhenti setelah menikah, beruntung Kartini memiliki suami
yang selalu mendukung akan cita citanya untuk memperjuangkan pendidikan dan
martabat kaum perempuan, dari situlah Kartini mulai memperjuangkan untuk
didirikannya sekolah Kartini pada tahun 1912 di Semarang. Pendirian sekolah wanita
tersebut berlanjut di Surabaya, Jogjakarta, Malang, Madiun, Cirebon. Sekolah kartini
didirikan oleh yayasan kartini, adapun yayasan Kartini sendiri didirikan oleh keluarga
Van Deventer dan Tokoh Politik etis.

Kartini meninggal Selang beberapa hari setelah melahirkan anak pertama bernama R.M
Soesalit pada 13 September 1904, tepatnya 4 hari setelah kelahiran R.M Soesalit, saat itu
usia Kartini masih telatif muda di usia 25 tahun.

Setelah kematian Kartini, seorang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia
Belanda Mr.J.H Abendanon mulai membukukan surat menyurat kartini dengan teman
temannya di eropa dengan judul  “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya
“Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Raden Ajeng Kartini sendiri adalah pahlawan yang mengambil tempat tersendiri di hati
kita dengan segala cita-cita, tekad, dan perbuatannya. Ide-ide besarnya telah mampu
menggerakkan dan mengilhami perjuangan kaumnya dari kebodohan yang tidak disadari
pada masa lalu. Dengan keberanian dan pengorbanan yang tulus, dia mampu menggugah
kaumnya dari belenggu diskriminasi.

Riset dan analisa oleh Eko Setiawan

Penghargaan

 Tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan


 Setiap tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang
kemudian dikenal sebagai Hari Kartini
 Namanya dijadikan nama jalan di beberapa kota di Belanda. Seperti di Utrecht,
Venlo, Amsterdam, Haarlem
5.Teuku Umar

Agama
Islam
Tempat Lahir
Meulaboh
Tanggal Lahir
-
Zodiak
-
Anak
Cut Gambang
Istri
Nyak Malighai, Nyak Sofiah, Tjoet Njak Dhien
Biografi

Lahir di Meulaboh, Aceh Barat pada 1854, Teuku Umar adalah salah satu pahlawan
nasional Indonesia. Tercatat, pria yang diyakini memiliki taktik unik melawan penjajah
ini pernah memimpin perang gerilya di Aceh sejak tahun 1873 sampai 1899. Teuku Umar
sendiri merupakan keturunan Minangkabau. Kakeknya, Datuk Makdum Sati, dikenal
berjasa terhadap Sultan Aceh. 

Teuku Umar kecil memiliki sifat pemberani. Selain itu ia juga dikenal cerdas dan pang
menyerah, serta memiliki hobi berkelahi. Ketika berusia 19 tahun dan diangkat sebagai
keuchik Daya Meulaboh, terjadi perang Aceh. Teuku Umar lantas bergabung bersama
para pejuang di kampungnya hingga Aceh Barat. 

Setahun kemudian Teuku Umar melepas masa lajangnya dengan Nyak Sofiah, anak
Uleebalang Glumpang. Dan karena ingin meningkatkan derajatnya, ia kemudian menikah
lagi dengan puteri Panglima Sagi XXV Mukim bernama Nyak Malighai yang
membuatnya menerima gelar Teuku dan dikaruniai anak perempuan bernama Cut
Gambang yang lahir di tempat pengungsian. Tak hanya sampai di situ, di tahun 1880
Teuku Umar kembali menikah. Kali ini dengan putri pamannya, janda Teuku Ibrahim
Lamnga bernama Cut Nyak Dien. Keduanya lantas berjuang bersama menyerang pos-pos
Belanda di Krueng.

Teuku Umar sempat berdamai dengan Belanda tahun 1883. Namun satu tahun kemudian
perang kembali tersulut di antara keduanya. 9 tahun kemudian tepatnya 1893, Teuku
Umar mulai menemukan cara untuk mengalahkan Belanda dari 'dalam'. Ia lantas berpura-
pura menjadi antek Belanda. Aksi ini sampai membuat Cut Nyak Dien marah besar
karena bingung dan malu.

Atas jasanya menundukkan beberapa pos pertahanan di Aceh, Teuku Umar mendapat
kepercayaan Belanda. Ia lalu diberi gelar Johan Pahlawan dan diberi kebebasan untuk
membentuk pasukan sendiri berjumlah 250 orang tentara dengan senjata lengkap dari
Belanda. Pihak Belanda tidak tahu, kalau itu hanya akal-akalan Teuku Umar semata yang
telah berkolaborasi dengan para pejuang Aceh sebelumnya. Tak lama kemudian, Teuku
Umar malah diberi lagi tambahan 120 prajurit dan 17 panglima termasuk Pangleot
sebagai tangan kanannya.

30 Maret 1896, Teuku Umar keluar dari dinas militer Belanda. Di sinilah ia kemudian
melancarkan serangan berdasarkan siasat dan strategi perang miliknya. Bersama pasukan
yang sudah dilengkapi 800 pucuk senjata, 25.000 peluru, 500 kg amunisi dan uang 18
ribu dolar, Teuku Umar yang dibandu Teuku Panglima Polem Muhammad Daud dan 400
orang pengikutnya membantai Belanda. Tercatat, ada 25 orang tewas dan 190 luka-luka
dari pihak Belanda.

Gubuernur Deykerhof sebagai pengganti Gubernur Ban Teijn yang telah memberi
kepercayaan kepada Teuku Umar selama ini merasa sakit hati karena telah dikhianati
Teuku Umar. Ia lantas memerintahkan Van Heutsz bersama pasukan besarnya untuk
menangkap Teuku Umar. Serangan mendadak ke daerah Meulaboh itulah yang
merenggut nyawa Teuku Umar. Ia ditembak dan gugur di medan perang, tepatnya di
Kampung Mugo, pada 10 Februari 1899.

Lebih dari 70 tahun kemudian, pemerintah Indonesia menganugerahi Teuku Umar


sebagai pahlawan nasional lewat SK Presiden No. 087/TK/1973 tanggal 6 November
1973. Nama pahlawan pemberani ini juga dijadikan nama jalan di kota-kota besar.
6.Tuanku Imam Bondjol

Agama
Islam
Tempat Lahir
Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat
Tanggal Lahir
-
Zodiak
-
Warga Negara
Indonesia
Ayah
Khatib Bayanuddin
Ibu
Hamatun
Biografi

Tuanku Imam Bonjol adalah salah seorang tokoh ulama, pemimpin dan pejuang yang
berperang melawan Belanda dalam sebuah peperangan yang dikenal dengan nama Perang
Padri pada tahun 1803-1837. Tuanku Imam Bonjol lahir dengan nama asli Muhammad
Shahab di Bonjol pada tahun 1772. Dia merupakan putra dari pasangan Khatib
Bayanuddin yang merupakan seorang alim ulama dari Sungai Rimbang, Suliki, Lima
Puluh Kota dengan istrinya Hamatun. Sebagai ulama dan pemimpin masyarakat
setempat, Muhammad Shahab atau Tuanku Imam Bonjol memperoleh beberapa gelar,
antara lain yaitu Peto Syarif, Malin Basa, dan Tuanku Imam. Tuanku nan Renceh dari
Kamang, Agam sebagai salah seorang pemimpin dari Harimau nan Salapan adalah yang
menunjuknya sebagai Imam (pemimpin) bagi kaum Padri di Bonjol. Dia sendiri akhirnya
lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol.

Nama Tuanku Imam Bonjol dikenal sebagai pemuka agama Islam dengan pribadi yang
santun. Sosok Tuanku Imam Bonjol hingga kini tidak bisa dilepaskan dari Kaum Paderi.
Kaum Paderi merupakan sebutan yang diberikan kepada sekelompok masyarakat
pendukung utama penegakan syiar agama dalam tatanan masyarakat yang zaman dulu
populer di tanah Minangkabau terutama pada masa Perang Padri.

Kelompok ini merupakan penganut agama Islam yang menginginkan pelaksanaan hukum
Islam secara menyeluruh di Kerajaan Pagaruyung. Keterlibatan Tuanku Imam Bonjol
sendiri dalam Perang Padri bermula saat dirinya diminta menjadi pemimpin Kaum Paderi
dalam Perang Padri setelah sebelumnya dia ditunjuk oleh Tuanku Nan Renceh sebagai
Imam di Bonjol. Tuanku Imam Bonjol dipercaya untuk menjadi pemimpin sekaligus
panglima perang setelah Tuanku Nan Renceh meninggal dunia.

Tuanku Nan Renceh merupakan salah satu anggota Harimau Nan Salapan yang
merupakan sebutan untuk pimpinan beberapa perguruan yang kemudian menjadi
pemimpin dari Kaum Padri.

Dengan ditunjuknya sebagai pemimpin, maka kini komando Kaum Paderi ada di tangan
Tuanku Imam Bonjol. Sebagai pemimpin, Tuanku Imam Bonjol harus mewujudkan cita-
cita yang diimpikan oleh pemimpin Kaum Paderi sebelumnya walaupun harus melalui
peperangan.

Perang Padri muncul sebagai sarana Kaum Padri (Kaum Ulama) dalam menentang
perbuatan-perbuatan yang marak waktu itu di kalangan masyarakat yang dilindungi oleh
para penguasa setempat dalam kawasan Kerajaan Pagaruyung, seperti kesyirikan
(mendatangi kuburan-kuburan keramat), perjudian, penyabungan ayam, penggunaan
madat (opium), minuman keras, tembakau dan umumnya pelonggaran pelaksanaan
kewajiban ibadah agama Islam.

Tidak adanya kesepakatan dari Kaum Adat yang telah memeluk Islam untuk
meninggalkan kebiasaan tersebut memicu kemarahan Kaum Padri, sehingga pecahlah
peperangan pada tahun 1803.

Hingga tahun 1833, perang ini dapat dikatakan sebagai perang saudara yang melibatkan
sesama Minang dan Mandailing. Dalam peperangan ini, Kaum Padri awalnya dipimpin
oleh Harimau Nan Salapan sedangkan Kaum Adat dipimpin oleh Yang Dipertuan
Pagaruyung yakni Sultan Arifin Muningsyah.

Ketika mulai terdesak, Kaum Adat meminta bantuan kepada Belanda pada tahun 1821
yang justru memperumit keadaan, sehingga sejak tahun 1833 Kaum Adat berbalik
melawan Belanda dan bergabung bersama Kaum Padri. Peperangan ini sendiri pada
akhirnya peperangan ini dapat dimenangkan Belanda dengan susah payah dan dalam
waktu yang sangat lama.
Pada bulan Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol diundang Belanda ke Palupuh untuk
berunding. Tiba di tempat itu Tuanku Imam Bonjol langsung ditangkap dan dibuang ke
Cianjur, Jawa Barat kemudian dipindahkan ke Ambon dan akhirnya ke Lotak, Minahasa,
dekat Manado. Di tempat terakhir itulah Tuanku Imam Bonjol meninggal dunia pada
tanggal 8 November 1864. Tuanku Imam Bonjol dimakamkan di tempat pengasingannya
tersebut.

Pada masa kepemimpinannya, Tuanku Imam Bonjol mulai menyesali beberapa tindakan
kekerasan yang dilakukan oleh Kaum Padri terhadap saudara-saudaranya, sebagaimana
yang terdapat dalam memorinya. Walau di sisi lain, fanatisme tersebut juga melahirkan
sikap kepahlawanan dan cinta tanah air.

Perjuangan yang telah dilakukan oleh Tuanku Imam Bonjol dapat menjadi apresiasi akan
kepahlawanannya dalam menentang penjajahan. Sebagai penghargaan dari pemerintah
Indonesia yang mewakili rakyat Indonesia pada umumnya, Tuanku Imam Bonjol
diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia sejak tanggal 6 November 1973.

7.Dewi Sartika

Tempat Lahir
Cinean
Tanggal Lahir
Kamis, 4 Desember 1884
Zodiak
Sagittarius
Warga Negara
Indonesia
Suami
Raden Kanduruan Agah Suriawinata
Biografi
Dewi Sartika lahir dari pasangan ningrat Nyi Raden Rajapermas dan Raden Somanagara
dengan didikan beraneka ragam budaya, dari didikan budaya sunda hingga didikan barat.

Kegemarannya dalam belajar mengajar dalam hal membaca dan menulis sudah terlihat
sejak kecil dengan mempraktikkan bersama anak anak pembantu di kepatihan,Papan bilik
kandang kereta, arang, dan pecahan genting dijadikannya alat bantu belajar.

Semakin banyak ilmu yang di gali di masa dewasanya, Dewi Sartika semakin gencar
dalam mewujudkan cita citanya dengan bantuan Pamannya Bupati Martanagara untuk
mewujudkan cita citanya,salah satu langkah awal dengan mendirikan sekolah di tahun
1902 yang mana di awali dengan pendidikan keterampilan Merenda, memasak, jahit-
menjahit, membaca, menulis dan sebagainya, menjadi materi pelajaran saat itu.

Berkembanglah pula ide untuk membuka sekolah perempuan atau Sakola Istri pertama
se-Hindia-Belanda pada tahun 16 Januari 1904 setelah Konsultasi dengan Bupati R.A.
Martenagara.Keberhasilan sekolah perempuan Dwi Sartka bisa mencetak lulusan lulusan
perempuan bermartabat yang haknya sama dengan kedudukan laki laki.

Sekolah perempuan semakin berkembang dengan pergantian nama menjadi Sekolah


Keutamaan Perempuan ( sakolah kautamaan istri ) di tahun ke 10 ( 1914 ),dan di saat
perjalanan itu pula menikahlah Dewi sartika dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata
di tahun 1906,yang mana pasangan Dewi Sartika adalah suami yang memiliki visi misi
yang sama dalam memperjuangkan pendidikan, semakin berkembangnya sekolah
perempuan yang didirikan Dewi Sartika, di tahun ke 25 pada bulan september 1929,
diadakanlah peringatan pendirian sekolah yang mana sekaligus berganti nama menjadi
Sakola Raden Dewi.

Dengan keberhasilan perjuangan Dwi Sartika,tercetuslah seorang anak bangsa tokoh


pejuang wanita dari bandung yang membela hak kaum wanita dalam urusan pendidikan.

Dewi wafat pada 11 September 1947. Sebelumnya Dewi Sartika ikut mengungsi
bersama-sama para pejuang yang terus melakukan perlawanan untuk mempertahankan
kemerdekaan dan disaat itu Setelah terjadi Agresi militer Belanda tahun 1947.
8.Sri Sultan Hamengkubuwono I

Nama Lengkap : Sri Sultan Hamengkubuwono I

Alias : Raden Mas Sujana | Putra Mangkubumi

Profesi : Pahlawan Nasional

Tempat Lahir : Kartasura

Tanggal Lahir : Jumat, 6 Agustus 1717

Zodiac : Leo

Warga Negara : Indonesia

Anak : Raden mas Sundoro

BIOGRAFI

Sri Sultan Hamengkubuwono I lahir di Kartasura. Dia lahir pada tanggal 6 Agustus 1717. Dia
memiliki nama asli semenjak dilahirkan, yakni Raden Mas Sujana.

Namun setelah menginjak usia dewasa, dia mulai memiliki gelar sebagai Putra Mangkubumi.
Hamengkubuwono I adalah pelopor dalam berdirinya Kesultanan Yogyakarta dan sekaligus
menjabat sebagai raja pertama yang memerintah dari tahun 1755 hingga 1792.
Dalam masanya, pernah terjadi peperangan hebat antara Mangkubumi dengan Pakubuwono II
yang dibantu oleh VOC. Para sejarahwan menyebut perang tersebut sebagai Perang Suksesi Jawa
III. 

Raden Mas Sujana adalah putra dari Raja Kasunan Kartasura yang bernama Amangkurat IV. Dia
merupakan raja yang paling adidaya di zamannya dari keluarga Mataram sejak Sultan Agung.

Di Yogyakarta,  dia adalah seorang raja terbesar. Dia mampu mengalahkan Surakarta, meskipun
Yogyakarta masih tergolong negeri yang baru. Bahkan jumlah armada perang dan pasukannya
lebih besar daripada jumlah armada perang milik VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie /
Perserikatan Perusahaan Hindia Timur) di Jawa. VOC merupakan sebuah perusahaan yang
didirikan oleh Belanda pada tanggal 20 Maret 1602 yang memiliki wewenang untuk memonopoli
segala aktivitas perdagangan di Asia.

Tidak hanya sebagai seorang pemimpin yang memiliki keahlian dalam strategi berperang, dia
juga mencintai keindahan alam. Taman Sari Keraton Yogyakarta merupakan karya arsitektur
yang monumental di masa kepemimpinannya. Taman tersebut dirancang oleh seorang ahli
bangunan Kasultanan berkebangsaan Portugis yang memiliki nama Jawa Demang Tegis. 

Hamengkubuwono I menghembuskan napas terakhirnya dan meninggal dunia pada tanggal 24


Maret 1792. Tahta yang dia miliki sebagai seorang raja Yogyakarta kemudian diwariskan kepada
putranya Raden Mas Sundoro, yang bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono II.

Karena kegigihannya melawan penjajah asing di masanya, Belanda, Sri Sultan


Hamengkubuwono I ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai Pahlawan Nasional
pada tanggal 10 November 2006.

9. Untung Surapati

Nama Lengkap : Untung Surapati

Alias : No Alias

Profesi : Pahlawan Nasional


Tempat Lahir : Bali

Tanggal Lahir : Minggu, 0 -1 1660

Warga Negara : Indonesia

Istri : Suzane

BIOGRAFI

Untung Surapati merupakan salah seorang pahlawan nasional Indonesia berdasarkan penetapan
S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975. Menurut sejarah, Untung Surapati
berasal dari Bali yang awalnya ditemukan oleh perwira VOC yang ditugaskan di Makasar yang
bernama Kapten van Beber. Perwira VOC itu kemudian menjualnya kepada perwira VOC lain di
Batavia bernama Moor. 

Ketika usianya 20 tahun, ia dimasukkan ke penjara oleh Moor karena berani menikahi putrinya
yang bernama Suzane. Kemudian Untung memimpin pergerakan para tahanan hingga akhirnya
berhasil kabur dari penjara dan menjadi buronan. 

Pada tahun 1683, VOC berhasil mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa,  sang raja Banten. Putra
sang raja yang bernama Pangeran Purbaya melakukan pelarian ke Gunung Gede. Setelah melalui
proses yang panjang, iIa memutuskan menyerah asalkan ia dijemput oleh perwira VOC pribumi.
Beruntungnya, Untung telah menerima tawaran sebagai tentara VOC dan dilatih ketentaraan. Ia
diberi pangkat letnan dan saat itu ditugasi untuk menjemput Pangeran Purbaya. 

Untung yang tiba di Kartasura kemudian mengantarkan Raden Ayu Gusik Kusuma pada Patih
Nerangkusuma, ayahnya, yang juga tokoh anti VOC. Ia gencar melakukan pendesakan kepada
Amangkurat II untuk melanggar kesepakatan dengan Belanda. Nerangkusuma kemudian
menikahkan Gusik Kusuma dengan Suropati. 

Pada Februari 1686, Kapten François Tack yang merupakan perwira VOC senior tiba di
Kartasura untuk menangkap Untung Suropati. Amangkurat II yang telah dipengaruhi
Nerangkusuma, pura-pura membantu VOC. Pertempuran pun tidak terhindarkan. Pasukan VOC
sebanyak 75 orang tewas, termasuk Kapten Tack yang tewas di tangan Untung.

Amangkurat II yang takut pengkhianatannya terbongkar kemudian merestui Suropati dan


Nerangkusuma untuk merebut Pasuruan. Di Pasuruan, Suropati berhasil mengalahkan
Anggajaya, Sang bupati. Untung Suropati pun menjabat menjadi bupati Pasuruan bergelar
Tumenggung Wiranegara. 
Pada bulan September 1706 gabungan pasukan VOC dibawah pimpinan Mayor Goovert Knole
menyerang Pasuruan. Pertempuran tersebut menewaskan Untung Suropati pada tanggal 17
Oktober 1706. 

Riset dan Analisa oleh Pilar Asa Susila

10.Sam Ratulangi

Gubernur Sulawesi 1
Masa jabatan
2 September 1945 – 30 Juni 1949
Presiden Soekarno
Pendahulu Jabatan baru
Pengganti Bernard Wilhelm Lapian

Nama lengkap tokoh ini adalah Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi, ia lebih dikenal
dengan nama Sam Ratulangi, salah satu tokoh pahlawan nasional Indonesia yang dari Manado,
Sulawesi Utara.
Beliau berjasa dalam pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sam Ratulangi merupakan
sosok intelektual yang terkenal dengan filsafat ‘Si tou timou tumou tou‘ yang berarti ‘manusia
baru dapat disebut sebagai manusia, jika sudah dapat memanusiakan manusia’.
Biografi dan Profil Sam Ratulangi
Menurut buku-buku yang mengulas mengenai profil dan biografi Sam Ratulangi, beliau
dilahirkan di daerah Tondano wilayah Sulawesi Utara pada tanggal 5 November 1890. Ayahnya
bernama Jozias Ratulangi dan ibunya bernama Agustina Gerungan.
Semasa kecil, Sam Ratulangi memulai pendidikannya pada umur enam tahun di Europesche
Lagere School yang merupakan sekolah dasar zaman Belanda di Tondano.
Tamat dari sana, beliau kemudian melanjutkan pendidikannya di Hoofden School yang setingkat
SMA. Disini ia sering surat menyurat dengan sepupunya yang bersekolah di STOVIA di Batavia.
Artikel diambil dari Biografiku.com. Silahkan di copy sebagai bahan referensi, Mohon
cantumkan sumber

Jasa Jasa Sam Ratulangi


Selama hidupnya, Sam Ratulangi banyak mendirikan organisasi sosial membantu sesamanya.
Beliau menetap di Manado sekitar tahun 1924. Ia menghapuskan sistem kerja paksa pada
rakyat Minahasa dan membuka transmigrasi ke Minahasa Selatan saat menjabat sebagai
sekretaris Dewan Minahasa (Minahasa Raad) pada tahun 1924 hingga 1927.

Di tahun 1927, Sam ratulangi bergabung di Volksraad atau lebih dikenal sebagai dewan rakyat
atau lembaga perwakilan rakyat Indonesia. Ia merupakan perwakilan dari Minahasa. Di lembaga
ini, Sam ratulangi memperjuangankan dan membela hak-hak dari rakyat Indonesia ketika itu
yang tertindas dan perjuanganya dalam mencapai sebuah kemerdekaan.

Anda mungkin juga menyukai