Anda di halaman 1dari 9

 TOP NEWS

 TERKINI
 RILIS PERS

Antaranews.com
Tentang Kami

    
Selasa, 23 Agustus 2022

 HOME

 NUSANTARA

 NASIONAL

 SEPUTAR NTT
 EKONOMI
 POLITIK & HUKUM
 KESRA
 OLAHRAGA
 HIBURAN
 INTERNASIONAL

 FOTO

 VIDEO

Artikel - Menunggu selesainya


tragedi tumpahan minyak
Montaradi Laut Timor
Oleh Kornelis Kaha  Senin, 22 Agustus 2022 4:44 WIB

Tumpahan Minyak di Laut Timur pada tahun 2009 lalu.ANTARA/Ho-Dokumen YPTB


Anehnya setelah kejadian itu, pemerintah Australia
hanya berdiam diri dan melepaskan tanggung
jawabnya...
Kupang (ANTARA) - Hari ini, 21 Agustus 2022, tepat 13 tahun yang lalu, wilayah
perairan Indonesia di Laut Timor, hampir sebagian besar tercemar minyak mentah
akibat meledak-nya anjungan minyak Montara di Blok Atlas Barat Laut Timor saat itu.

Tragedi kemanusiaan yang terjadi pada 21 Agustus 2009 itu, kemudian "membunuh"
lebih dari 100.000 mata pencaharian warga Nusa Tenggara Timur, terutama para petani
rumput laut, para nelayan, serta berbagai penyakit aneh yang menyerang masyarakat
pesisir sampai membawa kematian, dan hancurnya puluhan ribu hektare terumbu
karang di wilayah perairan Laut Timor.

Tragedi kemanusiaan dan lingkungan terjadi di Laut Timor itu yang telah mencemari
sekitar 90.000 kilometer persegi Laut Timor dan banyak petani rumput laut dan nelayan
di provinsi berbasis kepulauan itu terdampak. Bahkan penghasilan para petani rumput
laut dan nelayan di Laut Timor sejak hai itu sampai saat ini turun antara 50 persen
hingga 85 persen.

Tragedi ini pula telah mengakibatkan banyak sekali anak putus sekolah, timbul penyakit
aneh hingga membawa kematian dan puluhan ribu hektar terumbu karang hancur yang
tersebar di di 13 Kabupaten dan Kota di NTT.

“Anehnya setelah kejadian itu, pemerintah Australia hanya berdiam diri dan melepaskan
tanggung jawabnya,” kata Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni.

YPTB telah melakukan berbagai upaya perjuangan agar pemerintah Australia mau
mengganti rugi kasus tumpahan minyak tersebut yang merugikan banyak pihak
khususnya nelayan di NTT.

Beberapa hal yang dilakukan adalah terus melakukan berbagai seperti upaya diplomasi
dengan Pemerintah Indonesia dan Australia.

Kemudian juga pada tahun 2016 sekitar 16.000 petani rumput laut di Kabupaten Rote
dan Kabupaten Kupang mengajukan perkara class action di Pengadilan Federal
Australia di Kota Sydney.

Upaya ketiga yang dilakukan yakni pada tahun 2018 Menteri Koordinator Bidang
Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan membentuk Satuan Tugas Montara yang masih
bekerja sampai saat ini yang terdiri dari enam orang yakni Ketua dan anggota serta
seorang Sekretaris Eksekutif.

Usai dibentuk menjadi satuan tugas Montara, pada tahun 2019, pihaknya kami
menunjuk seorang pengacara dari Inggris yaitu Monica Feria-Tinta untuk membawa
Petaka Tumpahan Minyak Montara ini ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Usaha itu membuahkan hasil, pada tahun 2021 pengadilan Australia telah
memenangkan gugatan masyarakat NTT ,tetapi perusahaan pencemar Laut Timor
PTTEP yang berkantor di Perth-Australia Barat menyatakan banding atas putusan
Pengadilan Federal Australia ini.

Lalu pada tahun yang sama juga enam komisi tentang hak asasi manusia dari PBB
mengirim surat kepada Pemerintah Federal Australia-Indonesia-Thailand dan PTTEP di
Bangkok untuk meninta pertanggung jawaban mereka atas kasus tersebut, sehingga
pada Mei 2021 keluar jawaban dari Federal Australia-Indonesia-Thailand dan PTTEP di
Bangkok.

Upaya Pemerintah Indonesia

Sementara pada 1 April 2022, Ferdi menambahkan bahwa Satuan Tugas Montara
didampingi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar
Pandjaitan mengadakan pertemuan jumpa pers di Kantor Kementerian Bidang
Keamaritiman dan Investasi.

Dalam pertemuan itu Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan dengan tegas bahwa
Presiden RI Jokowi telah memberikan instruksi kepadanya untuk segera menyusun
sebuah Peraturan Presiden Republik Indonesia tentang ‘optimalisasi Penanganan
Dampak Tumpahan Minyak Montara’.

Ditambahkan lagi bahwa Indonesia telah berjalan bersama rakyat terdampak di NTT dan
“We Will Fight at All Cost” serta beliau meminta kami untuk terus berdoa,untuk itu kami
sampaikan terima kasih kepada Pak Luhut Binsar Pandjaitan dan Pak Joko Widodo.

Tanoni menambahkan bahwa simbol Indonesia dalam merayakan Hari Kemerdekaan


nya beberapa hari yang lalu adalah “Indonesia Pulih Lebih Cepat dan Bangkit Lebih
Kuat”.

Ia berharap Petaka Tumpahan Minyak Montara di Laut Timor itu harus diselesaikan
sekarang juga dalam kaitannya dengan kerugian sosial dan ekonomi dan seluruh
kerusakan lingkungan yang terjadi.

Mantan Agen Imigrasi Kedutaan Besar Australia ini kembali menegaskan pihaknya
sudah melakukan berbagai upaya dengan segala keterbatasan agar masyarakat NTT
yang terdapat bisa mendapatkan ganti rugi yang layak.

Upaya Ganti Rugi

Sejak meledaknya anjungan minyak Montara 13 tahun lalu, pemerintah terus mengejar
ganti rugi perusahaan migas asal Thailand itu, namun tetap menemui jalan buntu.

Sejak gagal menemui kesepakatan pada 2012, pemerintah menilai tidak ada itikad baik
PTTEP untuk memberikan ganti rugi kepada masyarakat terdampak di kawasan sekitar
Laut Timor.

Baca juga: Luhut bilang pemerintah tegas gugat kasus Montara untuk rakyat NTT
Perusahaan minyak tersebut melalui situs resminya, www.pttep.com, mengutip hasil
riset independen bahwa tidak ada minyak dari Anjungan Montara yang memasuki
wilayah daratan RI dan Australia, bahkan mengklaim bahwa tumpahan minyak tersebut
hanya memberikan dampak kecil atau bahkan tidak ada sama sekali pada ekosistem
atau spesies laut di wilayah perairan Laut Timor.

Namun, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ahli minyak dari Amerika Serikat
dan Australia yang disampaikan kepada Ketua Peduli Timor Barat Ferdi Tanoni,
tumpahan minyak dari anjungan Montara milik perusahaan asal Thailand, PTT
Exploration and Production (PTTEP) itu, mencapai sekitar 23,5 juta liter dan mengalir ke
Laut Timor sampai menembus sejumlah wilayah pesisir kepulauan NTT selama 74 hari
tanpa mampu dihentikan.

Fakta-fakta lapangan telah membuktikan adanya pencemaran dan membawa dampak


besar terhadap para petani rumput laut yang mengembangkan usaha emas hijau itu di
wilayah pesisir kepulauan NTT dengan penghasilan rata-rata per bulan pada kisaran
Rp10 juta sampai Rp40 juta, namun ganti rugi yang diharapkan pun tak kunjung
meluncur hingga satu dekade ini.

Direktur Jenderal (Dirjen) Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Cahyo R. Muzhar pernah mengatakan bahwa waktu menghitung
kerugian cukup lama karena pemerintah butuh sinkronisasi data dari berbagai pihak
mengenai kerusakan dan kerugian yang cukup masif tersebut.

"PTTEP Australasia tetap harus bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang
berdampak bagi para korban yaitu petani rumput laut, nelayan, dan masyarakat sekitar.
Itu semua harus dikompensasi, tapi masih dihitung," ujarnya.

Dampak ekonomi dari tumpahan minyak Montara ini juga dirasakan sangat berat oleh
Ferdi Tanoni, yang berjuang seorang diri membela hak-hak rakyat yang terdampak. Pria
kelahiran Niki-Niki di Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT itu, selalu mengelus dada
ketika mengingat penderitaan yang dialami warga NTT selama 10 tahun tanpa ada
kejelasan hingga saat ini.

Baca juga: Montara oil spill will not hurt Australia-Indonesia relations

Kala itu, timnya pernah meminta bantuan seorang penasihat kepresidenan AS, Dr
Robert Spies yang pernah menghitung ganti rugi dalam kasus meledaknya anjungan
Deepwater Horizon milik British Petroleum di Teluk Meksiko dan mengkaji tumpahan
minyak yang mengucur dari kapal Exxon Valdez di Alaska pada 1989.

Dr Robert Spies mengatakan rumput laut yang tercemar di wilayah perairan NTT
mengalami sedimentasi minyak yang teramat parah, sehingga butuh waktu yang lama
untuk mengembalikan keadaan.

Apalagi, belum ada teknologi yang bisa menghempas sedimen minyak itu dalam waktu
kilat. "Kami juga tidak tahu sampai kapan, kasus ini berakhir," demikian Ferdi Tanoni.

 
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menunggu selesainya tragedi
tumpahan minyak Montaradi Laut Timor

Editor: Bernadus Tokan
COPYRIGHT © ANTARA 2022

BERITA TERKAIT

Ketua MPR minta Polri usut tuntas kasus pembunuhan Letkol Inf Purn. Muhammad
Mubin

 Selasa, 23 Agustus 2022 19:54 Wib

Ombudsman NTT dorong pembenahan layanan perkara Polres Kota Kupang Kota

 Selasa, 23 Agustus 2022 10:47 Wib

George Hadjoh resmi jabat Penjabat Wali Kota Kupang

 Senin, 22 Agustus 2022 21:20 Wib

Ini penjelasan Polri terkait kabar temuan bungker Rp900 M di rumah Sambo

 Minggu, 21 Agustus 2022 13:27 Wib


Puan akan sambangi Paloh di NasDem Tower

 Minggu, 21 Agustus 2022 13:22 Wib

PPIR bangun kekuatan dukung Prabowo Subianto menjadi Capres 2024

 Minggu, 21 Agustus 2022 13:14 Wib

 TERPOPULER

Presiden Jokowi minta cermati 5 provinsi dengan inflasi tertinggi


 5 hari lalu

Artikel - Babinsa di Kupang berdayakan mama-mama hasilkan rupiah dari kelor


 1 hari lalu

Meningkatnya penggunaan PayLater di 2022


 3 hari lalu

Artikel - Menunggu selesainya tragedi tumpahan minyak Montaradi Laut Timor


 1 hari lalu

 TOP NEWS

Pemkab Nagekeo bantu pembangunan masjid di Keo Tengah

Ketua MPR minta Polri usut tuntas kasus pembunuhan Letkol Inf Purn. Muhammad Mubin
Artikel - Selembar tenun ikat motif tiga garuda dan mimpi Mama Selly

Subsidi energi melebar Rp198 triliun jika BBM tak naik, menurut Sri Mulyani

IHSG menguat seiring BI menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin


ANTARA News NTT

FOTO

PUNCAK ARUS BALIK DI BANDARA EL TARI KUPANG

LOMBA MODERN ETHNIC DANCE

POS PENGAMANAN PERBATASAN SALORE

PENINGKATAN PELINTAS BATAS DI PLBNT MOTA AIN

KEBAKARAN LAHAN DI KUPANG

PUNCAK ARUS BALIK DI BANDARA EL TARI KUPANG


LOMBA MODERN ETHNIC DANCE

1. 1
2. 2
3. 3
4. 4
5. 5


kupang.antaranews.com
Copyright © 2022

 Home
 Terkini
 Top News
 Terpopuler
 Nusantara
 Nasional
 Seputar NTT
 Ekonomi
 Politik Hukum
 Kesra
 Foto
 Video
 Ketentuan Penggunaan
 Tentang Kami
 Pedoman Media Siber
 Kebijakan Privasi

Anda mungkin juga menyukai