TENTANG
BANGUNAN GEDUNG
BUPATI CILACAP,
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Pasal 2
Bagian Kedua
Klasifikasi Bangunan Gedung
Pasal 3
BAB III
PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG
Bagian Pertama
Umum
Pasal 5
Bagian Kedua
Persyaratan Adiministratif Bangunan Gedung
Paragraf 1
Umum
Pasal 6
Pasal 7
(1) Setiap bangunan gedung harus didirikan pada tanah yang status
kepemilikanya jelas, baik milik sendiri maupun milik pihak lain.
(2) Dalam hal tanahnya milik pihak lain, bangunan gedung hanya dapat
didirikan dengan pemanfaatan tanah dari pemegang hak atas tanah
atau pemilik tanah dalam bentuk perjanjian tertulis antara pemegang
hak atas tanah atau pemilik tanah dengan pemilik bangunan gedung.
(3) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat paling
sedikit hak dan kewajiban para pihak, luas, letak dan batas-batas tanah,
serta fungsi bangunan gedung dan jangka waktu pemanfaatan tanah.
Paragraf 3
Status Kepemilikan Bangunan Gedung
Pasal 8
Paragraf 4
Izin Mendirikan Bangunan
Pasal 9
(1) Setiap orang dan/atau badan usaha yang akan mendirikan bangunan
gedung wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
(2) Izin Mendirikan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan oleh Pemerintah Daerah, kecuali bangunan gedung fungsi
khusus harus mendapat persetujuan/rekomendasi dari Pemerintah.
(3) Pemerintah daerah memberikan surat keterangan rencana kabupaten
kepada setiap pemohon izin membuat bangunan yang berlaku untuk
lokasi yang bersangkutan dan berisi:
a. fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun pada lokasi yang
bersangkutan;
b. ketinggian maksimum bangunan gedung yang dizinkan;
c. jumlah lantai/lapis bangunan gedung di bawah/ di atas
permukaan tanah;
d. garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan gedung
yang dizinkan;
e. KDB maksimum yang diizinkan;
f. KLB maksimum yang diizinkan;
g. KDH minimum yang diwajibkan;
h. KDH minimum yang diwajibkan;
i. KTB maksimum yang diizinkan; dan
j. jaringan utilitas kota.
(4) Keterangan rencana kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
digunakan sebagai dasar penyusunan rencana teknis bangunan gedung.
Pasal 10
Pasal 11
Bagian Ketiga
Persyaratan Tata Bangunan
Paragraf 1
Umum
Pasal 12
Paragraf 2
Persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung
Pasal 13
Pasal 14
(1) Dalam hal terjadi perubahan rencana tata ruang wilayah yang
mengakibatkan perubahan peruntukan lokasi, fungsi bangunan yang
tidak sesuai dengan peruntukan yang baru harus disesuaikan.
(2) Terhadap kerugian yang timbul akibat perubahan peruntukan lokasi
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pemerintah daerah
memberikan penggantian yang layak kepada pemilik bangunan gedung
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
(1) Setiap bangunan gedung yang didirikan tidak boleh melebihi ketentuan
maksimal kepadatan dan ketinggian yang ditetapkan dalam RTRW,
RDTR dan/atau RTBL.
(2) Persyaratan kepadatan ditetapkan dalam bentuk Koefisien Dasar
Bangunan (KDB) maksimal.
(3) Persyaratan ketinggian maksimal ditetapkan dalam bentuk Koefisien
Lantai Bangunan (KLB) dan /atau peraturan lain yang sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Paragraf 3
Koefisien Dasar Bangunan
Pasal 16
Paragraf 4
Koefisien Lantai Bangunan
Pasal 17
Pasal 18
Paragraf 6
Ketinggian Bangunan
Pasal 19
Pasal 20
(1) Garis sempadan bangunan terluar yang sejajar dengan as jalan, tepi
sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi danau, tepi mata air, tepi
sungai pasang surut, tepi pantai, tepi luar kepala jembatan dan tepi
daerah manfaat jalan rel kereta api ditentukan dengan berdasarkan
lebar jalan, lebar sungai, kondisi pantai, peruntukan kapling/kawasan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Letak garis sempadan bangunan terluar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), apabila tidak ditentukan lain adalah separuh lebar daerah
milik jalan (damija) dihitung dari tepi jalan/pagar.
(3) Letak garis sempadan bangunan terluar untuk dinding dengan bukaan
pada bagian samping dan belakang yang berbatasan dengan kapling
tetangga bilamana tidak ditentukan lain adalah minimal 1,5 (satu
setengah) meter dari batas kapling, atau atas dasar kesepakatan
dengan tetangga yang saling berbatasan.
(4) Garis sempadan untuk bangunan yang di bawah permukaan tanah
maksimum berimpit dengan garis sempadan pagar, dan tidak
diperbolehkan melewati batas pekarangan.
(5) Tinggi pagar yang berbatasan dengan jalan yang tidak tembus pandang
ditentukan maksimum 1 (satu) meter dari permukaan halaman/trotoar,
selebihnya harus dengan bentuk tembus pandang.
(6) Garis lengkung pagar di sudut persimpangan jalan ditentukan dengan
ukuran radius tertentu atas dasar fungsi dan peranan jalan serta tidak
boleh mengganggu pandangan yang membahayakan lalu lintas.
(7) Untuk bangunan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan
bahan-bahan/benda-benda yang mudah terbakar dan/atau berbahaya
maka kepala daerah dapat menetapkan syarat-syarat lebih lanjut.
(8) Pada daerah intensitas bangunan padat/rapat, maka garis sempadan
dapat berhimpit dengan batas pekarangan tetangga yang saling
berbatasan.
(9) Jarak antar masa/blok bangunan gedung bertingkat lebih dari dua
lantai, satu dengan lainnya dalam satu kapling minimum adalah 3 (tiga)
meter.
(10) Untuk bangunan bertingkat, setiap kenaikan satu lantai jarak antara
masa/blok bangunan yang satu dengan lainnya ditambah dengan 0,5
(nol koma lima) meter.
(11) Ketentuan lebih rinci tentang jarak antara bangunan gedung mengikuti
ketentuan dalam standar teknis yang berlaku.
Paragraf 3
Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung
Pasal 21
Pasal 22
Pasal 23
(1) Tata ruang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, harus
mempertimbangkan fungsi ruang, arsitektur dan kehandalan
bangunan gedung.
(2) Pertimbangan fungsi ruang diwujudkan dalam efesiensi dan efektivitas
tata ruang dalam.
(3) Pertimbangan arsitektur bangunan gedung diwujudkan dalam
pemenuhan tata ruang dalam terhadap kaidah-kaidah arsitektur
bangunan gedung secara keseluruhan.
(4) Pertimbangan keandalan bangunan gedung diwujudkan dalam
pemenuhan persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan
kemudahan tata ruang dalam.
Pasal 24
Paragraf 4
Persyaratan Pengendalian Dampak Lingkungan
Pasal 25
Bagian Keempat
Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung
Paragraf 1
Umum
Pasal 26
Pasal 27
(1) Setiap bangunan gedung yang direncanakan harus kuat, kaku dan
stabil terhadap beban/kombinasi beban yang bekerja dengan
mempertimbangkan fungsi bangunan gedung, lokasi dan pelaksanaanya.
(2) Peraturan standar teknis yang harus dipakai adalah peraturan/standar
teknis yang berlaku di Indonesia.
(3) Setiap bangunan dan bagian konstruksinya harus diperhitungkan
terhadap beban sendiri, beban yang dipikul, beban angin dan getaran
dan gaya gempa sesuai dengan peraturan pembebanan yang berlaku
dan pedoman serta standar teknis yang berlaku.
(4) Dalam perencanaan struktur bangunan terhadap pengaruh gempa,
semua unsur struktur bangunan gedung, baik dari bagian dari sub
struktur maupun struktu gedung harus diperhitungkan memikul
pengaruh gempa rencana sesuai dengan zona gempanya.
(5) Struktur bangunan gedung harus direncanakan secara daktail sehingga
pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila
terjadi keruntuhan kondisi strukturnya masih memungkinkan
pengguna bangunan menyelamatkan diri.
(6) Setiap bangunan bertingkat 2 (dua) lantai atau lebih, dalam pengajuan
IMB harus menyertakan perhitungan strukturnya sesuai pedoman dan
standar teknis yang berlaku.
(7) Dinas teknis mempunyai kewajiban dan wewenang untuk memeriksa
konstruksi bangunan yang didirikan/akan didirikan baik dalam
rancangan bangunan maupun pada masa pelaksanaan
pembangunannya, terutama untuk ketahanan terhadap bahaya gempa.
Pasal 28
(1) Setiap bangunan gedung, kecuali rumah tunggal dan rumah deret
sederhana harus mempunyai sistem pengamanan terhadap bahaya
kebakaran, baik sistem proteksi pasif maupun sistem proteksi aktif
serta terjangkau oleh mobil pemadam kebakaran.
(2) Pemenuhan persyaratan ketahanan terhadap bahaya kebakaran
mengikuti ketentuan dalam pedoman dan standar teknis yang berlaku.
(3) Untuk bangunan bertingkat harus menyediakan tangga darurat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
dilengkapi dengan sistem penangkal petir.
(4) Setiap lokasi/kapling siap bangun dan kawasan yang direncanakan bagi
lokasi permukiman penduduk harus memperhatikan ketentuan pada
ayat (1) dan mendapat persetujuan Bupati.
Paragraf 3
Persyaratan Kesehatan
Pasal 29
Pasal 30
Pasal 32
Pasal 33
(1) Perencanaan dan instalasi jaringan air bersih sebagaiman Pasal 32 pada
bangunan gedung mengikuti ketentuan dalam pedoman dan standar
teknis yang berlaku, meliputi:
a. jenis, mutu, sifat bahan dan peralatan instalasi air bersih harus
memenuhi standar dan ketentuan teknis yang berlaku; dan
b. pemilihan sistem dan penempatan instalasi air bersih harus di
sesuaikan dan aman terhadap sistem lingkungan, bangunan-
bangunan lain, bagian-bagian lain dari bangunan dan instalasi-
instalasi lain sehingga tidak saling membahayakan, mengganggu
dan merugikan serta memudahkan pengamatan dan pemeliharaan.
(2) Pengadaan/penggunaan sumber air bersih diambil dari sumber yang
dibenarkan secara resmi oleh pemerintah daerah.
(3) Bangunan yang memakai sistem air panas yang tersambung langsung
dengan instalasi air bersih harus dipasang alat pencegah arus balik dari
sistem air panas ke sistem air dingin.
(4) Pembuatan sumur dangkal (sumur gali) sebagai sumber air bersih
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. sumur sedapat mungkin ditempatkan pada jarak minimal 10
(sepuluh) meter dari peresapan atau sejenisnya yang dapat
mengakibatkan pengotoran atau pencemaran air;
b. selubung sumur dibuat dari bahan kedap air sampai kedalaman
minimal 3 (tiga) meter dari permukaan lantai dan ke atas 80
(delapan puluh) centimeter; dan
c. lantai dan keliling sumur harus dibuat kedap air.
(5) Pembuatan sumur artesis harus seijin Bupati.
Pasal 34
(1) Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah sebagaimana dalam
pasal 32 harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan
jenis dan tingkat bahayanya.
(2) Semua air limbah domestik pembuangannya harus melalui pipa-
pipa/saluran tertutup dan/atau sesuai dengan ketentuan dari
peraturan yang berlaku.
(3) Apabila pembuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
mungkin karena belum tersedianya saluran umum ataupun sebab-
sebab lain yang dapat diterima oleh yang berwenang, maka
pembuangan air limbah domestik harus dilakukan melalui proses
peresapan ataupun cara-cara lain yang ditentukan oleh peraturan
Bupati.
(4) Perencanaan dan instalasi jaringan air limbah domestik mengikuti
ketentuan dalam pedoman dan standar teknis yang berlaku.
Pasal 35
Pasal 36
(1) Sistim Instalasi Air hujan harus dibuang atau dialirkan ke saluran
drainase, dengan mempertimbangkan ketinggian permukaan air tanah,
permeabilitas tanah dan ketersedaan jaringan drainase.
(2) Apabila aliran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mungkin yang
karena tidak tersedianya saluran umum kota ataupun sebab-sebab lain
yang dapat diterima oleh yang berwenang, maka pembuangan air hujan
harus dilakukan melalui proses peresapan ataupun cara-cara yang
ditentukan oleh Bupati.
(3) Perencanaan dan instalasi jaringan air hujan mengikuti ketentuan
dalam pedoman dan standar teknis yang berlaku.
Pasal 37
Paragraf 4
Persyaratan Kenyamanan
Pasal 38
Pasal 39
Pasal 40
Pasal 41
Pasal 42
Pasal 43
Pasal 44
(1) Setiap bangunan gedung, kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah
deret sederhana, harus menyediakan sarana evakuasi yang meliputi
sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan
jalur evakuasi yang dapat menjamin kemudahan pengguna bangunan
gedung untuk melakukan evakuasi dari dalam bangunan gedung secara
aman apabila terjadi bencana atau keadaan darurat.
(2) Penyediaan sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar
darurat dan jalur evakuasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung, jumlah
dan kondisi pengguna bangunan gedung, serta jarak pencapaian ke
tempat yang aman.
(3) Sarana pintu keluar darurat dan jalur evakuasi harus dilengkapi
dengan tanda arah yang mudah dibaca dan jelas.
(4) Setiap bangunan gedung dengan fungsi, klasifikasi, luas, jumlah lantai
dan/atau jumlah penghuni dalam bangunan gedung tertentu harus
memiliki manajemen penanggulangan bencana atau keadaan darurat.
(5) Ketentuan mengenai penyediaan akses evakuasi mengikuti ketentuan
dalam standar teknis yang berlaku.
Pasal 46
(1) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut
usia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) merupakan
keharusan bagi semua bangunan gedung, kecuali rumah tinggal.
(2) Fasilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), termasuk penyediaan fasilitas aksesibilitas dan fasilitas
lainnya dalam bangunan gedung dan lingkungannya.
(3) Ketentuan mengenai penyediaan aksesibilitas bagi penyandang cacat
dan lanjut usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
mengikuti ketentuan dalam standar teknis yang berlaku.
Pasal 47
BAB IV
PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG
Bagian Pertama
Pembangunan
Paragraf 1
Umum
Pasal 48
Paragraf 2
Perencanaan Teknis
Pasal 49
Pasal 50
Paragraf 3
Pelaksanaan Konstruksi
Pasal 51
Pasal 52
Paragraf 4
Pengawasan Konstruksi
Pasal 53
Bagian Kedua
Pemanfaatan
Paragraf 1
Umum
Pasal 54
Paragraf 2
Pemeliharaan Bangunan
Pasal 55
Pasal 56
Paragraf 3
Perawatan Bangunan Gedung
Pasal 57
Pasal 58
Paragraf 4
Pemeriksaan Berkala Bangunan Gedung
Pasal 59
Pasal 60
Bagian Ketiga
Pelestarian
Paragraf 1
Umum
Pasal 61
Paragraf 2
Penetapan bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan
Pasal 62
(1) Bangunan gedung dan lingkungannya sebagai benda cagar budaya yang
dilindungi dan dilestarikan merupakan bangunan gedung berumur
paling sedikit 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai
penting sejarah ilmu pengetahuan dan kebudayaan termasuk nilai
arsitektur dan tekhnologinya.
(2) Pemilik, masyarakat, pemerintah daerah dapat mengusulkan bangunan
gedung dan lingkungannya yang memenuhi syarat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk dilindungi dan dilestarikan.
(3) Bangunan gedung yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai bangunan
gedung yang dilindungi dan dilestarikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Bangunan gedung dan lingkungannya sebelum diusulkan penetapannya
harus telah mendapat pertimbangan dari tim ahli pelestarian bangunan
gedung dan hasil dengar pendapat publik.
(5) Penetapan bangunan gedung dan lingkungannya yang dilindungi dan
dilestarikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 ayat (1) dilakukan
oleh Bupati atas usulan kepala dinas terkait untuk bangunan gedung
dan lingkungannya yang memiliki nilai-nilai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berskala lokal atau setempat.
(6) Bangunan gedung dan lingkungannya yang akan ditetapkan untuk
dilindungi dan dilestarikan atas usulan pemerintah dan/atau
masyarakat harus dengan sepengetahuan dari pemilik.
Paragraf 3
Pemanfaatan bangunan gedung yang Dilindungi dan Dilestarikan
Pasal 63
Pasal 64
Pasal 65
Bagian Keempat
Pembongkaran
Paragraf 1
Umum
Pasal 66
Paragraf 2
Penetapan Pembongkaran
Pasal 67
Pasal 68
Pasal 69
Pasal 70
Paragraf 4
Pengawasan Pembongkaran
Bangunan Gedung
Pasal 71
BAB V
PERAN MASYARAKAT
Bagian Pertama
Pemantauan dan Penjagaan Ketertiban
Pasal 72
Pasal 73
Pasal 75
Bagian Kedua
Pemberian Masukan terhadap Penyusunan
dan/ atau Penyempurnaan Peraturan,
Pedoman, dan Standar Teknis
Pasal 76
Bagian Ketiga
Penyampaian Pendapat dan
Pertimbangan
Pasal 77
Pasal 78
Bagian Keempat
Pelaksanaan Gugatan Perwakilan
Pasal 79
Pasal 80
BAB VI
PEMBINAAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 81
Bagian Kedua
Pembinaan oleh Pemerintah Daerah
Pasal 82
Pasal 83
Pasal 85
Bagian Pertama
Umum
Pasal 87
Pasal 88
Pasal 89
(1) Pemilik bangunan gedung yang melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (3),
Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal
68 ayat (2), Pasal 76 ayat (3), dan Pasal 87 ayat (2) dikenakan sanksi
peringatan tertulis.
(2) Pemilik bangunan gedung yang tidak mematuhi peringatan tertulis
sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dalam tenggang waktu masing-
masing 7 (tujuh) hari kalender dan tetap tidak melakukan perbaikan
atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan
sanksi berupa pembatasan kegiatan pembangunan.
(3) Pemilik bangunan gedung yang telah dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) selama 14 (empat belas) hari kalender dan tetap
tidak melakukan perbaikan atas pelanggaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dikenakan sanksi berupa penghentian sementara
pembangunan dan pembekuan izin mendirikan bangunan.
(4) Pemilik bangunan gedung yang telah dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) selama 14 (empat belas) hari kalender dan tetap
tidak melakukan perbaikan atas pelanggaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dikenakan sanksi berupa penghentian tetap
pembangunan, pencabutan izin mendirikan bangunan, dan perintah
pembongkaran bangunan gedung.
(5) Dalam hal pemilik bangunan gedung tidak melakukan pembongkaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari kalender, pembongkarannya dilakukan oleh pemerintah
daerah atas biaya pemilik bangunan gedung.
(6) Dalam hal pembongkaran dilakukan oleh pemerintah daerah, pemilik
bangunan gedung juga dikenakan denda administratif yang besarnya
paling banyak 10 % (sepuluh perseratus) dari nilai total bangunan
gedung yang bersangkutan.
(7) Besarnya denda administratif ditentukan berdasarkan berat dan
ringannya pelanggaran yang dilakukan setelah mendapat pertimbangan
dari tim ahli bangunan gedung.
Pasal 89
Pasal 90
BAB VII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 91
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 92
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 93
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, semua peraturan pelaksanaan
yang berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung dinyatakan
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.
Pasal 94
Sejak berlakunya Peraturan Daerah ini, dalam jangka waktu paling lambat
5 (lima) tahun, bangunan gedung yang telah didirikan sebelum
dikeluarkannya Peraturan Daerah ini wajib memiliki sertifikat laik fungsi.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 96
Ditetapkan di Cilacap
pada tanggal 30 Desember 2011
BUPATI CILACAP,
Cap ttd
Diundangkan di Cilacap
pada tanggal 30 Desember 2011
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN CILACAP,
Cap ttd
M. MUSLICH
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP TAHUN 2011 NOMOR 11