Anda di halaman 1dari 21

BERITA DAERAH KOTA CILEGON

TAHUN : 2012 NOMOR : 24

PERATURAN WALIKOTA CILEGON


NOMOR 24 TAHUN 2012

TENTANG

PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT TINGGI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA CILEGON,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka optimalisasi lahan perkotaan yang


intensitas pembangunan fisiknya semakin tinggi dan
semakin menurunnya daya tampung ruang, serta menyikapi
keterbatasan penyediaan lahan bagi pelaksanaan
pembangunan di Kota Cilegon maka orientasi pengembangan
lahan perkotaan secara horizontal sudah perlu dialihkan ke
arah konsep pengembangan secara vertikal;
b. bahwa dengan diaturnya ketentuan pengklasifikasian
bangunan gedung berdasarkan ketinggian sebagaimana
diatur dalam Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 5
Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung, maka perlu
ditetapkan pengaturan atas penyelenggaraan bangunan
gedung bertingkat tinggi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud huruf a, huruf b, dan huruf c, maka perlu
menetapkan Peraturan Walikota tentang Penyelenggaraan
Bangunan Gedung Bertingkat Tinggi;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2013);
2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan
Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah
Tingkat II Cilegon (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3828);
3. Undang ...
-2-

3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan


Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4247);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang–Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4444);
6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058);
8. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5025);
9. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Pemukiman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5188);
10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
11. Peraturan ...
-3-

11. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang


Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 64, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3956) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000
tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 64, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3956);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4385);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2002 Tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4532);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4655);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5104);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang
Manajemen dan Rekayasa Analisis Dampak Serta Manajemen
Kebutuhan Lalu Lintas (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5221);
18. Peraturan ...
-4-

18. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin


Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5285);
19. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 29/PRT/M/2006
tentang Pedoman Persyaratan Teknis Keandalan Bangunan
Gedung;
20. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 30/PRT/M/2006
tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan;
21. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 26/PRT/M/2008
tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan;
22. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2010 tentang
Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan;
23. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2012
tentang Jenis Rencana/Kegiatan Yang Wajib Menyusun AMDAL;
24. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan
Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kota
Cilegon (Lembaran Daerah Kota Cilegon Tahun 2008 Nomor 4);
25. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pencegahan
dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran (Lembaran Daerah
Kota Cilegon Tahun 2009 Nomor 10);
26. Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 3 Tahun 2011 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Cilegon Tahun 2010-2030
(Lembaran Daerah Kota Cilegon Tahun 2011 Nomor 3);
27. Peraturan Daerah Kota Cilegon Nomor 5 Tahun 2012
tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kota Cilegon
Tahun 2012 Nomor 5);
28. Peraturan Walikota Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Pos dan Telekomunikasi (Berita Daerah Kota
Cilegon Tahun 2009 Nomor 32);
29. Peraturan Walikota Nomor 40 Tahun 2011 tentang Ketentuan
Teknis Pengamanan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan (Berita Daerah Kota Cilegon
Tahun 2011 Nomor 40);
30. Peraturan Walikota Nomor 21 Tahun 2012 tentang Garis
Sempadan (Berita Daerah Kota Cilegon Tahun 2012
Nomor 21);
MEMUTUSKAN ...
-5-

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG PENYELENGGARAAN


BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT TINGGI.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Walikota ini, yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Kota Cilegon.

2. Pemerintah Kota adalah Pemerintah Kota Cilegon.

3. Walikota adalah Walikota Cilegon.

4. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan


konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya,
sebagai atau seluruhnya berada di atas danatau di dalam
tanah dan/atau air yang berfungsi sebagai tempat manusia
melakukan kegiatannya baik untuk hunian atau tempat
tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial,
budaya, maupun kegiatan khusus.

5. Bangunan Gedung Bertingkat Tinggi adalah bangunan gedung


yang masuk klasifikasi bangunan sedang dan bangunan tinggi
dengan jumlah lantai bangunan lebih dari 4 (empat) lantai.

6. Penyelenggara Bangunan Gedung Bertingkat Tinggi adalah


adalah orang atau badan hukum yang melaksanakan
pengembangan lahan, penyediaan jasa konstruksi, dan pihak
yang melaksanakan pembangunan bangunan gedung.

7. Ruang Milik Jalan atau disebut RUMIJA adalah ruang


sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu
yang dikuasai oleh pembina jalan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan meliputi ruang
manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat
jalan serta diperuntukkan bagi ruang milik jalan, pelebaran
jalan maupun penambahan jalur lalu lintas dikemudian hari
serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan.

8. Persil ...
-6-

8. Persil adalah batas hak pemilikan/penguasaan atas sebidang


tanah yang dimiliki oleh individu maupun badan hukum.
9. Saluran Pembuangan adalah suatu saluran buatan yang
berfungsi untuk pengaturan sanitasi dan pembuangan limbah
cair suatu daerah tertentu.
10. Ruang Bebas adalah ruang yang dibatasi oleh bidang vertikal
dan horizontal di sekeliling dan di sepanjang konduktor SUTT
atau SUTET di mana tidak boleh ada benda di dalamnya demi
keselamatan manusia, mahluk hidup, dan benda lainnya
serta keamanan operasi SUTT dan SUTET.
11. Instansi terkait adalah instansi yang melaksanakan
pengaturan, pembinaan, dan pengawasan penyelenggaraan
bangunan gedung.
12. Garis Sempadan adalah garis yang membatasi jarak bebas
minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan gedung
terhadap batas lahan yang dikuasai, antar massa bangunan
lainnya, jalan, tepi sungai, garis pantai, jalan kereta api,
saluran, waduk, mata air, pipa gas, dan/atau jaringan listrik
tegangan tinggi.
13. Garis Sempadan Bangunan adalah garis batas dalam
mendirikan bangunan pada suatu persil atau petak yg tidak
boleh dilewatinya membatasi bidang terluar bangunan ke
arah depan, belakang atau pun samping kiri dan kanannya.
14. Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK) adalah surat
informasi tentang persyaratan tata bangunan dan lingkungan
yang diberlakukan oleh pemerintah daerah sebagai acuan
bagi penyusunan rencana teknis.
15. Rencana Teknis Bangunan Gedung adalah dokumen
perencanaan teknis dalam proses penyelenggaraan bangunan
gedung meliputi rencana tapak (site plan), rencana tata letak
bangunan, rencana arsitektur, rencana struktur bangunan
gedung, dan rencana utilitas umum dan instalasi bangunan
gedung.
16. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap
orang yang melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib
Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasarat memperoleh
izin Usaha dan/atau Kegiatan.
17. Dokumen ...
-7-

17. Dokumen Lingkungan adalah dokumen yang disusun atas


penyelenggaraan suatu kegiatan berdampak penting berupa
Amdal atau UKL-UPL.

18. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah perizinan yang diberikan


oleh pemerintah daerah kepada pemilik bangunan gedung untuk
membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi,
dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan
administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.

19. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka persentase


berdasarkan perbandingan antara luas seluruh lantai dasar
bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah
perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan
rencana tata bangunan dan lingkungan.

20. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka persentase


perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung
dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang
dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata
bangunan dan lingkungan.

21. Koefisien Dasar Hijau (KDH) adalah angka persentase


perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar
bangunan gedung yang diperuntukan bagi
pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah
perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan
rencana tata bangunan dan lingkungan.

22. Koefisien Tapak Basemen (KTB) adalah angka persentase


berdasarkan perbandingan antara luas tapak basemen dan
luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang
dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata
bangunan dan lingkungan.

23. Rencana Rinci Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata


ruang pada kawasan yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya
ditentukan berdasarkan aspek fungsioanl dan berdasarkan
nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan sebagai
perangkat operasionalisasi rencana tata ruang wilayah.

24. Keandalan ...


-8-

24. Keandalan Bangunan Gedung adalah keadaaan bangunan


gedung yang memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan kemudahan bangunan gedung sesuai
dengan kebutuhan fungsi yang telah ditetapkan.

25. Konsultan Pengawas Konstruksi adalah orang atau badan


hukum yang memiliki sertifikasi dalam penyelenggaraan
pengawasan pelaksanaan kegiatan konstruksi.

26. Peil Banjir adalah acuan ketinggian tanah minimum yang


diperkenankan untuk proses pengembangan lahan sebagai
pedoman bagi penyelenggaraan bangunan dan pembuatan
jaringan drainase agar tapak dan kawasan sekitarnya
terhindar dari banjir.

27. Sirkulasi Kendaraan adalah sistem pengaturan kendaraan


meliputi sistem pengaturan pergerakan dan sistem penataan
parkir.

28. Gambar Rencana Struktur Bangunan adalah gambar teknis


yang memvisualisasikan rencana penyelenggaraan fisik
bangunan gedung.

29. Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan adalah


wilayah daratan dan/atau perairan dan ruang udara di
sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk kegiatan
operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan
penerbangan.

30. Tim Ahli Bangunan Gedung adalah tim yang terdiri dari para
ahli yang terkait dengan penyelenggaraan bangunan gedung
untuk memberikan pertimbangan teknis dalam proses
penelitian dokumen rencana teknis dengan masa penugasan
terbatas, dan juga untuk memberikan masukan dalam
penyelesaian masalah penyelenggaraan bangunan gedung
tertentu yang susunan anggotanya ditunjuk secara kasus per-
kasus disesuaikan dengan kompleksitas bangunan gedung
tersebut.

31. Fleksibilitas Lahan adalah kemungkinan suatu lahan untuk


berkembang.

32. Struktur ...


-9-

32. Struktur Bangunan adalah komponen bangunan yang


berfungsi menyalurkan beban-beban yang bekerja baik
horizontal maupun vertikal terhadap tanah.

33. Lift adalah sarana pada bangunan gedung bertingkat yang


berfungsi sebagai pengangkut barang dan orang secara
vertikal.

BAB II
PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG
BERTINGKAT TINGGI
Pasal 2
(1) Setiap orang atau badan yang akan melaksanakan pendirian
bangunan bertingkat tinggi wajib mentaati ketentuan
bangunan gedung bertingkat tinggi yang ditetapkan oleh
Pemerintah Kota Cilegon sebagaimana dalam Peraturan
Walikota ini.
(2) Penetapan ketentuan bangunan gedung bertingkat tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
maksud sebagai dasar bagi pemberian arahan
penyelenggaraan bangunan gedung bertingkat tinggi dalam
proses penyusunan Keterangan Rencana Kota, rekomendasi
perizinan pemanfaatan ruang, evaluasi Rencana Teknis
Bangunan Gedung, dan kajian penataan bangunan dan
lingkungan bagi penyelenggaraan bangunan gedung
bertingkat tinggi.

(3) Tujuan Penetapan ketentuan bangunan gedung bertingkat


tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk
mewujudkan bangunan gedung vertikal yang sesuai dengan
fungsi, persyaratan tata bangunan, memenuhi aspek
keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan serta
keserasian dengan lingkungan sekitarnya.

(4) Lingkup pengaturan Penyelenggaraan Bangunan Gedung


Bertingkat Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi Persyaratan Penyelenggaraan Bangunan Gedung
Bertingkat Tinggi dan Pembinaan, serta Pengawasan
Bangunan Gedung Bertingkat Tinggi.

BAB ...
- 10 -

BAB III
PERSYARATAN PENYELENGGARAAN
BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT TINGGI
Bagian Kesatu
Ketentuan Administratif
Pasal 3
(1) Dalam melakukan pembangunan bangunan gedung
bertingkat tinggi, penyelenggara bangunan gedung bertingkat
tinggi harus memenuhi ketentuan administratif meliputi:
a. Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK);
b. Rencana Teknis Bangun Gedung;
c. Izin lingkungan dan dokumen lingkungan;
d. Izin mendirikan bangunan (IMB).
(2) Surat Keterangan Rencana Kota (SKRK) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan landasan teknis
dalam penyusunan Rencana Teknis Bangunan Gedung.
(3) Rencana Teknis Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b terdiri atas:
a. Gambar rencana tapak (site plan);
b. Gambar rencana arsitektur yang memuat denah, tampak,
dan potongan bangunan gedung yang menunjukan
dengan jelas batasan secara vertikal dan horizontal dari
satuan unit bangunan gedung;
c. Gambar rencana struktur beserta analisis strukturnya;
d. Gambar rencana utilitas umum dan instalasi bangunan
gedung;
e. Gambar jalur evakuasi bencana.
(4) Jenis dokumen lingkungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d disesuaikan dengan dampak dan intensitas
kegiatan.
(5) Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d diajukan oleh penyelenggara bangunan
gedung bertingkat tinggi dengan melampirkan persyaratan
sebagaimana telah diatur dalam petunjuk teknis IMB disertai
penyertaan persyaratan tambahan sebagai berikut:
a. Izin tidak keberatan dari masyarakat sekitar yang
disetujui oleh unsur Kelurahan dan Kecamatan setempat;
b. Rekomendasi dari landasan udara setempat mengenai
Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan (KKOP);
c. Surat Persetujuan tentang Pemasangan Alat Pencegahan
dan Penanggulangan Kebakaran;
d. Rekomendasi ...
- 11 -

d. Rekomendasi Peil Banjir dan sistem drainase;


e. Rekomendasi Analisis Dampak Lalu Lintas;
f. Rekomendasi bukaan jalan dan trotoar;
g. Rekomendasi Keandalan Bangunan Gedung dari Tim Ahli
Bangunan Gedung;
h. Surat Penunjukan Konsultan Pengawas Konstruksi; dan
i. Izin/Rekomendasi lainnya sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 4
Rencana Teknis Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) huruf c dikaji oleh instansi terkait dan kemudian
disahkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk.

Bagian Kedua
Ketentuan Teknis
Pasal 5
Ketentuan teknis bangunan bertingkat tinggi meliputi:
a. Konsep pengembangan bangunan bertingkat tinggi;
b. Kriteria lokasi bangunan bertingkat tinggi;
c. Ketentuan teknis tata bangunan yang meliputi kesesuaian
peruntukan lokasi dan intensitas pemanfaatan ruang;
d. Ketentuan teknis keandalan bangunan meliputi persyaratan
keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan.
Pasal 6
Konsep penyelenggaraan bangunan bertingkat tinggi adalah green-
development (pengembangan lahan berbasis penghijauan) dan
menjunjung tinggi keselamatan, keamanan, dan ketertiban
bangunan gedung.
Pasal 7
Kriteria lokasi penyelenggaraan bangunan bertingkat tinggi adalah
sebagai berikut:
a. Bukan merupakan kawasan lindung atau kawasan bersifat
lindung, daerah resapan air, lahan pertanian produktif,
dan areal konservasi lainnya;
b. Tidak pada areal rawan longsor;
c. Kemiringan lahan tidak melebihi 5%;
d. Tidak berada pada ruang bebas jalur listrik tegangan tinggi;
e. Fleksibilitas lahan tinggi;
f. Terdapat keterkaitan dan keserasian tata bangunan sekitar;
g. Tidak mengganggu privasi dan kenyamanan visual lingkungan
sekitar.
Pasal ...
- 12 -

Pasal 8

(1) Bangunan gedung bertingkat tinggi harus diselenggarakan


sesuai dengan rencana peruntukan lokasi yang diatur dalam
ketentuan tata ruang dan atau ketentuan tata bangunan dan
lingkungan sesuai dengan kriteria yang diatur dalam Rencana
Rinci Tata Ruang.
(2) Dalam hal Rencana Rinci Tata Ruang belum disahkan/
tersedia, pertimbangan kesesuaian peruntukan
diselenggarakan melalui kajian keterkaitan fungsional antara
rencana peruntukan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) dengan rencana pengembangan lahan yang akan
dilaksanakan, potensi dampak yang ditimbulkan terhadap
fungsi dominan kawasan, daya dukung terhadap lingkungan
eksisting, daya dukung fisik lahan, kelayakan lokasi, dan
tidak mengganggu lalu lintas darat dan udara.

Pasal 9

(1) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk bangunan


gedung bertingkat tinggi adalah sebagai berikut:
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimal 80%;
b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimal dihitung
berdasarkan persentase KDB maksimal dikalikan dengan
jumlah lantai bangunan;
c. Koefisien Dasar Hijau (KDH) ditetapkan sekurang-
kurangnya 15%;
d. Koefisien Tapak Basemen (KTB) ditetapkan setinggi-
tingginya 85%.
(2) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menjadi materi dan substansi Surat
Keterangan Rencana Kota (SKRK).

Pasal 10

(1) Bangunan gedung bertingkat tinggi harus memenuhi


ketentuan garis sempadan bangunan dan jarak bebas antar
bangunan gedung dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Tidak melanggar arahan garis sempadan yang ditetapkan
sesuai ketentuan berlaku;
b. Pengaturan ...
- 13 -

b. Pengaturan garis sempadan bangunan bertingkat tinggi


meliputi garis sempadan muka bangunan, belakang
bangunan, samping kiri, dan samping kanan bangunan
ditetapkan seluruhnya sebagai aturan wajib;
c. Jarak bebas bangunan gedung bertingkat tinggi terhadap
bangunan lainnya sekurang-kurangnya 4 meter dari lantai
dasar dan pada setiap penambahan lantai ditambah
0,5 meter dari jarak bebas lantai di bawahnya sampai
mencapai jarak bebas terjauh 12,5 meter.
(2) Jarak bebas antar dua bangunan gedung bertingkat tinggi
dalam satu tapak diatur sebagai berikut:
a. Dalam hal kedua-duanya memiliki bidang bukaan yang
saling berhadapan, maka jarak antara dinding atau bidang
tersebut minimal dua kali jarak bebas yang ditetapkan;
b. Dalam hal salah satu dinding yang berhadapan merupakan
dinding tembok tertutup dan yang lain merupakan bidang
terbuka dan/atau berlubang, maka jarak antara dinding
tersebut minimal satu kali jarak bebas yang ditetapkan;
c. Dalam hal kedua-duanya memiliki bidang tertutup yang
saling berhadapan, maka jarak dinding terluar minimal
setengah kali jarak bebas yang ditetapkan.
Pasal 11
Dalam hal denah bangunan gedung berbentuk U, L, atau T atau
panjang melebihi 50 meter, maka harus dilakukan pemisahan
struktur atau delatasi untuk mencegah terjadinya kerusakan
akibat gempa atau penurunan tanah.
Pasal 12
(1) Sirkulasi kendaraan harus memberikan pencapaian yang
mudah, jelas, dan terintegrasi dengan sarana transportasi.
(2) Sistem sirkulasi yang direncanakan telah memperhatikan
kepentingan bagi aksesibilitas pejalan kaki termasuk
penyandang cacat dan lanjut usia.
(3) Sirkulasi harus memungkinkan adanya ruang gerak vertikal
(clearance) dan lebar jalan yang sesuai untuk pencapaian
darurat oleh kendaraan pemadam kebakaran, dan kendaraan
pelayanan lainnya.
(4) Sirkulasi perlu diberi perlengkapan seperti tanda penunjuk
jalan, rambu-rambu, papan informasi sirkulasi, elemen
pengarah sirkulasi guna mendukung sistem sirkulasi yang
jelas dan efisien serta memperhatikan unsur estetika.
(5) Setiap ...
- 14 -

(5) Setiap bangunan bertingkat tinggi diwajibkan menyediakan


area parkir dengan rasio sekurang-kurangnya 1 (satu) lot
parkir kendaraan untuk setiap 5 (lima) unit bangunan.
(6) Penyediaan parkir tidak boleh mengurangi lahan penghijauan
yang telah ditetapkan.
(7) Perletakan prasarana parkir tidak mengganggu kelancaran
lalu lintas atau mengganggu lingkungan sekitarnya.
Pasal 13

(1) Penempatan elemen penanda (signage), termasuk papan


iklan/reklame, harus membantu orientasi dengan tidak
mengganggu karakter lingkungan yang ingin
diciptakan/dipertahankan, baik yang penempatannya pada
bangunan, persil, pagar, atau ruang publik.
(2) Untuk penataan bangunan dan lingkungan yang baik, perlu
diatur pembatasan ukuran, bahan, motif, dan lokasi dari
signage.

Pasal 14
(1) Pencahayaan ruang luar bangunan harus disediakan dengan
memperhatikan karakter lingkungan, fungsi dan arsitektur
bangunan.
(2) Pencahayaan yang dihasilkan harus memenuhi keserasian
dengan pencahayaan dari dalam bangunan dan pencahayaan
dari jalan umum.
(3) Pencahayaan yang dihasilkan menghindari penerangan ruang
luar yang berlebihan, silau, mengganggu visual, dan
memperhatikan aspek operasi dan pemeliharaan.
Pasal 15

Setiap kegiatan dalam penyelenggaraan bangunan bertingkat


tinggi tidak menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan
meliputi:
a. Perubahan pada sifat fisik dan atau hayati lingkungan yang
melampaui baku mutu lingkungan menurut ketentuan
berlaku;
b. Perubahan mendasar pada komponen lingkungan yang
melampaui kriteria yang diakui berdasarkan pertimbangan
ilmiah;
c. Hal-hal yang menimbulkan kerusakan atau gangguan
terhadap kawasan yang dilindungi;
d. Pengerusakan ...
- 15 -

d. Pengerusakan bangunan peninggalan sejarah yang bernilai


tinggi (situ, bangunan bersejarah);
e. Mengubah atau memodifikasi areal yang mempunyai nilai
keindahan alami yang tinggi;
f. Dampak dari pelaksanaan pembangunan bangunan gedung
bertingkat tinggi yang mengakibatkan kerugian terhadap
lingkungan sekitar menjadi tanggungjawab penyelenggara
bangunan gedung;
g. Hal yang mengakibatkan konflik dengan masyarakat, dan atau
pemerintah daerah.
Pasal 16
(1) Perencanaan dan pelaksanaan bangunan gedung bertingkat
tinggi beserta seluruh komponen bangunan gedung yang ada
wajib memenuhi standar dan ketentuan keselamatan dan
keamanan bangunan gedung.
(2) Penyelenggaraan bangunan gedung bertingkat tinggi wajib
dilengkap dengan komponen penunjang keselamatan dan
keamanan bangunan gedung yang memenuhi standar sesuai
ketentuan berlaku sehingga dapat mendukung keselamatan
dan keamanan pengguna bangunan gedung. (sesuai
ketentuan berlaku, disederhanakan/simplify).
(3) Struktur bangunan direncanakan dan dilaksanakan agar
kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi
beban dan memenuhi persyaratan keselamatan (safety), serta
memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama
umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan
fungsi bangunan gedung, lokasi, keawetan, dan kemungkinan
pelaksanaan konstruksinya.
(4) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap
pengaruh-pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-beban
yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik
beban muatan tetap maupun beban muatan sementara yang
timbul akibat gempa, angin, pengaruh korosi, jamur, dan
serangga perusak.
(5) Semua unsur struktur baik bagian dari sub struktur maupun
struktur gedung harus diperhitungkan dapat memikul pengaruh
gempa rencana sesuai dengan zona gempanya (zona IV).
(6) Struktur bangunan harus direncanakan secara detail
sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang
direncanakan apabila terjadi keruntuhan kondisi strukturnya
masih dapat memungkinkan penghuni menyelamatkan diri.
Pasal ...
- 16 -

Pasal 17
(1) Dalam menentukan tingkat keandalan struktur bangunan,
perlu dilakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara
berkala.
(2) Pemeriksaan keandalan bangunan dilaksanakan secara
berkala untuk mencegah potensi kerusakan struktur yang
mempengaruhi keselamatan bangunan gedung.
(3) Perbaikan atau penguatan struktur bangunan harus segera
dilakukan sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan
bangunan gedung.

Pasal 18

Bangunan bertingkat tinggi harus dilengkapi dengan sistem


proteksi kebakaran meliputi sistem proteksi pasif dan sistem
proteksi aktif sesuai dengan ketentuan berlaku.

Pasal 19

(1) Setiap bangunan bertingkat tinggi harus dilengkapi dengan


proteksi terhadap petir, dalam upaya untuk mengurangi
secara nyata risiko kerusakan yang disebabkan oleh petir
terhadap bangunan gedung yang diproteksi, termasuk
di dalamnya manusia serta perlengkapan bangunan lainnya.

(2) Persyaratan proteksi petir harus memperhatikan perencanaan


sistem proteksi petir, instalasi proteksi petir, dan pemeriksaan
dan pemeliharaan.

Pasal 20

Setiap penyelenggaraan bangunan bertingkat tinggi perlu


menyediakan ventilasi mekanik/buatan tanpa meninggalkan
pengaturan ventilasi alami.

Pasal 21

(1) Setiap bangunan bertingkat tinggi harus memenuhi


persyaratan sistem pencahayaan alami dan atau pencahayaan
buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan
fungsinya.
(2) Bangunan bertingkat tinggi harus mempunyai bukaan
untuk pencahayaan alami yang optimal, disesuaikan dengan
fungsi bangunan dan fungsi masing-masing ruang
di dalamnya.
Pasal ...
- 17 -

Pasal 22
Setiap penyelenggaraan bangunan gedung bertingkat wajib
menyediakan sumber energi listrik cadangan.
Pasal 23
(1) Sistem air minum harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan sumber air minum, kualitas air bersih,
sistem distribusi, dan penampungannya.
(2) Perencanaan sistem distribusi air minum dalam bangunan
gedung harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang
disyaratkan.
(3) Penampungan air minum dalam bangunan gedung
diupayakan sedemikian rupa agar menjamin kualitas air.
(4) Penampungan air minum harus memenuhi persyaratan
kelaikan fungsi bangunan gedung.
(5) Tidak menggunakan air bawah tanah untuk pemenuhan
kebutuhan air bersih.
Pasal 24
(1) Limbah cair domestik sebelum dibuang ke saluran terbuka
harus diproses sesuai dengan pedoman dan standar teknis
yang berlaku.
(2) Tidak diperkenankan membuang air limbah yang masuk
kategori bahan beracun dan berbahaya (B3).
Pasal 25
(1) Sistem penyaluran air hujan harus direncanakan dan
dipasang dengan mempertimbangkan ketinggian permukaan
air tanah, permeabilitas tanah, dan ketersediaan jaringan
drainase lingkungan/kota.
(2) Kecuali untuk daerah tertentu, air hujan harus diresapkan ke
dalam tanah pekarangan dan/atau dialirkan ke sumur
resapan dan/atau sumur penampungan sebelum dialirkan ke
jaringan drainase lingkungan/kota sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
(3) Dalam hal belum tersedia jaringan drainase kota ataupun
sebab lain yang dapat diterima, maka penyaluran air hujan
harus dilakukan dengan cara lain yang dibenarkan oleh
instansi yang berwenang.
(4) Sistem pematusan/penyaluran air hujan harus dipelihara
untuk mencegah terjadinya endapan dan penyumbatan pada
saluran.
Pasal ...
- 18 -

Pasal 26
(1) Pertimbangan fasilitas penampungan sampah diwujudkan
dalam bentuk penyediaan tempat penampungan kotoran dan
sampah yang diperhitungkan berdasarkan jumlah penghuni
dan volume kotoran dan sampah.
(2) Pertimbangan jenis sampah padat diwujudkan dalam bentuk
penempatan pewadahan dan atau pengolahannya yang tidak
mengganggu kesehatan penghuni, masyarakat dan
lingkungannya.
(3) Melakukan pemilahan sampah mencakup sampah organik
dan sampah non-organik.
Pasal 27
Ketentuan pengelolaan sampah padat adalah sebagai berikut:
a. Bagi penyelenggara bangunan gedung bertingkat tinggi wajib
menyediakan wadah sampah, alat pengumpul dan tempat
pembuangan sampah sementara, sedangkan pengangkutan
dan pembuangan akhir sampah bergabung dengan sistem
yang sudah ada;
b. Potensi reduksi sampah padat dapat dilakukan dengan
mendaur ulang, memanfaatkan kembali beberapa jenis
sampah.
Pasal 28
(1) Untuk kenyamanan termal dalam ruang di dalam bangunan
gedung harus mempertimbangkan temperatur dan
kelembaban udara.
(2) Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kenyamanan
termal dalam ruang harus memperhatikan letak geografis dan
orientasi bangunan, penggunaan bentuk masa yang
menimbulkan shading (bayangan), ventilasi alami dan
penggunaan bahan bangunan.
(3) Untuk mendapatkan tingkat temperatur dan kelembaban
udara di dalam ruangan dapat dilakukan dengan alat
pengkondisian udara yang mempertimbangkan prinsip
penghematan energi dan ramah lingkungan dan kemudahan
pemeliharaan.
Pasal 29
Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan
dan getaran pada bangunan bertingkat tinggi harus mengikuti
standar tata cara perencanaan kenyamanan terhadap getaran
pada bangunan gedung.
Pasal ...
- 19 -

Pasal 30

Untuk mendapatkan tingkat kenyamanan terhadap kebisingan


pada bangunan bertingkat tinggi harus mempertimbangkan jenis
kegiatan, penggunaan peralatan, dan/atau sumber bising lainnya
baik yang berada pada bangunan gedung maupun di luar
bangunan gedung.

Pasal 31

(1) Setiap bangunan bertingkat tinggi harus menyediakan sarana


hubungan vertikal antarlantai yang memadai untuk
terselenggaranya fungsi bangunan gedung tersebut berupa
tersedianya tangga dan lift.
(2) Penggunaan lift diwajibkan pada bangunan gedung bertingkat
dengan jumlah lantai lebih dari 5 (lima) lantai.
(3) Jumlah, ukuran, dan konstruksi sarana hubungan vertikal
harus berdasarkan fungsi luas bangunan, dan jumlah
pengguna ruang, serta keselamatan penghuni bangunan
gedung.
(4) Jumlah, kapasitas, dan spesifikasi lift sebagai sarana
hubungan vertikal dalam bangunan bertingkat tinggi harus
mampu melakukan pelayanan yang optimal untuk sirkulasi
vertikal pada bangunan, sesuai jumlah pengguna bangunan
gedung.
(5) Salah satu lift yang tersedia harus memenuhi persyaratan lift
kebakaran. Lift kebakaran dapat berupa lift khusus
kebakaran atau lift penumpang biasa atau lift barang yang
dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam keadaan
darurat dapat digunakan secara khusus oleh petugas
kebakaran.

Pasal 32

Setiap bangunan bertingkat tinggi harus menyediakan sarana


evakuasi bagi semua orang termasuk penyandang cacat dan
lansia yang meliputi sistem peringatan bahaya bagi pengguna,
pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi yang dapat menjamin
penghuni bangunan gedung untuk melakukan evakuasi dari
dalam bangunan gedung secara aman apabila terjadi bencana
atau keadaan darurat.

BAB ...
- 20 -

BAB IV

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 33
(1) Persyaratan penyelenggaraan bangunan gedung bertingkat
tinggi disamping mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud
pada Peraturan Walikota ini tetap pula perlu memperhatikan
ketentuan teknis penyelenggaraan bangunan gedung
sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 5
Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung.
(2) Dalam melaksanakan pembinaan penyelenggaraan bangunan
gedung bertingkat tinggi, pemerintah kota melakukan
peningkatan kemampuan aparatur dan melakukan sosialisasi
mengenai penyelenggaraan bangunan bertingkat tinggi.
(3) Dalam melaksanakan pengendalian penyelenggaraan
bangunan gedung bertingkat tinggi, Pemerintah melakukan
monitoring dan pengawasan atas proses perencanaan teknis
bangunan gedung, pelaksanaan, serta pengelolaan bangunan
teknis bangunan gedung.
(4) Terhadap penyelenggara bangunan gedung bertingkat tinggi
yang melakukan pelanggaran dan/atau tidak mengindahkan
Peraturan Walikota ini akan dikenai sanksi sesuai ketentuan
yang berlaku.

BAB V

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 34

Dengan berlakunya Peraturan Walikota ini:

(1) Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang ketinggian


bangunan dan penyelenggaraan bangunan bertingkat tinggi
di Kota Cilegon perlu menyesuaikan dengan ketentuan
sebagaimana Peraturan Walikota ini.
(2) Izin yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan
Walikota ini tetap menggunakan ketentuan perizinan yang
diterbitkan saat itu dan dinyatakan masih berlaku sampai
dengan pengajuan kembali izin baru.

Pasal ...
- 21 -

Pasal 35
Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita
Daerah Kota Cilegon.

Ditetapkan di Cilegon
pada tanggal 17 Oktober 2012

WALIKOTA CILEGON,

ttd

Tb. IMAN ARIYADI

Diundangkan di Cilegon
pada tanggal 17 Oktober 2012

SEKRETARIS DAERAH KOTA CILEGON,

ttd

ABDUL HAKIM LUBIS

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN 2012 NOMOR 24

Anda mungkin juga menyukai