Anda di halaman 1dari 3

MONUMEN PDRI KOTO TINGGI : SEJARAH IBU KOTA

PERNAH MELARIKAN DIRI

Monumen PDRI ini tidak terlepas dari cerita sejarah perjuangan yang dimiliki oleh nagari Koto
Tinggi dalam upaya mempertahankan keutuhan Negara Republik Indonesia yang tengah berada
dalam desakan Belanda dan kekosongan Pemerintahan. Monumen tersebut terletak di Koto
Tinggi, Gunuang Omeh kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Namun sangat di
sayangkan bahwa keberadaan monument PDRI ini tidak terlalu di ketahui oleh masyarakat,
khususnya masyarakat sekitar. Hal ini sangat amat di sayangkan, karena berdasarkan kilas balik
masa lalu keberadaan PDRI di Koto Tinggi ini sangat amat penting untuk ketahanan
pemerintahan NKRI. Hendaknya disini penulis membuka arah koridor pembahasan tentang
keberadaan dan nilai fundamental di balik monumen PDRI.

PDRI adalah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia yang berlangsung periode 22 Desember
1948 hingga 13 Juli 1949. PDRI disebut juga Kabinet Darurat Indonesia yang dipimpin oleh
Syafruddin Prawiranegara yang berada di Sumatera Barat. Karena setelah Ibu Kota Yogyakarta
di kuasai Belanda pada 19 Desember 1948 saat Agresi Militer Belanda II sejumlah tokoh
terkhususnya Ir.Soekarno dan Moh.Hatta ditangkap dan terjadi kekosongan pemerintahan
Indonesia. Yang mana presiden Soekarno langsung memberi mandat pada Syafruddin
Prawiranegara yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Kemakmuran untuk membentuk
pemerintahan NKRI sementara. Saat mendapat kabar penyerangan di Yogyakarta, Syafruddin
bersama rombongan langsung meninggalkan Bukittinggi, setelah sebelumnya menghanguskan
seluruh sarana prasarana yang ada untuk menghapus jejak, kecuali sebuah radio (stasiun) yang
nantinya jadi akan jadi cikal bakal RRI kota Bukittinggi. Dari Bukittinggi Syafruddin bergerak
ke Halaban. Daerah ini dipilih karena menjadi posko Angkatan Udara Republik Indonesia
(AURI) di masa itu, sehingga mereka berpendapat keamanan disana cukup terjamin. Di sanalah
Menteri Syafruddin menunggu kedatangan tokoh lainnya yaitu Gubernur Militer Sumatra Barat,
Rasjid.

Setelah PDRI terbentuk, atas saran Tan Malaka, sebaiknya pemerintahan dijalankan di Koto
Tinggi karena mempertimbangkan beberapa faktor seperti strategis, memiliki benteng yang kuat
serta dekat dengan Riau dan Sumatra Utara. Makanya, sebagian tokoh pemimpin, pengungsi dan
tak ketinggalan radio berpindah menuju ke Koto Tinggi. Dari sini banyak siaran radio
menginformasikan bahwa keberadaan pemerintah Indonesia masih ada. Hal tersebut di dengar
Belanda dan akhinya mereka melakukan penyerangan ke Koto Tinggi pada 10 Januari 1949 yang
mengakibatkan gugurnya sembilan pejuang pemerintah Indonesia, atau lebih dikenal sebagai
sembilan Syuhada. Kesembilan Syuhada tersebut adalah Syarif MP, Engku Kayo Zakaria, Dirin,
Nuin, Radian, Manus, Nyik Ali, Abas dan Mak Dirin. Mereka gugur karena dihujani Belanda
dengan tembakan saat berupaya merusak jembatan Titian Dalam supaya pasukan Belanda tidak
bisa masuk ke Koto Tinggi tempat dimana para pimpinan PDRI berada. Meski hanya
bersenjatakan kapak, namun Syarif MP kala itu berhasil membunuh seorang tentara Belanda.

Peristiwa besar tersebutlah yang menjadi latar belakang terkuat dalam pembangunan monumen
perjuangan PDRI. Dapat kita lihat monument ini mempunyai makna tersirat yang dapat kita lihat
pada bentuk bangunan yang persegi empat dengan makna sesuatu yang hendak dicapai
memerlukan proses, ada langkah atau tingkatan untuk mewujudkan suatu keinginan. Yang pada
ketiga sisi nya terdapat relief yang menggambarkan kronologi dari setiap peristiwa mulai dari
kedatangan Syafrudin, penyerangan yang dilakukan Belanda dan upaya pertahanan alat
komunikasi (radio) dari serangan Belanda. Dan masih banyak makna lainnya yang patut kita
teladani.

Jadi dapat kita simpulkan runtutan kronologisnya adalah di Bukittinggi di cetuskan, Lahirnya di
Halaban, dan di Koto Tinggi besarnya griliya PDRI. Atas dasar perjuangan para tokoh bangsa
tersebut pemerintah kemudian mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2006 tentang
Hari Bela Negara dengan membangun Monumen Bela Negara yang terletak di Jorong Sungai
Siriah yang dikenal sebagai Museum PDRI. Hendaknya apa yang telah penulis paparkan dapat
menambah wawasan dan meningkatkan semangat Bela Negara serta upaya mempertahankan
NKRI. Merdeka!

Anda mungkin juga menyukai