Anda di halaman 1dari 12

DEMOKRASI

(Diajukan guna memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual)

Kelas A

Dosen Pengampu :

Drs. Marjono, M. Hum.

Oleh :

Dimas Faldi Jiaulhaq 170210302086

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2020
PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Perkembangan Demokrasi


1.1 Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah prinsip dasar tata kehidupan bermasyarakat, baik dalam
interaksi sesama komponen masyarakat maupun antara masyarakat dengan
pemerintahan / negara. Dalam rangka mewujudkan masyarakat sipil atau
masyarakat madani, demokrasi adalah prasyarat mutlak. Sejak lengsernya
pemerintahan orde baru di tahun 1998, demokrasi menjadi kosakata umum bagi
siapa saja untuk menyatakan pendapat. Dari kalangan Cendikiawan hingga
kalangan awam. Secara Etimologis "demokrasi" terdiri dari dua kata yang berasal
dari bahasa yunani, yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat,
dan cratein atau cratos yang berarti kekuasaan atau kedaulatan, jadi kata
demokrasi memiliki arti suatu system pemerintahan dari, oleh , dan untuk rakyat.
Demokrasi menurut pendapat para ahli dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Menurut Joseph A. Schmeter, demokrasi merupakan suatu perencanaan
institusional ummtuk mencapai keputusan politik di mana individu-
individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan
kompetitif atas suara rakyat (Shumpeter, 1994 : 18).
b. Sidney Hook berpendapat demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana
keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsug atau tidak
langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara
bebas dari rakyat dewasa (Rosyada, 2000 : 112).
c. Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl menyatakan demokrasi sebagai
suatu sistem pemerintahan di mana pemerintah diminta tanggung jawab
atas tindakan-tindakan mereka di wilayah public oleh warganegara yang
bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan
para wakil mereka yang telah terpilih (Schummitter, 2004 : 21).
d. Henry B. Mayo menyatakan demokrasi sebagai sistem politik merupakan
suatu siatem yang menunjukkan bahwa kebijakkan umum ditentukan atas
dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat
dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan
poitik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik
(Winarno, 2014 : 100).
e. Affan Gafar memaknai demokrasi dalam dua bentuk yaitu pemaknaan
secara normatif dan empirik. demokrasi normatif adalah demokrasi yang
secara ideal hendak dilakukan oleh sebuah negara. Sedangkan demokrasi
empirik adalah demokrasi dalam perwujudan pada dunia politik praktis
(Hadiwijoyo, 2012 : 41).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat demokrasi
adalah rakyat sebagai peran utamanya dalam proses sosial dan politik, dengan
kata lain pemerintahan berada di tangan rakyat.yang mengandung pengertian tiga
hal : pemerintah dari rakyat (goverment of the people); dan pemerintahan oleh
rakyat (goverment by the people); dan pemerintahan untuk rakyat (goverment for
the people)yang ketiganya dijelaskan sebagai berikut .
Pertama, pemerintahan dari rakyat mengandung pengertian bahwa suatu
pemerintahan yang sah adalah suatu pemerintahan yang mendapat pengakuan dan
dukungan oleh mayoritas rakyat melalui mekanisme demokrasi . pengakuan dan
dukungan rakyat bagi suatu pemerintahan sangatlah penting, karena dengan
legitimasi politik tersebut pemerintah dapat menjalankan roda birokrasi dan
program-programnya sebagai wujud dari amanat yang diberikan oleh rakyat
kepadanya.
Kedua, pemerintahan oleh rakyat memiliki pengertian bahwa suatu
pemerintahan menjalankan kekuasaannya atas nama rakyat, bukan atas dorongan
pribadi elite negara atau elite birokrasi. Selain pengertian ini, unsure kedua ini
mengandung pengertian bahwa bahwa dalam menjalankan kekuasaannya,
pemerintah berada dalam pengawasan rakyat (social control). Pengawasan dapat
dilakukan secara langsung oleh rakyat maupun tidak langsung melalui para
wakilnya di parlemen. Dengan adanya pengawasan para wakil rakyat di parlemen
ambisi otoritarianisme dari para penyelenggara dapat dihindari.
Ketiga, pemerintah untuk rakyat mengandung pengertian bahwa kekuasaan
yang diberikan oleh rakyat kepada pemerimtahan harus dijadikan untuk
kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat umum harus dijadikan sebagai landasan
utama kebijakan sebuah pemerintahan yang demokratis (Ubaidillah, 2000 : 40).
Jadi suatu sistem menganut faham Demokrasi apabila para pemimpin atau
wakil rakyat dipilih langsung oleh rakyat dewasa melalui pemilihan umum yang
dilaksanakan secara langsung, umum, bebas dan rahasia, berdasarkan nilai-nilai
keadilan dan kejujuran. Yang mana dalam pelaksanaannya para calon bebas
bersaing untuk memperoleh suara dan semua penduduk yang telah memiliki hak
pilih berhak memberikan makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat
dan bernegara mengandung pengertian bahwa rakyatlah yang memberikan
ketentuan dalam masalah-masalah mengenai kehidupannya, termasuk dalam
menilai kebijakkan negara, karena kebijakkan tersebut akanmenentukan
kehidupan rakyat. dengan demikian negara yang menganut sistem demokrasi
adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat.
Jadi suatu sistem menganut faham Demokrasi apabila para pemimpin atau
wakil rakyat dipilih langsung oleh rakyat dewasa melalui pemilihan umum yang
dilaksanakan secara langsung, umum, bebas dan rahasia, berdasarkan nilai-nilai
keadilan dan kejujuran. Yang mana dalam pelaksanaannya para calon bebas
bersaing untuk memperoleh suara dan semua penduduk yang telah memiliki hak
pilih berhak memberikan suaranya dan dijamin oleh negara melalui undang-
undang yang dijalankan secara adil (Suryadi, 2007 : 102).
Ada 5 model demokrasi yaitu demokrasi liberal, demokrasi terpimpin,
demokrasi sosial, demokrasi partisipasi,dan demokrasi konstitusional. Penjelasan
kelima model demokrasi tersebut sebagai berikut :
1. Demokrasi liberal, yaitu pemerintahan yang dibatasi oleh undang-undang
dan pemilihan umum bebas yang diselenggarakan dalam waktu yang ajeg.
Banyak negara Afrika menerapkan model ini hanya sedikit yang bisa
bertahan.
2. Demokrasi terpimpin. Para pemimpin percaya bahwa semua tindakan
mereka dipercaya rakyat tetapi menolak pemilihan umum yang bersaing
sebagai kenderaan untuk menduduki kekuasaan.
3. Demokrasi sosial adalah demokrasi yang menaruh kepedulian pada
keadilan sosial dan egatalitarianisme bagi persyaratan untuk memperoleh
kepercayaan politik
4. Demokrasi partisipasi, yang menekankan hubungan timbal balik antara
penguasa dan yang dikuasai.
5. Demokrasi consociational, yang menekankan proteksi khusus bagi
kelompok-kelompok budaya yang menekankan kerjasama yang erat di
antara elit yang mewakili bagian budaya masyarakat utama (Rosyada,
2000 : 114).

1.2 Perkembangan Demokrasi


Konsep demokrasi lahir dari tradisi pemikiran Yunani kuno tentang
hubungan Negara dan hukum, yang dipraktikan antara abad ke-6 sm sampai abad
ke-4 m. demokrasi pada waktu itu berbentuk demokrasi langsung, yaitu hak
rakyat untuk membuat keputusan politik di jalankan secara langsung oleh seluruh
warga Negara berdasarkan prosedur mayoritas (Ubaidillah, 2000 : 44).
Demokrasi langsung tersebut berjalan secara efektif karena berlangsung
dalam kondisi sederhana dan dilaksanakan dalam wilayah yang terbatas, serta
jumlah penduduk sedikit, yaitu dengan jumlah tidak lebih dari 300.000 orang. lagi
pula ketentuaan-ketentuan demokrasi dilaksanakan oleh kalangan kalangan
tertentu (Warga Negara Resmi) yang hanya merupakan bagian kecil dari jumlah
penduduk, sedangkan untuk mayoritas penduduk yang terdiri dari budak belian
dan pedagang asing, demokrasi tidak berlaku (Budiharjo, 1982 : 54).
Gagasan Demokrasi Yunani kuno boleh dikatakan hilang dari muka dunia
Barat ketika bangsa-bangsa Romawi dikalahkan oleh suku bangsa Eropa Barat
dan benua Eropa. Memasuki abad pertengahan (600- 1400) Masyarakat abad ini
berubah menjadi masyarakat feodal; kehidupan sosial dan spiritualnya dikuasai
oleh Paus dan pejabat-pejabat agama, sedangkan kehidupan politiknya diwarnai
dengan perebutan kekuasaan dikalangan para bangsawan.dengan demikian
masyarakat abad pertengahan terbelenggu oleh kekuasaan feodal dan kekuasaan
pemimpin- pemimpin agama, sehingga tenggelam dengan apa yang disebut
sebagai masa kegelapan. Kendati begitu pada abad pertengahan ada sesuatu yang
penting berkenaan dengan demokrasi, yaitu lahirnya dokumen Magna charta
(piagam besar), suatu piagam yang berisikan semacam perjanjian antara beberapa
bangsawan dan raja Jhon Locke land, dengan salah satunya berisikan bahwa raja
harus mengakui hak-hak bangsawan dan bangsawan memberikan dana untuk
kepentingan biaya pemerintahan dan perang. Dengan lahirnya piagam ini dapat
dikatakan sebagai lahirnya tonggak baru bagi perkembangan demokrasi, kendati
tidak berlaku bagi rakyat jelata, sebab dari piagam tersebut terlihat adanya dua
prinsip dasar; pertama kekuasaan raja harus dibatasi; kedua, hak asasi manusia
lebih penting dari pada kedaulatan raja (Mahfud, 2003 : 21).
Momentum lainnya yang menandai kemunculan demokrasi di Negara-
negara eropa adalah adanya gerakan pencerahan (renaissance) dan reformasi.
Renessaince adalah aliran yang menghidupkan kembali minat kepada
kesusastraan dan kebudayaan yunani kuno yang selama abad pertengahan telah
disisihkan. Aliran ini membelokkan perhatian yang tadinya semata-mata
diarahkan kepada tulisan-tulisan keagamaan kearah soal-soal keduniawian dan
mengakibatkan timbulnya pandangan- pandangan baru (Budiharjo, 1982 : 55).
Gerakan reformasi merupakan penyebab lain kembalinya tradisi
demokrasi di Barat, yang sempat tenggelam pada abad pertengahan. Gerakan
reformasi adalah gerakan revolusi agama di Eropa pada abad ke-16. tujuan dari
gerakan ini merupakan gerakan perbaikan keadaaan terhadap kebekuan doktrin
gereja atau aliran yang melahirkan kebebasan beragama, dan pemisahan tegas
antara gereja dengan Negara. gerakan ini mendapat banyak pengikut di eropa
barat, seperti Jerman, Swiss dan lain-lainnya.kedua aliran inilah yang
mengantarkan Eropa Barat untuk mengalami masa aufklarung (abad pemikiran)
dan liberalisme atau rasionalisme pada 1650-1800 (Ubaidillah, 2000 : 45).
Dalam masa-masa itu, gagasan dan gerakan demokrasi merupakan suatu
ciri yang penting, sekalipun bukan yang utama, dari Inggris. Pada 14 januari 1638,
warga kota Hartford dan kota-kota tetangga dekat menyetujui the fundamental
orders of Connecticut sebuah konstitusi tertulis pertama dari demokrasi modern.
Dan, pada 1689, terbentuk bill of right, (undang-undang hak). Dalam undang
undang ini raja Inggris mengakui hak-hak politik rakyat secara umum, yang
meliputi hak atas kebebasan, kebersamaan, dan hak menyatakan pendapat.
Dengan adanya dokumen politik tersebut. Yaitu magna charta dan bill of right,
maka jalan menuju demokrasi barat semakin terbuka.
Apalagi, dalam masa itu, pemikiran-pemikiran demokratik juga juga
semakin bermunculan. Tokoh- tokohnya antara lain, Jhon Locke (1632-1704) dari
Inggris mengemukakan ide tentang konstitusi Negara, liberalisme, dan dan
pemisahan kekuasaan legislative, eksekutif, dan lembaga federal, hak-hak politik
yang mencakup tentang hak atas hidup, atas kebebasan untuk mempunyai milik
(life,liberty and property). Ide-ide ini disempurnakan oleh baron de montes quiene
(1689-1755) yang mengemukakan idenya tentang pemisahan kekuasaan secara
tegas antara legislative ,eksekutif, dan yudikatif.yang konsepnya dirumuskan
dalam trias politica. Ide ide kedua tokoh ini kemudian ditambah ide Jean-Jacques
Reouseu (1712-1778) yang memperkenalkan tentang kedaulatan rakyat (Thaha,
2005 : 24).
Kebebasan berfikir dan liberalisme ini membuka jalan untuk memperluas
gagasan di bidang politik, yang menghasilkan teori kontrak social (social
contract). Ada beberapa gagasan yang mendasari kontrak social yang
dikemukakan oleh para tokoh abad pencerahan. Pertama, pertama, kedaulatan
bukan sesuatu yang taken for granted dan berasal dari Tuhan. Kedaulatan atau
kekuasaan adalah produk proses perjanjian social antara individu dengan
penguasa, karena itu sepenuhnya bersifat secular. Kedua bahwa dunia dikuasai
oleh hukum dari alam, (nature) yang mengandung prinsip-prinsip keadilan yang
universal, yang berlaku untuk semua waktu dan semua manusia, baik
raja,bangsawan, maupun rakyat. Ketiga karena kedaulatan negara berasal dari
individu (rakyat), maka hak- hak mereka harus mendapat jaminan yang meliputi
hak-hak sipil (civil right) dan hak-hak politik (political right). Dan, keempat,
perlunya control kekuasaan, agar penguasa negara tidak menyalah gunakan
kekuasaanya yang berasal dari rakyat (Budiarjo, 1982 : 55).
Ide-ide dan pemikir-pemikir politik, khususnya mengenai demokrasi, yang
dikemukakan oleh para tokoh pemikir di atas mendorong dan mempengaruhi
percepatan lahirnya revolusi Amerika (1774-1783) dan revolusi Prancis (1786).
pemikiran politik John Locke misalnya, menjadi acuan dan panduan bagi rakyat
Amerika pada saat mereka melakukan pemberontakan terhadap penguasa Inggris,
amerika serikat pun merdeka pada 4 juli 1776. adapun pemikir Jean-Jascques
rouseau menjadi inspirasi rakyat prancis untuk memulai revolusi dan merekapun
berhasil merdeka.16 Sebagai akibat dari pergolakan yang tersebut diatas tadi,
maka pada akhir abad ka-19 gagasan mengenai demokrasi mendapat wujud yang
kongkrit sebagai program dan system politik. Demokrasi pada tahap ini semata-
mata bersifat politis dan mendasarkan dirinya atas asas-asas kemerdekaan
individu, kesamaan hak (equal right) serta hak pilih untuk semua warga Negara
(universal suffrige) (Budiarjo, 1982 : 56).
Dalam masa-masa itu, demokrasi tidak lagi bersifat langsung, tetapi
demokrasi berdasarkan perwakilan (representative democracy). Yang dimaksud
Demokrasi perwakilan adalah suatu bentuk pemerintahan, yang hak-hak
membentuk keputusan-keputusan politik tidak dijalankan secara langsung oleh
selurah rakyat, tapi diwakilkan kepada para wakilnya dilembaga-lembaga politik,
yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Gagasan dan praktik demokrasi
bersifat keterwakilan ini tidak pernah berlangsung di Negara kota, seperti di
yunani kuno, tapi berkembang pesat di Negara-bangsa (nation-state) yang
sekalanya jauh lebih luas (Thaha, 2005 : 26).

2. Demokrasi di Indonesia
2.1 Demokrasi Di Indonesia Periode 1945-1959
Pada masa ini demokrasi di Indonesia dikenal dengan demokrasi
parlementer. Sistem parlementer yang dimulai berlaku sebulan sesudah
kemerdekaan di proklamirkan kemudian diperkuat dalam undang-undang dasar
1945 dan 1950, dan ternyata kurang cocok untuk Indonesia. Persatuan yang dapat
digalang selama menghadapi musuh bersama dan tidak dapat dibina dengan
kekuatan-kekuatan konstuktif sesudah kemerdekaan tercapai. karena lemahnya
benih-benih demokrasi sistem parlementer memberi peluang untuk dominasi
partai-partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat (Mann, 1999 : 34).
Undang-undang dasar 1950 menetapkan berlakunya sistem perlementer di
mana badan eksekutif terdiri dari Presiden sebagai kepala negara konstitusional
beserta menteri yang mempunyai tanggung jawab politik. karena fragmentasi
partai-partai politik usia kabinet pada masa ini jarang dapat bertahan cukup lama.
Koalisi yang dibangun dengan sangat gampang pecah. Hal ini mengakibatkan
destabilisasi politik nasional (Mann, 1999 : 134).
Faktor-faktor semacam ini, ditambah dengan tidak mampunya anggota-
anggota partai-partai yang tergabung konstituante untuk mencapai konsensus
mengenai dasar negara untuk undang-undang dasar baru, mendorong Ir. Soekarno
sebagai presiden untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli menentukan
berlakunya kembali undan-undang dasar 1945. Dengan masa demokrasi
berdasarkan sistem parlementer berakhir (Winarono, 2014 : 130).

2.2 Demokrasi Di Indonesia Periode 1959-1965


Dekrit presiden 5 Juli 1959 dapat dipandang sebagai suatu solusi untuk
mencari jalan keluar dari kebuntuan politik dengan pembentukan kepemimpinan
yang kuat dan benar. Undang-undang dasar 1945 memberikan suatu kesempatan
pada presiden untuk menjabat selama lima tahun demi tegaknya demokrasi di
Indonesia. Namun untuk bertentangan dengan keinginan bersama bangsa
Indonesia itu sendiri, sebab demokrasi terpimpin memiliki tipe yang berbeda
dengan apa yang tercantum dalam UUD 1945 seperti dominasi ada ditangan
presiden, terbatasnya peranan Partai politik, berkembangnya pengaruh komunis
dan ABRI sebagai unsur sosial politik.
Sungguhpun Indonesia sudah kembali pada UUD 45, namun banyak
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi terhadap bangsa Indonesia yang
memiliki dasar hukumnya UUD 45 (Artis, 2000 : 47).

2.3 Demokrasi Di Indonesia periode 1965-1998


Periode merupakan masa pemerintahan presiden Soeharto dengan Orde
Barunya. Sebutan Orde Baru merupakan kritik terhadap periode sebelumnya,
Orde Lama. Orde Baru, sebagaimana dinyatakan oleh pendukungnya, adalah
upaya untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap UUD 1945 yang
terjadi dalam masa Demokrasi Terpimpin. Seiring pergantian kepemimpinan
nasional, Demokrasi Terpimpin ala presiden Soekarno telah diganti oleh elit Orde
Baru dengan Demokrasi Pancasila (Rais, 1986 : 46).
Demokrasi Pancasila secara garis besar menawarkan tiga komponen
demokrasi. Pertama, demokrasi dalam bidang politik pada hakikatnya adalah
menegakkan kembali asas-asas negara hukum dan kepastian hukum. Kedua,
demokrasi dalam bidang ekonomi hakikatnya ialah kehidupan yang layak bagi
semua warga negara. Ketiga, demokrasi dalam bidang hukum pada hakikatnya
adalah bahwa pengakuan dan perlindungan HAM, peradilan yang bebas yang
tidak memihak.
Hal ini sangat disayangkan adalah, alih-alih pelaksanaan ajaran Pancasila
secara murni dan konsekuen, Demokrasi Pancasila yang dikampanyekan oleh
Orde Baru hanya sampai retorika politik belaka. Dalam praktek kenegaraan dan
pemerintahannya, penguasa Orde Baru bertindak jauh dari prinsip-prinsip
Demokrasi. Ketidakdemokrasian penguasa Orde Baru ditandai oleh, dominannya
peranan militer, birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik,
pengebirian peran dan fungsi partai politik, campur tangan pemerintah dalam
berbagai urusan partai politik dan publik, politik masa mengmbang, monolitisasi
ideology negara, dan inkorporasi lembaga non pemerintah (Rozak dan Ubaidillah,
2002 : 75-76).

2.4 Periode Reformasi


Setelah berakhirnya periode Orde Baru, muncullah era reformasi yang
terjadi karna gerakan reformasi rakyat yang menuntut pelaksanaan demokrasi dan
HAM secara konsekuen. Tuntutan ini ditandai oleh lengsernya presiden Soeharto
dari tampuk kekuasaan Orde Baru pada Mei 1998, setelah lebih dari 30 tahun
berkuasa dengan demokrasi Pancasilanya. Penyelewengan atas dasar negara
Pancasilanya oleh penguasa Orde Baru berdampak pada sikap antipati sebagian
masyarakat terhadap dasar negara tersebut (Alfian, 1980 : 126).
Pengalaman pahit yang menimpa Pancasila, yang pada dasarnya sangat
terbuka, inklusif, dan penuh nuansa HAM, berdampak pada keengganan kalangan
tokoh reformasi untuk menambahkan atribut tertentu pada kata demokrasi.
Bercermin pada pengalaman manipulasi atas Pancasila oleh penguasa Orde Baru,
demokrasi yang hendak berkembang setelah kejatuhan rezim Orde Baru adalah
demokrasi tanpa nama atau demokrasi tanpa embel-embel dimana hak rakyat
merupakan komponen inti dalam mekanisme dan pelaksanaan pemerintahan yang
demokratis. Wacana demokrasi pasca Orde Baru erat kaitannya dengan
pemberdayaan masyarakat madani dan penegakan HAM secara sungguh-sungguh
(Alfian, 1980 : 78).
DAFTAR PUSTAKA

Artis. 2000. Demokrasi Dan Konstitusi Di Indonesia. Pekanbaru : CV. Nuansa


Jaya.

Budiharjo, M. 1982. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia.

Hadiwijoyo. 2012. Negara, Demokrasi Dan Civil Society. Yogyakarta : Graha


Ilmu.

J. A. Shumpeter. 1994. Capitalisme,Socialisme And Democracy. New York :


Routledge.

Mann, R. 1999. Memperjuangkan Demokrasi Di Indonesia. Terjemahan Maria


Irawati Yulianto, SS. Jakarta : PT. Enka Parihiyangan.

Rais, A. 1986. “Pengantar” dalam Demokrasi dan Proses Politik, Kumpulan


karangan Majalah PRISMA. LP3ES.

Rosyada, D. Dkk. 2000. Demokrasi, Hak Asasi dan Masyarakat Madani. Jakarta :
Prenada Media.

Rozak dan Ubaidillah. 2002. Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat


Madani. Jakarta : Kencana Prenada Group.

Schumitter. 2004. The Long Road To Democrac. Terjemahan. Supeli, Karlina,


Mujani, Saiful Jakarta : Habibie Center.

Suryadi, B. 2007. Sosiologi Politik: Sejarah, Konsep, dan Perkembangan Konsep.


Jogjakarta : IRCiSoD.

Thaha, I. 2005. Demokrasi Religius Pemikiran Politik Nurcholis Madjid dan


Amien Rais. Bandung : Mizan Publika.

Winarno. 2014. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan: Panduan Kuliah


di Perguruan Tinggi. Jakarta : Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai