Anda di halaman 1dari 20

Modul 1: Penjelasan Silabus

Modul 2: Konsep Etika Pelayanan Kristiani


Pembahasan untuk bagian ini adalah sebuah elaborasi untuk membahas materi 1-3 dan 6 dari
RPS. Elaborasi ini dituangkan dalam materi tentang konsep etika dan kedudukan etika pelayanan
kristiani dalam etika umum
ETIMOLOGI ETIKA PELAYANAN KRISTIANI
Etika Pelayanan Kristiani yang kita bahas hari ini adalah mata kuliah yang dibentuk dari 3 kata, yaitu
Etika, Pelayanan dan Kristiani. Karena itu, untuk membahasnya secara etimologi, maka ke-3 kata ini akan
kita gali bersama akar katanya, yakni kata Etika, Kata Pelayanan dan Kata Kristiani.
1. ETIKA
Etika berasal dr bhs Yunani, ethos (εθος), yg berarti tempat tinggal, kandang, adat, akhlak, perasaan,
sikap, cara pikir. Dari arti tempat tinggal/kandang itu diartix sbg kebiasaan (perilaku), shg dgn arti ini
ethos (etika) itu memiliki arti harafiah berkaitan dgn baik-buruknya perilaku. Istilah ethos kemudian
diterapkan untuk manusia dan dipakai dalam makna yang lebih luas dan dalam bentuk jamak, yaitu ta
etha yg berarti adat kebiasaan, adat istiadat (custom). Artinya hal-hal yang senantiasa dianut dan
diberlakukan dalam sistem relasi antarmanusia dan masyarakat, Karena itu etika ialah ilmu tentang apa
yang biasa dilakukan.
Istilah kedua ethos (ηθος), yang berarti juga kebiasaan. Dua istilah tadi kemudian dibedakan. Dalam
kamus Yunani-Inggris, istilah pertama diartikan sebagai custom dan istilah kedua sebagai habit. Custom
biasa dipergunakan dalam kaitan dengan masyarakat, jadi kebiasaan/adat istiadat masyarakat/agama.
Artinya kebiasaan yang berkaitan dengan suatu sistem masyarakat. Sedangkan habit lebih berkaitan
dengan perilaku (behavior) seseorang. Karena itu kalau dua kata tadi custom dan habits itu diartikan,
maka etika ialah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan.
2. PELAYANAN
Kata Pelayanan ini juga jika ditelusuri akar katanya, berasal dari bahasa Yunani, dan ada 2 kata untuk
artikan pelayanan. Kata pertama: Leiturgia (Yun) yang artinya adalah melayani, dalam pengertian
melaksanakan dinas atau tugas. Kata leiturgia dibentuk dari dua kata Yunani, yakni leitos yang berarti
rakyat atau umat dan ergon yang berarti pekerjaan, tugas. Karena itu, jika diartikan kata leiturgia berarti
melakukan sesuatu pekerjaan untuk rakyat/umat.
Kata kedua:Diakonia (yun), artinya melayani. Pengertian melayani ini ada hubungan dengan Melayani
Meja (dalam rumah), Melayani dalam Kemanusiaan (dalam hubungan dengan masyarakat. Kata ini
muncul dalam penggunaan teks-teks kristen dalam injil-injil, yang merujuk pada Yesus dan karyaNya,
sehingga melayani itu dipahami sebagai suatu karya penyelamatan Allah terhadap manusia. Karena itu
kata melayani/pelayanan dalam pemahaman dua kata tadi adalah melaksanakan sebuah tugas (karya)
bagi sesama (umat/masyarakat) untuk kesejahteraan hidup bersama, yang bercermin pada Yesus,
sebagai karya penyelamatan Allah bagi manusia.
Kata pelayanan ini dalam dunia sekuler, diartikan sebagai service (Inggris), yang artinya melakukan
sebuah karya (dalam bentuk jasa) dan sering dikaitkan dengan pamrih (karena dipengaruhi oleh konsep
komersil).

1
3. KRISTIANI
Kata ini adalah sebuah sebutan yang berasal dari bahasa Latin, dengan akhiran “iani”. Kata ini menunjuk
pada serdadu dari seorang perwira kepala, sehingga artinya kata ini dengan “iani” berarti pendukung.
Kata Kristiani ini mulanya adalah sebuah sebutan berisikan “ejekan” kepada orang-orang yang mengikuti
Kristus.
Kata Kristus sendiri kemungkinan berasal dari kata “Cherstos” (yang berhati baik, baik hati), yang
menjadi inti ajaran agama yang dibawa oleh murid-murid Yesus (Kristus) ke dunia Helenisme Sehingga,
Kristiani itu berarti pengikut Kristus, dimana nama Kristus sendiri dalam bahasa Yunani berari “Yang
diurapi” (bahasa Ibrani “Mesias” Penyelamat). Para pengikut Kristus sendiri mengamalkan ajaran Kristus
dalam kehidupan mereka, dimana ajaran itu termuat dalam injil.
Dari Penelusuran etimologi terminologi Etika Pelayanan Kristiani tadi, maka dapat dirumuskan bahwa
sebuah arti Etika Pelayanan Kristiani. Etika Pelayanan Kristiani adalah sebuah studi kritis tentang suatu
perilaku yang bertolak dari teologi kristen yang bercorak Alkitabiah tentang pelaksanaan suatu pelayanan.
PENGERTIAN ETIKA PELAYANAN KRISTIANI
Arti etimologi etika sebagai ilmu tentang apa yang biasa dilakukan, kemudian dikembangkan oleh para
ahli. Untuk kepentingan percakapan tentang pengertian etika pelayanan kristiani, saya akan menyebut
beberapa nama:
1. Emil Brunner, mengartikan etika itu sebagai ilmu tentang tingkah laku, dimana ia lebih
menekankan pada perilaku atau watak dan karakter manusia, sebab baginya perilaku itu dibentuk
oleh sejumlah norma atau nilai-nilai atau kebiasaan, karena itu etika itu adalah ilmu tentang
kebiasaan (adat-istiadat) yang digunakan diantara manusia.
2. J. Verkuyl, ia mengartikan etika sebagai kesusilaan, sebab menurutnya etika itu bergerak pada
lapangan kesusilaan, yang bertalian dengan norma yang seharusnya berlaku dalam hidup
manusia. Karena itu, Verkuyl artikan etika sebagai disiplin yang normatif, dimana norma
dijadikan sebagai tolak ukur menilai suatu gejala.
3. Eka Darmaputra, ia mengartikan etika sebagai studi tentang norma-norma yang mengatur tingkah
laku manusia.
Dari pengertian yang ada dan dengan memperhatikan pembahasan etimologi 3 terminologi tadi, maka kita
dapat memberikan sebuah definisi Etika Pelayanan Kristiani, Mengapa pengertian etika pelayanan
kristiani mesti dibangun dengan memperhatikan pembahasan 3 terminologi yang ada? Sebab, etika
pelayanan kristiani adalah sebuah etika khusus yang coba untuk membahas tentang sebuah perilaku atau
perbuatan dalam bidang keperawatan yang berbasis nilai kristiani, sehingga ketika mau mengartikannya
mesti mendalami dulu terminologi yang disebutkan.
Karena itu Etika Pelayanan Kristiani adalah studi atau ilmu tentang moralitas yang didasarkan pada
teologi Kristen yang bercorak Alkitabiah tentang relasi-relasi antar individu atau kelompok dalam
melaksanakan sebuah pelayanan. Mengapa disebut sebagai moralitas? Dalam bahasa Latin, istilah ethos
ini diartikan sebagai moralitas, dari kata ‘mos/mores (jmk)’ yang berarti kebiasaan, yang berhubungan
dengan sifat baik-buruk. Moralitas ini memiliki beberapa arti, yaitu:
1. Berprilaku sesuai dengan standar perilaku yang benar dan baik

2
2. Sistem ide tentang perilaku yang benar salah/baik buruk: moralitas agama, moralitas Kristen
3. Perilaku yang sesuai dengan keutamaan/kebajikan tertentu, aturan/pelajaran tentang perilaku
bermoral
Karena itu moralitas lebih bersifat abstrak, menyangkut segi baik buruknya suatu perbuatan. Dengan
demikian moralitas dapat diartikan sebagai corak dan sifat moral/nilai-nilai yang berkaitan dengan baik
dan buruk, atau kesesuaian antara perbuatan dengan azas, nilai, norma yang dianut bersama.
Dalam pemakaian kedua kata ini, moral dan moralitas, sering kali kita juga mendengar istilah amoral da
immoral. Dalam bahas Indonesia kedua kata ini berarti tdk bermoral, Tapi dalam bahasa Inggris keduanya
memiliki arti yang berbeda.
Istilah a-moral berarti (1). Tidak berkaitan dengan moral (2). Tidak ada sensibilitas, tidak berkaitan
dengan salah benar. Karena itu a-moral ialah non-moral, tak berkaitan dengan moral, dan bukan tak
bermoral, sehingga a-moral berarti netral secara moral, tidak memiliki relevansi moral/etis. Contoh orang
rambut gondrong, itu amoral (artinya bukan tak bermoral tapi tidak ada relevansi moral).
Istilah immoral dalam bahas Inggris modern berarti contrary to established moral principles (berlawanan
dengan prinsip-prinsip moral yang berlaku). Awalan im- berarti tidak, Karena itu immoral berarti tidak
bermoral, yakni perbuatan/perilaku yang melawan/bertentangan dengan prinsip dan nilai moral. Contoh
mencuri, memeras, korupsi jelas perbuatan yang immoral karena berlawanan dengan nilai, prinsip
kejujuran, kasih yang secara umum diidealkan dalam masyarkat.
Bila orang berambut gondrong menipu, maka perbuatan menipu itu immoral, sedangkan rambut gondrong
itu ialah amoral, mengapa? Sebab Perbuatan menipu yang dilakukan oleh orang rambut gondrong/kepala
botak adalah immoral sedangkan gondrong/botak itu sendiri ialah amoral karena ia netral secara moral.
Karena itu Etika Pelayanan Kristiani adalah studi atau ilmu tentang moralitas yang didasarkan pada
teologi Kristen yang bercorak Alkitabiah tentang relasi-relasi antar individu atau kelompok dalam
melaksanakan sebuah pelayanan.
KEDUDUKAN ETIKA PELAYANAN KRISTIANI DALAM ETIKA UMUM
Di manakah tempat etika pelayanan kristiani dalam ilmu etika secara umum? Secara umum etika dibagi
atas 2 bagian, yaitu etika umum atau etika dasar dan etika khusus. Etika Umum/Dasar itu menyajikan
beberapa pengertian dasar dan mengkaji beberapa permasalahan pokok dalam etika. Etika khusus itu
beberapa permasalahan etika dalam bidang khusus, misalnya bidang keperawatan karena itu disebut etika
keperawatan, bidang sosial karena itu disebut etika sosial. Bidang politik karena itu disebut etika politik,
bidang kristiani dan karena itu disebut etika kristiani.
Dari pembagian ini, maka etika pelayanan kristiani merupakah etika khusus, dimana EPK menjadi bagian
dari etika kristiani (kristen), yang secara khusus membahas pelayanan dari perspektif kristiani. Dengan
demikian etika pelayanan kristiani adalah sebuah bagian dari etika, ia juga dapat dipelajari sebagai sebuah
ilmu yang coba melihat hal-hal atau perilaku manusia dalam sebuah aktivitas pelayanan dari perspektif
kristiani.

3
Modul 3: Keunikan dan kekhasan Etipa Pelayanan Kristiani
Pada modul ini ada elaborasi untuk membahas materi 4-8 dari RPS. Elaborasi ini menghasilkan
pembahasan tentang keunikan dan kekhasan Etika Pelayanan Kristiani, Cara Berpikir Etika,
Aspek-Aspek Etika Pelayanan Kristiani dan Asumsi Dasar Etika Pelayanan Kristiani
Etika Pelayanan Kristiani bukanlah satu-satunya etika, melainkan ia adalah salah satu bagian dari etika,
karena ia merupakan bagian dari etika khusus, etika kristiani/etika kristen, mengapa? Karena sebagai
bagian dari etika, maka etika pelayanan kristiani juga terbuka dan bersedia untuk memanfaatkan disiplin-
disiplin ilmu lainnya karena etika pelayanan kristiani haruslah menjadi etika yang bersifat universal tapi
juga kontekstual, dimana konteks untuk mempercakapan sebuah persoalan etis sangat diperlukan.
Etika Pelayanan Kristiani sebagai bagian dari etika juga mempunya fungsi dan misi yang khusus dalam
kehidupan manusia. Misinya adalah memberikan penuntuk dan petunjuk tentang bagaimana manusia
(pribadi/kelompok) harus mengambil sebuah keputusan tentang apa yang seharusnya. Karena itu EPK
sebagai bagian dari etika haruslah menjadi ilmu yang dinamin yang harus selalu bergerak mengikuti
konteks dan jamannya.
Karena itu EPK pertama-tama bukan soal kita kutip ayat Alkitab atau pokok ajaran gereja untuk
menjatuhkan vonis. EPK mesti dimulai dengan mengenali seluruh konteks dan isi permasalahan yang
dihadapi dengan baik, tanpa prasangka, dimana setelah masalahnya dikenali dalam konteksnya, maka
barulah ia diberi dimensi kristianinya. Karena itu EPK punya ciri khas yang membedakannya dengan
etika secara umum, apa itu?
Secara umum perbedaannya adalah sebagai berikut, etika adalah ilmu yang membahas mengenai apa yang
seharusnya yang dilakukan sebagai individu/kelompok dalam suatu situasi tertentu, Ketika membahas
mengenai apa yang seharusnya, maka itu adalah pembahasan mengenai mengapa dan dari sudut pandang
apa seseorang dapat dikatakan bahwa yang seharusnya ini dan bukan itu? Artinya apakah yang dijadikan
dasar untuk membahas (asumsi dasarnya apa?)
Ketika itu yang dipercakapkan, maka etika pelayanan kristiani menjadi berbeda dengan etika lain karena
ia membahasnya dari asumsi dasar kristinani untuk pengambilan sebuah keputusan etis. Asumsi dasar itu
harus memenuhi dua hal, sebagai mana yang disebutkan James Gustafdon dalam Eka Darmaputera, yaitu
tidak hanya sekedar mengutip ayat Alkitab, melainkan tetapi ia juga harus menjadi prinsip yang dapat
diterima secara universal, yang secara rasional dapat diterima oleh orang waras.
Ini artinya EPK bukan sekedar mau membedakan dengan etika lainnya, melainkan EPK dapat
memberikan sumbangan khas kepada semua orang dengan dimensi khususnya.
Hal kedua adalah bahwa EPK adalah etika yang kebenarannya berlaku bagi semua orang dan dapat
diterima oleh semua orang sebab ia berlaku universal dan rasional, yang harus juga memakai penalaran
objektif fan rasional dan bukan subjektif dan relatif semata sehingga tercipta dialog dengan etika khusus
lainnya.
SUBJEK DAN OBJEK ETIKA PELAYANAN KRISTIANI
Sebagai ilmu, EPK tentulah memiliki subjek dan objek pembahasan, pertanyaannya adalah subjek dan
objek EPK itu apa?

4
EPK itu adalah bagian dari etika kristen, titik tolak etika kristen adalah teologi kristen, itu artinya titik
tolak etika pelayanan kristiani pun adalah teologi kristen. Kalau bicara tentang teologi, itu berarti ada 2
kutub yang dipercakapkan oleh teologi, yaitu Allah dan Manusia, mengapa?
Ini terjadi sebab teologi (dari kata theos=Allah dan logos= logika tentang Allah) itu mempercakapkan
tentang Allah. Di dalam percakapan tentang Allah itu, dari dimensi kristen itu berbicara tentang
percakapan manusia tentang Allah. Percakapan manusia tentang Allah itu adalah sebuah percakapan yang
baru terjadi karena Allah terlebih dahulu berbicara kepada manusia (penyataan Allah).
Penyataan Allah itu kemudian oleh manusia dilakukan upaya untuk memahami, mengkomunikasikannya
dan menjelaskannya. Upaya inilah yang disebut teologi, atau percakapan tentang Allah. Upaya manusia
memahami Allah (teologi) itu menghasilkan 2 hal, yaitu Bagaimana Allah dari sudut pandang manusia
dan kedua bagaimana manusia dari sudut pandang Allah. Kita akan coba membahasnya bersama-sama.
SIAPAKAH ALLAH ITU?
Allah itu Absconditus: tak terjangkau dan melampaui segala sesuatu, yang kita sebut sebagai Roh.
Membuat kediamanNya di tempat yang tak terjangkau, tetapi bukan makhluk gaib , melainkan sebagai
Roh yang berpribadi. Allah itu tidak bisa dikuasai atau dikendalikan karena IA ialah Roh. IA
mengendalikan kehidupan manusia Tersembunyi bagi manusia, tapi juga yang menyatakan diriNya
kepada manusia bahkan menjadi manusia. Karena itulah Allah adalah Roh yang berpribadi.
Sebagai Roh yang tersembunyi karena menyembunyikan diriNya, pada saat yang sama, Allah juga
menjadi Allah yang mau menyatakan diriNya kepada manusia. Hal mau menyatakan diriNya ini adalah
maksud untuk menegaskan akan kesediaan dan kemampuanNya dalam berelasi yang tak terbatas. Sebagai
Roh yang berpribadi, Allah ini tidak dapat dikungkung oleh apapun dan Allah juga berbeda dengan
siapapun (manusia yang berpribadi atau roh lainnya).
Ia adalah Allah yang bebas dan berdaulat atas semua yang diciptakanNya. Karena itu Allah adalah pribadi
yang unik, sebab Ia maha kuasa tetapi pada saat yang sama membuat diriNya tidak berdaya (peristiwa
Kristus). Hal ini disebutkan oleh alkitab dalam istilah kudus, berada bersama dengan yang lain, tidak
serupa dengan yang lain.Ia tidak terhampiri, tetapi berkenan untuk dihampiri bahkan mau menghampiri
manusia. Itulah Allah, Roh yang berpribadi.
Allah itu adalah Allah Tritunggal, apa maksudnya? Memang tdk eksplisit tertulis dlm Alkitab ttg Allah
Tritunggal, tapi dlm bbrp ayat menyebut konsep ini, yaitu Matius 28:19-20, Yoh 5:19, 23-26 & 10:30.
Tertulianus: tdk bisa pahami Allah dlm 1 kata, tapi utk menyelami & memahami hekekat Allah yg hidup,
kita hrs melakukannya dlm 3 kata. Tertulianus: Una substantia tres personae: Latin- satu dalam 3 pribadi.
Maksudnya untuk menyelami & memahami hakekat Allah yang hidup, kita harus berbicara tentang Allah
yang esa ini secara serentak dengan 3 pribadi ilahi, yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus. Ketiganya berbeda
satu sama lainnya, tetapi bukan dalam substansi melainkan bentuk, bukan dalam kuasa melainkan aspek.
Jadi jika Gereja bicara Allah Tritunggal bukan berarti gereja menyembah 3 Allah tapi 1 Allah dalam 3
pribadi sebagai 1 kesatuan yang tidak terpisahkan.
Model Pendekatan Memahami Ajaran Allah Tritunggal
1. Modalistis oleh Sabelius.
2. Subordinatif oleh Arius dan Eusebius.

5
3. Dan God’s triple self repetition oleh Karl Barth.
Modalistis oleh Sabelius (kl.200 M)
Sabelius mengajarkan bahwa Allah yang esa itu hadir dalam sejarah bukan hanya dalam pribadi yang
berbeda tapi juga dalam rentan waktu yang tidak sama. Pada awal sekali Allah hadir dalam rupa sebagai
Bapa yang menciptakan langit dan bumi, setelah selesai melakukan pekerjaan penciptaan, Allah
membaharui kehadiranNya dalam rupa Anak Allah untuk melaksanakan karya penyelamatan manusia.
Dan pada kali yang terakhir, Allah datang lagi secara baru ke dalam sejarah dalam rupa Allah Roh Kuus
yang membuat keselamatan yang dikerjakanNya dalam rupa Anak Allah itu ditanamkan di dalam kita.
Pandangan ini jika dihubungkan dengan kesaksian Alkitab, ternyata bahwaAllah Sang Bapa yang adalah
pencipta itu ternyata tidak tampil sendiri dalam karya penciptaan sebab Ia bersama-sama dengan Firman
(Anak, Kej,1:3) dan juga Roh Kudus (Kej.1:2). Kebersamaan mereka ini berlangsung bukan saja saat
penciptaan tetapi juga dalam pengambilan keputusan yang mendahului pelaksanaan penciptaan (Kej.
1:26-27).
Ketiga pribadi ini tidak berkarya sendiri-sendiri.Mereka muncul dan berkarya bersama-sama dalam satu
pekerjaan tetapi dalam peran yang berbeda-beda dan karena itu penjelasan modelistis ini memang
menunjukkan keesaan Allah tetapi gagal menjelaskan kepelbagaian Allah, sehingga ini akhirnya ditolak
gereja.
Subordinatif oleh Arius dan Eusebius
Kedua disebut subordinatif karena ketiga pribadi ilahi yang disaksikan Alkitab digambarkan sebagai yang
memiliki kadar keilahian dimana Allah Bapa memiliki kadar keilahian yang lebih tinggi dari Allah Anak
dan Allah Roh Kudus.
Penjelasan ini juga ditolak oleh gereja karena dalam kenyataannya, Alkitab mengatakan bahwa Yesus
Kristus ada bersama-sama dengan Allah, Ia juga adalah Allah (Yoh. 1:1), di dalam Dia (Anak) berkenan
diam seluruh kepenuhan Allah (Kol. 1:19).
Kedua konsep tentang trinitas ini ditolak gereja karena konsep berpikir mereka mendahului kesaksian
Alkitab dan diluar kesaksian rasul-rasul (thinking before the bible and tinking outside the aoostolic
fathers).
God’s triple self repetition oleh Karl Bart
Cara berpikir ini disebut sebagai God’s triple self repetition atau cara pengulangan diri Allah rangkap
tiga. Ringkasan pemikirannya adalah sebagai berikut:
Sang Bapa (Paternitas) adalah pribadi pertama, sekaligus sumber dan dasar keallahan. Ia adalah pribadi
yang anonim, tidak memiliki nama, sebuah misteri. Di dalam kekekalan, Sang Bapa mengulang diriNya
untuk hadir secara baru. Hasil dari pengulangan diriNya ini adalah Sang Anak (filiatio), Sang Bapak tidak
habis atau berhenti ada pada waktu Sang Anak ada karena yang terjadi adalah Sang Bapa ada bersama-
sama dengan Sang Anak bukan sebagai dua Allah tetapi satu Allah dengan pribadi yang berbeda.
Selanjutnya, Sang Bapa dan Sang Anak dalam kesatuan kehendak dan karya mengulang diri secara
bersama-sama, Hasil dari pengulangan diri Sang Bapa dan Sang Anak adalah hadirnya pribadi ketiga,
yaitu Roh Kudus yang keluar dari Sang Bapa dan Sang Anak.

6
Roh Kudus menjadi pengikat yang mempersatukan Sang Bapa dan Sang Anak. Allah Bapa berdiam
secara penuh di dalam Allah Anak dan sebaliknya Allah Anak berdiam secara penuh dalam Allah Bapa
dalam satu relasi kasih yang sejati karena Roh Kudus sebagai yang keluar dari Sang Bapa kepada Sang
Anak dan sebaliknya.
Sang Bapa bukanlah Anak dan Roh Kudus karena Ia adalah sumber dan dasar keallahan. Sang Anak
bukanlah Bapa dan Roh Kudus karena Ia berasal dari Sang Bapa. Roh Kudus bukanlah Bapa dan Anak
karena Ia berasal dari Bapa dan Anak.
Allah yang satu melakukan pengulangan diri sebanyak tiga kali, sebagai hasil dari pengulangan dirinitu
Allah tampil dalam tiga pribadi tetapi bukan bukan secara berturut-turut seperti yang diajarkan
modalistis. Tiga diri Allah yang berbeda-beda itu hadir secara bersama-sama (simultan) pada setiap
karya.Dalam tiap karya keselamatan, tiap pribadi Allah itu ambil bagian dalam karya masing-masing
menurut peran dan tugasnya.
Allah Sang Bapa merencanakan penyelamatan, Allah Anak yang melaksanakannya dan Allah Roh Kudus
yang mengenakannya pada manusia. Pertanyaan bagaimana mungkin hal itu dapat terjadi? Dapatkah
seseorang mengulang dirinya beberapa kali sehingga karena pengulangan itu dia dapat hadir secara
serentak bersama-sama dengan diri pertamanya?
Jawabannya tentu saja bagi manusia itu tidak mungkin, tetapi bagi Allah itu sesuatu yang mungkin karena
hanya Allah sendirilah yang dapat melakukan itu. Ketiga pribadi Allah itu selalu bersama-sama serentak
untuk mengerjakan pekerjaan penciptaan, penyelamatan dan penebusan dengan peran dan porsi masing-
masing sehingga membuat karya itu menjadi nyata.
Di dalam karya penciptaan, misalnya, Allah Sang Bapa adalah pencipta, Sang Anak membuat karya itu
menjadi nyata dan Roh Kudus memampukan ciptaanNya menyadari keberadaan sebagai ciptaan Allah
dan karena itu menjalani kehidupannya menurut teladan yang ditunjukkan Allah kepadanya.
SIAPAKAH MANUSIA ITU
Percakapan tentang siapakah manusia itu sesungguhnya mempercakapkan 3 hal, yaitu:
a. Manusia adalah ciptaan Allah, ia baik
b. Manusia itu jatuh ke dalam dosa, ia jahat
c. Manusia itu telah ditebus dan dibenarkan Allah, karena itu ia memiliki pengharapan
1. Manusia Ciptaan Allah yang Baik
Berdasarkan penyataan Allah melalui Alkitab, kita mengetahui bahwa manusia itu adalah ciptaan Allah.
Ia itu makhluk dan bukan Allah, tapi ia memiliki apa yang disebut sebagai harkat dan martabat karena ia
diciptakan Allah dalam keadaan baik adanya. Baik itu punya 3 unsur,yaitu individual, fungsional dan
relasional.
Baik secara individual berarti pada dirinya, manusia itu baik, indah dan berharga. Baik secara fungsional
berarti ia dapat memenuhi fungsinya sesuai maksud dan tujuan sebagaimana yang ditetapkan oleh Allah
baginya. Baik secara relasional berarti semua dan setiap makhluk itu terjalin satu sama lainnya di dalam
suatu sistem relasi yang serasi dan timbal balik serta saling menunjang (lihat kisah penciptaan, Kej. 1).
Ini terjadi karena manusia itu istimewa saat diciptakan sebab ia menerima kehidupan dari nafas Allah dan
jadi imago Dei. Ini menjadi titik berangkat etika pelayanan kristiani untuk pertama-tama melihat bahwa

7
manusia itu memiliki kebaikan dan keistimewaan sebagai Imago Dei sehingga setiap keputusan dan
penilaian etis secara kristiani haruslah bersifat menghargai dan menghormati hakekat manusia yang
istimewa.
2. Manusia Itu Berdosa
Sebagai ciptaan Allah yang Imago Dei, manusia itu juga berdosa. Kisah Kej 3 memberikan catatan itu
bagi kita. Artinya, manusia itu juga ada ketidaksempurnaan dan keterbatasannya.
Keberdosaan ini membuat manusia banyak tidak melakukan apa yang seharusnya ia lakukan sesuai
maksud dan tujuan ciptaannya oleh Allah dan karena itu banyak hal dosa dan yang tidak seharusnya dia
lakukan ternyata terjadi dalam kehidupannya, baik sebagai individu dalam fungsi dan relasinya dengan
orang lain. Ini juga menjadi bagian yang diperhatikan dalam pengambilan keputusan dan penilaian secara
etis karena manusia bisa salah.
3. Manusia Sebagai Pendosa Yang Dibenarkan
Manusia itu adalah pendosa yang ditebus dan dibenarkan oleh Allah di dalam dan melalui Yesus Kristus.
Pemahaman ini menunjukkan keterbatasan dan kemungkinan-kemungkinan yang terbuka yang ada pada
manusia, mengapa? Sebab karena karya Yesus Kristus, dosa tidak lagi merupakan kenyataan terakhir.
Ini terjadi sebab karena Anugrah Allah di dalam Yesus Kristus dan melalui iman, manusia telah
dibenarkan (justificatio) yang membawa kepada pengudusan (sanctificatio). Justificatio itu berlangsung
sekali untuk selamanya (once for all), tetapi sanctifiacio itu berlangsung sebagai proses yang berjalan
terus-menerus. Karena itu dikuduskan berarti, proses menjadi kudus yang tak selesai sampai kedatangan
Kristus.
Pengudusan sebagai proses ini menunjukkan suatu pergumulan yang dinamis sebab bila sebelum Kristus
hidup manusia akan berakhir dengan dosa, yaitu kematian, maka setelah Kristus terbuka kemungkinan
lain, sebuah pengharapan, yaitu kehidupan.
Di sinilah terbuka kemungkinan bagi kita untuk mempercakapkan tentang manusia, dalam bingkai etika
pelayanan kristiani untuk menilai apakah manusia itu melakukan “yang seharus” untuk memberikan
pengharapan ataukah ia melakukan “yang tidak seharusnya” untuk kematian dalam dosa. Artinya, kalau
kita mau memahami manusia melalui 3 aspek ini, maka terdapat beberapa implikasi etisnya, yaitu:
1. Kebaikan manusia bahkan seluruh alam ciptaan harus menjadi asumsi dasar positif setiap
pertimbangan dan penilaian etis kita. Asumsi dasar positif itu harus mengandung pengertian
pokok yang dibangun dari iman kristiani yang menjadi penuntun dalam membuat pertimbangan
dan penilaian yang bersifat afirmatif dan imperatif.
Afirmatif artinya, ia menegaskan apa yang menjadi kenyataan asasi di balik semua kenyataan (the
really real). Imperatif artinya, ia kita terima sebagai sesuatu yang harus dan wajib yang menuntun
kita.
Dengan asumsi dasar positif seperti maka ketika pertimbangan dan penilaian akan diambil, maka
semua yang bertentangan dengan asumsi dasar ini harus ditolak dan ditentang, karena ia menjadi
kriteria melihat benar-salah, baik-jahat
2. Keberdosaan manusia dan rusaknya semua alam ciptaan akan menjadi asumsi dasar negatif dalam
setiap pertimbangan dan penilaian etis kita. Hal ini yang membuat acap kali apa yang seharusnya

8
tidak dapat dilaksanakan. Pertimbangan akan asumsi dasar negatif ini membuat etika itu menjadi
sesuatu yang realistis dan bukan semata ideal saja, yang pada akhirnya akan menuntun kita pada
perjuangan untuk mewujudkan yang seharusnya itu
3. Mengatakan bahwa manusia itu berdosa tapi dibenarkan akan membuat pergumulan etika itu
berada dan bergerak di antara kemungkinan dan keterbatasan untuk mengingatkan kita bahwa kita
masih hidup di dunia dan dituntut untuk berjuang membaharui diri kita untuk semakin menjadi
yang seharusnya sesuai dengan yang sebenarnya (baik adanya)
Hal ke-3 ini juga ingin mengingatkan kita bahwa hidup itu berada di antara pilihan2 yang harus
segera diputuskan, dimana kita dituntut untuk mengambil keputusan etis yang tepat
Cerita Pendek, Judul: Heinz Mencuri Obat
ada seorang wanita sedang menanti ajal karena kanker berat. Ada 1 obat yg menurut dokter bisa
menyelematkannya. Itu adalah suatu radium yg baru ditemukan oleh seorang ahli obat di kota itu, biaya
pembuatan obat itu sangat mahal, krn itu bagi yang mau membelinya ia meminta harga 10x lipat. Heinz
suami wanita itu pergi untuk mendapatkan obat itu. Namun ketika sampai di tempat obat, uangnya tidak
cukup untuk membeli obat itu. Si penjual tak mau dicicil atau beli setengah padahal sudah diminta dengan
alasan istrinya sakit mau mati dna butuh obat itu. Karena tidak dapat obatnya Heinz lalu nekat mencuri
demi istrinya. Pertanyaannya bolekah si Heinz mencuri?
DEONTOLOGIS, TELEOLOGIS DAN KONTEKSTUAL
Cara Berpikir Deontologis, Teleologis dan Kontekstual atau bertanggung Jawab
Deontologis
Sebuah cara berpikir etika yang bercirikan legalistic. Apa yang tertulis dalam aturan/hukum akan
menjadi acuan dalam mengevaluasi dan mengambil keputusan etis. Hukum/Aturan menjadi mutlak
dalam kondisi apapun dan salah-benar berperilaku dilihat berdasarkan Hukum/Aturan.
Pertanyaan Deontologis adalah apakah sebuah perilaku/perbuatan/tindakan itu sesuai aturan/hukum
ataukah tidak. Cara berpikir seperti ini menghasilkan sikap tegas dalam pengambilan keputusan maupun
dalam mengevaluasi. Namun juga terlihat kaku dan akan mengalami kesulitan dalam menghadapi
persoalan yang kompleks dalam pengambilan keputusan.
Imanuel Kant – 2 hal tentang 2 cara berpikir ini,
1. Apa yang anda lakukan itu dapat berlaku sebagai hukum yang universal. Artinya, apa yang
dilakukan itu akan dikatakan BENAR apabila dimanapun dan kapanpun, apa yang dilakukan itu
adalah hal yang seharusnya dilakukan oleh siapapun, dimana dan kapanpun.
2. Apa yang BENAR adalah apabila anda memperlakukan manusia, baik itu orang lain atau diri
sendiri di dalam setiap hal sehingga tujuan bukan sekedar alat. Artinya, suatu tindakan sudah
pasti dikatakan SALAH apabila tindakan itu memperlakukan manusia bukan sebagai subjek
melainkan menjadikannya sebagai objek.

Teleologis

9
Sebuah cara berpikir dalam etika yang sangat menekankan pada tujuan dan akibat dalam mengevaluasi
dan mengambil keputusan etis. Cara berpikir seperti ini menghasilkan sangat menghindari pemikiran
yang kaku-legalistis dalam deontologis. Namun bahaya yang tidak bisa terhindarkan adalah
“menghalalkan” semua cara dalam mencapai tujuan dan hasil.
Pertanyaan Teleologis adalah apakah suatu perilaku, perbuatan atau tindakan itu memiliki tujuan yang
baik dengan akibat atau hasil yang baik? Yang ada pada Teleologis adalah bukan hal benar atau salah,
melainkan baik ataukah jahat. Salah tapi jika tujuan dan hasilnya baik - BAIK, sedang JAHAT apabila
tujuan dan hasilnya adalah jahat.
John Stuart Mill: The Greatest Good For The Greatest Number. Artinya, sebuah tindakan, perilaku atau
perbuatan dikatakan baik apabila ia bertujuan dan berakibat membawa KEBAIKAN yang paling besar
bagi sebanyak mungkin orang.
Dengan kata lain baik Deontologis maupun Teleologis tidak memperhatikan atau memperhitungkan
situasi atau kondisi.
Kontekstual/Bertanggung jawab
Ini adalah cara berpikir yang diperkenalkan oleh Richard H. Niebuhr – The Responsible Seft. Pertanyaan
Kontekstual adalah bukan apa yang secara universal benar atau apa yang secara universal baik, tetapi
apa yang secara kontekstual paling bertanggung jawab. Etika ini lebih fleksibel dibandingkan dengan
deontologis dan teleologis.
Etika ini dengan mudah dapat terjebak menjadi etika situasi, etika tanpa prinsip karena situasi menjadi
pertimbangan satu-satunya. Etika ini menjadi etika tanggung jawab/kontekstual karena menuntut orang
ybs harus mengambil keputusan sendiri, yaitu apa yang paling bertanggung jawab dalam kondisi khusus
yang dihadapi. Akibatnya dia harus menjadi operasional untuk mendukung orang mengambil keputusan
dalam situasi dan konteks tertentu.
Keadaan ini menjadikan etika ini menjadi RELATIF – SUBJEKTIF. Manakah yang lebih tepat untuk
digunakan dalam pengambilan keputusan dari ketiga cara pikir etika ini?
Dalam pengambilan keputusan etis, ketiga cara pikir ini dapat digunakan bersama-sama karena
ketiganya memiliki keunikan yang diperlukan dalam mengevaluasi dan mengambil keputusan. Akan
tetapi dalam penggunaannya kita mengikuti apa yang Marthin Luther katakana “Simul Iutus et Peccator”
Kita ini orang yang dibenarkan tetapi sekaligus orang berdosa.
Belajar Analisa Kasus
Judul: Heinz Mencuri Obat
Ada seorang wanita sedang menanti ajal karena kanker berat. Ada 1 obat yg menurut dokter bisa
menyelematkannya. Itu adalah suatu radium yg baru ditemukan oleh seorang ahli obat di kota itu, biaya
pembuatan obat itu sangat mahal, krn itu bagi yang mau membelinya ia meminta harga 10x lipat
Heinz suami wanita itu pergi untuk mendapatkan obat itu. Namun ketika sampai di tempat obat,
uangnya tidak cukup untuk membeli obat itu. Si penjual tak mau dicicil atau beli setengah padahal sudah
diminta dengan alasan istrinya sakit mau mati dna butuh obat itu

10
Karena tidak dapat obatnya Heinz lalu nekat mencuri demi istrinya. Pertanyaannya bolekah si Heinz
mencuri? Gunakan 3 cara berpikir etika untuk menganalisa kasus ini untuk menentukan bagian manakah
yang disebut deontologis, teleologis dan kontekstual. Mengapa demikian.
Tugas Pribadi: Analisa Kasus
Judul: Andre Telat Pulang
Andre minta isin kepada ayah dan ibunya untuk pergi ke acara HUT temannya. Bersama orangtuanya, ia
bersepakat dan berjanji untuk kembali sebelum jam 24.00. Ia lalu pergi ke acara HUT temannya
Ketika hampir pukul 24.00, Andre pamitan untuk pulang awal tapi ia ditertawai teman-temannya dan
karena takut kehilangan muka ia batal pulang sebelum pukul 24..00. Ia baru pulang ke rumah pada pukul
02.00 karena sebelum pulang ia harus mengantarkan 2 teman perempuannya ke rumah mereka sebab ia
yang membawa mobil, hal ini dia sampaikan kepada orang tuanya sebagai alasan terlambat pulang
pukul 24.00
Mendengar alasannya, ayah Andre menerimanya dan tetap melihat Andre bersalah dan karena itu harus
terima hukuman. Ibu Andre tidak sepakat dengan suaminya dan melihat Andre melakukan sesuatu yang
baik dan tidak perlu dihukum apalagi disebut bersalah
Melihat cerita ini menurut anda, manakah yang dianggap bersalah? Dan mengapa disebut bersalah.
Jelaskan pendapat anda
Ini adalah tugas pribadi. Silahkan beri pendapat anda. Dikumpulkan dalam pertemuan berikutnya
Modul 4 dan 5: Aspek- Aspek Etika Pelayanan Kristiani Dalam Injil Sinoptis dan Yohanes
Sumber nilai utama EPK adalah Alkitab. Alkitab adalah sumber pengenalan umat kristiani tentang Allah
dalam karyaNya bagi kehidupan manusia dan ciptaanNya yang lainnya.
Alkitab itu sendiri terdiri atas 2 bagian besar, yaitu Perjanjian Lama (PL) dan Perjanjian Baru (PB),
dimana bagian PL terdiri atas 39 kitab dan PB dengan 27 kita, sehingga jumlah keseluruhan adalah 66
kita. Ke-39 kitab PL itu terdiri atas 4 bagian, yaitu Torah, Sejarah, Sastra dan Nabi-Nabi, sedangkan PB
juga punya 4 bagian, yaitu injil, sejarah, surat-surat dan Wahyu Yohanes.
Torah atau pengajaran itu terdiri dari kitab Kejadian – Ulangan. Yang termasuk sebagai kitab-kitab
Sejarah adalah Yosua - Ester. Bagian dari kitab-kitab Sastra adalah kitab Ayub – kitab Kidung Agung dan
Nabi-Nabi terdiri atas kitab Yesaya – Meleakhi. Sedangkan bagian dari injil adalah kitab Matius –
Yohanes. Kitab sejarah adalah kisah para rasul, dan surat-surat adalah kitab Roma – III Yohanes
sedangkan kitab Wahyu adalah kitab Wahyu Yohanes.
Dalam hubungannya dengan EPK, maka kita akan menggali aspek-aspek EPK dari Injil (PB) saja.
Pemilihan Injil untuk dipercakapkan dalam EPK, terjadi karena Injil adalah kitab-kitab yang secara
khusus menceritakan tentang Yesus Kristus, yang karena ajaran yang diberitakanNya, maka nama
kristen/kristiani itu ada.
Selain itu, Injil dipilihan sebagai percakapan dalam EPK karena kita ingin melihat sejauh mana Yesus
selama hidupNya mengajarkan tentang pelayanan yang kristiani (yang sesuai ajaran Tuhan itu kepada
para pengikutNya.

11
Istilah Injil dan Injil Synoptis
Kata Injil adalah terjemahan dari bahasa Arab, dari kata Yunani euanggelion (kabar baik). Kata ini pada
zaman dahulu diberikan untuk peristiwa kelahiran anak laki-laki karena dianggap itu sebuah peristiwa
yang menggembirakan, dimana peristiwa itu diberitakan ke mana-mana sebagai kabar baik. Kata ini
kemudian dipakai untuk 4 kitab pertama dalam PL karena isi dari kitab-kitab itu adalah sebuah berita baik
bagi semua orang.
Berita baik itu adalah Allah telah datang melawat umatNya melalui peristiwa Yesus, yang datang untuk
mengajarkan kebenaran Allah sebagai norma yang patut diikuti, tetapi juga menolong, menebus,
membenarkan manusia dari dosa sehingga manusia punya pengharapan baru untuk diselamatkan dan
kembali sebagai gambar Allah yang baik.
Dari keempat kitab inilah, maka kita dapat belajar untuk mengenal, melihat dan memahami karya Allah
lewat Yesus Kristus dalam kehidupan manusia. Dan berdasarkan pola dari isi pemberitaan kitan injil,
maka ada 3 kitab injil yang dikelompok menjadi satu, karena pula pola dan urutan cerita yang serupa.
Sebab mereka menggambarkan tentang kelahiran, karya pengajaran, Penebusan, Kematian, dan
Kebangkitan Yesus yang serupa/sejajar.
3 kitab itu adalah Matius, Markus dan Lukas, yang disebut sebagai injil synoptis (artinya melihat
bersama).
Istilah Synoptis ini pertama kali digunakan oleh Griesbach tahun 1776, ketika ia mencetak 3 kitab ini
dalam kolom vertikal yang sejajar sehingga pembaca dapat lihat persamaan dan perbedaan dari cerita
yang ada. Dari ketiga injil synoptis ini, maka injil yang tertua adalah injil Markus, diikuti Matius dan
terakhir Lukas.
Untuk memahami aspek-aspek EPK Injil Synoptis dan Yohanes, maka kita akan membahasnya mulai dari
Markus, Matius, Lukas baru Yohanes. Kita akan melakukan eksposisi, yaitu sebuah kegiatan untuk
melihat makna penggambaran berita dari kitab-kitab injil untuk melihat apa yang menjadi penekanan nilai
pelayanan EPK dari kitab-kitab itu.
Injil Synoptis: Markus
Injil ini adalah injil paling tua. Dalam injil yang ia tulis, Markus ini menciptakan sebuah dasar yang kuat
bagi pemberitaan gereja, karena itu ia menyusun berita mengenai mujizat, perumpamaan, berita
penderitaan Yesus, bukan hanya sekedar memberi informasi mengenai sejarah Yesus, tapi juga ingin
mengatakan bahwa perkataan dan perbuatan Yesus adalah pangkal tolak kehidupan jemaat Kristen.
Markus dalam injil ini mau menunjukkan bahwa penderitaan dan salib Yesus itu penting artinya karena
itu menjadi inti sari dari panggilan kehidupan seorang murid.
Panggilan seorang murid adalah untuk memberitakan injil kerajaan Allah dan siap menderita bersama
Yesus, sebab siapa yang menjadi murid Yesus dan menderita bersama-sama Yesus, akan mengambil
bagian dalam kebangkitan dan kemuliaan pada saat Kristus datang kembali (8:31, 38; 9:41. Selanjutnya,
ciri khas pelayanan seorang murid juga didefinisikan oleh Markus, yakni ia harus menjadi yang terakhir
dari semua pelayanan (9:35). Pernyataan ini bermakna bahwa apa yang dikerjakan seorang murid dalam
pelayanannya bukan untuk dirinya melainkan untuk sesama demi kerajaan Allah.

12
Artinya bentuk pelayanan itu bukan berpusat pada diri sendiri, melainkan pada yang dilayani. Pelayanan
semacam itu adalah pelayanan bukan berdasarkan kedudukan, melainkan kebutuhan (10:35-40), dimana
bukan dilayani melainkan melayani. Pelayanan seperti itu bukan mendahulukan tuntutan sosial saat itu
tentang kedudukan (sekarang baca: administrasi), melainkan karena ia orang yang wajib ditolong dan
karena kebutuhannya.
Artinya pelayanan yang wajib untuk seorang murid Tuhan (dalam kerangka nilai kristiani) adalah
mengutamakan manusia karena kebutuhannya untuk mendapatkan pelayanan sebagai prioritas.
Selanjutnya dalam injil ini, aspek perbuatan menjadi sangat eksplisit disebutkan. Ada begitu banyak
perbuatan yang Yesus buat dalam pelayanannya. Ia datang untuk menolong orang yang membutuhkan,
tapi Ia juga tidak menginginkan/melarang kepada orang yang menerima perbuatanNya itu untuk
dipublikasikan kepada publik. Sikap ini menonjol dalam injil Markus untuk setiap perbuatan kasih yang
dilakukan Yesus bagi orang lain.
Penggambaran injil Markus untuk sikap Yesus dalam pelayananNya hendak menggambarkan sebuah nilai
pelayanan yang hakiki, manakala kita melakukan sesuatu untuk orang lain, maka itu harus dimulai dari
motivasi yang benar, yaitu supaya orang itu menikmati kasih Allah lewat pelayanan atau perbuatan baik
kita, dan bukan supaya kita mendapatkan pamrihnya. Inilah salah satu nilai etis pelayanan kristiani yang
hendak digambarkan Markus kepada kita, yaitu bentuk pelayanan yang digerakkan oleh motivasi
mengasihi sesama tanpa mengharapkan balas jasa dari yang menerima pelayanan itu.
Karena itu, aspek etis dari injil Markus untuk EPK. yang bisa kita catat adalah:
1. Nilai etis pelayanan kristiani dari Markus adalah siap memberi diri bagi sesama, sekalipun untuk
itu ada sesuatu yang harus dikorbankan (bisa waktu, tenaga, keahlian, kesenangan) sama seperti
Yesus yang karena pelayananNya, Ia menderita dan sengsara bahkan sampai di salib dan mati
2. Bentuk pelayanan kristiani dari Markus adalah yang bukan berpusat pada diri, melainkan pada
sesama (pasien), dengan motivasi kasih dan tanpa pamrih
3. Bentuk pelayanan itu bukan berdasarkan kedudukan tapi kebutuhan dan yang diutamakan
manusianya dan bukan yang lainnya

Injil Synoptis: Matius


Injil Matius adalah injil yang menggunakan bahan dari Markus dan bahan lainnya untuk menggambarkan
tentang Yesus sesuai dengan tujuannya bahwa Yesus adalah penggenap nubuatan para nabi PL. Yesus itu
bukan seorang yang berperan sebagai penafsir kebenaran, tetapi Ia juga memanggil dan mewajibkan
orang untuk melaksanakan kebenaran Allah. Karena itu, ciri khas murid adalah melaksanakan kehendak
Allah dan mengambil bagian dalam misi Yesus (28:19-20).
Hal melaksanakan kehendak Allah itu ditekankan dalam bentuk kasih, dan kasih yang dimaksudkan itu
adalah kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama. Kasih kepada Allah itu berwujud dalam kasih
kepada sesama, artinya kasih itu bukan hal retorika belaka, melainkan perbuatan yang dilakukan dalam
wujud yang nyata.
Dan wujud nyata itu adalah bersolider, berempati, berbela rasa dengan sesama ( Matius 25), bahkan hal
berempati itu adalah wujud dari pelayanan kita kepada Tuhan sendiri, karena itu patokan melaksanakan
kehendak Allah bukanlah pada melaksanakan aturan agama, melainkan sikap dan kasih pada sesama.

13
Dalam melaksanakan kehendak Allah, murid itu harus berperan dalam 2 bentuk, yaitu sebagai seorang
guru, maksudnya seseorang yang mampu untuk menjelaskan dan mengajarkan kehendak Allah itu kepada
orang lain, untuk itu ia harus menjadi murid yang belajar untuk mempersiapkan dirinya, pengetahuannya
dan ketrampilannya untuk melaksanakan tanggung jawab sebagai guru.
Kedua ia juga harus dapat menjadi orang/pelayan yang selalu hadir, berada bersama dengan mereka yang
ia layani. Tidak meninggalkan mereka sendiri, tetapi selalu ada dan menemani mereka (bagian dari
makna Imanuel).
Artinya, kehadiran seorang pelayanan itu bukan hanya sekedar penuhi daftar hadir, atau melaksanakan
tugas untuk kepentingan formalitas belaka, melainkan yang lahir karena rasa mencintai, memiliki dan
menghidupinya sebagai panggilan karena kasihnya kepada Allah dan kepada manusia. Inilah spirit yang
mesti ada dalam diri seorang murid/pelayan.
Pelayanan itu bukanlah pelayanan yang statis melainkan dinamis, maksudnya mengenal kebutuhan yang
dilayani dan berusaha menyesuaikannya dengan konteks dimana pelayanan itu akan dilaksanakan
(perumpamaan2).
Karena itu, aspek etis dari injil Matius untuk EPK. yang bisa kita catat adalah
1. Nilai etis pelayanan kristiani dari Matius adalah melaksanakan kehendak Allah, artinya segala
kehendak Allah yang diajarkan dan disampaikan atau dipelajari wajib hukumnya untuk
dilaksanakan sebab melaksanakannya berarti menjadi muridNya.
2. Hal melaksanakan kehendak Allah itu adalah wujud kasih kepada Allah, dimana bentuk kasih
kepada Allah itu adalah tindakan kasih kita kepada sesama
3. Tindakan kasih kepada Allah dalam bentuk kasih kepada sesama itu wujudnya adalah sikap dan
kasih kita kepada sesama (bersolidaritas, berempati dan berbela rasa dengan sesama)
Injil Synoptis: Lukas
Injil ke-3 Synoptis, Lukas juga menggunakan bahan dari Markus, namun bahan itu dikemasnya untuk
memenuhi kebutuhan penulisan injil Lukas.
Penggambaran Lukas tentang Yesus dalam injil Lukas adalah sebuah penggambaran akan kasih Yesus
yang menyelamatkan orang-orang berdosa, miskin dan yang tersisihkan. Sebagai seorang yang mengerti
dan bahkan (kemungkinan) praktisi kesehatan, Lukas coba menjelaskan perbuatan Yesus dalam
tindakanNya menolong secara secara terperinci.
Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa tindakan mujizat itu benar adanya dan dia tidak
sesuatu yang semata-mata bersifat supranatural tetapi yang bekerja karena iman dengan media yang ada
dalam kehidupan manusia.
Allah yang peduli dengan orang miskin, orang berdosa dan tersisihkan ini adalah Allah yang juga tidak
membeda-bedakan tetapi memberikan ruang yang sama bagi laki-laki dan perempuan, orang “besar” atau
orang “kecil” untuk berperan dalam pelayanan atau mendapatkan pelayanan dari Allah. Setiap orang
diberikan kesempatan dalam anugrah Allah untuk mendapatkan pengampunan dan mengampuni sesama,
sekali lagi tanpa pembedaan.

14
Kisah tentang orang Samaria yang murah hati adalah sebuah kisah yang menggambarkan bentuk
pelayanan yang tidak memandang status, suku dan agama, tetapi menolong karena kemanusiaan, yang
dibungkus dengan pemahaman akan iman yang mendalam.
Injil ini juga menggambarkan agar setiap orang yang menghendaki sesuatu terjadi atau dapat diraih, maka
ia harus berfokus pada hal itu, tidak boleh dikacaukan oleh hal-hal lain yang ingin membelokkan apa
yang diinginkan dan juga ketika beraksi untuk memenuhinya, ia memakai metode dan cara kerja yang
tidak boleh bertentangan dengan yang dikehendaki Allah (bdk. 7:51-56).
Orientasi pelayanan adalah yang berfokus pada orang kecil dan yang tersisihkan sehingga injil ini dikenal
sebagai injil bagi kaum yang termaginalkan dalam status masyarakat keyahudian waktu itu. Selain itu,
penekanan pada karya Roh Kudus yang bekerja untuk menginsafkan dan mendorong orang untuk bertobat
dan melakukan kehendak Allah begitu kuat terasa dalam injil ini. Ini semua disebutkan dalam rangka
mengingatkan bahwa karya-karya kemanusiaan itu tidak boleh dilepas atau melepaskan diri dari kuasa
Allah.
Karena itu, aspek etis dari injil Lukas untuk EPK. yang bisa kita catat adalah
1. Nilai etis pelayanan kristiani dari Lukas adalah Pelaksanaan kegiatan pelayanan yang dilakukan
tidaklah sekedar sebuah bentuk pelayanan biasa, melainkan itu merupakan pelayanan yang
didasari oleh iman pada Kristus
2. Pelayanan tanpa membedakan dan diskriminasi menjadi pokok yang banyak disebutkan oleh
Lukas dalam penggambaran pelayanan Yesus, dimana diskriminasi itu ditiadakan
3. Berfokus untuk melaksanakan apa yang dikerjakan itu juga menjadi catatan penting Lukas,
artinya pada saat sebuah pelayanan hendak dilakukan, maka itu mesti dilaksanakan dengan baik
dengan metode yang baik
4. Injil Keempat, Injil Yohanes
Injil ini ditulis dengan maksud untuk mengatakan bahwa Allah memiliki rencana penyelamatan bagi
dunia dan manusia, yang terjadi semata-mata karena KASIH Allah bagi dunia ini (3:16). Rencana
penyelamatan itu terjadi melalui Anak Allah, yang menjadi pemerita rencana Allah dan Juruslamat satu-
satunya. Anak Allah yang disebut Kristus (Yesus) ini adalah jalan yang membawa manusia kepada Allah
(14:6). Karena itu dalam injil keempat ini, terdapat sebuah penyebutan yang menjadi ciri khas, yaitu ‘Aku
adalah..(ego eimi)’, Misalnya, Roti Hidup, Pintu, Jalan Kebenaran, Gembala, Terang dunia, Pokok
Anggur, dst.
Selain itu, Injil ini juga menggambarkan tentang adanya kesatuan antara Allah Bapa dan Allah Anak,
misalnya perkataan dalam 10:30, Anak dan Bapa adalah satu. Implikasinya adalah barang siapa percaya
pada Anak, sebenarnya percaya kepada Bapa. Barang siapa lihat Anak, sebenarnya ia melihat Bapa.
Kesatuan yang tak bisa dipisahkan.
Ciri lainnya adalah penggambaran pada kemuliaan Yesus yang sangat menonjol, ini bukan maksud
Yohanes menolak kemanusiaan Yesus, melainkan dalam rangka melawan paham gnosis, yang menolak
kehadiran Allah dalam kemanusiaan Yesus. Yesus itu hadir dalam dunia sebagai Logos, Firman yang
hidup, tetapi juga yang menjadi daging dan diam di antara manusia. Kemuliaan Kristus itu adalah
kemuliaan yang dihubungkan dengan salib dan kematianNya, yaitu sebuah bentuk teologi penderitaan,
dimana penderitaan adalah cara Allah untuk dimuliakan.

15
Kemuliaan itu dimulai dari perendahan diri, melalui pembasuhan kaki, menderita dan mati ganti manusia
untuk membawa manusia pada sebuah persekutuan dengan Allah yang menyelamatkan. Persekutuan
menjadi tanda yang mengikat manusia dengan Allah, sehingga bagi setiap orang percaya Yohanes selalu
menekankan pada aspek persekutuan. Persekutuan itu memiliki unsur “tinggal di dalam”, “ketaatan” dan
“kesetiaan” untuk melakukan apa yang diajarkan dan diperintahkan Allah kepadaNya, sehingga barang
siapa yang percaya, mau tinggal di dalam dan melaksanakan perintah Allah, ia beroleh keselamatan.
Persekutuan itu adalah persekutuan karena kasih dan karena itu, dalam persekutuan tersebut kerelaan
untuk mencari menjadi penekanan utama Yohanes, sebagaimana gambarannya tentang gembala yang
mencari domba yang hilang.
Implikasi etisnya adalah:
1. Menjadi murid berarti mengasihi dan siap menanggalkan kebanggaan diri untuk setia, taat,
tinggal dalam dan melaksanakan apa yang diberitakan kepadanya
2. Konsep pelayanan yang Yohanes gambarkan adalah kerelaan untuk mencari, mendatangi dan
melayani sebagai bentuk percayanya kepada Allah
Dengan Demikian dapatlah disimpulkan bahwa aspek-aspek etika pelayanan kristiani yang didapatkan
dari injil sinoptis dan Yohanes adalah:
1. Memberi diri untuk melayani dengan cara bukan berpusat pada diri, melainkan pada sesama
(pasien), dengan motivasi kasih dan tanpa pamrih serta bukan berdasarkan kedudukan tapi
kebutuhan dan yang diutamakan manusianya dan bukan yang lainnya
2. Bersolidaritas, berempati dan berbela rasa dengan sesama
3. Tanpa diskriminasi, dan dengan metode yang tepat
4. Keralaan untuk mencari, memberi diri dengan kesetiaan, ketaatan, percaya dan melaksanakan apa
yang dikehendaki Tuhan dengan tepat dalam melayani
Modul ke-5 : Asumsi-Asumsi Dasar Positif dan Negatif dalam Etika Pelayanan Kristiani
Asumsi - Asumsi Dasar Dalam Etika Pelayanan Kristiani
Asumsi dasar adalah salah satu pokok penting yang perlu diperhatikan dalam etika pelayanan kristiani,
karena ia berhubungan dengan pengambilan sebuah keputusan etis terhadap sebuah persoalan etis.
Asumsi Dasar diartikan sebagai sebuah hal (dapat berupa pertimbangan) yang mendasari sebuah pilihan
keputusan yang akan dibuat secara etis. Asumsi dasar itu ada 2, yaitu asumsi dasar positif dan asumsi
dasar negatif.
Asumsi Dasar Positif
Asumsi dasar positif adalah sebuah bentuk pertimbangan yang didasarkan pada penilaian bahwa manusia
itu adalah gambar Allah, dimana di dalam diri manusia sebagai ciptaan Allah berdiam juga Roh Allah.
Untuk itu, ada 2 kriteria yang perlu diperhatikan ketika sebuah pertimbangan etis itu akan dibuat dengan
didasari pada asumsi dasar positif, sehingga ia tidak bersifat subjektif belaka, kriteria-kriteria itu adalah:
1. Dapat dipertanggung jawabkan secara teologis aklitabiah
2. Dapat dipertanggungjawabkan menurut penalaran umum

16
Dapat dipertanggung jawabkan secara teologis aklitabiah maksudnya adalah asumsi dasar itu merupakan
sebuah kristalisasi dari asumsi-asumsi teologis kristiani yang paling pokok, dan yang digali dari kesaksian
Alkitab secara menyeluruh. Artinya, ia tidak mewakili secara fragmentaris beberapa ayat yang diambil
secara acak dari ayat Alkitab, melainkan harus konsisten dengan berita Alkitab secara menyeluruh dengan
inti kesaksian Alkitab sebagai satu kesatuan.
Dapat dipertanggungjawabkan menurut penalaran umum, maksudnya paling sedikit secara hipotesis,
asumsi dasar positif itu dapat dipahami dan diterima secara universal. Ia tidak boleh merupakan konsep-
konsep yang parokhial (yang lingkupnya hanya untuk kelompok kecil saja), tetapi ia harus lahir dari
rahim iman kristiani, yang kebenarannya tidak hanya terbatas bagi orang-orang kristen saja.
Untuk menentukan asumsi dasar positif, ada 4 hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Eksistensi/keberadaan semua ciptaan itu baik
2. Kehidupan individu (perorangan) harus dihormati
3. Seluruh umat manusia itu satu
4. Semua orang sederajat
1. Eksistensi Semua Ciptaan itu Baik
Ini mau menggambarkan bahwa Allah sebagai pencipta itu adalah Allah yang baik, ketika Ia menciptakan
Ia menciptakan segala sesuatu dengan baik adanya dan tujuan dari segala ciptaan itu adalah untuk
kebaikan ciptaanNya sendiri. Namun, sesuatu yang jahat itu akhirnya menjadi bagian dari kehidupan
manusia, ketika manusia itu berdosa (secara teologis).
Selain itu, walaupun dunia ini diciptakan Allah dalam keadaan baik, tapi karena konstruksi pemahaman
dari filsafat Gnostik, yang tentang konsep baik dan jahat, maka itu juga mengaburkan eksistensi ciptaan
Allah yang baik itu. Terhadap hal ini, maka ketika akan diambilnya sebuah pilihan pertimbangan atau
keputusan etis, maka point tentang eksistensi semua ciptaan baik itu harus diperhatikan, karena tujuan
dari semua yang baik yang Allah ciptakan itu adalah untuk kebaikan ciptaan itu sendiri.
2. Hidup Setiap Manusia Harus Dihormati
Ini ada hubungannya dengan nilai hakiki setiap orang dalam huhungannya dengan Allah, yang
menciptakan dan menganurahkan kehidupan. Maksudnya adalah bahwa seluruh tindakan kita hanya dapat
dipertanggung jawabkan secara etis apabila ia bertitik tolak dari penghargaan yang sungguh dan tulus
terhadap kehidupan individu.
Bahwa setiap individu itu tidak menjadi kurang nilainya, hanya oleh karena yang bersangkutan itu
penjahat besar atau karena ia adalah musuh kita, atau karena ia berbeda dari kita, melainkan ia harus
dihormati dan dihargai oleh karena Allah sendiri menghargai dan mengasihinya.
3. Seluruh Umat Manusia itu Satu
Pernyataan ini mau mengatakan bahwa tidak mungkin lagi kita memperlakukan seseorang sebagai yang
asing, karena kehidupan setiap umat adalah kesatuan. Makna keduanya adalah menolak dengan tegas
segala hal yang merusak, mengancam dan membahayakan kesatuan manusia sebagai 1 umat.
4. Semua Orang Itu Sederajat

17
Maksudnya adalah bahwa tidak adanya lagi pengkotakan dan pembedaan antara setiap individu karena
hubungannya dengan Allah. Pernyataan ini memang tidak memungkiri bahwa kita bisa saja berbeda
secara fisik, warna kulit, intelektual dsb, tetapi itu bukanlah suatu alasan untuk kita memperlakukan orang
sesuai keinginan kita.
Asumsi - Asumsi Dasar Negatif
Asumsi dasar negatif adalah sebuah bentuk pertimbangan yang didasarkan pada penilaian bahwa manusia
itu selain gambar Allah, dia juga adalah manusia yang terbatas dan fana (penuh juga dengan keberdosan).
Ada 2 aspek yang kita harus diperhatikan berdasarkan as asumsi dasar negatif, yaitu Kefanaan Manusia
dan Keberdosaan Manusia:
1. Kefanaan Manusia
Mahluk itu senantiasa memiliki keterbatasan, salah satunya adalah kefanaan. Kefanaan Manusia ini
tidaklah jahat, bahkan Allah sendiri menghargai kefanaan manusia, ini terjadi ketika Allah yang tak
terbatas itu menyatakan kehendakNya kepada manusia yang terbatas untuk dimengerti dan dipahami.
Pernyataan ini punya implikasi bahwa sebenarnya manusia itu tidak pernah dapat menangkap dan
memahami sepenuhnya dan selengkapnya kehendak Allah dan karena itu manusia juga tidak pernah bisa
mengklaim bahwa ia bersifat mutlak. Arti ini secara etis mau mengatakan bahwa tidak ada satupun
manusia yang dapat mengambil keputusan etis dengan sifat yang mutlak benar.
Tetapi yang harus dilakukan adalah berupaya mengambil keputusan yang sebenarnya dan sebaiknya
setiap kali, sekalipun tidak pernah bersifat mutlak. Karena itu, manusia harus terbuka untuk dikoreksi
yang terus-menerus.
2. Kedosaan Manusia
Ini sebuah kenyataan untuk kita menyadari bahwa dosa menyebabkan manusia memiliki potensi untuk
melakukan sebuah kesalahan yang bertentangan dengan kehendak Allah.
Implikasi etisnya adalah bahwa semua manusia yang fana dan berdosa itu berpotensi melakukan sesuatu
yang tidak etis, namun ketika kita menyadari akan hal itu dan mencoba untuk memikirkan dan melakukan
sebuah keputusan etis dengan memperhitungkan suatu situasi dan kondisi, waktu serta hal-hal lain yang
ikut, maka itu akan membantu kita untuk memilih dan menentukan sebuah pengambilan keputusan etis
yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan.
Langkah – Langkah Analisis Etis Dalam Mengambil Keputusan Secara Kristiani
1. Kenali Masalah Yang Dihadapi: Apakah kasusnya, Apakah masalahnya dan Apa yang
dikatakan para ahli berbagai bidang tentang kasus dan masalah itu.
a. Manfaatnya: kita akan mampu untuk:
- Mengenali masalahnya lebih tajam
- Menyadari bahwa ada banyak pilihan yang tersedia
- Mengetahui implikasi baik yang positif maupun yang negatif dari setiap pilihan itu dengan jelas
b. Letakkan kasus dan masalah tersebut dalam konteks sosial- budaya yang ada:
- Apakah yang dikatakan oleh sistem nilai yang ada pada kasus dan masalah ini

18
- Apakah yang dikatakan sistem nilai itu menambah persoalan
- Apakah yang dikatakan sistem nilai itu memberi jalan keluar
- Apakah yang dikatakan sistem nilai itu justru menimbulkan masalah baru
c. Bagaimana anda melihat kemungkinan-kemungkinan baru mengenai kasus dan masalah
itu dari sudut kecendrungan yang muktahir yang diketahui, apakah membukan
kemungkinan baru atau persoalan baru
d. Rumuskan secara singkat, lengkap dan jelas:
- Permasalahannya
- Kemungkinan pemecahan persoalan
- Kemungkinan akibat positif dan negatif dari pemecahan persoalan yang ada
2. Pertimbangkan Setiap Masalah, Pilihan dan Akibat Yang telah ditentukan di dalam terang
iman kristiani
a. Asumsi Dasar Positif
- Daftarkan asumsi positifnya
- Berikan pilihan terhadap masalah dan akibat yang sudah dibuat berdasarkan asumsi dasar positif
- Berdasarkan asumsi dasar positif, maka apa yang harus dilakukan
b. Asumsi Dasar Negatif
 Apakah yang ‘harus’ dilakukan di atas (asumsi dasar positif) tadi dapat dilakukan (bila
jawabannya ya, maka proses pengambilan keputusan berakhir dan apa yang harus dilakukan
dapat dilaksanakan. Tinggal dievaluasi)
 Apakah yang ‘harus’ dilakukan di atas, tidak dapat dilakukan (bila jawabannya tidak, maka yang
harus dilakukan adalah rumuskan keterbatasan; apakah ada kemungkinan dapat diatasi. Jika dapat
diatasi, maka buatlah tindakan untuk atasi lalu lakukanlah apa yang bisa dilakukan
Apabila jawabannya tidak dapat dilakukan, maka buatlah hal ini:
Apakah ada yang bisa dilakukan dalam keterbatasan yang ada, yang sedapat mungkin
mencerminkan asumsi dasar positif
Selanjutnya, ujilah kemungkinan maksimal yang dapat dilakukan itu:
Apakah dalam keterbatasan itu ada yang paling’benar’ (dapat dipertanggungjawabkan secara
prinsipil).
Apakah dalam keterbatasan itu ada yang paling’baik’ (dapat mendatangkan kebaikan terbesar
bagi banyak orang).
Apakah dalam keterbatasan itu ada yang paling’tepat’ (dapat dipertanggung jawabkan sesuai
situasi dan kondisi yang nyata)
Setelah itu rumuskanlah tindakan dan ujilah itu dalam praktek.

19
Ini adalah sebuah langkah analisis etis yang kalau terus dilatih maka akan membuat kita terbiasa
untuk melakukannya, karena itu, mari cobalah memakai kasus cerita pendek Heinz yang sudah
dibahas untuk digunakan dengan analisis ini.

20

Anda mungkin juga menyukai