LP DSS
LP DSS
1. Definisi
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan
adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (Mansjoer, 2009).
Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus demam berdarah dengue disertai dengan
manifestasi kegagalan sirkulasi/ syok/ renjatan.Dengue Syok Syndrome (DSS) adalah sindroma
syok yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah
Dengue (DBD) (sumarmo dkk , 2008).
2. Etiologi
a. Virus dengue
b. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk
aedes aegypti,nyamuk aedes albopictus,aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain yang
merupakan vektor yang kurang berperan infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer & Suprohaita, 2009).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus
dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti
merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural)
kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak
pada genangan Air bersih yang terdapat bejana- bejana yang terdapat di dalam rumah
(Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang-lubang pohon di dalam
potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya (Aedes Albopictus).
Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada
waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 2012).
c. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk
terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi
virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih
dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama
kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.
(Soedarto, 2012).
3. Klasifikasi
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4 tingkat
(Widoyono. 2012) yaitu :
1. Derajat I
Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif.
2. Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala-gejala pendarahan spontan seperti petekia,
ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
3. Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg)
sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > – 140 mmHg) anggota gerak
teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
4. Patofisologi
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala
karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi di
tenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul pada sistem
retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam
pada DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit. Fenomena patofisiologi
utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DD dan DBD ialah meningginya
permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta
aktivasi sistem kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat
berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan
renjatan.
5. Pathway
6. Manifestasi klinis
a. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun
menuju suhu normal atau lebih rendah.Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala-
gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia.Nyeri punggung, nyeri tulang dan
persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.(Soedarto, 2012).
b. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi
pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat
fungsi vena, petekia dan purpura.(Soedarto, 2012).
c. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang
kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati
teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita.
(Soederta, 2012).
d. Renjatan (Syok)
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya, tanda dan gejala
lain adalah :
a. Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.
b. Asites.
Gejala klinik lain yaitu nyeri epigastrium, muntah – muntah, diare maupun obstipasi dan
kejang-kejang. (Soedarto, 2012).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil laboratorium
5. Asidosis metabolik pada lab BGA (pc02 < 35 – 40 mmHg, HCO3 menurun.
7. NS 1 positif
b. Foto rontgen
c. USG
b. Hepatomegali
8. Penetalaksanaan Medis
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 ;
203-206 adalah :
a. Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”.
Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan
pada :
b. Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 kg
atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama – sama di berikan
minuman oralit, air bauh susu secukupnya.
d. Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus
diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang
diestimasikan sebagai berikut :
e. Obat-obatan lain :
Sedangkanpenatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994 adalah
:
Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface
cooling”. Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen, asetosal tidak
boleh diberikan pada :
Terapi cairan :
1) Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml/kgBB/hari untuk anak dengan BB < 10
kg atau 50 ml/kgBB/hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama-sama di berikan
minuman oralit, air bauh susu secukupnya
3) Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang
harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu
24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :
4.) Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk anti panas,
darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
b. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi
masih terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin maka
penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau
yang lainnya) sebanyak 10 mL/KgBB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30
mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai
dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan
yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
c. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/ 1 jam
keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat
lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma
ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat
diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Bila pasien sudah
masuh dalam tahap DSS (Dengue Syok Syndrom) yaitu pada grade 3 atau 4 maka
penatalaksanaan yang terpentingadalah pengelolaan cairan diantaranya adalah :
Resusitasi volume pada DSS adalah Pilihan cairan colume intra verkuler dan
kemampuan menyumpal vaskuler. Cepat mempertahankan volume vaskuler,
bertahan lama didalam intra vaskuler sehingga cepat mengatasi syok.
Hal – hal yang perlu dipertahankan dalam tubuh / cairan pada DSS : 1.
Kristaloid
a. R / C
Tujuan : memperbaiki volume extra vaskuler seperti pada diare akut dengan
dehidrasi.
2. Koloid
a. HES
1. Identitas : Umur, Alamat (daerah endemis, lingkungan rumah / sekolah ada yang terkena DB)
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) :panas, muntah, epistaksis,
pendarahan gusi.
b. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit) :
kapan mulai panas?
c. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah
diderita oleh pasien)
d. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah
diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetic atau tidak)
f. Riwayat imunisasi
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan,panjang badan, usia)
4) System kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat/tak teraba, kapilary refill
lambat, akral hangat/dingin, epistaksis, sianosis perifer, nyeri dada
5) System gastrointestinal :
3. Derajat III : Manifestasi klinik pada penderita derajat II ditambah dengan terdapat
kegagalan sistem sirkulasi, nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai kulit dingin
dan sembab atau gelisah.
4. Derajat IV : Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan renjatan
yang berat ditandai tekanan darah tidak terukur dan nadi tidak teraba.
Diagnosa Keperawatan
adekuat
Intervensi
perawatan.
Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37 °c, membran mukosa basah, nadi dalam
batas normal (80 – 100 x/mnt), Nyeri otot hilang.
Intervensi :
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap
keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
d. Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam
sekali atau lebih sering.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh
yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.
Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok hipovolemik.
Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal (TD 100/70
mmHg, N: 80 – 120 x/mnt), Tidak ada tanda presyok, Akral hangat, Capilarry
refill < 3 detik, Pulsasi kuat.
Intervensi :
c. Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna, konsentrasi, BJ urine.
berat badan, Nafsu makan meningkat, porsi makanan yang disajikan mampu
dihabiskan klien, mual dan muntah berkurang.
Intervensi :
d. Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan sedikit namun sering dan atau
Implementasi
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, kegiatan
dalam pelaksanaan juga meliput pengumpulan data lanjutan, mengobservası respon kilen. selama dan
sesudah pelaksanaan tindakan dan menilai data yang baru. Ada beberapa ketrampilan yang dibutuhkan
dalam hal Int. Pertama, ketrampilan kognitif. Ketramplian Kognitif mencangkup pengetahuan
keperawatan yang menyeluruh perawat harus mengetahui alasan untuk setiap Intervensi terapeutik,
memahami respon fisiologıs dan psikologis normal dan abnormal, mampu mengidentifikasi kebutuhan
pembelajaran dan pemulangan klien, dan mengenali askepaskep promotif kesehatan klien dan
kebutuhan penyakit. Kedua, ketrampilan Interpersonal, Ketrampilan ini penting untuk tindakan
keperawatan yang efektif. Perawat harus berkomunikasi dengan jelas kepada klien, tim kesehatan
lainnya. Ketiga anggota ketrampilan psikomotor, ketrampilan ini mencangkup kebutuhan langsung
terhadap perawatan kepada klien, seperti keluarganya dan memberikan suntikan, melakukan
penghisapan tendır, mengatur posisi, membantu kilen memenuhi aktvitas sehari-hari dan lain-lain.
Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan perbandingan sistematis dan
rencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif & Suprohaita. 2009. Kapita Slekta Kedokteran Jilid III.
Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius : Jakarta.
: Jakarta.
Soedarmo SSP,dkk. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Ikatan Dokter
Anak Indonesia : Jakarta.
Disusun oleh:
Sabri Yunus
202191049
Dosen Pembimbing :
Ns. Armina, M.Kep. Sp.Kep.An
Ns. Dwi Kartika, M.Kep