KONTRIBUSIKU MENJADI GENERASI ZAKAT Esai ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Beasiswa BAZNAS .Saya awali esai ini dengan perkenalan diri. Putri Azura, demikian nama yang diberikan orangtua saya 20 tahun silam. Saya berasal dari Lhokseumawe, kota berertuah tempat saya menimba ilmu di bangku kuliah. Saya adalah anak ke dua dari lima bersaudara. Saya lahir pada Tahun 2001, tepat dibulan sembilan nanti usia saya genap 21 tahun. Pengalaman ditahun 2019 lalu, saya tidak lulus seleksi di kampus-kampus yang saya daftar untuk melanjutkan pendidikan. Alhamdulillah di tahun yang sama saya lulus seleksi pelatihan KEMNAKER di Jakarta, seluruh biaya pelatihan saya dapati dengan gratis karena lulus seleksi. Tepat di tahun 2020 saya diterima di Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe. Selama saya menjalani kuliah selama 5 semester ibu yang membiayai saya kuliah maupun keluarga saya, dikarenkan ayah saya sudah tidak bisa lagi bekerja karena sudah 4 tahun mengalami sakit stroke. Ini menjadi alasan serta kekuatan diri saya untuk mengikuti Beasiswa Baznas untuk meringankan beban yang dipikul ibu saya. Saya melanjutkan perkuliahan di jurusan Pendidikan Matematika, rencana saya setelah pasca sarjana menjadi seorang guru. Jika kelak diberi kemurahan rezeki dan kesempatan untuk melanjutkan S2 saya juga ingin menjadi dosen dikemudian hari. Saya rasa menjadi guru juga menjadi tantangan tersendiri, selama libur semester kuliah, saya bekerja selama sebulan lebih di SD5 Muara Dua sebagai guru BTQ (Baca Tulis Al-quran).Ternyata banyak hal baru yang harus saya amati dan pelajari. Metode mendidik,membimbing,mengayomi,mengenal sikap dan cara menilai siswa itu harus benar-benar dipelajari. Bagaimana cara menghadapi anak yang rajin dan tidak rajin, harus sabar dalam mengajar, selama sebulan ini saya banyak mendapatkan pembelajaran yang baru dan sangat berarti. Guru adalah role model, orang hebat bisa melahirkan beberapa karya bermutu, tetapi guru yang bermutu dapat melahirkan ribuan orang-orang hebatemang sudah faktanya. Berilah contoh yang terbaik kepada siswa dan siswi. Zakat sejatinya adalah membagunkan sebagian harta kita kepada orang yang lebih membutuhkan baik berupa uang maupun harta. Hal inipun menjadi suatu kewajiban bagi seiap umat Muslim tanpa terkecuali. Muslim yang menunaikan zakat dapat berdampak baik untuk masyarakat terutama kesulitan ekonomi.Tidak hanya itu berzakat merupakan ibadah yang menunjukan kepedulian antara sesama serta mengangkat derajat seseorang dalam kehidupan. Zakat memberi dampak positif terhadap kehidupan bermasyarakat.Sederhannya, dengan berzakat, orang-orang yang fakir dapat terbantu kebutuhannya.Sehingga mereka dapat melakukan kegiatan ekonomi, tidak hanya konsumsi tapi juga dapat mendukung kegiatan yang produktif. Tahun 2030 dunia memiliki target menghentikan kemiskinan, gerakan ini dibawahi oleh PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) atau biasa disebut UN (United Natioans) dalam programnya yaitu SDGs (Sustainable Development Gols) atau dalam istilah Indonesia adalah TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan). Target tersebut merupakan target pertama dari 17 target yang dirancang oleh PBB, hal tersebut menandakan urgensi mengenai masalah kemiskinan di dunia. Indonesia menduduki peringkat 71 di ASEAN berdasarkan angka kemiskinan yaitu 9,41% seperi yang dilansir BPS (Badan Pusat Statiska). Peringkat tersebut menjadi bukti bahwa Indonesia bisa dibilang tertinggal dibanding negara lain khususnya di ASEAN. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang . diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Sesungguhnya ajaran Islam dengan konsep zakatnya telah memberikan landasan mendasar bagi pertumbuhan dan perkembangan kekuatan sosial ekonomi umatnya. Ajaran ini memiliki dimensi yang kompleks yang tidak dimiliki oleh ajaran agama atau aliran-aliran pemikiran ekonomi klasik maupun modern lainnya sehingga dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Dalam implementasinya, pendayagunaan dana zakat harus berorientasi pada penanganan kesejahteraan sosial danpengentasan kemiskinan baik dalam jangka pendek maupun jangkapanjang (Kuncoro, 2017). Agar harta kekayaan tidak hanya beredar di antara orang-orang kayasaja, tetapi diharapkan dapat memberi kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat sebagai suatu keseluruhan. “Zakat, Solusi Kemiskinan di Aceh” Aceh mendapatkan peringkat provinsi keenam termiskin di Indonesia, hanya berada di atas Nusa Tenggara, Maluku, Gorontalo dan Papua. Bahkan, Aceh berada pada posisi runner up sebagai provinsi termiskin di Sumatera. Alangkah menyedihkan, memilukan, dan memalukan.Apakah kita akan terus membuat ekonomi Aceh terpuruk? membiarkan rakyat Aceh papar dan menderita? Tidak ada solusi lain selain menjadikan zakat sebagai solusi mengentaskan kemiskinan di Aceh. Banyak program telah dilakukan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Akan tetapi, realitasnya kemiskinan masih menjulang tinggi, harga BBM saban tahun terus mendaki, bahan pokok melambung tinggi, ekonomi rakyat mati suri, yang kaya makin lupa diri, yang miskin sakit hati. Hanya konsep zakat yang belum diterapkan secara maksimal di negeri ini. Padahal, zakat dijanjikan Ilahi sebagai pembasmi kemiskinan di bumi pertiwi dan Aceh tercinta ini. Dalam sistem ekonomi Islam, penumpukan kekayaan oleh sekelompokorang harus dihindarkan dan langkah-langkah dilakukan secara otomatis untuk memindahkanaliran kekayaan kepada masyarakat yang lemah. Dengan demikian, terdapat beberapa instrument yang mampu mewujudkan keadilan distributif dalam ekonomi Islam, diantaranya: Pertama, implementasi zakat. Zakat merupakan instrumen paling efektif dan esensial yang tidak terdapat dalam sistem kapitalisme maupun sosialisme. Secara ekonomi, zakat berfungsi distributif, yaitu: pendistribusian kembali (redistribusi) pendapatan dari muzakki kepada mustahik. Menurut Al Suhaili, 2005 dalam Atabik (2015), Zakat dikeluarkan pada waktu yang khusus, dalam artian bahwa sempurnanya kepemilikan itu selama setahun (hawl), baik harta berupa binatang ternak, uang, maupun barangdagangan, begitu juga terhadap biji-bijan (hasil sawah atau ladang), dipetiknya buah-buahan, digalinya barang tambang,penghasilan dan profesi (menurut sebagian ulama’), yangsemuanya wajib dizakati. Maka dapat disimpulkan secara syara’,zakat adalah penunaian hak yang wajib yang terdapat dalam harta. Zakat juga dimaksudkan sebagai bagian harta tertentudan yang diwajibkan oleh Allah untuk diberikan kepada orangorang fakir. Menurut Misanam, dkk, 2008 dalam Rahmawaty (2013) menyebutkan bahwa implementasi zakat merupakan komitmen yang kuat dan langkah yang kongkret dari negara dan masyarakat untuk menciptakan suatu sistem distribusi kekayaan dan pendapatan secara sistemik dan permanen. Untuk menciptakan sistem pengelolaan zakat yang baik, International Working Group yang terdiri dari berbagai negara muslim, termasuk daerah Aceh, bekerja sama untuk menciptakan panduan pengelolaan zakat yang optimal dengan membuat Zakat Core Principle (ZCP). Hal ini merupakan prinsip-prinsip pengelolaan zakat yang terdiri dari delapan belas prinsip dengan dimensi regulasi, pengawasan zakat, tata kelola, pengumpulan dan penyaluran, manajemen risiko, serta kepatuhan syariah. Penerapan prinsip ini meliputi regulator zakat dan operator zakat. Dengan penerapan prinsip ini diharapkan mampu menciptakan pengelolaan zakat yang baik sehingga menyelesaikan permasalahan lainnya mulai dari kepercayaan masyarakat untuk berzakat di lembaga resmi dan kepercayaan pemerintah untuk menjadikan zakat sebagai posisi yang strategis. Salah satu indikator kesuksesan peran zakat bagi perekonomian adalah manajemen dan pengelolaan zakat, baik dari sisi regulasi, tata kelola, pelaporan maupun program pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan. Pada tahun 2016, Bank Indonesia bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Islamic Research and Training Institute-Islamic Development Bank (IRTI-IsDB) dan delapan negara lainnya yaitu Pakistan, Malaysia, Arab Saudi, Turki, Bosnia, Afrika Selatan, Sudan, dan Singapura yang tergabung dalam International Working Group (IWG), membentuk prinsip-prinsip pengelolaan zakat yang terstandar yang disebut Zakat Core Principles (ZCP) atau Prinsip-prinsip Pokok Zakat. ZCP bertujuan untuk mendorong penyelenggaraan zakat yang efektif. ZCP diharapkan menjadi standar minimum yang harus diterapkan oleh pengelola zakat dan sebagai alat evaluasi pengelolaan zakat. Evaluasi implementasi ZCP dapat dilakukan oleh otoritas pengawas zakat; IRTI – IsDB dan Bank Dunia untuk Islamic Financial Sector Assessment Program (IFSAP) pihak ketiga swasta, seperti konsultan atau penilaian sejawat (peer review) yang dilakukan, misalnya evaluasi yang dilakukan pengelola zakat di satu daerah dengan daerah lainnya. Prinsip-prinsip utama ZCP bersifat fleksibel, global, dan diterapkan dengan memperhatikan kondisi spesifik di masing-masing negara dengan pengelolaan zakat yang bersifat wajib maupun sukarela. Tujuannya untuk mendorong pengelolaan yang lebih baik, akomodatif, serta relevan dengan kerangka peraturan yang terkait dengan sub-sektor keuangan syariah lainnya, serta mendukung konektivitas dengan sektor riil dan pembangunan sumber daya manusia. Hal tersebut juga berlaku ketika implementasi ZCP dilakukan di Indonesia. ZCP yang berupa prinsip-prinsip dapat diturunkan dan disesuaikan dengan kondisi pengelolaan zakat di Aceh.