DI SUSUN OLEH
ZULKARNAINI,SP.d
NIP.198601022012121002
TAHUN 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
Penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu media pengajaran yang
sangat efisien dan merupakan alat penyajian materi pelajaran agar siswa tidak merasa jenuh dan
bosan. Dalam penggunaan lembar kegiatam siswa ini, siswa dituntut aktif dalam proses belajar
mengjar. Dalam bidang pendidikan, lembar kegiatan siswa dapat dimanfaatkan sebagai alat
bantu untuk media pengajaran sekolah. Dengan adanya media pengajran Lembar Kegiatan
Siswa (LKS), diharapkan siswa dapat termotivasi dalam proses belajar sehingga siswa dapat
memahami atau menguasai materi dengan mudah dan cepat serta mengembangkan kreativitas.
Permasalahan tertentu dalam pembelajaran matematika adalah bagaimana caranya
menerapkan atau menyampaikan materi pelajaran agar siswa dapat memahami dan mengerti
terutama dalam materi konsep faktorisasi suku aljabar. Berbicara mengenai operasi bentuk
aljabar sebagian besar siswa memiliki kemampuan untuk mengelompokkan.
Menurut Sue dan Rosencrantz (dalam Suharta , 2001:1): “ Kebanyakan siswa mengalami
kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi real”. Hal ini yang menyebabkan
sulitnya operasi bentuk aljabar bagi siswa , karena pembelajaran materi faktorisasi suku aljabar
dianggap kurang brmakna. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkannya denan
skema yan telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan
kembali dan menkontruksi ide-ide matematika.
Berdasarkan uraian di atas, salah satu model pembelajaran matematika yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi nyata siswa mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan yang nyata adalah Model Pembelajaran Kontekstual. Situasi realistik dalam
memungkinkan siswa menggunakan pengetahuan informal yang memegang peranan penting
dalam penemuan kembali dan pengkonstruksian konsep faktorisasi suku aljabar serta efektif
meningkatkan hasil belajar siswa.
Sehingga penulis merasa perlu adanya suatu visi pembelajaran matematikaa dalam
melakukan pengembangan, maka dalam pembelajaran matematika di kelas penekanan
keterkaitan antara konsep – konsep matematika dengan pengalaman anak sehari – hari atau pada
bidang lain sangatlah penting dilakukan. Salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada
matematisasian pengalaman dalam kehidupan sehari – hari (everydaying Mathematic) adalah
melalui Model Pembelajaran Kontekstual ( Contextual Teaching Learnin/CTL).
Pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh
untuk dapat menemukan materi yang telah dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata, sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan
sehari – hari. Situasi nyata dalam masalah memungkinkan siswa menggunakan pengetahuan
informalnya pada konsep faktorisasi suku aljabar, meminimalkan kesulitan siswa dalam
memahami materi faktorisasi suku aljabar serta efektif meningkatkan hasil belajar siswa.
Sebelum melakukan penelitian, peneliti lebih dahulu melakukan observasi dan
wawancara kepada guru bidang studi matematika SD Negeri 5 Muara Satu. Berdasarkan hasil
observasi terhadap 40 siswa, hanya 10% siswa yang sangat menguasai materi faktorisasi suku
aljabar (memperoleh nilai di atas 65), 15 % siswa yang menguasai materi (memperoleh nilai 65),
dan 75% siswa yang tidak menguasai materi (memperoleh nilai di bawah 65). Dan berdasarkan
hasil wawancara dengan Ibu Maryanti selaku guru matematika di sekolah tersebut, diperoleh
informasi bahwa kebanyakan siswa tidak menguasai operasi hitung bentuk aljabar, kurang
menguasai soal – soal berbentuk cerita pada materi faktorisasi suku aljabar, tidak mampu
mengaitkan apa yang telah dipelajari ke dalam kehidupan nyata sehingga menyebabkan hasil
belajar siswa rendah. Selain itu juga, sekolah tersebut belum pernah menggunakan Model
Pembelajaran Kontekstual (CTL) pada materi faktorisasi suku aljabar.
Berdasarkan uraian di atas, untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan
ModelPembelajaranKontekstual (CTL) pada materi faktorisasi suku aljabar dengan bantuan
LembarKerja Siswa (LKS) berhasil atau tidak diterapkan pada sekolah tersebut maka perlu
diadakansuatu penelitian dengan mengangkat judul: UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJARSISWA
PADA MATERI FAKTORISASI SUKU ALJABAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KONSTEKSTUAL
(CTL)KELAS V SDN 5 MUARA SATU TAHUN AJARAN 2022/2023
BAB II
KERANGKA TEORITIK DAN HIPOTESIS TINDAKAN
Dalam operasi bentuk aljabar terlebih dahulu kita mengetahui tentang operasi bilangan bulat
seperti berikut ini:
2 + (-3) =
-4 – (-5) =
7 + -(2) =
Misalkan kamu akan berbelanja 5 kg gula dan 7 kg beras. Jika harga gula g rupiah
perkilogram dan harga beras adalah b rupiah perkilogram, maka uang yang harus kamu bayar
adalah 5g + 7b rupiah. Bentuk 5g + 7b adalah salah satu contoh bentuk aljabar. Pada bentuk 5g +
7b, g dan b disebut variabel. Bilangan 5 disebut koefisien dari g dan 7 disebut koefisien dari b.
5g dan 7b terdiri dari dua suku. Operasi bentuk aljabar yang terdiri dari dua suku disebut suku
dua (binominal), yang mempunyai tiga suku disebut suku tiga (trinomial) dan yang terdiri dari
satu suku disebut suku satu ( monomial)
Disadari atau tidak, banyak masalah sehari – hari yang berkaitan dengan penjumlahan dan
pengurangan bentuk aljabr. Missal dalam dunia perbankan, perdagangan di pasar, dan produksi
suatu perusahaan. Berikut disajikan salah satu contoh tentang permasalahan dalam dunia
perdagaangan.
Pak Srianto seorang tengkulak beras yang sukses di desa sumber Makmur. Suatu ketika Pak
Srianto mendapatkan pesanan dari pasar A dan B di hari yang bersamaan. Pasar A memesan 15
karung beras dan 17 karung beras. Misal X adalah massa tiap karung beras.
a. Total beras yang dipesan kepada Pak Srianto adalah 15x + 20x kilogram beras
b. Jika pak Srianto memenuhi pesanan pasa A saja, maka sisa beras adalah 2 karung beras
atau 2x karung beras
c. Kekurangan beras yang dibutuhkan Pak Srianto untuk memenuhi pesanan pasar B
adalah 3 karung beras atau -3x karung beras.
Perkalian Bentuk Aljabar
Pada bagian ini, akan mempelajari suku satu dan suku dua dari bentuk aljabar. Contoh
berikut menjelaskan pentingnya perkalian tersebut.
Andi diminta oleh bu guru untuk menghitung luas persegi panjang yang panjangnya 2 cm
lebihnya dari lebarnya . berapa lu as persegi panjang tersebut?
Misalkan lebar persegipanjang tersebut l cm, maka panjang persegipnjang tersebut adalah p =
(l+3)cm. dengan demikian luas persegipanjang tersebut adalah L = p x l = (l+2) x l cm. Pada
persoalan ini, kita memerlukan perkalian suku satu dan suku dua.
Pada tiga kegiatan sebelumnya, pada kegiatan ini akan dipelajari operasi pembagian bentuk
aljabar. Operasi pembagian aljabar adalah lawan dari operasi perkalian bentuk aljabar. Sebagai
contoh masalah luas kebun Pak Idris dan Pak Halim yang disajikan dalam soal cerita berikut:
Diketahui adalah luas = x2 + 13x + 30 satuan luas dan panjangnya = x + 10 satuan panjang, yang
diminta adalah untuk menentukan bentuk aljabar dari lebarnya. Maka langkah untuk menentukan
lebarnya adalah sebagai berikut:
Seperti yang diketahui bahwa Luas = panjang x lebar. Dan dapat ditulis
Luas
lebar=
Panjang
Lebar tanah pak Halim dapat ditentukan dengan membagi bentuk aljabar dari luas tanah dengan
bentuk aljabar dari panjang
x 2 +13 x+ 30
lebar= =x+ 3
x+10
Pada kegiatan tersebut, telah ditentukan bahwa hasil bagi x 2+ 13 x +30 dengan x +10 adalah x +3
2x
Sederhnakan bentuk aljabar berikut
4 x +2
Alternatif penyelesaian:
2x 2x
= faktorkan penyebut dan pembilang
4 x +2 2(2 x +1)
x
= sederhanakan (pembilang dan penyebut dibagi 2)
2 x +1
Suatu ketika terjadi percakapan antara pak Agus dan pak Budi. Mereka baru saja
membeli buku di suatu took grosir
Pak Budi : “Iya Pak. Ini pesanan dari sekolah saya. Saya beli 2 kardus dan 3 buku. Pak
Agus beli apa saja?”
Pak Agus : “ saya hanya beli 5 buku saja Pak, untuk anak saya yang kelas VIII SMP.”
Dalam percakapan tesebut terlihat dua orang yang menyatakan banyak buku dengan satuan yang
berbeda. Pak Agus menyatakan jumlah dalam satuan kardus, sedangkan pak Budi langsung
menyebutkan banyak buku yang ia beli dalam satuan buku.
2.2.0. Contoh Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual (CTL) pada Materi Operasi
Bentuk Aljabar
Proses pembelajaran pada materi operasi hitung bentuk aljabar sama dengan menerapkan
model pembelajaran kontekstual (CTL) adalah sebagai berikut :
Tahap 1 : Kontruktivisme
Pada tahap ini guru bertanya jawab dengan siswa tentang ateri yang akan diajarkan.
Materi yang akan diajarkan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah diperoleh siswa
sebelumnya.
Di sekitar kita juga banyak orang menyatakan banyak suatu benda dengan bukan satuan benda
tersebut, tetapi menggunakan satuan kumpulan dari jumlah benda tersebut. Missal satu karung
beras, satu keranjang apel, satu keranjang jeruk, dan lain – lain. Untuk lebih memahami bentuk
– bentuk aljabar, mari amati tabel berikut. Dalam suatu kotak terdapat sekian bola, sedangkan
dalam suatu tabung terdapat sekian bola dalam jumlah yang lain.
2. x 1 kotak bola
Tahap 2 : Inkuiri
Pada tahap ini guru menggunakan gambar untuk memfasilitasi siswa untuk menemukan
sendiri konsep- konsep pada materi yang akan diajarkan. Dengan begitu, konsep yang baru
diterima siswa akan lebih lama diingat oleh siswa.
Dari gambar tersebut peneliti:
Menanyakan kepada siswa nilai masing – masing faktorisasi suku aljabar
Meminta pendapat siswa tentang apa yang mereka lihat pada gambar
Tahap 3: Bertanya
Pada tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa menanyakan hal-hal yang
tidak dimengerti dari penjelasan dan contoh –contoh soal yang telah diberikan.
Tahap 5 : Pemodelan
Pada tahap ini, guru membuat suatu model yang dapat ditiru oleh siswa. Dalam model ini
model yang dimaksud adalah langkah – langkah menyelesaikan suatu soal. Langkah – lngkah
tersebut disajikan dengan menggunakan media LKS.
SOAL
Langkah Penyelesaian
Memahami Masalah
Dik: - 2 kardus dan 3buku
- 5 buku
Dit : menuliskan ke dalam bentuk aljabar
Menyelesaikan masalah \
Misalkan kardus adalah variable x maka bentuk aljabarnya
2x + 3
Bentuk aljabar yang kedua adalah 5
Menarik kesimpulan
Bentuk aljabar dapat dituliskan sebagai berikut ax + c
Tahap 6: Refleksi
Pada tahap ini guru merangkum semua konsep yang abru diajarkan
- Suku adalah bagian dari bentuk aljabar yang dipisahkan oleh tanda tambah atau kurang
- Koefisien adalah factor konstan pada suatu suku
- Variabel adalah suatu symbol yang mewakili suatu nilai tertentu
Konstanta suku pada bentuk aljabar yang berupa bilangan/ nilai tertentu BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran di kelas, terutama untuk
meningkatkan hasil belajar siswa. Arikunto(2008:3) menjelaskan penelitian tindakan kelas
merupakan suatu pencermatan terhadap keiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja
dimunculkan yang terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan.
Sesuai dengan jenis penelitian ini yaitu penelitian tindakan kelas maka peneliti memiliki
beberapa tahap yang merupakan suatu siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan
yang akan dicapai. Pada penelitian ini jika siklus I tidak berhasil, yaitu proses belajar mengajar
tidak berjalan dengan baik dan hasil belajar belum mencapai ketuntasan maka akan dilaksanakan
siklus II pada kelas yang sama. Adapun setiap siklusnya dilakukan melalui tahap-tahap berikut
ini:
Alternatif Pemecahan
Pelaksanaan
Permasalahan I Tindakan I
(Rencana Tindakan I)
Selesai Refleksi I
Analisis Data I Observasi I
Adapun kegiatan yang akan dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah:
Hasil tes diagnosis ini kemudian digunakan untuk identifikasi awal tindakan yang akan
dilakukan.
d. Membuat skenario pembelajaran (RPP)
e. Menyusul soal yang digunakan sebagai bentuk bantuan untuk melihat hasil
belajar siswanya
Setelah perencanaan tindakan disusun secara matang, maka tahap selanjutnya adalah
pelaksanaan tindakan, yaitu sebagai berikut:
b. Melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode Ekspositori. Seperti
dalam rencana pembelajaran yang telah dibuat oleh peneliti dimana peneliti bertindak
sebagai guru. Sedangkan guru Matematika SMP Negeri 27 Medan bertindak sebagai
pengamat yang akan memberi masukan tentang pengajaran yang sedang berlangsung.
c. Setelah pembelajaran dengan metode Ekspositori dilakukan, maka pada akhir tindakan
siswa diberi tes hasil belajar dan guru hasil yang dicapai oleh siswa.
d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan tanya jawab mengebnai soal yang
diberikan.
e. Melakukan wawancara kepada siswa yang berkesulitan belajar. Pertanyaan yang diberikan
diarahkan untuk menelusuri alasan yang diberikan siswa dalam mengerjakan soal.
3. Tahap Observasi
4. Tahap Refleksi
Hasil yang didapatkan dari tahap pelaksanaan tindakan dan wawancara serta observasi
dikumpulkan dan dianalisis pada tahap ini, sehingga didapat kesimpulan dari tindakan
yang dilakukan. Hasil refleksi ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk perencanaan
pada siklus berikutnya.
Siklus I
a. Permasalahan I
Permasalahan dalam penelitian ini diketahui setelah peneliti memeriksa tes diagnosa
yang diberikan kepada siswa adalah siswa kurang memahami materi faktorisasi suku
aljabar, siswa kesulitan dalam menyelesaikan masalah faktorisasi suku aljabar, dan
siswa kesulitan mengungkapkan gagasan-gagasannya.
b. Alternatif Pemecahan I (rencanan tindakan I)
Dari masalah yang telah diketahui dibuat alternatif pemecahan masalah yaitu :
melalui pembelajaran dengan metode Ekspositori.
c. Pelaksanaan tindakan I
d. Observasi I
Pada tahap observasi ini, pengamatan dilakukan terhadap hal-hal yang terjadi pada saat
pemberian tindakan siklus I di kelas.
e. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasiltes dan observasi dianalisi melalui tiga tahapan yaitu :
reduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan.
f. Refleksi I
Tahap ini dilakukan untuk menganalisa dan memberi makna terhadap data yang telah
diperoleh. Hasil tes hasil belajar siswa pada siklus I belum memenuhi syarat atau belum
mencukupi dari batas tes yang lah ditetapkan. Pada siklus I disadari pula bahwa peneliti
sendiri belum optimal memberikan upaya-upayanya agar hasil belajar siswa meningkat dan
agar siswa dapat memahami materi dengan baik, jadi berdasarkan hasil tes siklus I yang
belum berhasil, maka untuk memperbaiki masalah yang ditemukan setelah pemberian tes
hasil belajar pada siklus I, maka permasalahan yang hasil temuan setelah pemberian
tindakan pada siklus I diperbaiki di siklus II, dan siklus II nantinya diharapkan agar semua
permasalahan terselesaikan, artinya hampir semua siswa telah memahami materi dengan
baik, lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya,dan telah mencapai tingkat ketuntasan
yang sudah ditetapkan
Siklus II
a. Permasalahan II (masalah yang belum terselesaikan)
Permasalahan yang diperoleh dari siklus I adalah hasil belajar siswa pada pembelajaran
siklus I belum pada kemampuan yang diharapkan dan masih ditemukan adanya siswa
yang kurang memahami materi dan kurang lancar dalam mengungkapkan gagasan-
gagasannya.
Pada rencana tindakan II dilakukan peneliti lebih maksimal dalam memberikan upaya-
upayanya agar siswa dapat memahami materi dengan baik.
c. Pelaksanaan tindakan II
Semua rencana tindakan II berjalan dengan baik maka dilaksanakan tindakan II.
d. Observasi II
Pada tahap observasi ini, pengamatan dilakukan pada hal-hal yang terjadi pada saat
pemberian tindakan siklus II di kelas.
e. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil tes dan observasi pada siklus II dianalisis melalui tiga
tahapan yaitu : reduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan.
f. Refleksi
Pada tahap ini diharapkan hasil belajar sisiwa sudah meningkat, dan tidak ada lagi
kesulitan maupun kekurangpahaman siswa dalam memahami materi. Jika semua
masalah terselesaikan , maka siklus dihentikan sampai siklus II saja, berarti penelitian
berhasil.
Observasi adalah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara
sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara
langsung.
Cara atau metode observasi pada umumnya ditandai oleh pengamatan tentang apa yang
benar-benar dilakukan oleh individu dan membuat pencatatan-pencatatan secara aktif mengenai
apa yang diamati.
3.5.3. Wawancara
Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data sekolah, nama siswa, serta foto-foto
pada saat proses tindakan penelitian.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu :
3.6.1. Reduksi Data
Menyederahanakan data hasil tes yang diperoleh di lapangan untuk melihat sejauh mana
kemampuan siswa menyelesaikan tes dan dari jawaban siswa akan diketahui letak kesalahan-
kesalahan siswa. Selanjutnya dilakukan wawancara untuk memastikan kesulitan-kesulitan siswa
dalam belajar faktorisasi suku aljabar sehingga dapat dibuat rencana tindakan penanggulangan
yang akan dilakukan.
Untuk mengetahui persentase siswa yang telah tuntas secara individual dari tiap siklus
digunakan rumus:
B
PPH = x 100 %
N
Keterangan:
N : Skor total
Dari uraian di atas dapat diketahui siswa yang belum tuntas belajar dan siswa yang sudah
belajar secara individual.
Selanjutnya persentase siswa yang telah tuntas belajar secara klasikal dapat dirumuskan
sebagai berikut:
X
PPK= x 100 %
N
Keterangan:
Kriteria ketuntasan siswa secara klasikal akan dipenuhi jika di dalam kelas tersebut
terdapat 85% siswa yang telah mencapai nilai ¿ 65%.
Untuk melihat peningkatan yang terjadi dalam pembelajaran yang sedang berlangsung,
maka dialakukanri analisis data hasil tes dengan melakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Ketuntasan belajar perseorangan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
A
DS= x 100 %
B
Keterangan :
DS = Daya Serap
A = Skor yan diperoleh Siswa
B = Skor Maksimal
Dengan kriteria:
0% ≤ DS < 68 %= siswa belum tuntas dalam belajar
68 % ≤ DS < 100 %= siswa telah tuntas dalam belajar
2. Ketuntasan belajar klasikal dapat dihitung dengan menggunakan:
X
D= x 100 %
N
Keterangan:
D = Persentase kelas yang tuntas
X = Jumlah siswa yang telah tuntas dalam belajar
N = Jumlah seluruh siswa
Dengan melihat hasil ketuntasan belajar siswa berdasarkan perseorangan maupun klasikal
maka dapat diketahui peningkatan hasil belajar yang diperoleh siswa selama pembelajaran.
Tingkat Kategori
1,0 – 1,5 Sangat kurang
1,6 – 2,5 Kurang
2,6 – 3,5 Baik
3,6 – 4,0 Sangat baik
Aktivitas Siswa
Observasi aktivitas siswa dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan persentase
secara kualitatif, yaitu:
a. Menghitung total aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran menurut
kategori pengamatan
b. Menghitung total aktivitas yang dilakukan siswa
c. Menghitung persentase aktivitas belajar siswa
Setiap indikator akan memiliki skor maksimal sebesar 4 dan skor minimal sebesar 1.
Dimana total skor dari aktivitas siswa secara keseluruhan adalah sebesar 24.
Criteria aktivitas siswa menurut Sutuyono (dalam Siantar, 2010:43): persentase (%)
skor yang diperoleh
aktivitas siswa secara individual = x 100 %
skor maksimal
Kategori penilaian :
PAS < 60 % : siswa kurang aktif
60 % ≤ PAS< 70 % : siswa cukup aktif
60 % ≤ PAS< 85 % : siswa aktif
PAS≥ 85 % : siswa sangat aktif
Skor maksimal : 24
Aktivitas siswa dikatakan meningkat dan tuntas jika 75% siswa memiliki persentase
aktivitasi siswa 65%.
3.7 Penyimpulan Data
Kesimpulan yang diambil merupakan dasar bai pelaksanaan siklus berikutnya dan perlu
tidaknya siklus dilanjutkan. Untuk mengetahui nilai rata – rata siswa digunakan rumus:
X=
∑ xi
N
Keterangan:
Nilai rata – rata siswa dihitung pada setiap tes yang diberikan untuk melihat ada tidaknya
peningkatan nilai antara tes hasil belajar (siklus I ) dengan tes hasil belajar (siklus II).
Pada penelitian ini seandainya siklus I dilaksanakan ternyata hasil belajar siswa
dikategorikan masih rendah, maka penelitian ini dilanjutkan di siklus II yang dilaksanakan di
kedua kelas. Karena penelitian menggunakan dua kelas, maka kemampuan awal kedua kelas
harus homogenitas. Untuk mengujinya dilakukan uji homogenitas dengan rumus:
Varian terbesar
F=
Varians terkecil
Fhitung dikonsultasikan dengan table distribusi frekuensi (α =0,05 , Jika Fhitung ¿ Ftabel maka
kedua kelas homogen. Kemudian untuk melihat perbandingan kemampuan hasil belajar yang
lebih baik, antara kelas pertama dan kelas kedua maka digunakan uji beda ( uji-t) atau menguji
perbedaan dua rata (uji satu pihak). Dalam Sudjana (2005:242) bahwa dalam uji satu pihak
dimisalkan bahwa kedua populasi berdistribusi normal dengan rata-rata x 1 dan x 2 dan simpangan
baku s1dan s2dalam hal ini s1= s2. Dalam Sudjana Sudjana (2005: 446) kita menngunakan uji
kenormalan data secara nonparametric yang dikenal dengan nama Uji Lililefors. Pada sebuah
sampel akan diuji hipotesis nol bahwa sampel tersebut berasal dari populasi yang sama melawan
hipotesis tandingan bahwa distribusi tidak normal. Dimana prosedurnya: