Anda di halaman 1dari 36

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI FAKTORISASI

SUKU ALJABAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KONSTEKSTUAL ( CTL )KELAS


V SDN 5 MUARA SATU TAHUN AJARAN 2022/2023

DI SUSUN OLEH

ZULKARNAINI,SP.d

NIP.198601022012121002

DINAS PENDIDIKAN KOTA LHOKSEUMAWE

TAHUN 2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern
dan berperan penting dalam setiap bidang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, matematika
dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di setiap jenjang pendidikan. Peran
matematika penting dalam mengembangkan daya pikir kritis, dan logis. Cornelius ( dalam
Abdurrahman, 1999: 37) mengemukakan:
“Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana
berpikir yang jelas dan logis, (2) saran untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-
hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana
untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran
terhadap perkembangan budaya.”

Penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu media pengajaran yang
sangat efisien dan merupakan alat penyajian materi pelajaran agar siswa tidak merasa jenuh dan
bosan. Dalam penggunaan lembar kegiatam siswa ini, siswa dituntut aktif dalam proses belajar
mengjar. Dalam bidang pendidikan, lembar kegiatan siswa dapat dimanfaatkan sebagai alat
bantu untuk media pengajaran sekolah. Dengan adanya media pengajran Lembar Kegiatan
Siswa (LKS), diharapkan siswa dapat termotivasi dalam proses belajar sehingga siswa dapat
memahami atau menguasai materi dengan mudah dan cepat serta mengembangkan kreativitas.
Permasalahan tertentu dalam pembelajaran matematika adalah bagaimana caranya
menerapkan atau menyampaikan materi pelajaran agar siswa dapat memahami dan mengerti
terutama dalam materi konsep faktorisasi suku aljabar. Berbicara mengenai operasi bentuk
aljabar sebagian besar siswa memiliki kemampuan untuk mengelompokkan.
Menurut Sue dan Rosencrantz (dalam Suharta , 2001:1): “ Kebanyakan siswa mengalami
kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi real”. Hal ini yang menyebabkan
sulitnya operasi bentuk aljabar bagi siswa , karena pembelajaran materi faktorisasi suku aljabar
dianggap kurang brmakna. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkannya denan
skema yan telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan
kembali dan menkontruksi ide-ide matematika.
Berdasarkan uraian di atas, salah satu model pembelajaran matematika yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi nyata siswa mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan yang nyata adalah Model Pembelajaran Kontekstual. Situasi realistik dalam
memungkinkan siswa menggunakan pengetahuan informal yang memegang peranan penting
dalam penemuan kembali dan pengkonstruksian konsep faktorisasi suku aljabar serta efektif
meningkatkan hasil belajar siswa.
Sehingga penulis merasa perlu adanya suatu visi pembelajaran matematikaa dalam
melakukan pengembangan, maka dalam pembelajaran matematika di kelas penekanan
keterkaitan antara konsep – konsep matematika dengan pengalaman anak sehari – hari atau pada
bidang lain sangatlah penting dilakukan. Salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada
matematisasian pengalaman dalam kehidupan sehari – hari (everydaying Mathematic) adalah
melalui Model Pembelajaran Kontekstual ( Contextual Teaching Learnin/CTL).
Pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh
untuk dapat menemukan materi yang telah dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata, sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan
sehari – hari. Situasi nyata dalam masalah memungkinkan siswa menggunakan pengetahuan
informalnya pada konsep faktorisasi suku aljabar, meminimalkan kesulitan siswa dalam
memahami materi faktorisasi suku aljabar serta efektif meningkatkan hasil belajar siswa.
Sebelum melakukan penelitian, peneliti lebih dahulu melakukan observasi dan
wawancara kepada guru bidang studi matematika SD Negeri 5 Muara Satu. Berdasarkan hasil
observasi terhadap 40 siswa, hanya 10% siswa yang sangat menguasai materi faktorisasi suku
aljabar (memperoleh nilai di atas 65), 15 % siswa yang menguasai materi (memperoleh nilai 65),
dan 75% siswa yang tidak menguasai materi (memperoleh nilai di bawah 65). Dan berdasarkan
hasil wawancara dengan Ibu Maryanti selaku guru matematika di sekolah tersebut, diperoleh
informasi bahwa kebanyakan siswa tidak menguasai operasi hitung bentuk aljabar, kurang
menguasai soal – soal berbentuk cerita pada materi faktorisasi suku aljabar, tidak mampu
mengaitkan apa yang telah dipelajari ke dalam kehidupan nyata sehingga menyebabkan hasil
belajar siswa rendah. Selain itu juga, sekolah tersebut belum pernah menggunakan Model
Pembelajaran Kontekstual (CTL) pada materi faktorisasi suku aljabar.
Berdasarkan uraian di atas, untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan
ModelPembelajaranKontekstual (CTL) pada materi faktorisasi suku aljabar dengan bantuan
LembarKerja Siswa (LKS) berhasil atau tidak diterapkan pada sekolah tersebut maka perlu
diadakansuatu penelitian dengan mengangkat judul: UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJARSISWA
PADA MATERI FAKTORISASI SUKU ALJABAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KONSTEKSTUAL
(CTL)KELAS V SDN 5 MUARA SATU TAHUN AJARAN 2022/2023

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, masalah yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana strategi penerapan Model Pembelajaran kontekstual (CTL) dengan bantuan
Lembar Kerja Siswa(LKS) pada materi faktorisasi suku aljabar di kelas V SD Negeri 5
Muara Satu ?
2. Apakah dengan menerapkan Model Pembelajaran Kontekstual (CTL) dengan bantuan
Lembar Kerja Siswa (LKS) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi
faktorisasi suku aljabar di kelas V SD Negeri 5 Muara Satu ?
3. Apakah dengan menerapkan Model Pembelajaran Kontekstual (CTL) dengan bantuan
Lembar Kerja Siswa (LKS) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi
faktorisasi suku aljabar di kelas V SD Negeri 5 Muara Satu ?

1.3 Tujauan Penelitian


Dari masalah yang muncul pada perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Untuk mengetahui strategi penerapan Model Pembelajaran Kontekstual (CTL) dengan
bantuan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) pada materi faktorisasi suku aljabar di kelas V
SD Negeri 5 Muara Satu ?
2. Untuk mengetahui apakah dengan menerapkan Model Pembelajaran Kontekstual dengan
bantuan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
materi faktorisasi suku aljabar di kelas V SD Negeri 5 Muara Satu ?
3. Untuk mengetahui apakah dengan menerapkan Model Pembelajaran Kontekstual (CTL)
dengan bantuan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dapat meningkatkan aktivitas belajar
siswa pada materi faktorisasi suku aljabar di kelas V SD Negeri 5 Muara Satu ?
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi siswa, memberi motivasi untuk lebih mandiri mengembangkan pikirnya dalam
belajar melalui Model Pembelajaran Kontekstual dengan bantuan Lembar Kegiatan
Siswa.
2. Bahan masukan bagi guru dan pihak lainnya bahwa Model Pembelajaran Kontekstual
dengan bantuan Lembar Kegiatan Siswa merupakan salah satu alternative untuk
meningkatkan hasil belajar siswa dalam bidang studi matematika.
3. Bagi peneliti, dapat dijadikan bahan masukan dalam mengajarkan materi faktorisasi suku
aljabar dimasa yang akan datang.

BAB II
KERANGKA TEORITIK DAN HIPOTESIS TINDAKAN

2.1 Kerangka Teoritis


2.1.1. Proses Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar merupakan sebuah proses interaksi yang menghimpun sejumlah
nilai (norma) yang merupakan subtansi, sebagai medium antara guru dan siswa dalam rangka
mencapai tujuan.
Dalam proses belajar mengajar terdapat dua kegiatan yakni kegiatan guru dan kegiatan
siswa. Guru mengajar dengan gayanya sendiri dan siswa juga belajar dengan gayanya sendiri.
Sebagai guru, tugasnya tidak hanya mengajar tetapi juga belajar memahami suasana psikologis
siswa dan kondisi kelas. Dalam mengajar, guru harus memahami gaya – gaya belajar siswa
sehingga kerelevansian antara gaya – gaya mengajar guru dan siswa akan memudahkan guru
menciptakan interaksi edukatif dan kondusif. Hal ini sejalan dengan pendapat Ametembun
(1985) bahwa suatu interaksi yang harmonis terjadi bila dalam prosesnya tercipta keselarasan,
keseimbangan, keserasian antara kedua komponen yaitu guru dan siswa.
Dalam proses edukatif guru harus berusaha agar siswanya aktif dan kreatif secara optimal.
Guru tidak harus terlena dengan menerapkan gaya konvensional. Karena gaya mengajar seperti
ini tidak sesuai dengan konsepsi pendidikan modern. Pendidikan modern menghendaki siswa
lebih aktif dalam kegiatan interaktif edukatif. Guru bertindak sebagai fasilitator dan pembimbing
sedangkan siswa aktif dalam belajar.
Banyak kegiatan yang harus dilakukan guru dalam proses belajar mengajar seperti
memahami prinsip-prinsip proses belajar mengajar, menyiapkan bahan dan sumber belajar,
memilih metode yang tepat, menyiapkan alat bantu pengajaran, memilih pendekatan, dan
mengadakan evaluasi. Semua kegiatan yang dilakukan guru harus didekati dengan pendekatan
sistem, sebab pengajaran adalah suatu sistem yang melibatkan sejumlah komponen pengajaran
dan semua komponen tersebut saling berkaitan dan saling menunjang dalam rangka pencapaian
tujuan pengajaran.

2.1.2. Belajar Mengajar Matematika


Belajar merupakan kegiatan setiap orang. Seseorang dikatakan belajar bila dapat
diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan perubahan
tingkah laku. Kegiatan atau usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu sendiri merupakan
hasil belajar. Belajar dikatakan bermakna bila informasi yang akan dipelajari siswa sesuai
dengan struktur kognitif yang dimiliki, sehingga siswa dapat mengaitkan informasi baru dengan
struktur kognitif yang dimiliki. Dalam belajar ada dua objek yang dapat diperoleh siswa, obyek
langsung dan obyek tak langsung.
Obyek tak langsung antara lain: kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah,
mandiri (belajar, bekerja, dll), bersikap positif terhadap matematika dan mengerti bagaimana
seharusnya belajar. Obyek langsung adalah antara lain:
1. Fakta
Contoh fakta ialah angka/bilangan, sudut, ruas garis, symbol, dan notasi.
2. Keterampilan
Keterampilan adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat.
Misalnya memberikan contoh faktorisasi suku aljabar dan bukan faktorisasi suku
aljabar dengan cepat.
3. Konsep
Konsep merupakan ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan benda-
benda (obyek) ke dalam contoh.
4. Aturan (Prinsip)
Aturan ialah obyek yang paling abstrak, yang dapat berupa sifat, dalil, dan teori.
Dua komponen penting dari pembelajaran dan pengajaran matematika yaitu membantu
siswa untuk mengembangkan pemahaman/pengertian hubungan dan untuk mengkonstruksi/
membangun pemahaman dan konsep matematika. Belajar matematika pada dasarnya merupakan
proses yang diarahkan pada suatu tujuan. Tujuan belajar matematika ditinjau dari segi kognitif
adalah terjadinya transfer belajar. Transfer belajar matematika dapat dilihat dari kemampuan
seseorang memfungsionalkan materi matematika yang dipelajari, baik secara konseptual maupun
secara praktis. Menurut Hudoyo (2003:32) bahwa: “tujuan belajar matematika secara konseptual
dimaksudkan dapat memecahkan masalah dalam matematika dan mempelajari matematika lebih
lanjut. Sedangkan secara praktis dimaksudkan menerapkan pengetahuan pada bidang lainnya”.
Dalam proses itu juga melibatkan bagaimana bentuk mengajarnya.
Mengajar adalah suatu kegiatan dimana pengajar menyampaikan pengetahuan atau
pengalaman yang dimiliki kepada peserta didik. Tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang
disampaikan itu dipahami siswa ,sehingga mengajar bisa dikatakan baik, apabila hasil belajar
peserta didik juga baik. Apabila terjadi proses belajar mengajar itu baik, maka dapat diharapkan
bahwa hasil peserta didik akan baik pula. Dengan demikian, siswa sebagai subyek akan dapat
memahami matematika, selanjutnya dapat mengaplikasikan pada situasi yang baru, seperti
masalah yang ada dalam kehidupan sehari – hari.

2.1.3 Konsep Dalam Matematika


Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep - konsep merupakan batu
– batu pembangunan berpikir. Konsep – konsep merupakan dasar bagi proses- proses mental
yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi – generalisasi. Untuk
memecahkan masalah, seorang siswa harus mengetahui aturan – aturan itu didasarkan pada
konsep – konsep yang diperolehnya.
Konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian –
kejadian, kegiatan – kegiatan atau hubungan – hubungan yang mempunyai atribut – atribut yang
sama. Oleh karena orang mengalami stimulus-stimulus yang berbeda – beda, orang membentuk
konsep sesuai dengan pengelompokan stimulus – stimulus dengan cara tertentu. Karena konsep –
konsep itu adalah abstraksi – abstraksi yang berdasarkan pengalaman dan karena tidak ada dua
orang yang mempunyai pengalaman yang persis sama, maka konsepsi yang dibentuk orang
mungkin berbeda juga.

2.1.4 Hasil Belajar


Dalam sistem pendidikan nasional, rumusan tujuan pendidikan baik tujuan kurikuler
maupun tujuan intrusional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benjamin Bloom (dalam
Sudjana, 2010: 23) yang secara garis besar membaginya ke dalam tiga aspek tersebut:
a. Aspek Kognitif
Untuk aspek kognitif, Bloom menyebutkan enam tingkatan, yaitu:
1. Pengetahuan
2. Pemahaman
3. Aplikasi
4. Analisa
5. Sintesa
6. Evaluasi
b. Aspek Afektif
Hasil belajar efektif tampak pada siswa dari berbagai tingkah laku seperti
perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan
teman, kebiasaan belajar, dan hubungan social.
c. Aspek Psikomotorik
Hasil belajar pada aspek psikomotorik berkenaan ketrampilan atau kemampuan
bertindak setelah siswa menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ini
sebenarnya tiap lanjutan dari hasil belajar afektif yang baru tampak dalam
kecenderungan – kecenderungan untuk berprilaku.
2.15 Aktivitas Belajar
Paul B. Diedrich membuat suatu daftar yang berisi 8 macam kegiatan siswa, antara
lain dapat digolongkan sebagai berikut: (1) visual activites, yang termasuk didalamnya, misalnya
membaca, memperhatikan penjelasan guru, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, dan
pekerjaan orang lain; (2) Oral activities , seperti mengatakan, merumuskan, bertanya,
memberikan saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, dan interupsi; (3)
Listening activities , sebagai contoh mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, music, dan
pidato; (4) Writing Activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, dan menyalin;
(5) Drawin Activities, misalnya membuat gambar, membuat grafik, peta dan diagram; (6) Motor
Activities, yang termasuk didalamnya antara lain melakukan percobaan, membuat reparasi,
bermain, berkebun, dan beternak; (7) Mental Activities, misalnya menganggap, mengingat,
memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan, mengambil keputusan; (8) Emption
Activities, seperti misalanya menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah,
berani, tenang, gugup.
Adapun indikator aktivitas belajar siswa menurut Muslich (2008:87) adalah:
1. Mendengarkan
Mampu berdaya tahan dalam berkonsentrasi, mendengarkan sampai dengan 30
menit, dan mampu menyerap gagasan pokok dari apa yang dijelaskan guru atau
siswa dengan member respon dengan tepat, serta mengapresiasi dan berekspresi
secara tepat pula.
2. Berbicara
Mampu mengungkapkan gagasan dan perasaan, menyampaikan ide, berdialog,
serta mengapresiasi dan berekspresi melalui kegiatan melisankan hasil.
3. Membaca
Mampu membaca lancer, mampu membaca isinya dan menerjemahkan ke dalam
tulisan dari pemahamannya sendiri serta mengapresiasi dan berekpresi melalui
kegiatan membaca dan menklarifikasi beberapa hal dari buku sumber yang ada.
4. Menulis
Mampu menulis huruf dan kalimat baik matematis maupun nonmatematis dengan
rapid an jelas, dan merupakan ungkapan pemahaman dari persoalan yang ada.
2.1.6 Model Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Kontekstual (contextual) berasal dari kata konteks (contex). Konteks (contex) berarti
“bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna;
situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian” (Depdiknas, 2001: 591). Murhadi (dalam
Rusman, 2011:189) menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar
yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

2.1.6.1 Langkah – langkah Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual


Ada tujuh langkah penerapan model pembelajaran kontekstual (CTL) yang harus
dikmbangkan oleh guru (Rusman, 2011:193), yaitu: (1) konstruktiivisme (constructivisme), (2)
inkuiri (inquiry), (3) bertanya ( questioning), (4) masyarakat belajar (learning community), (5)
pemodelan ( modeling), (6) refleksi (reflection), dan (7) penilaian autentik (authentic
assessment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan model pembelajaran kontekstual jika
menerapkan ketujuh prinsip tersebut dalam pembelajarannya.
Abdullah (2008:4-5) menjelaskan gambaran sederhana penerapan ketujuh komponen
utama pembelajaran kontekstual sebagai berikut:
1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
sendiri, menemukan sendiri, mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan
barunya. (Komponen Kontrukstivisme Sebagai Filosofi)
2) Laksanakan kegiatan inkuiri untuk mencapai kompetensi yang diinginkan.
( Komponen Inkuiri Sebagai Strategi Belajar)
3) Bertanya sebagai alat belajar, kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
(Komponen Bertanya Sebagai Keahlian Dasar yang Dikembangkan)
4) Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok). (komponen Masyarakat
Belajar Sebagai Penciptaan Lingkungan Belajar)
5) Tunjukkan model sebagai contoh pembelajaran (benda-benda, guru, siswa lain, karya
inovasi). (Komponen Pemodelan Sebagai Acuan Pencapaian Kompetensi)
6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan agar siswa merasa bahwa hari ini mereka belajar
sesuatu. (Komponen Refleksi Sebagai Langkah Akhir dari Belajar)
7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dari berbagai sumber dengan berbagai cara.
(Komponen penilaian yang Sebenarnya).
Trianto (2009:111) menyatakan bahwa secara garis besar langkah – langkah penerapan
model pembelajaran kontekstual (CTL) adalah sebagai berikut:
1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
sendiri, menemukan sendiri, mengkontruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan
barunya.
2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topic
3) Kembangkan sifat ingin tahu dengan bertanya
4) Ciptakan masyarakat belajar
5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Dalam CTL hal – hal yang perlu dilakukan sebagai dasar menilai prestasi siswa antara
lain: 1) proyek/kegiatan dan laporannya; 2) PR (Pekerjaan Rumah); 3)kuir; 4) karya siswa; 5)
presentasi atau penampilan siswa; 6) demonstrasi; 7) laporan; 9) hasil tes tulis; dan 10) karya
tulis.

2.1.6.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kontekstual


Keunggulan model pembelajaran Kontekstual adalah:
1. Real world learning dimana mengutamakan pengalaman nyata
2. Siswa aktif, sedangkan guru memberikan arahan
3. Kegiatannya lebih kea rah belajar, bukan mengajar
4. Pengetahuan menjadi bermakna bagi kehidupan
Beberapa kelemahan dari model pembelajaran kontekstual adalah:
1. Guru harus memiliki kemampuan untuk memahami secara mendalam tentang konsep
pembelajaran kontekstual itu sendiri, potensi perbedaan individu siswa di kelas,
sarana, media, alat bantu yang menunjang aktifitas siswa didalam belajar.
2. Bagi siswa dibutuhkan inisiatif dan kreativitas alam belajar, memiliki wawasan dalam
pengetahuan yang memadai dari setiap mata pelajaran, adanya perubahan sikap
dalam menghadapi persoalan, dan memiliki tangung jawab pribadi yang tinggi dalam
menyelesaikan tugas- tugas.

2.1.7 Media Pembelajaran


Ada beberapa konsep atau definisi media pendidikan atau media pembelajaran. Rossi
dan Breidle (Sanjaya, 2008:163) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah sebuah alat
dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku,
Koran, majalah, dan sebagainya.
Namun demikian, media bukan hanya berupa alat atau bahan saja, akan tetapi hal – hal
lain yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan. Erlach dan Ely (Sanjaya, 2008:
163) menyatakan media meliputi orang, bahan peralatan atau kegiatan yang menciptakan kondisi
yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Media pembelajaran memiliki fungsi dan berperan untuk (Sanjaya, 2008: 169):
a. Menangkap suatu objek atau peristiwa- peristiwa tertentu
b. Memanipulasi keadaan, peristiwa atau objek tertentu
c. Menambah gairah dan motivasi belajar siswa

2.1.8 Media Pembelajaran Lembar Kegiatan Siswa


Arsyad (2007) mengemukakan Lembar Kerja Siswa (LKS) bukan hanya berisi
kumpulan – kumpulan soal melainkan tempat/lembaran – lembaran kerja dari para siswa yang
mengandung beberapa unsur kegiatan yang membuat siswa mampu mengelola perolehannya.
Dalam pembuatan Lembar Kegiatan Siswa, dituntut kemampuan guru untuk
mempertimbangkan pokok bahasan/sub pokok bahasan yang menghendaki adanya lembar
kegiatan siswa.
Manfaat lembar kegiatan siswa dalam kegiatan proses belajar mengajar adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mempermudah pemahaman terhadap materi pelajaran yang diperoleh atau
didapatkan siswa, sedangkan bagi guru untuk menuntun siswa akan berbagai
kegiatan yang perlu diberikan serta mempertimbangkan proses berpikir yang akan
ditambahkan pada diri siswanya.
2. Siswa akan dilatih lebih banyak untuk mengerjakan soal – soal latihan di sekolah
maupun di rumah. Dan untuk mngembangkan ketrampilan mengembangkan sikap
ilmiah serta membangkitkan minat siswa terhadap alam sekitarnya.
3. Untuk membantu siswa menemukan jawaban terhadap masalah yang berisi
langkah – langkah kerja yang menuntun siswa untuk menggeneralisasikan fakta.
Adapun kelebihan dari lembar kegiatan siswa sebagai media pembelajaran, diantaranya:
1. Dapat membuat pelajaran menjadi lebih jelas dan konkret
2. Siswa lebih terlatih untuk mengerjakan soal-soal latihan baik di sekolah maupun di
rumah.
3. Guru terbantu dengan kehadiran lembar kegiatan siswa karena semua materi dapat
diujicobakan lebih mendetail.
4. Guru dapat lebih efektif dan efisien dalam pengajaran di sekolah
Ada kelebihan, maka ada juga kekurangan dari lembar kegiatan siswa sebagai media
pelajaran, diantaranya:
1. Biaya untuk pembelian lembar kegiatan siswa hamper tidak terjangkau bagi
masyarakat menengah ke bawah
2. Tidak efektif bagi siswa yang tidak memiliki minat belajar

2.1.9 Operasi Bentuk Aljabar

2.1.9.1. Mengenal Operasi Bentuk Aljabar

Dalam operasi bentuk aljabar terlebih dahulu kita mengetahui tentang operasi bilangan bulat
seperti berikut ini:

2 + (-3) =
-4 – (-5) =

7 + -(2) =

Pengertian Suku Banyak

Misalkan kamu akan berbelanja 5 kg gula dan 7 kg beras. Jika harga gula g rupiah
perkilogram dan harga beras adalah b rupiah perkilogram, maka uang yang harus kamu bayar
adalah 5g + 7b rupiah. Bentuk 5g + 7b adalah salah satu contoh bentuk aljabar. Pada bentuk 5g +
7b, g dan b disebut variabel. Bilangan 5 disebut koefisien dari g dan 7 disebut koefisien dari b.
5g dan 7b terdiri dari dua suku. Operasi bentuk aljabar yang terdiri dari dua suku disebut suku
dua (binominal), yang mempunyai tiga suku disebut suku tiga (trinomial) dan yang terdiri dari
satu suku disebut suku satu ( monomial)

Memahami Penjumlahan dan Pengurangan Bentuk Aljabar

Disadari atau tidak, banyak masalah sehari – hari yang berkaitan dengan penjumlahan dan
pengurangan bentuk aljabr. Missal dalam dunia perbankan, perdagangan di pasar, dan produksi
suatu perusahaan. Berikut disajikan salah satu contoh tentang permasalahan dalam dunia
perdagaangan.

Pak Srianto seorang tengkulak beras yang sukses di desa sumber Makmur. Suatu ketika Pak
Srianto mendapatkan pesanan dari pasar A dan B di hari yang bersamaan. Pasar A memesan 15
karung beras dan 17 karung beras. Misal X adalah massa tiap karung beras.

Nytakanlah dalam bentuk aljabar:

a. Total beras yang dipesan kepada pak Srianto


b. Siswa beras yang ada di gudang pak Srianto, jika memenuhi pesanan pasar A saja
c. Kekurangan beras yang dibutuhkan Pak Srianto, jika mememnuhi pesanan pasar B saja.
Alternatif Penyelesaian

a. Total beras yang dipesan kepada Pak Srianto adalah 15x + 20x kilogram beras
b. Jika pak Srianto memenuhi pesanan pasa A saja, maka sisa beras adalah 2 karung beras
atau 2x karung beras
c. Kekurangan beras yang dibutuhkan Pak Srianto untuk memenuhi pesanan pasar B
adalah 3 karung beras atau -3x karung beras.
Perkalian Bentuk Aljabar

Pada bagian ini, akan mempelajari suku satu dan suku dua dari bentuk aljabar. Contoh
berikut menjelaskan pentingnya perkalian tersebut.
Andi diminta oleh bu guru untuk menghitung luas persegi panjang yang panjangnya 2 cm
lebihnya dari lebarnya . berapa lu as persegi panjang tersebut?

Misalkan lebar persegipanjang tersebut l cm, maka panjang persegipnjang tersebut adalah p =
(l+3)cm. dengan demikian luas persegipanjang tersebut adalah L = p x l = (l+2) x l cm. Pada
persoalan ini, kita memerlukan perkalian suku satu dan suku dua.

.Pembagian bentuk Aljabar

Pada tiga kegiatan sebelumnya, pada kegiatan ini akan dipelajari operasi pembagian bentuk
aljabar. Operasi pembagian aljabar adalah lawan dari operasi perkalian bentuk aljabar. Sebagai
contoh masalah luas kebun Pak Idris dan Pak Halim yang disajikan dalam soal cerita berikut:

Diketahui adalah luas = x2 + 13x + 30 satuan luas dan panjangnya = x + 10 satuan panjang, yang
diminta adalah untuk menentukan bentuk aljabar dari lebarnya. Maka langkah untuk menentukan
lebarnya adalah sebagai berikut:

Seperti yang diketahui bahwa Luas = panjang x lebar. Dan dapat ditulis

Luas
lebar=
Panjang

Lebar tanah pak Halim dapat ditentukan dengan membagi bentuk aljabar dari luas tanah dengan
bentuk aljabar dari panjang

x 2 +13 x+ 30
lebar= =x+ 3
x+10

Pada kegiatan tersebut, telah ditentukan bahwa hasil bagi x 2+ 13 x +30 dengan x +10 adalah x +3

Memahami Cara Menyederhanakan bentuk Aljabar

Sebelum Pelaksanaan Pembelajaran

Perhatikan contoh penyederhanaan berikut. Untuk memahami proses penyederhanaan berikut,


sebaiknya kembali sifat – sifat penjumlahan dan perkalian bentuk aljabar.
Contoh:

2x
Sederhnakan bentuk aljabar berikut
4 x +2

Alternatif penyelesaian:

2x 2x
= faktorkan penyebut dan pembilang
4 x +2 2(2 x +1)

x
= sederhanakan (pembilang dan penyebut dibagi 2)
2 x +1

2.1.9.2. Mengenal Bentuk Aljabar dengan Menerapkan Penerapan Kontekstual (CTL)


pada Materi Operasi Bentuk Aljabar

Suatu ketika terjadi percakapan antara pak Agus dan pak Budi. Mereka baru saja
membeli buku di suatu took grosir

Pak Agus : “ Pak Budi, kelihatannya beli buku banyak sekali.”

Pak Budi : “Iya Pak. Ini pesanan dari sekolah saya. Saya beli 2 kardus dan 3 buku. Pak
Agus beli apa saja?”

Pak Agus : “ saya hanya beli 5 buku saja Pak, untuk anak saya yang kelas VIII SMP.”

Dalam percakapan tesebut terlihat dua orang yang menyatakan banyak buku dengan satuan yang
berbeda. Pak Agus menyatakan jumlah dalam satuan kardus, sedangkan pak Budi langsung
menyebutkan banyak buku yang ia beli dalam satuan buku.

2.2.0. Contoh Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual (CTL) pada Materi Operasi
Bentuk Aljabar

Proses pembelajaran pada materi operasi hitung bentuk aljabar sama dengan menerapkan
model pembelajaran kontekstual (CTL) adalah sebagai berikut :
Tahap 1 : Kontruktivisme

Pada tahap ini guru bertanya jawab dengan siswa tentang ateri yang akan diajarkan.
Materi yang akan diajarkan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah diperoleh siswa
sebelumnya.

Guru bertanya jawab dengan siswa bertujuan untuk membentuk membangun


pengetahuan baru siswa. Selain bertanya jawab guru juga menggunakan gambar untuk
memancing respon dari siswa.

Contoh: Membangun pengetahuan siswa tentang “pengenalan bentuk aljabar”

Di sekitar kita juga banyak orang menyatakan banyak suatu benda dengan bukan satuan benda
tersebut, tetapi menggunakan satuan kumpulan dari jumlah benda tersebut. Missal satu karung
beras, satu keranjang apel, satu keranjang jeruk, dan lain – lain. Untuk lebih memahami bentuk
– bentuk aljabar, mari amati tabel berikut. Dalam suatu kotak terdapat sekian bola, sedangkan
dalam suatu tabung terdapat sekian bola dalam jumlah yang lain.

X menyatakan banyak bola dalam suatu kotak

Y menyatakan banyak bola dalam satu tabung

- Meminta beberapa siswa mengamati tabel yang diberikan peneliti. Tujuannya


mengenalkan beberapa bentuk tentang jumlah bola
- Asumsi yang perlu disepakati di awal adalah, jumlah bola pada setiap kotak adalah sama,
dan jumlah bola dalam setiap tabung adalah sama.

Tabel bentuk Aljabar

No. Gambar Bentuk Aljabar Keterangan


1. 2 2 bola

2. x 1 kotak bola

x+x 2 kotak bola


atau
2x
3. 2x + 4 2 kotak bola dan 4 bola

4. 2x + y + 4 2 kotak bola, 1 tabung


bola, dan 4 bola

Tahap 2 : Inkuiri
Pada tahap ini guru menggunakan gambar untuk memfasilitasi siswa untuk menemukan
sendiri konsep- konsep pada materi yang akan diajarkan. Dengan begitu, konsep yang baru
diterima siswa akan lebih lama diingat oleh siswa.
Dari gambar tersebut peneliti:
 Menanyakan kepada siswa nilai masing – masing faktorisasi suku aljabar
 Meminta pendapat siswa tentang apa yang mereka lihat pada gambar
Tahap 3: Bertanya

Pada tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa menanyakan hal-hal yang
tidak dimengerti dari penjelasan dan contoh –contoh soal yang telah diberikan.

Tahap 4 : Masyarakat Belajar


Pada tahap ini guru mengelompokkan siswa yang terdiri dari 5 orang siswa yang
heterogen dalam setiap kelompoknya. Setiap kelompok akan menyelesaikan beberapa soal yang
diberikan oleh guru. Dengan adanya kelompok siswa akan mampu belajar lebih bermasyarakat
dan dapat saling bertukar pikiran dengan siswa lain dan gurunya.

Tahap 5 : Pemodelan

Pada tahap ini, guru membuat suatu model yang dapat ditiru oleh siswa. Dalam model ini
model yang dimaksud adalah langkah – langkah menyelesaikan suatu soal. Langkah – lngkah
tersebut disajikan dengan menggunakan media LKS.

Contoh:Masalah yang berkaitan dengan Bentuk Aljabar

LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS)

SOAL

Pembeli Pak Budi Pak Agus


Membeli 2 kardus buku dan 3 buku 5 buku

Bentuk Aljabar ...................................................... ..........................................

Langkah Penyelesaian
 Memahami Masalah
Dik: - 2 kardus dan 3buku
- 5 buku
Dit : menuliskan ke dalam bentuk aljabar

 Menyelesaikan masalah \
Misalkan kardus adalah variable x maka bentuk aljabarnya
2x + 3
Bentuk aljabar yang kedua adalah 5
 Menarik kesimpulan
Bentuk aljabar dapat dituliskan sebagai berikut ax + c
Tahap 6: Refleksi

Pada tahap ini guru merangkum semua konsep yang abru diajarkan
- Suku adalah bagian dari bentuk aljabar yang dipisahkan oleh tanda tambah atau kurang
- Koefisien adalah factor konstan pada suatu suku
- Variabel adalah suatu symbol yang mewakili suatu nilai tertentu

Konstanta suku pada bentuk aljabar yang berupa bilangan/ nilai tertentu BAB III

METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran di kelas, terutama untuk
meningkatkan hasil belajar siswa. Arikunto(2008:3) menjelaskan penelitian tindakan kelas
merupakan suatu pencermatan terhadap keiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja
dimunculkan yang terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 27 Medan, pada semester ganjil tahun ajaran
2015/2016.

3.3 Subjek dan Objek Penelitian


3.3.1 Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Medan Tahun Ajaran 2015/2016
dengan pertimbangan bahwa siswa pada sekolah ini memiliki kemampuan yang heterogen.
Pemilihan dan penentuan kelas dilakukan berdasarkan keterangan guru tetap bahwa siswa di
kelas memiliki karateristik yang sama.

3.3.2 Objek Penelitian


Objek penelitian ini adalah Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada pokok bahasan
faktorisasi suku aljabar menggunakan model Pembelajaran Kontekstual siswa kelas VIII SMP
Negeri 27 Medan T.A 2015/2016.
3.4. Prosedur Penelitian

Sesuai dengan jenis penelitian ini yaitu penelitian tindakan kelas maka peneliti memiliki
beberapa tahap yang merupakan suatu siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan
yang akan dicapai. Pada penelitian ini jika siklus I tidak berhasil, yaitu proses belajar mengajar
tidak berjalan dengan baik dan hasil belajar belum mencapai ketuntasan maka akan dilaksanakan
siklus II pada kelas yang sama. Adapun setiap siklusnya dilakukan melalui tahap-tahap berikut
ini:

3.4.1 Prosedur penelitian Siklus I


a. Permasalahan I
Sebelum melakukan perencanaan tindakan, peneliti melakukan tes awal kepada siswa.
Tes awal yang diberikan ada 5 soal berupa soal faktorisasi suku aljabar. Tes awal diberikan
untuk mengetahui tingkat kemampuan matematika siswa dan sebagai acuan dalam pembentukan
kelompok.
Bila belum mencapai criteria ketuntasan belajar dari setiap siklus maka diperlukan suatu
cara untuk mengatasi permasalahan ini, antara lain dengan penerapan model kontekstual (CTL)
dengan bantuan lembar kegiatan siswa (LKS) sehingga dapatlah refleksi awal dari permasalahan
ini.
b. Tahap Perencanaan Tindakan I
Pada tahap perencanaan tindakan ini, hal-hal yang dilakukan yaitu:

- Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang berisikan langkah-


langkah kegiatan dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran
Kontekstual (CTL) dengan bantuan Lembar Kerja Siswa (LKS).
- Mempersiapkan sarana pendukung pembelajaran yang mendukung pelaksanaan
tindakan yaitu: Lembar Kerja Siswa (LKS) dan buku mata pelajaran untuk peneliti.
- Mempersiapkan soal atau tes yang digunakan untuk melihat hasil belajar siswa.
- Mempersiapkan lembar observasi atau aktivitas guru dan aktivitas siswa.
c. Tahap Pelaksanaan Tindakan I
Setelah tahap perencanaan tindakan I disusun, maka tahap selanjutnya adalah
pelaksanaan tindakan I, yaitu:
- Membagi Lembar Kerja Siswa (LKS) yang telah disiapkan kepada setiap kelompok
- Melakukan kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran
kontekstual seperti yang telah disusun pada rencana pelaksanaan pembelajaran. Dimana
peneliti bertindak sebgai pengajar dan guru bertindak sebagai observer yang mengamati
kelas selama pembelajaran berlangsung.
- Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan atau soal yang belum
dipahami. Jika ada siswa yang bertanya, maka diberikan kepada kelompok lain untuk
menggapainya. Namun jika memang masalah tersebut tidak dapat dijawab oleh siswa
lain, maka peneliti akan memebrikan penjelasan untuk menjawab masalah tersebut.
- Pada akhir tindakan, diberikan tes hasil belajar kepada siswa yang diberikan secara
individual untuk melihat hasil belajar yang dicapai siswa.
d. Tahap Observasi 1
Tahap pengamatan/observasi yang dilakukan bersamaan pada saat tindakan dilakukan.
Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru sedangkan pengamat (observer) mengamati
perilaku peneliti dan juga perilaku siswa selama proses belajar berlangsung.
e. Tahap Analisis Data
Data yang diperoleh dari test hasil belajar dan observasi dianalisis beberapa tahapan.
f. Tahap Refleksi 1
Setelah guru melakukan kegiatan belajar mengajar, mengadakan pengamatan dan
penilaian terhadap keberhasilan belajar siswa, maka akan diperoleh data – data baik kuantitatif.
Semua dikumpulkan dan dianalisis.
Langkah selanjutnya adalah mengadakan refleksi yaitu perenungan terhadap hasil
analisi yang dikerjakan. Tahap ini dilakukan untuk mengambil keputusan perencanaan tindakan
selanjutnya berdasarkan hasil analisis dari pemberian tindakan dari siklus I. setelah dilakukan
hasil refleksi pada siklus I, apabila hasilnya belum mencapai indikator keberhasilan maka
dilanjutkan pada siklus II. Kekurangan – kekurangan yang ada pada siklus I menjadi
pertimbangan untuk menyusun rencana pada siklus II.
3.4.2 Prosedur Penelitian Siklus II
Jika masalah masih ada, yaitu masih banyak siswa yang belum mencapai ketuntasan pada
hasil belajarnya, maka dilaksanakan siklus II di kelas VIII dengan tahapan seperti siklus I di
kelas VIII dengan lebih memaksimalkan dan mengembangkan proses pembelajarannya. Materi
yang akan diajarkan pada siklus II sama seperti materi yang diajarkan pada siklus I. Hasil belajar
atau tidak dengan menerapkan model pembelajaran kontekstual dengan bantuan Lembar Kerja
Siswa (LKS).

Siklus penelitian tindakan kelas menurut Arikunto (2008:16):

Alternatif Pemecahan
Pelaksanaan
Permasalahan I Tindakan I
(Rencana Tindakan I)

Selesai Refleksi I
Analisis Data I Observasi I

Alternatif Pemecahan Pelaksanaan


Permasalahan II
Tindakan II
(Rencana Tindakan II)

Selesai Refleksi II Analisis Data II Observasi


II

Belum Terselesaikan Siklus Selanjutnya


Gambar 3.1 Prosedur Penelitian Tindakan Kelas

Tahap-tahap dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Tahap perencanaan tindakan

Adapun kegiatan yang akan dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah:

a. Membuat tes diagnosis

b. Memberikan tes diagnosis

Tes diagnosis yang diberikan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan siswa dalam


memahami pelajaran.
c. Memeriksa hasil tes diagnosis

Hasil tes diagnosis ini kemudian digunakan untuk identifikasi awal tindakan yang akan
dilakukan.
d. Membuat skenario pembelajaran (RPP)

e. Menyusul soal yang digunakan sebagai bentuk bantuan untuk melihat hasil

belajar siswanya

f. Membuat lembar observasi untuk melihat kondisi mengajar yang

dilakukan peneliti berlangsung

g. Merancang tindakan selanjutnya

2. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Setelah perencanaan tindakan disusun secara matang, maka tahap selanjutnya adalah
pelaksanaan tindakan, yaitu sebagai berikut:
b. Melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode Ekspositori. Seperti
dalam rencana pembelajaran yang telah dibuat oleh peneliti dimana peneliti bertindak
sebagai guru. Sedangkan guru Matematika SMP Negeri 27 Medan bertindak sebagai
pengamat yang akan memberi masukan tentang pengajaran yang sedang berlangsung.

c. Setelah pembelajaran dengan metode Ekspositori dilakukan, maka pada akhir tindakan
siswa diberi tes hasil belajar dan guru hasil yang dicapai oleh siswa.

d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan tanya jawab mengebnai soal yang
diberikan.

e. Melakukan wawancara kepada siswa yang berkesulitan belajar. Pertanyaan yang diberikan
diarahkan untuk menelusuri alasan yang diberikan siswa dalam mengerjakan soal.

3. Tahap Observasi

Observasi dilakukan di dalam kelas saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.


Observasi dilakukan oleh guru Matematika SMP Negeri 27 Medan

4. Tahap Refleksi

Hasil yang didapatkan dari tahap pelaksanaan tindakan dan wawancara serta observasi
dikumpulkan dan dianalisis pada tahap ini, sehingga didapat kesimpulan dari tindakan
yang dilakukan. Hasil refleksi ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk perencanaan
pada siklus berikutnya.
Siklus I
a. Permasalahan I

Permasalahan dalam penelitian ini diketahui setelah peneliti memeriksa tes diagnosa
yang diberikan kepada siswa adalah siswa kurang memahami materi faktorisasi suku
aljabar, siswa kesulitan dalam menyelesaikan masalah faktorisasi suku aljabar, dan
siswa kesulitan mengungkapkan gagasan-gagasannya.
b. Alternatif Pemecahan I (rencanan tindakan I)
Dari masalah yang telah diketahui dibuat alternatif pemecahan masalah yaitu :
melalui pembelajaran dengan metode Ekspositori.
c. Pelaksanaan tindakan I

Pada tahap pelaksanaan tindakan I, peneliti bertindak sebagai pengajar di kelas


eksperimen. Pada akhir tidakan ini siswa diberi tes hasil belajar untuk dikerjakan
secara individual. Guru melihat hasil yang dicapai melalui tindakan tersebut.

d. Observasi I

Pada tahap observasi ini, pengamatan dilakukan terhadap hal-hal yang terjadi pada saat
pemberian tindakan siklus I di kelas.

e. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasiltes dan observasi dianalisi melalui tiga tahapan yaitu :
reduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan.
f. Refleksi I

Tahap ini dilakukan untuk menganalisa dan memberi makna terhadap data yang telah
diperoleh. Hasil tes hasil belajar siswa pada siklus I belum memenuhi syarat atau belum
mencukupi dari batas tes yang lah ditetapkan. Pada siklus I disadari pula bahwa peneliti
sendiri belum optimal memberikan upaya-upayanya agar hasil belajar siswa meningkat dan
agar siswa dapat memahami materi dengan baik, jadi berdasarkan hasil tes siklus I yang
belum berhasil, maka untuk memperbaiki masalah yang ditemukan setelah pemberian tes
hasil belajar pada siklus I, maka permasalahan yang hasil temuan setelah pemberian
tindakan pada siklus I diperbaiki di siklus II, dan siklus II nantinya diharapkan agar semua
permasalahan terselesaikan, artinya hampir semua siswa telah memahami materi dengan
baik, lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya,dan telah mencapai tingkat ketuntasan
yang sudah ditetapkan

Siklus II
a. Permasalahan II (masalah yang belum terselesaikan)
Permasalahan yang diperoleh dari siklus I adalah hasil belajar siswa pada pembelajaran
siklus I belum pada kemampuan yang diharapkan dan masih ditemukan adanya siswa
yang kurang memahami materi dan kurang lancar dalam mengungkapkan gagasan-
gagasannya.

b. Alternatif Pemecahan II (rencana tindakan II)

Pada rencana tindakan II dilakukan peneliti lebih maksimal dalam memberikan upaya-
upayanya agar siswa dapat memahami materi dengan baik.
c. Pelaksanaan tindakan II

Semua rencana tindakan II berjalan dengan baik maka dilaksanakan tindakan II.
d. Observasi II

Pada tahap observasi ini, pengamatan dilakukan pada hal-hal yang terjadi pada saat
pemberian tindakan siklus II di kelas.
e. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil tes dan observasi pada siklus II dianalisis melalui tiga
tahapan yaitu : reduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan.
f. Refleksi

Pada tahap ini diharapkan hasil belajar sisiwa sudah meningkat, dan tidak ada lagi
kesulitan maupun kekurangpahaman siswa dalam memahami materi. Jika semua
masalah terselesaikan , maka siklus dihentikan sampai siklus II saja, berarti penelitian
berhasil.

3.5. Alat Pengumpul Data


Alat yang dipergunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes dan non
tes untuk mengukur peningkatan hasil belajar siswa dan kesulitan – kesulitan yang dihadapi
siswa dan kesulitan – kesulitan yang dihadapi siswa pada materi faktorisasi suku aljabar setelah
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual dengan bantuan lembar
kegiatan siswa.
3.5.1. Tes
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar yang telah divalidasi
oleh validator. Bentuk tes yang diberikan adalah berbentuk tes uraian.
3.5.2. Observasi

Observasi adalah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara
sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara
langsung.

Cara atau metode observasi pada umumnya ditandai oleh pengamatan tentang apa yang
benar-benar dilakukan oleh individu dan membuat pencatatan-pencatatan secara aktif mengenai
apa yang diamati.

3.5.3. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mengungkapkan secara tuntas pengetahuan konseptual dan


penalaran siswa secara mendalam.

“Wawancara atau interview merupakan metode penilaian yang memungkinkan guru


memperoleh gambaran yang dalam pengetahuan konseptual siswa tentang suatu
masalah yang dihadapi (Karim, 1996)”.

Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan melalui wawancara diarahkan unuk mengetahui


kesulitan siswa dalam memahami materi faktorisasi suku aljabar dan untuk mengetahui
kesulitan siswa dalam mengerjakan soal matematika.

3.5.4. Metode Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data sekolah, nama siswa, serta foto-foto
pada saat proses tindakan penelitian.

3.6. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu :
3.6.1. Reduksi Data

Menyederahanakan data hasil tes yang diperoleh di lapangan untuk melihat sejauh mana
kemampuan siswa menyelesaikan tes dan dari jawaban siswa akan diketahui letak kesalahan-
kesalahan siswa. Selanjutnya dilakukan wawancara untuk memastikan kesulitan-kesulitan siswa
dalam belajar faktorisasi suku aljabar sehingga dapat dibuat rencana tindakan penanggulangan
yang akan dilakukan.

Untuk mengetahui persentase siswa yang telah tuntas secara individual dari tiap siklus
digunakan rumus:

B
PPH = x 100 %
N

Keterangan:

PPH : Persentase Penilaian Hasil

B : Skor yang diperoleh

N : Skor total

0%≤PPH<65 %: siswa belum tuntas dalam belajar


Kriteria : 65%≤ PPH≤ 100%: siswa telah tuntas dalam belajar.

Dari uraian di atas dapat diketahui siswa yang belum tuntas belajar dan siswa yang sudah
belajar secara individual.

Selanjutnya persentase siswa yang telah tuntas belajar secara klasikal dapat dirumuskan
sebagai berikut:

X
PPK= x 100 %
N

Keterangan:

PPK : Persentase kelas yang telah tuntas belajar

X : Jumlah siswa yang telah tuntas belajar


N : Jumlah seluruh siswa

Kriteria ketuntasan siswa secara klasikal akan dipenuhi jika di dalam kelas tersebut
terdapat 85% siswa yang telah mencapai nilai ¿ 65%.

3.6.2. Paparan Data


Setelah direduksi data siap dipaparkan, artinya tahap analisis sampai pada pemaparan data. Dari
analisis data diperoleh hasil belajar siswa dimana, hasil belajar siswa baik perseorangan maupun
klasikal berdasarkan nilai. Kriteria Kumulatif Minimal (KKM) sesuai dengan kurikulum tingkat
satuan pembelajaran dimana untuk matematika kelas VIII adalah:
1. Seorang siswa dikatakan telah tuntas belajar apabila siswa tersebut telah mencapai skor
68% atau nilai 68
2. Suatu kelas dikatakan telah tuntas belajar apabila terdapat 85% yang telah mencapai daya
serap lebih dari atau sama dengan 68%

Untuk melihat peningkatan yang terjadi dalam pembelajaran yang sedang berlangsung,
maka dialakukanri analisis data hasil tes dengan melakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Ketuntasan belajar perseorangan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
A
DS= x 100 %
B
Keterangan :
DS = Daya Serap
A = Skor yan diperoleh Siswa
B = Skor Maksimal
Dengan kriteria:
0% ≤ DS < 68 %= siswa belum tuntas dalam belajar
68 % ≤ DS < 100 %= siswa telah tuntas dalam belajar
2. Ketuntasan belajar klasikal dapat dihitung dengan menggunakan:
X
D= x 100 %
N
Keterangan:
D = Persentase kelas yang tuntas
X = Jumlah siswa yang telah tuntas dalam belajar
N = Jumlah seluruh siswa
Dengan melihat hasil ketuntasan belajar siswa berdasarkan perseorangan maupun klasikal
maka dapat diketahui peningkatan hasil belajar yang diperoleh siswa selama pembelajaran.

3.6.3 Menganalisis Hasil Observasi


 Aktivitas Guru
Untuk mengetahui proses pembelajaran dengan penerapan model Pembelajaran
Kontekstual (CTL) dengan bantuan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) pada materi faktorisasi suku
aljabar dilaksanakan dengan baik. Digunakan lembar observasi sebagai alat penilaian yang diisi
oleh observer yaitu guru matematika di tempat penelitian. Proses pembelajaran dapat dinilai per-
pertemuan setelah skor hasil pengamatan observan diolah dengan menggunakan rumus:
Si
P i=
Smaks
Keterangan:
Pi= nilai proses pembelajaran
S i= skor pengama tan
S maks= skor maksimal
Adapun kriteria rata-rata penilaian observasi menurut Soegito ( dalam Artauly, 2012:40)
dapat dilihat berikut ini:
Tabel 3.1 Pedoman untuk Melihat Aktivitas Guru

Tingkat Kategori
1,0 – 1,5 Sangat kurang
1,6 – 2,5 Kurang
2,6 – 3,5 Baik
3,6 – 4,0 Sangat baik

 Aktivitas Siswa
Observasi aktivitas siswa dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan persentase
secara kualitatif, yaitu:
a. Menghitung total aktivitas yang dilakukan siswa selama pembelajaran menurut
kategori pengamatan
b. Menghitung total aktivitas yang dilakukan siswa
c. Menghitung persentase aktivitas belajar siswa

Table 3.1 Pedoman Skala Penilaian Observasi Aktivitas Siswa

No Indikator Deskriptor Penilaian


1. Memperhati a. Memperhatikan penjelasan - Satu deskriptor
kan guru tampak (skor = 1)
Penjaelasan b. Melihat pemaparan dari materi - Dua deskriptor
guru yang dipelajari tampak (skor = 2)
- Tiga deskriptor
c. Membuat catatan ketika guru tampak (skor = 3)
menjelaskan - Empat deskriptor
d. Mendengarkan dan tampak (skor = 4)
memperhatikan penjelasan
guru dengan seksama
2. Berdiskusi a. Bergabung dalam kelompok - Satu deskriptor
b. Mengeluarkan pendapat dalam tampak (skor = 1)
diskusi - Dua deskriptor
c. Menghargai pendapat orang tampak (skor = 2)
lain - Tiga deskriptor
d. Kerjasama dengan teman tampak (skor = 3)
kelompok - Empat deskriptor
tampak (skor = 4)

3. Mengajukan a. Memberikan pendapat dan - Satu deskriptor


pertanyaan idenya dengan jelas tampak (skor = 1)
b. Sesuai dengan materi yang - Dua deskriptor
dipelajari tampak (skor = 2)
c. Menggunakan bahasa - Tiga deskriptor
Indonesia yang baik dan benar tampak (skor = 3)
- Empat deskriptor
d. Menggunakan referensi lain tampak (skor = 4)
atau gerakan tubuh untuk
menjelaskan sesuatu
4. Menyampai a. Memberikan pendapat dan - Satu deskriptor
kan idenya dengan jelas tampak (skor = 1)
pendapat/ide b. Sesuai dengan materi yang - Dua deskriptor
dipelajari tampak (skor = 2)
c. Menggunakan bahasa - Tiga deskriptor
Indonesia yang benar tampak (skor = 3)
d. Menggunakan sumber yang - Empat deskriptor
mendukung dan alas an yang tampak (skor = 4)
logis dalam menyampaikan
pendapat
5. Memberikan a. Jawaban singkat - Satu deskriptor
jawwaban b. Ada hubungan dengan materi tampak (skor = 1)
pelajaran yang telah dihadapi - Dua deskriptor
c. Ada hubungan dengan tampak (skor = 2)
kehidupan nyata - Tiga deskriptor
d. Menggunakan bahasa tampak (skor = 3)
Indonesia yang benar - Empat deskriptor
tampak (skor = 4)

6. Membuat a. Menyimpulkan sesuai materi - Satu deskriptor


kesimpulam yang baru saja dipelajari tampak (skor = 1)
b. Membuat kesimpulan dengan - Dua deskriptor
singkat dan jelas tampak (skor = 2)
c. Mencatat kesimpulan dengan - Tiga deskriptor
rapi tampak (skor = 3)
d. Mencakup semua materi yang - Empat deskriptor
baru dipelajari tampak (skor = 4)

Setiap indikator akan memiliki skor maksimal sebesar 4 dan skor minimal sebesar 1.
Dimana total skor dari aktivitas siswa secara keseluruhan adalah sebesar 24.
Criteria aktivitas siswa menurut Sutuyono (dalam Siantar, 2010:43): persentase (%)
skor yang diperoleh
aktivitas siswa secara individual = x 100 %
skor maksimal
Kategori penilaian :
PAS < 60 % : siswa kurang aktif
60 % ≤ PAS< 70 % : siswa cukup aktif
60 % ≤ PAS< 85 % : siswa aktif
PAS≥ 85 % : siswa sangat aktif
Skor maksimal : 24
Aktivitas siswa dikatakan meningkat dan tuntas jika 75% siswa memiliki persentase
aktivitasi siswa 65%.
3.7 Penyimpulan Data

Kesimpulan yang diambil merupakan dasar bai pelaksanaan siklus berikutnya dan perlu
tidaknya siklus dilanjutkan. Untuk mengetahui nilai rata – rata siswa digunakan rumus:

X=
∑ xi
N

Keterangan:

∑ xi = jumlah nilai siswa


N = jumlah sampel

Nilai rata – rata siswa dihitung pada setiap tes yang diberikan untuk melihat ada tidaknya
peningkatan nilai antara tes hasil belajar (siklus I ) dengan tes hasil belajar (siklus II).

Pada penelitian ini seandainya siklus I dilaksanakan ternyata hasil belajar siswa
dikategorikan masih rendah, maka penelitian ini dilanjutkan di siklus II yang dilaksanakan di
kedua kelas. Karena penelitian menggunakan dua kelas, maka kemampuan awal kedua kelas
harus homogenitas. Untuk mengujinya dilakukan uji homogenitas dengan rumus:

Varian terbesar
F=
Varians terkecil
Fhitung dikonsultasikan dengan table distribusi frekuensi (α =0,05 , Jika Fhitung ¿ Ftabel maka

kedua kelas homogen. Kemudian untuk melihat perbandingan kemampuan hasil belajar yang
lebih baik, antara kelas pertama dan kelas kedua maka digunakan uji beda ( uji-t) atau menguji
perbedaan dua rata (uji satu pihak). Dalam Sudjana (2005:242) bahwa dalam uji satu pihak

dimisalkan bahwa kedua populasi berdistribusi normal dengan rata-rata x 1 dan x 2 dan simpangan
baku s1dan s2dalam hal ini s1= s2. Dalam Sudjana Sudjana (2005: 446) kita menngunakan uji
kenormalan data secara nonparametric yang dikenal dengan nama Uji Lililefors. Pada sebuah
sampel akan diuji hipotesis nol bahwa sampel tersebut berasal dari populasi yang sama melawan
hipotesis tandingan bahwa distribusi tidak normal. Dimana prosedurnya:

a. Pengamatan x 1 , x2 , … … .. , x n dijadikan bilangan baku z 1 , z 2 ,… … , z n dengan


xi− x
menggunakan rumus z 1= ( x dan s masing – masing merupakan rata – rata dan
s
simpangan baku sampel)
b. Untuk tiap bilangan baku ini mengadakan daftar distribusi normal baku, kemudian
dihitung peluang F ( z i ) =P ( z ≤ z i ).
c. Selanjutnya, dihitung proporsi z 1 , z 2 ,… … , z n yang dikenal dengan z 1, jika proporsi
dinyatakan oleh S ( z i ), maka
banyaknya z 1 , z 2 , … … , z n yang ≤ z i
S ( zi ) =
n
d. Hitung selisih F ( z i ) −S ( z i ) kemudian tentukan harga mutlaknya.
e. Ambil harga yang paling besar diantara harga – harga yang mutlak selisih tersebut.
Sebutlah harga terbesar ini L0
Dengan L0= populasi berdistribusi normal
L yang diambil dari daftar XIX(11) = populasi tidak berdistribusi normal. Kriteria
pengujian yang berlaku adalah L0 diterima jika Lhitung < Ltabel, dan L0 ditolak atau Ltabel
diterima jika Lhitung > Ltabel. dengan daftar signifikan α =0,05 .
Maka rumus statistic yang digunakan untuk uji satu pihak adalah:
x 1−x 2
¿ ( n1−1 ) s 12+ ( n2−1 ) S 22
t
√ 1 1 dengan s = 2
S
+ n1 +n2−2
n1 n 2
dimana:
x 1=nilai rata−rata1
x 2=nilai rata−rata 2
n1 = jumlah sampel 1
n2 = jumlah sampel 2
s1=simpangan baku 1
s2 = simpangan baku 2
Dengan:
H 0 : μ1 = μ2
H 1 : μ 1 > μ2
Kriteria pengujian yang berlaku adalah H 0diterima jika Lhitung < Ltabel dan
H 0 ditolak atau H 1 diterima jika t memiliki harga lain. Derajat kebebasan untuk distribusi t
adalah dk = n1 +n 2−2dengan taraf signifikan α =0,05 .
Penelitian ini dikatakan berhasil apabila indikator – indikator berikut dicapai, yaitu
kategori hasil observasi meningkat dari siklus I ke siklus II, terjadi peningkatan nilai rata – rata
siswa dari siklus I ke siklus II, dan ketuntasan belajar klasikal meningkat dari siklus I ke siklus II
.
Apabila indikator keberhasilan di atas tercapai maka pembelajaran yang dilaksanakan
peneliti dapat dikatakan berhasil. Tetapi bila indikatornya belum tercapai maka pembelajaran
yang dilaksanakan peneliti berhasil dan akan dilanjutkan ke siklus berikutnya.
Hasil belajar siswa dikatakan meningkat apabila persentase ketuntasan individual dan
ketuntasan klasikal yang diperoleh siswa semakin meningkat dari tes awal yang diberikan sampai
pada tes yang dilakukan pada setiap siklusnya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar
berdasarkan criteria pendidikan jika siswa tidak dapat mencapai tujuan yang ditetapkan setelah
mengikuti tes, serta jika hasil prestasinya berada dibawah rata-rata siswa yang lain.

Anda mungkin juga menyukai