Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sekarang ini

memungkinkan kita untuk memperoleh banyak informasi dengan mudah dan

cepat dari berbagai tempat di dunia. Kita dituntut untuk mengikuti perkembangan

IPTEK dan mengembangkannya, agar tidak tertinggal. Salah satu informasi yang

harus diikuti dan dikembangkan adalah informasi tentang ilmu yang berguna dan

bermanfaat bagi diri sendiri, lingkungan, masyarakat maupun bermanfaat bagi

negara dan bangsa kita. Kita di sekolah wajib mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan

agar kita dapat berfikir logis, kritis, sistematis dan kreatif. Cara berfikir seperti itu

dapat dikembangkan melalui belajar matematika.

Matematika adalah ilmu dasar yang merupakan mata pelajaran yang

diajarkan di sekolah, serta memiliki peranan strategi dalam perkembangan IPTEK.

Mengajarkan matematika menuntut seni mengajar yang khas serta peran aktif dari

siswa. Guru harus memahami betul cara mengajar yang baik sesuai dengan

keadaan siswa agar siswa aktif dalam belajar matematika. Sehingga belajar

matematika bagi siswa merupakan kegiatan yang menyenangkan.

Pengalaman penulis selama melakukan observasi di SMAN 1 Enam

Lingkung siswa kurang aktif contohnya siswa tidak membuat pekerjaan rumah,

kurang bertanya dan sering keluar masuk saat pembelajaran. Pada saat guru

memberikan latihan banyak siswa yang tidak dapat mengerjakan latihan dan

berusaha mencontoh jawaban temannya. Hal ini terjadi karena guru tidak
mengaitkan materi pelajaran dengan dunia nyata siswa, sehingga siswa merasa

bosan dan menganggap pelajaran matematika tidak menarik.

Hal ini disebabkan karena metode yang digunakan guru kurang membuat

siswa aktif dan membosankan. Apabila masalah ini dibiarkan berlarut-larut,

mengakibatkan semakin rendahnya hasil belajar siswa atau tidak sesuai dengan

yang diharapkan. Untuk melaksanakan pembelajaran yang mampu mengatasi

masalah diatas, seharusnya guru selalu mengaitkan pembelajaran dengan dunia

nyata siswa, sehingga dapat mendorong siswa untuk membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari ,

sehingga dalam proses pembelajaran siswa bekerja dan mengalami sendiri. Cara

ini diharapkan pembelajaran lebih bermakna, siswa lebih aktif belajar dan hasil

belajar siswa meningkat. Berdasarkan uraian di atas maka penulis mencoba

melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Pendekatan Kontekstual

terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas XI SMAN 1 Enam

Lingkung”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, penelitian dapat didentifikasikan

sebagai berikut:

1. Metode yang digunakan guru kurang membuat siswa aktif

2. Aktivitas siswa dalam belajar matematika masih rendah

3. Hasil belajar siswa masih rendah


4. Siswa merasa bosan dan menganggap pelajaran matematika adalah

pelajaran yang tidak menarik

5. Kurangnya keterkaitan materi pelajaran dengan dunia nyata siswa

(kurang kontekstual)

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka penulis perlu membatasi masalah

dalam pembahasan sebagai berikut:

1. Materi pembelajaran dalam penelitian adalah materi pelajaran matematika

yang tercantum dalam silabus Kurikulum 2013 pada kelas XI semester 1

yaitu Program Linear.

2. Hasil belajar pada penelitian merupakan hasil belajar yang dibatasi pada

ranah kognitif

D. Rumusan Masalah

Merujuk pada pembatasan masalah diatas, maka dirumuskan masalah dalam

penelitian yaitu “apakah terdapat pengaruh penerapan pendekatan kontekstual

terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI SMAN 1 Enam Lingkung?”.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan pendekatan

kontekstual terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XI SMAN 1 Enam

Lingkung.
F. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

berikut:

1. Untuk menambah pengetahuan dan keterampilan dalam mencari alternatif

model pendekatan yang lebih tepat dan sesuai dengan perkembangan

pendidikan serta lingkungan siswa, sehingga belajar matematika lebih

bermakna.

2. Belajar dengan mengaitkan situasi dunia nyata siswa dapat meningkatkan

hasil belajar, sehingga pelajaran matematika lebih bermakna.

3. Membantu guru dalam memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan

kondisi sekolah dengan materi pembelajaran.

4. Sebagai persyaratan dalam menyelesaikan Program Studi Strata Satu (S 1)

Pendidikan Matematika STKIP YDB Lubuk Alung.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP). kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) mempunyai istilah Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi

Dasar (KD) yang merupakan arah dan landasan dalam mengembangkan materi

pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

Namun, dalam kurikulum 2013 Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar

(KD) itu diganti menjadi Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD).

Kompetensi Inti (KI) merupakan terjemahan atau operasionalisasi Standar

Kompetensi Lulusan dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki peserta didik yang

telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu. Menurut Hamid

Hasan (dalam Novan Ardy Wiyani, 2013:99) “Kompetensi Inti (KI) merupakan

gambaran secara kategorial mengenai kompetensi dalam aspek sikap,

pengetahuan, dan keterampilan (kognitif dan psikomotor) yang harus dipelajari

peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran”. Dengan

demikian, Kompetensi Inti (KI) harus menggambarkan kualitas yang seimbang

antara pencapaian hard skill dan soft skill.Kompetensi Inti (KI) ini berfungsi

sebagai unsur pengorganisasi (organizing element) Kompetensi Dasar (KD).Hal

itulah yang menjadi Kompetensi Inti (KI) sebagai pengikat untuk organisasi
vertikal dan organisasi horizontal Kompetensi Dasar. Organisasi vertikal

Kompetensi Dasar (KD) merupakan keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar

satu kelas atau jenjang pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi

prinsip belajar, yaitu terjadi suatu akumulasi yag berkesinambungan antara konten

yang dipelajari peserta didik. Sementara organisasi horizontal merupakan

keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar (KD) satu mata pelajaran dengan

konten Kompetensi Dasar dari lima mata pelajaran yang berbeda dalam satu

pertemuan mingguan dan kelas yang sama sehingga terjadi proses saling

memperkuat.

Kompetensi Inti (KI) dirancang dalam empat kelompok yang saling

berkaitan. KI 1 berkaitan dengan sikap diri terhadap Tuhan Yang Maha Esa, KI 2

berkaitan dengan karakter diri dan sikap sosial. KI 3 berisi KD tentang

pengetahuan terhadap materi ajar, sedangkan KI 4 berisi tentang KD penyajian

pengetahuan. Keempat kompetensi di atas menjadi acuan dari Kompetensi Dasar

(KD) dan harus dikembangkan dalam setiap pembelajaran. Kompetensi yang

berkenaan dengan KI 1 dan KI 2 dikembangkan secara tidak langsung, yaitu pada

waktu peserta didik belajar tentang KI 1 dan KI 2. Jadi, setiap mata pelajaran

harus merujuk pada Kompetensi Inti (KI) yang telah dirumuskan.

Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik (scientific). Pendekatan

saintifik (scientific) ini meliputi kategori mengamati, menanya, mengumpulkan

informasi, mengasosiasikan dan mengkomunikasikan. Kelima kategori itu terletak

di dalam kegiatan inti dalam pembelajaran. Dalam kegiatan mengamati, guru

membuka secara luas dan bervariasi kesempatan siswa untuk melakukan


pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar dan membaca.

Guru juga membuka kesempatan secara luas kepada siswa untuk bertanya

mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Pertanyaan yang

diberikan siswa menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan

beragam dari berbagai sumber. Informasi tersebut menjadi dasar dari kegiatan

berikutnya yaitu memeroses informasi untuk menemukan keterkaitan satu

informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi

dan bahkan mengambil berbagai kesimpulan dari pola yang ditemukan.

2. Pendekatan Saintifik

a. Definisi Pendekatan Saintifik

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang

dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep,

hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi

atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan

hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data,

menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang

“ditemukan”. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman

kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan

pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak

bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran

yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari

tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.
Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan

keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan,

menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut,

bantuan guru diperlukan. Akan tetapi bantuan guru tersebut harus semakin

berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya

kelas siswa.

b. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekata Saintifik

Menurut Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 lampiran IV (dalam Badan

PSDMPK-PMP, 2014:20) proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman

belajar pokok, yaitu:

1) Mengamati

Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran

(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti

menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan

mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan

rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki

kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran

sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a, hendaklah guru

membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan

pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca.

Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka

untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu
benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih

kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.

2) Menanya

Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada

peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca

atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan

pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai

kepada yang abstra berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain

yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan

yang bersifat hipotetik. Dari situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan

pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan

pertanyaan sampai ke tingkat di mana peserta didik mampu mengajukan

pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan.

Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin

terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan.

Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan

beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik,

dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam.

Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana

disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah mengajukan

pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau

pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati


(dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik).

Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan

kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk

membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang

hayat.

3) Mengumpulkan Informasi

Kegiatan “mengumpulkan informasi” merupakan tindak lanjut dari

bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi

dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat

membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang

lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul

sejumlah informasi. Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, aktivitas

mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain

selain buku teks, mengamati objek/ kejadian/, aktivitas wawancara dengan nara

sumber dan sebagainya. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah

mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain,

kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi

melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan

belajar sepanjang hayat.


4) Mengasosiasikan

Kegiatan “mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar” dalam kegiatan

pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun

2013, adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari

hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati

dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan

dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan

informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki

pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan

untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya,

menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut. Adapun kompetensi yang

diharapkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja

keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta

deduktif dalam menyimpulkan.

Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu proses

berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi

untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam

konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak

merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi

dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan

mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi

penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak,

pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-


pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi

dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia.

5) Mengkomunikasikan

Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan kepada

peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan

ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan

dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil

tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta

didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “mengkomunikasikan”

dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud

Nomor 81a Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan

berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.

Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah

mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis,

mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan

kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

3. Pembelajaran Matematika

Belajar adalah suatu proses perubahan dalam diri manusia. Perubahan ini

dapat dilihat berupa peningkatan kualitas tingkah laku seperti peningkatan

pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman dan kemampuan-kemampuan lainnya.


Menurut Robbins dalam Trianto (2009: 15) menyatakan bahwa :

”belajar adalah proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan)


yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru”.

Slameto dalam Asep (2009: 2) menyatakan bahwa:

“belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh


suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengamatannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Berdasarkan kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar pada hakekatnya

merupakan suatu perubahan yang terjadi dalam diri seseorang setelah mengalami

proses belajar.

Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Menurut Usman dalam Asep (2009: 12)

“pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian


perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung
dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu”.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran baik guru maupun

siswa bersama-sama menjadi pelaku terlaksananya tujuan pembelajaran.

Nikson dalam Muliyardi (2003: 2) mengemukakan bahwa:

“pembelajaran matematika adalah upaya membantu siswa untuk


menkonstruksikam sikap konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika
dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi, sehingga konsep
atau proses itu terbangun kembali”.

Berdasarkan kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran

matematika siswa akan menemukan berbagai fakta, keterampilan, konsep dan

aturan tertentu. Untuk dapat berinteraksi dengan keadaan tersebut siswa harus
mempunyai kemampuan menyelidiki, memecahkan masalah, belajar mandiri, dan

mengetahui cara belajar yang baik.

4. Pembelajaran dengan Pendekatan Kontekstual

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah pembelajaran yang

membantu guru mengaitkan materi dengan dunia nyata siswa sebagaimana

pendapat Surdiman A.M (2007, hal. 222)

“Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)


merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membantu hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan
dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga dan anggota
masyarakat”.

Menggunakan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi

siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa

bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi

pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil.

Pembelajaran kontekstual dalam matematika sangat bermanfaat untuk

menunjukkan beberapa hal kepada siswa antara lain, berkaitan antara matematika

dengan dunia nyata. Pendekatan pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh

komponen utama pendekatan efektif, yaitu:

a. Konstruktivisme

Konsep ini menuntut siswa untuk membangun makna pengalaman baru

yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun oleh manusia

sedikit demi sediki, hasilnya deperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak

tiba-tiba.
b. Tanya jawab

Dalam konsep ini kegiatan Tanya jawab yang dilakukan oleh guru maupun

siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa

untuk berpikir secara kritis, sedangkan pertanyaan siswa merupakan wujud

keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru

dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan

ke kelas.

c. Inkuiri

Inkuiri merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan. Siklus

inkuiri meliputi: observasi, Tanya jawab, hipotesis, pengumpulan data, analisis

data, kesimpulan.

d. Komunitas belajar

Komunitas belajar berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi

pengalaman dan gagasan. Prateknya dapat berwujud dalam pembentukan

kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli keatas, bekerja

dengan kelas sederajat, bekerja dengan kelas diatasnya, bekerja dengan

masyarakat.

e. Pemodelan

Dalam konsep ini kegiatan mendemonstrasikan suatu kinerja agar siswa

dapat mencontoh, belajar atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang

diberikan. Guru memberi model tentang cara belajar dan guru bukan satu-satunya

model, tetapi dapat diambil dari siswa berprestasi atau melalui media cetak dan

elektronik.
f. Refleksi

Refleksi yaitu melihat kembali kegitan yang bertujuan untuk

mengidentifikasi hal yang diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat

dilakukan suatu tindakan penyempurnaan.

g. Penilaian otentik

Penekanan penilaian otentik pada pembelajaran seharusnya membantu siswa

agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi diakhir

periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya dari hasil tetapi lebih pada proses.

Untuk mencapai dan melaksanakan tujuh komponen diatas peran guru tetap

diperlukan yaitu sebagai mediator dan fasilisator. Sebuah kelas dikatakan

menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh komponen utama

pembelajaran efektif diatas dalam pembelajarannya.

Adapun teori atau pendapat yang mendukung pelajaran matematika yang

kontekstual yaitu, (1) Blanchard (pendekatan pembelajaran matematika)

memandang pembelajaran kontekstual sebagai suatu konsepsi yang membantu

guru menghubungkan isi materi pelajaran dengan situasi dunia nyata, yang

berguna untuk memotivasi peserta didik dalam membuat hubungan-hubungan

antara pengetahuan aplikasinya dengan kehidupannya sebagai anggota keluarga,

masyarakat dan lingkungan kerja. Dengan demikian, inti pembelajaran

kontekstual adalah melibatkan situasi dunia nyata siswa sebagai sumber terapan

materi pelajaran. (2) Freudenthal (strategi pembelajaran metematika

kontempoper) menyataan bahwa “Mathematics is human activity” Maksudnya,

siswa perlu diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep-konsep
matematika dengan bantuan orang dewasa. Pembelajaran tidak dimulai dari

definisi, konsep-konsep yang diikuti dengan contoh-contoh melainkan diawali

dengan masalah realistik, sedangkan definisi dan konsep-konsep diharapkan

ditemukan sendiri oleh siswa. Maka disini siswa dituntut bekerja lebih aktif,

berdiskusi da melakukan refleksi agar dapat mengkontruksi konsep-konsep

matematika.

5. Pengelompokan Siswa

Pembentukan kelompok pada penelitian ini dilakukan secara heterogenitas,

Lie (2010: 40) mengatakan bahwa “kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan

memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang sosial ekonomi, dan etnik

serta kemampuan akademis”. Pembentukan kelompok secara heterogenitas siswa

dibagi dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari dua sampai lima orang.

Sebagaimana yang dikemukakan Lie (2010: 45) yaitu “jumlah anggota dalam satu

kelompok bervariasi mulai 2 sampai dengan 5, menurut kesukaan guru dan

kepentingan tugas”. Pengelompokan heterogenitas berdasarkan kemampuan

akademis siswa dalam Lie (2010: 41).

6. Hasil Belajar Matematika

Pada dasarnya setiap manusia selalu mengalami proses belajar, proses

belajar itu bertujuan untuk terjadinya suatu perubahan. Perubahan yang dilakukan
bisa saja dalam segi keterampilan, sikap dan kebiasaan baru lainnya. Hal ini

sesuai dengan pendapat Hamalik (2001:155)

“Hasil belajar adalah tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku


pada diri manusia, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk
perubahan sikap dan keterampilan”.
Setelah siswa mengalami proses belajar tentu pada akhirnya akan

memperoleh hasil belajar. Hasil belajar merupakan kemampuan penguasaan siswa

dalam menyerap pengetahuan baik secara perorangan maupun kelompok yang

diintegrasikan ke dalam bidang studi. Dalam proses pembelajaran di sekolah hasil

belajar diarahkan untuk mengetahui kemajuan dari pengembangan diri siswa

dalam belajar.

Tiga ranah klasifikasi hasil belajar yang dikemukakan Bloom dalam

Suharsimi (2007:117) yaitu:

a. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang


terdiri dari enam aspek yakni: pengetahuan atau ingatan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
b. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek
yakni: penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan
internalisasi.
c. Ranah psikomotor, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan
dan kemampuan bertindak.

Proses belajar mengajar di sekolah, guru harus mengetahui hasil belajar

yang telah dicapai siswa setelah menerima pengalaman belajar. Dengan

mengetahui hasil belajar yang telah dicapai siswa, dapat diambil tindakan

perbaikan pengajaran dan perbaikan terhadap siswa yang mengalami kesulitan.


7. Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang belakang yang telah dikemukakan sebelumnya,

bahwa penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa diantaranya adalah

metode yang digunakan guru kurang membuat siswa aktif dan kurangnya

keterkaitan materi pembelajaran dengan dunia nyata siswa, sehingga siswa kurang

mendapatkan makna dari pembelajran yang mereka alami.

Agar memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar siswa, maka salah satu

tugas guru adalah memilih teknik atau pendekatan yang sesuai. Pemilihan

pendekatan kontekstual dalam penelitian karena pendekatan ini merupakan

konsep belajar yang mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan dunia nyata

siswa. Pada pendekatan ini siswa bekerja dan mengalami sendiri.

Pembelajaran Matematika

Pendekatan Pembelajarn Kontekstual

Hasil Belajar
8. Hipotesis Tindakan

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang harus

diuji kebenaranya secara empiris. Berdasarkan latar belakang masalah dan kajian

teori dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

Hi: Terdapat pengaruh dalam penerapan pendekatan kontekstual terhadap hasil

belajar matematika siswa kelas XI SMAN 1 Enam Lingkung.

H0: Tidak terdapat pengaruh dalam penerapan pendekatan kontekstual terhadap

hasil belajar matematika siswa kelas XI SMAN 1 Enam Lingkung.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah penulis kemukakan, maka jenis

penelitian ini adalah pra eksperimen. Penelitian ini dilakukan terhadap dua kelas

yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen merupakan kelas

siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan kelas kontrol

merupakan kelas siswa dengan pendekatan saintifik. Rancangan penelitian yang

digunakan adalah randomized control group only design. Rancangan tersebut

dapat digambarkan pada Tabel berikut:

Tabel 1.
Rancangan Penelitian
Kelas sampel Perlakuan Hasil belajar
Kelas eksperimen T X1
Kelas control - X2
Sumber: Suryabrata (2006:104)

Dengan:

X1 = Hasil belajar kelas Eksperimen

X2 = Hasil belajar kelas Kontrol

T = Perlakuan
B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI SMAN 1 Enam

Lingkung tahun ajaran 2014/2015

2. Sampel

“Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti” (Arikunto,

2010: 174). Pengambilan sampel dilakukan dengan memilih dua kelas dari

populasi sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengambilan sampel pada

penelitian ini dengan cara purposive sampling. Teknik pengambilan sampel

secara purposive sampling yaitu pemilihan sampel yang dilakukan berdasarkan

pertimbangan tertentu. Pertimbangan-pertimbangan dalam pemilihan kelas sampel

antara lain diajar oleh guru yang sama dan jadwalnya berdekatan. Selanjutnya

untuk melihat keadaan awal sampel maka pada kedua kelas dilakukan uji

kesamaan rata-rata. dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Mengumpulkan nilai ujian mid siswa kelas XI SMAN 1 Enam Lingkung

2014/2015.

b. Melakukan uji normalitas populasi.

Uji normalitas ini bertujuan untuk melihat apakah populasi berdistribusi

normal atau tidak, uji yang akan digunakan adalah uji liliefors. Hipotesis yang

diuji adalah:

H0 : Populasi berdistribusi normal

Hi : Populasi tidak berdistribusi normal


Adapun langkah-langkah yang dilakukan sesuai dengan yang dikemukakan

Sudjana, (2005: 466) :

1) Menyusun skor nilai siswa yang terendah ke skor yang tinggi.

2) Skor mentah dijadikan bilangan baku menggunakan rumus:

X i−X
Zi = ........................................................................................................
S

(1)

Dimana:

X = Rata-rata

S = Simpangan Baku

Xi = Skor siswa ke-i

3) Untuk setiap bilangan menggunakan daftar peluang dengan menggunakan

rumus F (Zi) = P(Z Zi). Harga F hitung dibandingkan harga F tabel dengan

tingkat kepercayaan 95% atau ∝=0 , 05 .

4) Menghitung harga S (Zi) yaitu proposi skor baku yang lebih kecil atau dengan

Zi dengan rumus :

banyaknya Z i , … … .., Z n yang ≤ Zi


S ( Zi ) = ............................................................
n

.(2)

5) Menghitung selisih F (Zi) – S (Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya.

6) Ambil harga paling besar diantara harga mutlak selisih tersebut, misalkan L 0

untuk menerima atau menolak H0, bandingkan L0 dengan Ltabel pada taraf nyata

∝=0 , 05 . Kriterianya adalah H0 diterima jika L0 < Ltabel, maka sampel

berdistribusi normal.
c. Melakukan uji homogenitas varians

Uji homogenitas dua pihak berguna untuk menentukan apakah kedua

kelompok populasi mempunyai varians yang homogen atau tidak. Uji

homogenitas ini dilakukan dengan uji F dengan hipotesis:

Ho : S21=S 22

Hi : S21 ≠ S 22

Langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut:

1) Mencari varians masing-masing data kemudian dihitung harga F dengan

rumus:
2
S1
F= 2 .............................................................................................................(3)
S2

Dengan :

F = Varians kelompok data


2
S1 = Varians terbesar

2
S2 = Varians terkecil

2) Jika harga sudah didapatkan maka dibandingkan F tersebut dengan harga F

yang terdapat dalam daftar distribusi F dengan taraf Signifikansi 5 % dan dk

pembilang = n1–1 dan dk penyebut = n2–1. Bila harga F didapat dari

perhitungan lebih kecil dari harga F yang ada di tabel berarti kedua kelas

mempunyai varians yang homogen dan sebaliknya (Sudjana, 2005: 249).


3) Melakukan uji kesamaan rata-rata

Uji kesamaan dua rata-rata dua pihak bertujuan untuk mengetahui

apakah kedua kelas tidak berbeda secara signifikan dengan hipotesis:

Ho : µ1 = µ2

Hi : µ1 ≠ µ2

Kelompok data berdistribusi normal dan mempunyai variansi homogen maka

digunakan uji statistik t seperti yang dirumuskan oleh Sudjana (2005: 239).

Untuk langkah-langkah pengujiannya

x 1−x 2
t=
s
√ 1 1 ...................................................................................................(4)
+
n1 n2

dan

2 ( n1 −1 ) s 21+ ( n2−1 ) s22


s= ..................................................................................(5)
n1 +n2−2

Dengan :

x 1 = Nilai rata-rata kelas eksperimen.

x 2 = Nilai rata-rata kelas kontrol.

n1 = Jumlah siswa kelas eksperimen.

n2 = Jumlah siswa kelas kontrol.

S1 = Variansi hasil belajar kelompok eksperimen.

S2 = Variansi hasil belajar kelompok kontrol.

S = Simpangan baku kedua kelompok data.

Kriteria pengujiannya sebagai berikut:


Terima hipotesis H0 jika −t 1 – ½ α < t<t 1 – ½α dengan dk = (n1 +n 2−2) dengan

peluang (1–½α) dalam hal lain H0 ditolak.

C. Variabel dan Data

1. Variabel

Arikunto (2010: 161) mengatakan bahwa “variabel adalah objek penelitian,

atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian”. Sesuai dengan

permasalahan dalam penelitian ini maka yang menjadi variabel adalah:

a. Variabel bebas yaitu variabel yang diperkirakan berpengaruh terhadap

variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan

pendekatan kontekstual pada kelas eksperimen.

b. Variabel terikat yaitu gejala yang timbul akibat perlakuan yang diberikan oleh

variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa

kelas XI SMAN 1 Enam Lingkung yang terpilih menjadi sampel.

c. Variabel kontrol yaitu mata pelajaran, materi pembelajaran dan waktu yang

digunakan adalah sama.

2. Data

Arikunto (2010: 161) menyatakan bahwa “data adalah hasil pencatatan

penelitian baik berupa fakta maupun angka”.


a. Data primer yaitu data tentang hasil belajar matematika siswa yang diperoleh

setelah mengadakan percobaan/eksperimen.

b. Data sekunder yaitu jumlah siswa kelas XI yang menjadi populasi penelitian

dan nilai ujian tengah semester kelas XI SMAN 1 Enam Lingkung sebelum

dilakukan penelitian.

D. Prosedur Penelitian

Pengumpulan data hasil penelitian dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Sebelum penelitian dilaksanakan penulis mempersiapkan segala sesuatu

yang berhubungan dengan pelaksanaan yaitu sebagai berikut:

a. Mempersiapkan surat izin penelitian.

b. Menyusun jadwal penelitian.

c. Membuat perangkat pembelajaran yang terdiri dari silabus, rencana

pelaksanaan pembelajaran, lembar kerja kelompok siswa dan tes akhir.

d. Mempersiapkan sumber-sumber, alat-alat dan bahan yang diperlukan untuk

mendukung pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual.

2. Pelaksanaan

Pembelajaran yang diberikan kepada kedua kelas sampel berdasarkan

kurikulum 2013, sedangkan perlakuan terhadap kedua kelas sampel berbeda. Pada

kelas eksperimen diberi perlakuan pembelajaran pendekatan kontekstual,


sedangkan pada kelas kontrol diberi perlakuan pembelajaran pendekatan saintifik.

Untuk lebih jelasnya langkah-langkah pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.
Skenario Pembelajaran Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Pendahuluan (10 menit) Pendahuluan (10 menit)
a. Guru mencek kehadiran siswa. a. Guru mencek kehadiran siswa.
b. Guru memberikan appersepsi b. Guru memberikan appersepsi
tentang pelajaran yang akan tentang pelajaran yang akan
dipelajari. dipelajari.
c. Guru memotivasi siswa tentang c. Guru memotivasi siswa tentang
materi yang akan dipelajari. materi yang akan dipelajari.
d. Guru menyampaikan tujuan d. Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yang harus dicapai. pembelajaran yang harus dicapai.
e. Guru mengaitkan materi
pembelajaran dengan kegiatan
sehari-hari. Guru memberikan
contoh penerapannya
Kegiatan Inti (70 menit) Kegiatan Inti (70 menit)
Eksplorasi Eksplorasi
a. Siswa dibimbing oleh guru untuk a. Siswa dibimbing oleh guru untuk
memahami materi yang akan memahami materi yang akan
dipelajari. dipelajari.

Elaborasi Elaborasi
a. Guru membagi siswa berkelompok a. Guru menjelaskan materi
yang heterogen dan meminta siswa pelajaran.
duduk pada kelompok yang telah b. Guru memberikan contoh soal.
ditentukan c. Guru memberikan soal latihan
b. siswa diminta mengerjakan untuk untuk meningkatkan
Lembar Kerja Siswa (LKS) pemahamannya.
bersama teman sekelompoknya d. Guru mengontrol siswa dalam
c. saat siswa berdiskusi guru menyelesaikan soal latihan
berkeliling dikelas untuk
mengawasi siswa dan memantu
siswa yang kesulitan.

Konfirmasi Konfirmasi
a. guru meminta perwakilan dari a. Guru memfasilitasi untuk siswa
salah satu kelompok memperoleh pengalaman yang
mempresentasikan hasil diskusi bermakna dalam mencapai
kelompoknya (auditory) kompetensi dasar dengan
b. Kelompok lain menanggapi, menjawab pertanyaan siswa.
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
melengkapi, dan menyimpulkan
hasil diskusi (auditory)
c. Guru memfasilitasi untuk siswa
memperoleh pengalaman yang
bermakna dalam mencapai
kompetensi dasar dengan
menjawab pertanyaan siswa.

Penutup (10 menit) Penutup (10 menit)


a. Guru dan siswa bersama- a. Guru dan siswa bersama-
sama menarik kesimpulan tentang sama menarik kesimpulan tentang
materi yang dipelajari. materi yang dipelajari.
b. Memberikan tindak lanjut berupa b. Memberikan tindak lanjut berupa
PR dan menyampaikan materi PR dan menyampaikan materi
untuk selanjutnya. untuk selanjutnya.

3. Tahap Penyelesaian

Pada tahap ini, setelah semua pokok materi pelajaran selesai dibahas dan

didiskusikan peneliti melakukan hal sebagai berikut:

a. Mengadakan tes hasil belajar pada kedua kelas sampel setelah penelitian

berakhir guna mengetahui hasil perlakuan yang diberikan.

b. Mengolah data dari kedua sampel, baik kelas eksperimen maupun kelas

kontrol.

c. Menarik kesimpulan dari hasil yang didapat sesuai dengan teknik analisis

data yang digunakan.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat ukur yang digunakan untuk

memperoleh data primer. Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam


penelitian ini digunakan instrument penelitian berupa tes akhir hasil belajar pada

ranah kognitif. Soal tes berbentuk soal objektif. Tes disusun berdasarkan kisi-kisi

soal yang berpedoman pada pokok bahasan yang diajarkan dalam penelitian ini.

Sebelum tes diberikan ke anggota sampel, terlebih dahulu diuji cobakan. Uji coba

tes bertujuan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya beda dan taraf

kesukaran tes secara keseluruhan. Soal yang memenuhi kriteria sebagai alat ukur

dipakai sedangkan yang tidak memenuhi kriteria dibuang.

1. Validitas

Validitas adalah tingkat ketepatan tes, untuk mengetahui valid atau tidaknya

suatu tes cukup dianalisis dengan validitas isi atau validitas kurikulum. Menurut

Arikunto (2009:67) bahwa:

“Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan


khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang
diberikan. Oleh karena materi yang diajarkan tertera dalam kurikulum
maka validitas isi sering juga disebut validitas kurikuler”.
Tes diberikan berdasarkan kurikulum dan materi yang telah diajarkan oleh

guru. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi karena

peneliti dalam membuat tes berdasarkan kurikulum KTSP dan materi tersebut

akan peneliti ajarkan. Soal tes divalidasi kepada dosen pembimbing dan guru

matematika di sekolah tempat penelitian sebelum soal diuji cobakan.

2. Reliabilitas

Reliabilitas tes merupakan ketetapan hasil suatu tes apabila digunakan pada

subjek. Selain itu reliabilitas tes digunakan untuk mengukur kepercayaan dari tes
tersebut. Untuk mengukur reliabilitas tes digunakan rumus Kuder Ricahr (dalam

Suharsimi Arikunto, 2008:103) yaitu KR-21:

r 11=(
n
n−1
) 1−
(
M (n−M )
nSt 2 ) ................................................................................(6)

Dimana:

M=
∑x ...................................................................................................................
N

(7)

2
(∑ x t )
St2 = ∑ xt − 2
N
N

.....................................................................................................(8)

Dengan:

r11 = Reliabilitas tes secara keseluruhan

M = Mean atau rata-rata skor total

St2 = Varians skor total

N = Jumlah pengikut tes

x t = Jumlah total siswa yang menjawab benar

n = Banyak butir item

Kriteria menentukan reliabilitas tes dapat dilihat pada Tabel 3.


Tabel 3.
Kriteria Reliabilitas Tes

No Indek Reabilitas Klasifikasi

1. 1,00 Sempurna
2. 0,80 ≤ r11< 1,00 Sangat tinggi
3. 0,60 ≤ r11< 0,80 Tinggi
4. 0,40 ≤ r11< 0,60 Cukup
5. 0,20 ≤ r11< 0,40 Rendah
6. 0,00 ≤ r11< 0,20 Sangat rendah

Sumber : Slameto(2003:215)

Kriteria reliabilitas yang akan dipakai adalah 0 , 40−0.80 (reliabilitas cukup dan

tinggi).

3. Indek Kesukaran Soal

Tingkat kesukaran soal adalah suatu bentuk analisa item yang berguna

untuk mengetahui apakah suatu soal terlalu sukar atau terlalu mudah. Soal yang

baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Bilangan yang

menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut dengan indeks kesukaran.

Indeks kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Untuk menghitung

indeks kesukaran soal ini digunakan rumus yang dikemukakan oleh Suharsimi

Arikunto (2009 : 208) yaitu:

B
P = .....................................................................................................................
JS

(9)
Dengan:

P = Taraf kesukaran

B = Banyak siswa yang menjawab soal dengan betul

JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Kriteria menentukan indeks kesukaran dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4.
Taraf Kesukaran

No Rentang skor Kriteria

1. 0.0 – 0.30 Sukar


2. 0.31 – 0.70 Sedang
3. 0.71 – 1.00 Mudah

Sumber : Arikunto(2008:210)

Kriteria indeks kesukaran yang akan dipakai adalah 0,31 sampai dengan 0,70

dengan kriteria sedang.

4. Daya Pembeda

Daya beda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara

siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh

(berkemampuan rendah)’. Untuk mengetahui daya pembeda soal dapat dipakai

rumus yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2008:213) yaitu:


BA BB
D= - ...........................................................................................................
JA JB

(10)

Dengan:

D = Daya beda

JA = Banyaknya peserta kelompok atas

JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar

BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar

BA
PA = = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar (P sebagai
JA

indeks kesukaran)

BB
PB = = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar (P sebagai
JB

indeks kesukaran)

Kriteria menentukan daya beda dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 4.
Kriteria Daya Beda

No Indeks daya beda Klasifikasi

1. 0,71 – 1,00 baik sekali


2. 0,41 – 0,70 baik
3. 0,21 – 0,40 cukup
4. 0,00 – 0,20 jelek

Sumber : Arikunto(2008:218)

Item yang akan dipakai adalah yang memiliki klasifikasi daya beda 0,2 1−¿ 1,00

(daya beda cukup, baik dan baik sekali).

F. Teknik Analisis Data

Analisis terhadap data penelitian bertujuan untuk menguji apakah hipotesis

yang diajukan diterima atau ditolak. Sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih

dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas terhadap kelas sampel.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah data berdistribusi normal

atau tidak dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : Populasi berdistribusi normal

Hi : Populasi tidak berdistribusi normal

Untuk langkah-langkah pengujiannya sudah dijelaskan pada uraian sebelumnya

yang dapat dilihat pada hal 23.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelompok data

mempunyai varians yang homogen atau tidak. Uji homogenitas ini dilakukan

dengan uji F dengan hipotesisi:

Ho : σ 21=σ 22
Hi : σ 21 ≠ σ 22

Untuk langkah-langkah pengujiannya sudah dijelaskan pada uraian sebelumnya

yang dapat dilihat pada hal 24.

3. Uji hipotesis

Pengujian hipotesis ini bertujuan untuk mengetahui apakah hipotesis yang

kita ajukan diterima atau ditolak dengan melakukan uji satu pihak. Kriteria

pengujian adalah sebagai berikut:

Ho : μ1 = μ2 : Rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen sama

dengan rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas control

Hi : μ1 ¿ μ2 : Rata rata hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen lebih

baik dari rata-rata hasil belajar siswa kelas control

a. Jika kedua kelompok data berdistribusi normal dan mempunyai varians yang

homogen. Uji yang digunakan seperti yang dirumuskan oleh Sudjana (2005:

239) yaitu : jika, σ1 = σ2 = σ

x1- x2


t = s 1 1 .................................................................................................(11)
+
n1 n2

Dimana:

( n 1 -1 ) S21 + ( n 2 -1 ) S22
S2 = .............................................................................(12)
n 1 + n 2 -2

Dengan:

x1 = Nilai rata-rata kelas eksperimen


x 2 = Nilai rata-rata kelas kontrol

S1 = Standar deviasi kelas eksperimen

S2 = Standar deviasi kelas kontrol

S = Standar deviasi gabungan

n1 = Jumlah siswa kelas eksperimen

n2 = Jumlah siswa kelas kontrol

Harga t hitung dibandingkan dengan t tabel yang terdapat dalam tabel

distribusi t. Kriteria pengujian hipotesis yang diperlukan adalah diterima Ho,

jika t < t 1- α dengan dk = n1+n2–2 dan peluang (1–α ). Untuk harga lainnya

Ho ditolak.

b. Jika kedua kelompok data berdistribusi normal dan tidak mempunyai varians

yang homogen, maka dilakukan uji t’. Seperti yang dirumuskan oleh Sudjana

(2005 : 241):

X1 - X2


t’= S21
( )
2
S2 ..............................................................................................(13)
+
n1 n2

−W 1 t 1 +W 2 t 2 ' W 1 t 1 +W 2 t 2
Kriteria Pengujian H 0diterima: <t <
W 1 +W 2 W 1 +W 2

Dimana:
2
S1
W1 = ..........................................................................................................(14)
n1

2
S2
W2 = ..........................................................................................................(15)
n2

t1 =t(1 – α), (n1- 1) ............................................................................................(16)


t2 =t(1 – α), (n2 - 1) ...........................................................................................(17)

c. Jika tidak terdistribusi normal dan tidak homogen maka dilakukan uji

whitney atau uji U. Seperti yang dirumuskan oleh paul suparno (2010: 112):

n 1 ( n1+1 )
u1 = n 1 n2 + − ΣR1
2 ............................................................................(18)

n2 ( n2+1 )
u2 = n1 n2 + − ΣR 2
2 ............................................................................(19)

U1 dan U2 dibandingkan lalu dipilih U terkecil dan dibandingkan dengan U

tabel U Whitney.

Kriterianya : Terima Ho jika U hitung > U tabel.

Tolak Ho jika U hitung ≤ U tabel.

Anda mungkin juga menyukai