Anda di halaman 1dari 9

NUR ANNISA BULKIS Jumat, 30 September 2022

6411420050

EPIDEMIOLOGI REGULER

RESUME KELOMPOK INVESTIGASI

Kelompok 15

INVESTIGASI KLB ISPA DI

KOTA SEMARANG TAHUN 2018

Infeksi saluran pernapasan akut sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas,
yang benar adalah ISPA singkatan dari infeksi saluran pernapasan akut. Infeksi Saluran
Pernapasan Akut meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.
Infeksi saluran pernapasan akut adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14
hari.

Penyebab ISPA dapat berupa bakteri maupun virus. Di Indonesia, sebagian besar kematian pada
balita dipicu karena adanya ISPA bagian bawah atau pneumonia. Infeksi saluran pernapasan akut
menyerang jaringan paru paru dan penderita cepat meninggal akibat pneumonia yang terlalu
berat. Pada umumnya ISPA dibagi menjadi dua bagian yaitu ISPA bagian atas dan ISPA bagian
bawah. Klasifikasi ISPA dapat diklasifikasikan menjadi:

1) Bukan pneumonia yang mencakup kelompok penderita balita dengan gejala batuk
pilek (common cold) yang tidak diikuti oleh gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak
menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.

2) Pneumonia berat dengan gejala batuk pilek pada balita disertai oleh peningkatan nafas
cepat atau kesukaran bernafas.

Adapun bakteri yang dapat menyebabkan ISPA antara lain

- Streptococcus
- Haemophilus
- Staphylococcus aureus
- Klebsiella pneumoniae
- Mycoplasma pneumoniae
- Chlamydia
Setelah melihat data yang. terkumpul, dapat disimpulkan bahwa terdapat penurunan angka
prevalensi yang sangat drastis dari tahun 2013 – 2018. Terlihat dari persentase di atas, melalui
selisih persentase dari 2013 – 2018 yaitu mencapai 13,2%, masyarakat sudah memiliki kesadaran
diri betapa berbahayanya penyakit ISPA untuk anak dan balita. Pemerintah juga sudah
memaksimalkan program pencegahan tersebut dengan baik. Walaupun, kasus ISPA pada anak
dan balita ini masih terbilang cukup banyak jika dilihat di setiap provinsi serta daerah.

Adapun upaya pengendalian dan pencegahan kasus ISPA yaitu:

1. Menjaga kebutuhan gizi dengan baik


2. Melakukan imunisasi
3. Menjaga kebersihan pribadi dan kebersihan lingkungan
4. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
Kelompok 1

“ANALISIS KASUS CHIKUNGUNYA DI KECAMATAN UNGARAN BARAT”

Chikungunya adalah suatu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya
(CHIK) yaitu yang termasuk dalam famili Togaviridae, genus Alphavirus. Penyebaran CHIK
dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (the yellow fever mosquito) dan Aedes
albopictus (the Asian tiger mosquito) yang merupakan vektor potensial penyebaran Penyakit
Chikungunya.

Secara global, diperkirakan lebih dari 75% populasi dunia tinggal di daerah yang berisiko
terinfeksi chikungunya. Persebaran insidensi dilaporkan serupa pada semua kelompok usia, dan
juga berdasarkan jenis kelamin. Virus chikungunya pertama kali diidentifikasi pada wabah yang
terjadi di Tanzania pada tahun 1952–1953.

Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya demam chik yaitu rendahnya status kekebalan
kelompok masyarakat dan kepadatan populasi nyamuk penular karena banyaknya tempat
perindukan nyamuk yang biasanya terjadi pada musim penghujan.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), tidak ada bayi yang ditemukan
terinfeksi virus chikungunya karena mengonsumsi ASI. Virus chikungunya juga paling sering
ditularkan ke manusia oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. 

Gejala utama dari chikunguya ialah demam mendadak, nyeri pada persendian, terutama pada
sendi lutut, pergelangan, jari kaki, tangan, tulang belakang, serta ruam pada kulit. Adapun tanda
dan gejala nya:

1. Masa inkubasi terjadi dalam waktu 3 hari sampai 7 hari


2. Demam memndadak, sakit keppala, mual, dan kelelahan
3. Pembengkakan dan nyeri tinggi
4. Ruam di wajah atau tubuh
5. Kekambuhan rematik
6. Pembengkakan liver

Penyebaran kasus:

Tabel 1. Kasus Chikungunya Ungaran Barat

RW Kelurahan Kecamatan Total Kasus

6 Langensari Ungaran Barat 29

Sumber: Radar Semarang


Berdasarkan tabel di atas, ada 29 warga RW 6, kelurahan Langensari, Kecamatan Ungaran Barat
terserang Chikungunya. Menurut ketua RW 6, puluhan warga tersebut terkena chikungunya
sejak November 2020. Awal terjadinya kasus yaitu, ada beberapa warga, namun kasus massif
terjadi selama interval Januari hingga Maret 2021. Warga tersebut mengaku mengalami flu,
demam berkepanjangan, gatal-gatal dan bitnik merah pada beberapa bagian tubuh, nyeri tulang
persendian hingga diare.

Adanya kasus Chikungunya yang menyerang puluhan warga Langensari diduga nyamuk
berkembang biak di area belukar. Hal ini dikarenakan warga sudah protektif dengan menjaga
PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk).

Selain itu, ada beberapa faktor risiko yang dapat memperparah chikungunya yaitu sebagai
berikut:

a. Tinggal atau bepergian ke daerah tropis atau daerah yang sanitasinya kurang terjaga.

b. Bayi, anak-anak, orang lanjut usia, dan orang dengan kekebalan tubuh yang lemah

Pengobatan:

Tidak ada obat antivirus khusus untuk chikungunya, jadi pengobatan hanya difokuskan untuk
meringankan gejala yang muncul. Beberapa perawatan yang bisa dilakukan, antara lain: 

1. Antipiretik untuk menurunkan demam.

2. Analgesik untuk menghilangkan rasa sakit dan menurunkan demam.

3. Minum banyak cairan.

4. Istirahat.

Mengingat kesamaan gejala antara chikungunya dan demam berdarah, di daerah di mana kedua
virus bersirkulasi, pasien yang diduga chikungunya harus menghindari penggunaan aspirin atau
obat antiinflamasi non-steroid sampai diagnosis demam berdarah disingkirkan.
Kelompok 21

INVESTIGASI KASUS HIPERTENSI DI SEMARANG

Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup berbahaya di dunia, karena
hipertensi merupakan faktor risiko utama yang mengarah kepada penyakit kardiovaskuler
seperti serangan jantung, gagal jantung, stroke dan penyakit ginjal yang mana pada tahun
2016 penyakit jantung iskemik dan stroke menjadi dua penyebab kematian utama di dunia.

Faktor Risiko yang diakibatkan perilaku tidak sehat dari penderita hipertensi antara lain :

● Merokok
● Diet rendah serat
● Konsumsi garam berlebih
● Kurang aktivitas fisik
● Berat badan berlebih/ kegemukan
● Konsumsi alkohol
Faktor Risiko yang melekat pada penderita Hipertensi dan tidak dapat diubah,antara lain :

● Umur

● Jenis Kelamin

● Genetik

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Semarang. Pada kasus hipertensi ini
dari tahun 2020-2021 mengalami penurunan kasus hipertensi yaitu dari jumlah 237.070 menjadi
208.290. Faktor yang mempengaruhi penurunan kasus hipertensi ini diantaranya pola hidup
masyarakat pada tahun 2021 yang lebih baik dari pada tahun 2020, kesadaran masyarakat
meningkat mengenai penyakit hipertensi itu sendiri.
Kelompok 9

ANALISIS KEJADIAN MALARIA DI KOTA SEMARANG TAHUN 2017-2021

EPIDEMIOLOGI KHUSUS

Malaria merupakan penyakit yang mengancam jiwa dan banyak menyebabkan kematian.
Penyakit ini disebabkan oleh parasit protozoa dari genus Plasmodium yang ditularkan kepada
manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles yang juga berfungsi sebagai inang parasit ini.
Penyakit ini ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah dan parasit ini
menyerang eritrosit.

Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria yaitu parasit malaria (yang
disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles betina. Parasit malaria memiliki siklus hidup yang
kompleks, untuk kelangsungan hidupnya parasit tersebut membutuhkan host (tempatnya
menumpang hidup) baik pada manusia maupun nyamuk, yaitu nyamuk anopheles.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian malaria:

1. Tidak menggunakan kelambu


2. Keberadaan breeding place
3. Keadaan langit rumah tidak diberi langit- langit
4. Kebiasaan keluar rumah pada malam hari

Data kasus:

Angka morbiditas malaria pada tahun 2017-2018 cenderung naik, sementara pada tahun 2020
mengalami penurunan dengan cukup drastic. Akan tetapi pada tahun 2021, angka morbiditas
malaria naik kembali menjadi 54 kasus. Angka pada tahun 2021 ini merupakan angka tertinggi
selama lima tahun terakhir. Untuk menjamin kasus malaria tetap rendah diperlukan upaya-upaya
untuk mempertahankan kasus supaya tidak meningkat kembali seperti penemuan dini dan
tatalaksana kasus yang tepat. Kasus malaria import di daerah reseptif yang terlambat ditangani
sangat potensial untuk terjadinya penularan lokal (indigenous) bahkan peningkatan kasus atau
KLB. Pada tahun 2017-2021 tidak ditemukan kasus kematian akibat Malaria, sehingga CFR
Malaria di Kota Semarang tahun 2017-2021 adalah sebesar 0 persen. Penemuan penderita
malaria di wilayah Kota Semarang menggunakan indikator Annual Paracite Incidence (API)
atau angka parasite malaria per 1.000 penduduk.

Strategi teknis global WHO untuk malaria 2016–2030, diperbarui pada tahun 2021, menyediakan
kerangka kerja teknis untuk semua negara endemik malaria. Hal ini dimaksudkan untuk
memandu dan mendukung program regional dan negara saat mereka bekerja menuju
pengendalian dan eliminasi malaria. Strategi ini menetapkan target global yang ambisius namun
dapat dicapai, termasuk:
1. mengurangi insiden kasus malaria setidaknya 90% pada tahun 2030
2. mengurangi tingkat kematian akibat malaria setidaknya 90% pada tahun 2030
3. menghilangkan malaria di setidaknya 35 negara pada tahun 2030
4. mencegah kebangkitan malaria di semua negara yang bebas malaria.
Simpulan:
Meskipun Kota Semarang masih tergolong endemisitas malaria rendah namun kenyataanya
masih terdapat kasus dari tahun ke tahun dan meningkat lebih besar selama 5 tahun terakhir.
Oleh karena itu diperlukan kerjasama lintas sektor untuk mengendalikan kejadian malaria Kota
Semarang.
Kelompok 12
“Mengidentifikasi Penyakit Leptospirosis di Kota Semarang dari Tahun 2017-2021”
Leptospirosis merupakan suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Leptospira.
Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang dapat menyerang manusia dan binatang.
Leptospirosis juga dikenal dengan nama flood fever atau demam banjir karena muncul
dikarenakan oleh banjir. Leptospirosis merupakan suatu penyakit yang angka insidensinya
tertinggi pada musim penghujan di daerah beriklim tropis dan subtropic. Leptospirosis dapat
muncul dengan berbagai gejala klinis. Mulai dari flu ringan hingga penyakit serius dan menjadi
kematian.

Leptospirosis merupakan zoonosis dengan distribusi luas di seluruh dunia, terutama pada
wilayah dengan iklim tropis dan subtropis. Angka kejadian leptospirosis di seluruh dunia belum
diketahui secara pasti. Di daerah dengan kejadian luar biasa leptospirosis ataupun pada daerah
yang memiliki faktor risiko tinggi terpapar leptospirosis, angka kejadian leptospirosis dapat
mencapai lebih dari 100 per 100.000 per tahun.

Cara Penularan

a) Penularan secara langsung dapat terjadi:

- Melalui darah, urin atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman leptospira
masuk kedalam tubuh pejamu.

- Dari hewan ke manusia merupakan peyakit akibat pekerjaan, terjadi pada


orang yang merawat hewan atau menangani organ tubuh hewan misalnya
pekerja potong hewan, atau seseorang yang tertular dari hewan peliharaan.

- Dari manusia ke manusia meskipun jarang, dapat terjadi melalui hubungan


seksual pada masa konvalesen atau dari ibu penderita leptospirosis ke janin
melalui sawar plasenta dan air susu ibu.

b) Penularan secara tidak langsung dapat terjadi melalui genangan air, sungai, danau,
selokan yang tercampur urin hewan.

Data Kasus:

Pada tahun 2017 Kota Semarang menduduki peringkat ke tiga tertinggi kabupaten atau kota yang
termasuk dalam zona merah wilayah leptospirosis sebanyak 55 kasus, 14 meninggal, CFR 25%.
Dari 37 Puskesmas yang ada di Kota Semarang sebanyak 23 Puskesmas atau 62,16% yang
melaporkan adanya kasus leptospirosis pada Tahun 2017. Kasus leptospirosis di Kota Semarang
banyak terjadi pada laki-laki sebanyak 38 kasus (69%) sedangkan pada perempuan 17 kasus
(31%) dengan kelompok umur paling tinggi yaitu umur 32 sampai dengan 50 tahun lebih dan
terendah pada kelompok umur 21 sampai dengan 30 tahun sebanyak 3 kasus (6%).
Berdasarkan Pemetaan Data Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Semarang Tahun 2018, kasus
leptospirosis di Kota Semarang sebanyak 55 kasus, 14 orang meninggal. Berdasarkan Buku Saku
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Triwulan 3 tahun 2018, CFR Kota Semarang sampai
September 2018 sebesar 26,7%, angka tersebut melebihi CFR Provinsi Jawa Tengah yang
sebesar 21,3% dan pada triwulan ke tiga tahun 2018 Kota Semarang masih tetap berada di
peringkat ketiga tertinggi kasus leptospirosis di Jawa Tengah. Berdasarkan data analisis dan
pengendalian leptospirosis di Kota Semarang, sampai Juni 2018 kasus leptospirosis di Kota
Semarang terjadi pada 32 atau 80% laki-laki, 8 perempuan atau 20%, dan paling tinggi terjadi
pada kelompok umur lebih dari 50 tahun sebanyak 21 kasus (53%).

Analisis Kasus:

Berdasarkan data kasus yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya bahwa setiap tahun kasus
leptospirosis selalu ada di Kota Semarang. Hal ini dikarenakan daerah Kota Semarang yang
rawan banjir sehingga menyebabkan banyaknya tikus yang bermunculan. Pada tahun 2017
sampai dengan 2020 terjadi penurunan pada kasus leptospirosis di Kota Semarang. Tetapi, pada
tahun 2021 terjadi peningkatan yaitu 34 kasus. Pada kasus leptospirosis di Kota Semarang,
proporsi laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan. Hal ini membuktikan bahwa laki-laki
lebih tinggi berisiko untuk terkena leptospirosis. Penyakit ini dapat menyerang segala umur, baik
pada orang dewasa maupun anak-anak.

Upaya Penurunan Kasus Leptospirosis di Kota Semarang:

a) Memberikan sosialisasi kepada masyarakat terkait penyakit leptospirosis.

b) Memberikan pelatihan pada tenaga kesehatan masyarakat untuk program pencegahan


dan pengendalian penyakit leptospirosis.

c) Memperbaiki sanitasi lingkungan pada daerah rawan banjir agar meminimalisir


terjadinya banjir.

d) Menghimbau pada masyarakat untuk melakukan program pencegahan banjir.

e) Memberikan pelatihan pada masyarakat dalam menurunkan jumlah tikus yang ada
disekitar tempat tinggal.

f) Memberikan sarana dan prasarana yang memadai dalam upaya pencegahan dan
pengendalian penyakit leptospirosis.

Anda mungkin juga menyukai