Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO BUNUH DIRI

1. Kasus (diagnosa utama)


Risiko Bunuh Diri

2. Proses Terjadinya Masalah


A. Definisi
Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa.
Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap
diri sendri yang tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri
yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh dri, niatnya adalah kematian dan
individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan (Struart dan Sundeen,
1995).
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk
mengakhiri kehidupannya.Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000), bunuh
diri memiliki 4 pengertian, antara lain:
1. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional.
2. Bunuh diri dilakukan dengan intensi.
3. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri.
4. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif), misalnya
dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja
berada di rel kereta api.

B. Faktor Predisposisi
1. Diagnosa Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri
mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat
individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya risiko bunuh diri
adalah antipatip, implusif, dan depresi.
3. Lingkungan Psikososial
Factor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri di antaranya adalah pengalaman
kehilangan, kehilangan dukungan social, kejadian-kejadian negative dalam hidup,
penyakit kronis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social
sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih
dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi
masalah tersebut, dan lain-lain.
4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting
yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.

C. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan pada stress berlebihan yang dialami
oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.
Factor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media
mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi
individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.

D. Tanda dan Gejala


1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
5. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
6. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosisi
mematikan).
7. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah, dan
mengasingkan diri).
8. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikososial, dan menyalahgunakan alkohol).
9. Kesehatan fisik ( biasanya pada klien dengan penyakitan kronis atau terminal).
10. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan).
11. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
12. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
13. Pekerjaan.
14. Konflik interpersonal.
15. Latar belakang keluarga.
16. Orientasi seksual.
17. Sumber-sumber personal.
18. Sumber-sumber sosial.
19. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

3. Masalah keperawatan
Masalah yang mungkin muncul:
a. Risiko bunuh diri.
b. Bunuh diri.
c. Isolasi sosial.
d. Harga diri rendah kronis.

4. Data yang Perlu Dikaji


Masalah Data yang perlu dikaji
keperawatan
Risiko bunuh Subjektif
diri  Mengungkapkan keinginan bunuh diri.
 Mengungkapkan keinginan untuk mati.
 Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
 Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari
keluarga.
 Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat
yang mematikan.
 Mengungkapkan adanya konflik interpersonal.
 Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku kekerasan saat
kecil.
Objektif
 Implusif.
 Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya sangat
penuh).
 Ada riwayat penyakit mental (depresi, psikosis, dan
penyalahgunaan alkohol).
 Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit
terminal).
 Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau
kegagalan dalam karir).
 Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
 Status perkawinan yang tidak harmonis.

5. Diagnosa Keperawatan
Risiko bunuh diri.

6. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Rencana Tindakan Keperawatn untuk klien secara umum
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk klien.
 Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan klien.
 Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan klien.
 Melakukan contact treatment.
 Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri.
 Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri.

Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk klien


 Mengidentifikasi aspek positif klien.
 Mendorong klien untuk berfikir positif terhadap diri.
 Mendorong klien untuk menghargai diri sebagi individu.

Strategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk klien


 Mengidentifikasi pola koping yang biasa dilakukan klien.
 Menilai pola koping yang biasa dilakukan.
 Mengidentifikasi pola koping ang konstruktif.
 Mendorong klien memilih pola koping yang konstruktif.
 Menganjurkan klien menerapkan pola koping konstruktif dalam kegiatan
harian.

Strategi pelaksanaan 4 (SP 4) untuk klien.


 Membuat rencana masa depan yang realistis bersama klien.
 Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis.
 Memberi dorongan klien melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa
depan yang realistis.

2. Rencana Tindakan Keperawatan untuk keluarga.


Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk keluarga.
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien.
 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala perilaku bunuh diri yang dialami
klien beserta proses terjadinya.
 Menjelaskan cara-cara merawat klien perilaku bunuh diri.

Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk keluarga.


 Melatih keluarga mempraktikan cara merawat klien perilaku bunuh diri.
 Melatih keluarga melakukan cara merawat klien perilaku bunuh diri.

Strategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk keluarga.


 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum
obat.
 Menjelaskan follow up klien setelah pulang.

Anda mungkin juga menyukai