Anda di halaman 1dari 14

FILOSOFI HOLISTIK DALAM TERAPI KOMPLEMENTER

Dosen pengampu : Ns,I Gede Budi Widiarta,S.kep,M.kep

Disusun oleh :

Komang Aprilio Kusuma Celagi (21089014091}

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2022/2023
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu

Puji dan syukur kami panjatkan kepada IDA SANG HYANG WIDHI WASA atas
Rahmat yang diberikan sehingga selesainya makalah yang berjudul FILOSOFI
HOLISTIK DALAM TERAPI KOMPLEMENTER. Atas dukungan yang telah
diberikan dalam proses penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir , maka saya
mengucapkan banyak banyak terimakasih atas ilmu serta referensi yang sangat
bermanfaat bagi saya. Saya menyadari bahwa makalah ini belum begitu sempurna,
oleh karena itu saya meminta saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya
membangun demi kebaikan dan kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat selalu bermanfaat bagi pembaca dan atas kekurangan dalam
makalah ini saya menyampaikan mohon maaf, terakhir tidak lupa saya
mengucapkan terima kasih. Om shantih,shantih,shantih

Buleleng, 17 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii
BAB 1........................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................... 4
1.1 Latar belakang.................................................................................................4
1.2 Rumusan masalah............................................................................................5
1.3 Tujuan penulisan............................................................................................. 5
BAB II.......................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................ 6
2.1 Definisi terapi komplementer...........................................................................6
2.2 Prinsip holistik dalam terapi komplementer.................................................... 6
2.3 Jenis tindakan terapi komplementer yang dapat dilakukan oleh Perawat...... 7
2.4 Kaitan Keperawatan Komplementer dengan Keperawatan Holistik................8
2.5 Persyaratan Menjadi Perawat Holistik............................................................ 8
2.6 Aspek Etik dan Legal Terapi Komplementer...................................................9
2.7 Kebijakan Hukum Pelayanan Keperawatan Komplementer..........................12
BAB III................................................................................................................... 13
PENUTUP...............................................................................................................13
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 13
3.2 Saran............................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 14

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Terapi komplementer saat ini menjadi isu penting di banyak negara. Amerika
Serikat menjadi negara yang menerapkan pengobatan komplementer dan alternatif.
Terapi komplementer dan kedokteran alternatif di Amerika Serikat merupakan
lingkup yang luas dari sumber penyembuhan yang meliputi sistem kesehatan,
modalitas dan praktek yang didasari oleh teori dan kepercayaan mereka.
Pengobatan komplementer bisa diartikan sebagai metode penyembuhan yang
caranya berbeda dari pengobatan konvensional di dunia kedokteran, yang
mengandalkan obat kimia dan operasi. Di Amerika terapi komplementer
kedokteran dibagi empat jenis terapi, yaitu Chiropractic, teknik relaksasi, terapi
masase, akupuntur, dan terapi komplementer lainnya yang dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan. Terdapat sekitar 627 juta orang adalah pengguna terapi alternatif
dan 386 juta orang yang mengunjungi praktik. Hal ini menggambarkan semakin
populernya terapi komplementer dan alternatif di masyarakat Internasional
(Alzakastar, 2011).

Filosofi dasar terapi komplementer dan alternatif dalam keperawatan adalah konsep
healer yang harus dipahami oleh setiap perawat untuk meningkatkan pengetahuan
dan keahlian dalam melaksanakan konseling pada klien yang menggunakan terapi
komplementer, menilai efektifitas terapi komplementer, dan harus mengetahui
hasil-hasil pengetahuan terkait dan reaksi-reaksi yang merugikan sebelum
memberikan terapi komplementer. Profesi keperawatan saat ini telah meyakini
bahwa terapi komplementer bersumber pada manusia yang berciri holistik, dan
asuhan holistik sudah merupakan keharusan untuk sebuah pelayanan yang
profesional. Hal ini dapat menjadi peluang bagi perawat untuk meningkatkan
kepuasan klien dengan memberikan terapi komplementer (Mariano, 2007).

Kemajuan dan pertumbuhan terapi komplementer yang cepat menunjukkan bahwa


banyak individu yang merasa tidak puas dengan pengobatan konvensional dan
mungkin mengalami efek samping akibat pengobatan jangka panjang. Hal ini
tampak bahwa sejak dua dekade terakhir, masyarakat Indonesia yang pergi ke ahli
terapi alternatif dibandingkan ke ahli kesehatan konvensional seperti dokter umum,
dokter spesialis, atau konsultan. Pengobatan alternatif lebih banyak dipilih

4
masyarakat karena dianggap lebih murah dan tidak ada efek samping
(Wahyuningsih, 2012)

1.2 Rumusan masalah


1. Apa definisi terapi komplementer
2. Bagaimana prinsip keperawatan holistik dalam terapi komplementer.
3. Bagaimana jenis tindakan terapi komplementer yang dapat dilakukan oleh
perawat
4. Bagaimana kaitan Keperawatan Komplementer dengan Keperawatan
Holistik
5. Bagaimana Persyaratan Menjadi Perawat Holistik
6. Bagaimana aspek Etik dan Legal Terapi Komplementer
7. Bagaimana kebijakan Hukum Pelayanan Keperawatan Komplementer

1.3 Tujuan penulisan


1. Untuk mengetahui definisi terapi komplementer
2. Untuk mengetahui prinsip holistik dalam terapi komplementer
3. Untuk mengetahui jenis tindakan terapi komplementer yang dapat
dilakukan oleh perawat
4. Untuk mengetahui kaitan Keperawatan Komplementer dengan
Keperawatan Holistik
5. Untuk mengetahui Persyaratan Menjadi Perawat Holistik
6. Untuk mengetahui aspek Etik dan Legal Terapi Komplementer
7. Untuk mengetahui kebijakan Hukum Pelayanan Keperawatan
Komplementer

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi terapi komplementer


Terapi komplementer dan alternatif didefinisikan sebagai sekelompok sistem
pelayanan kesehatan dan medis, praktik, serta produk yang sangat beragam, dan
bukan bagian dari pengobatan konvensional (National Center for Complementary
and Alternative Medicine/ NCCAM, 2006; dalam Black & Hawks, 2014). Menurut
PERMENKES RI No. 1109/MENKES/PER/IX/2007, pengobatan komplementer-
alternatif adalah pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas,
keamanan, dan efektifitas yag tinggi yang berlandaskan ilmu pengetahuan
biomedik, yang belum diterima dalam kedokteran konvensional. Dari beberapa
definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa terapi komplementer dan alternatif adalah
pengobatan atau perawatan yang berbeda dari praktik tradisional formal yang
bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di tatanan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Menurut NCCAM (1996) dalam Black (2014), terapi komplementer dan alternatif
tidak sama. Terapi komplementer digunakan bersamaan dengan pengobatan
konvensional. Dengan kata lain, terapi komplementer merupakan pelengkap dari
terapi konvensional. Terapi komplementer disebut juga dengan allopathy atau
biomedis. Contoh terapi komplementer adalah aromaterapi yang digunakan untuk
membantu klien mengurangi ketidaknyamanan pasca bedah. Sementara terapi
alternatif digunakan sebagai pengganti pengobatan terapi konvensional. Contoh
terapi alternatif adalah menggunakan terapi diet sebagai pengganti terapi bedah,
radiasi, dan kemoterapi pada klien kanker.

2.2 Prinsip holistik dalam terapi komplementer


Imogene M. King (1995) dalam Alligood (2016) memandang individu adalah unik
dan holistik mampu berpikir rasional dan pengambilan keputusan. Betty Neuman
(dalam Alligood, 2016) mengubah istilah holistik menjadi wholistik yang makna
dan pengertiannya sama, yaitu memandang klien sebagai suatu keseluruhan yang
bagian-bagianya saling mempengaruhi dan berinteraksi secara dinamis yang

6
meliputi fisiologis, psikologis, sosiokultural dan spiritual. Sister Callista Roy juga
memandang individu secara holistik dalam penerapan teori adaptasi yang
dikembangkannya. Kozier (1995) dalam Salbia (2006) menyatakan bahwa dalam
holistik, memandang semua kehidupan organisme sebagai interaksi. Gangguan
pada satu bagian akan mengganggu sistem secara keseluruhan. Holistik berkaitan
dengan kesejahteraan (wellness) yang diyakini mempunyai dampak terhadap status
kesehatan manusia. Roy mengemukakan pandangan tentang manusia sebagai
penerima asuhan keperawatan dalam kaitannya dengan teori adaptasi, bahwa
manusia makhluk bio-psiko-sosial secara utuh (holistik). Keperawatan
komplementer dan alternatif sebagai pengembangan terapi tradisional
diintegrasikan ke dalam terapi modern yang berpengaruh pada individu secara
keseluruhan yakni dari aspek biologis, psikologis, sosiologis, kultural, dan spiritual.
Sehingga terapi komplementer dan alternatif dapat diterapkan dalam pelayanan
keperawatan yang memandang individu adalah holistik (bio-psiko-sosio-kultural-
spiritual). Dalam catatan keperawatan Florence Nightingale menyebutkan
pentingnya mengembangkan lingkungan untuk penyembuhan dan pentingnya
terapi seperti musik dalam proses penyembuhan (Widyastuti, 2008). Dalam teori
adaptasi yang kembangkan oleh Roy mengungkapkan efektor atau model adaptasi
yang terdiri dari empat faktor yaitu:

1. Fisiologi; terdiri dari: oksigenasi, eliminasi, nutrisi, aktivitas dan istirahat,


sensori, cairan dan elektrolit, fungsi saraf, fungsi endokrin dan reproduksi.
2. Konsep diri; menunjukan pada nilai, kepercayaan, emosi, cita-cita serta
perhatian yang diberikan untuk menyatakan keadaan fisik.
3. Fungsi peran; menggambarkan hubungan interaksi seseorang dengan orang
lain yang tercermin pada peran primer, sekunder, dan tersier.
4. Saling ketergantungan (interdependence); mengidentifikasi nilai manusia,
cinta dan keseriusan. proses ini terjadi dalam hubungan manusia dengan
individu dan kelompok.

2.3 Jenis tindakan terapi komplementer yang dapat dilakukan oleh Perawat
Dalam Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan, pasal 30 ayat 2
butir (m) disebutkan bahwa perawat berwenang melakukan penatalaksanaan
keperawatan komplementer dan alternatif. Jenis tindakan komplementer yang dapat
dilakukan perawat antara lain (Kozier et al, 2008; Snyder & Lidsquit, 2010):

7
● Mind-Body-Spirit Therapy, yang terdiri dari imagery, music intervention,
humor, yoga, biofeedback, meditation, prayer, storytelling, journalling,
animal assisted therapy.
● Energy and Biofields Therapy, meliputi light therapy, magnet therapy,
healing touch, reiki, acupressure, reflexology, dan creating optimal healing
environments.
● Manipulative and Body-based Therapy, terdiri dari massage, exercise, tai
chi, relaxation therapies.
● Biologically Based Therapy, meliputi aroma therapy, herbal medicine, dan
functional foods and nutraceutical.

2.4 Kaitan Keperawatan Komplementer dengan Keperawatan Holistik


Holism dalam filosofi perawatan kesehatan diilhami oleh Florence Nightingale,
yang meyakini bahwa care berfokus pada kesatuan, kesejahteraan, dan inter-relasi
dari manusia, peristiwa, dan lingkungan. Keperawatan holistik berfokus pada
promosi kesehatan dan kesejahteraan, mendampingi dalam pemulihan, serta
mencegah dan mengurangi penderitaan (Mariano, 2007). Melalui pendekatan
holistik, individu mendapatkan perawatan tidak hanya berdasarkan gejala yang
dialaminya saja. Individu dipandang unik, maka dua orang dengan penyakit yang
sama dapat dirawat dengan cara yang sangat berbeda. Perawatan pada satu level
akan mempengaruhi keseluruhan level. Keperawatan holistik mengintegrasikan
modalitas komplementer, seperti relaksasi, meditasi, guided imagery, pernafasan,
Reiki dengan intervensi keperawatan tradisional. Hal ini terlihat dari ilmu
pengetahuan keperawatan, teori keutuhan (wholeness), ekspertise, caring dan
intuisi dimana perawat dan klien menjadi partner terapeutik dalam suatu proses
mutual penyembuhan, penyeimbangan, dan keutuhan. Perawat holistik melakukan
pengkajian holistik, memilih intervensi yang tepat, dan mendampingi klien
mengeksplorasi self-awareness, spiritual, dan transformasi pribadinya dalam proses
penyembuhan. Mereka bekerja untuk mengurangi tanda dan gejala yang dialami
klien, menyediakan konseling dan pendidikan kesehatan, dan menuntun klien
dalam membuat keputusan antara penggunaan pengobatan tradisional dan
pengobatan komplementer-alternatif (Mariano, 2007).

2.5 Persyaratan Menjadi Perawat Holistik


Keperawatan holistik didefinisikan sebagai semua bentuk praktik keperawatan
yang bertujuan menyembuhkan individu secara utuh (American Holistic Nurses

8
Association/ AHNA, 2007). Perawat holistik adalah instrumen penyembuhan dan
fasilitator dalam proses penyembuhan. Perawat holistik menghargai pengalaman
subjektif, nilai dan kepercayaan individu tentang kesehatan. AHNA telah menyusun
suatu standar praktik untuk keperawatan holistik melalui empat tahap, beberapa
diantaranya adalah tentang penetapan standar bagi seorang perawat holistik dan
sertifikasi perawat holistik (Antigoni and Dimitrios, 2009). Artinya, untuk menjadi
seorang perawat holistik haruslah memenuhi standar yang telah ditetapkan dan
lulus uji kompetensi dari AHNA. Adapun standar bagi keperawatan holistik
mengacu pada lima nilai inti praktik yaitu:

1. Philosophy and Education; menekankan bahwa keperawatan holistik


berdasarkan filosofi kerja holisme dan komitmen pada edukasi, refleksi, dan
pengetahuan.
2. Holistic Ethics, Nursing Theory and Research; menekankan keperawatan
profesional berlandaskan teori, bersumber pada riset, dan terikat pada
prinsip-prinsip etik untuk menuntun pada praktik yang kompeten, ilmiah,
dan berprinsip.
3. Holistic Nursing Self-care; berdasarkan keyakinan bahwa perawat harus
terlibat dalam self care untuk meningkatkan kesehatan dan kesadaran
personal, sehingga perawat dapat melayani klien dengan bertindak sebagai
instrumen penyembuhan.
4. Holistic Communication, Therapeutic Environment and Cultural
Competence; menekankan pada persyaratan yang dibutuhkan bagi perawat
untuk bersama klien menyusun tujuan bersama dalam kesehatan dan
penyembuhan.
5. Holistic Caring Process; menekankan evolusi proses keperawatan dari
pengkajian hingga perawatan terapeutik sesuai dengan pola-polaa, masalah,
dan kebutuhan klien dalam atmosfer caring.

Praktik keperawatan holistik mengharuskan perawat untuk mengintegrasikan self


care, self responsibility, spiritualitas, dan refleksi dirinya, yang akan membawa
perawat pada kesadaran yang lebih luas akan adanya interkoneksi diri, orang lain,
alam, dan jiwa. Kesadaran ini akan meningkatkan pemahaman perawat terhadap
individu serta hubungan mereka dengan sesama manusia dan komunitas global,
memungkinkan perawat menggunakan kesadaran ini untuk memfasilitasi proses
penyembuhan.

2.6 Aspek Etik dan Legal Terapi Komplementer


a. Keselamatan

9
Tinjauan revisi dari American Nurses Association tentang Kode Etik
Keperawatan dengan Pernyataan Interpretatif pada tahun 2001 menyatakan
bahwa Perawat mendukung, mendampingi, dan melindungi kesehatan,
keselamatan, dan hak-hak klien. Keselamatan merupakan dasar etik
keperawatan, oleh karena itu harus dipertanyakan: Seberapa aman terapi
komplementer yang diberikan? Synder & Lindsquit (2001) dalam Silva &
Ludwick (2001) menyebutkan terdapat lebih dari 1800 terapi
komplementer-alternatif, tetapi dalam penggunaannnya harus berdasarkan
pertimbangan keamanan dan keselamatan klien. Perlu ditelaah efek
samping, bukti klinis manfaat dan kegunaan dari terapi yang diberikan, atau
izin dari pihak yang berwenang.

b. Lingkup Praktik

Dalam praktik komplementer-alternatif, hal penting lain yang harus


digarisbawahi adalah: Terapi mana yang masuk dalam lingkup praktik
keperawatan? Menurut Silva & Ludwick (2001), Royal College of Nurse
(RCN) telah mengidentifikasi 11 nilai yang berkaitan dengan implementasi
terapi komplementer. Nilai-nilai ini akan membatasi perawat dalam hal
lingkup praktik keperawatan komplementer. Salah satunya, kompetensi
perawat untuk melakukan terapi harus berdasarkan standar praktik dari
RCN. Standar lain tentang terapi komplementer-alternatif dibuat oleh
AHNA. Seperti dikutip dari Frisch (2001), AHNA telah menerbitkan
standar praktik keperawatan holistik, yang salah satunya berisi tentang
sertifikasi perawat holistik sebagai salah satu bentuk praktik keperawatan
spesialistik. Meskipun ANHA telah menetapkan standar dan lingkup untuk
keperawatan holistik, masih dibutuhkan pertimbangan etik mengenai hal
tersebut. Contohnya, adanya kebingungan tentang sifat dan peran perawat
yang disebut praktisioner holistik, di mana letak perbedaan antara praktik
keperawatan tradisional dengan keperawatan holistik, bolehkah seorang
perawat melakukan terapi komplementer tanpa ada sertifikat, dan
sebagainya. Bahaya dapat timbul bagi perawat maupun klien bila lingkup
praktik komplementer-alternatif tidak jelas. Bagi klien, bahaya dapat terjadi
saat perawat yang tidak terlatih mempraktikkan terapi komplementer pada
dirinya. Sedangkan bahaya bagi perawat adalah saat mempraktikkan terapi
komplementer di luar lingkup praktik yang menjadi tanggung jawabnya.

c. Keanekaragaman Budaya

10
Perkembangan keragaman budaya menjadi salah satu pertimbangan etik
dalam hal bagaimana keragaman ini mempengaruhi praktik pelayanan
kesehatan. Leonard (2001) dalam Silva & Ludwick (2001), menjelaskan
bahwa perawat memiliki tradisi bekerja dengan individu dan komunitas
dengan budaya yang beragam, salah satu aspeknya adalah tradisi yang
berhubungan dengan terapi komplementer-alternatif. Secara singkat, dapat
dikatakan bahwa tradisi ini diartikan sebagai kompetensi budaya dalam
keperawatan yang meliputi ketelitian dan kenetralan perawat dalam menilai
riwayat penggunaan terapi komplementer-alternatif oleh klien. Dilema etik
yang mungkin muncul terkait keragaman budaya ini adalah bentrokan
tentang nilai-nilai kesehatan yang dianut klien. Dalam hal ini, Weston
(2002) menyarankan agar perawat dan klien mengidentifikasi apa yang
dianggap benar oleh masing-masing pihak dan mengintegrasikan nilai-nilai
yang diperselisihkan.

Perawat berperan dalam mengakomodasi keinginan klien dengan cara memberikan


advice dan mendampingi klien dan keluarga dalam proses pengambilan keputusan
(terapi herbal). Aspek keamanan dan keefektifan terapi herbal yang dipilih klien,
menjadi pertimbangan perawat. Delapan aspek etik yang perlu diperhatikan oleh
perawat dalam kasus ini, antara lain;

1. Respect, yaitu perawat menghormati / menghargai klien.


2. Outonomy, dengan menghargai dan menghormati hak klien dalam
menentukan pilihan terapi.
3. Beneficence . Perawat memberikan tindakan keperawatan yang dapat
meningkatkan rasa nyaman pada klien dengan mengintegrasikan
prinsip mind-body-spirit dan modalitas (cara menyatakan sikap terhadap
suatu situasi) dalam kehidupan sehari-hari dan praktek keperawatannya
4. Non-maleficence. Perawat tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian /
cidera klien.
5. Veracity ( kejujuran ) . Perawat memberikan informasi secara jujur dan
lengkap terkait terapi komplementer yang dipilih oleh klien .
6. Kridensialitas ( kerahasiaan )
7. Fidelity ( kesetiaan ) . Tanggung jawab perawat dalam tim-asuhan
keperawatan kepada individu, pemberi kerja , pemerintah dan masyarakat.
8. Justice ( keadilan ). Semua klien harus mendapatkan pelayanan yang sama
sesuai dengan kebutuhannya.

11
2.7 Kebijakan Hukum Pelayanan Keperawatan Komplementer
Penggunaan terapi komplementer oleh petugas kesehatan di tatanan klinik maupun
komunitas adalah salah satu bentuk perkembangan terbaru di bidang pelayanan
kesehatan (ORegan et al, 2009). Perawat sebagai salah satu profesional kesehatan
juga memiliki wewenang untuk melakukan praktik keperawatan komplementer ini,
dengan mengacu pada peraturan yang ada. Di Indonesia, kebijakan hukum yang
mengatur tentang pelayanan keperawatan tertuang dalam peraturan dan undang-
undang berikut:

1. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan, pasal 30


ayat 2 butir m menyatakan bahwa dalam menjalankan tugas sebagai
pemberi asuhan keperawatan di bidang upaya kesehatan masyarakat,
perawat berwenang melakukan penatalaksanaan keperawatan
komplementer dan alternatif.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1109/MENKES/PER/IX/2007 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan
Komplementer-Alternatif di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Beberapa landasan/dasar hukum bagi perawat untuk melakukan terapi


komplementer dalam memberikan asuhan keperawatan yang holistik dan
profesional seperti:

1. Prinsip etik tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1109


Tahun 2007 tentang penyelenggaraan pengobatan komplementer-alternatif
di fasilitas pelayanan kesehatan dan merupakan landasan hukum bagi
perawat dalam memberikan terapi komplementer. Sehingga bentuk
pelayanan keperawatan komplementer dapat dilakukan dalam bentuk
tindakan mandiri bilamana perawat tersebut telah tersertifikasi dan
mendapat rekomendasi dari organisasi profesi terkait jenis terapi
komplementer yang akan digunakan ke klien.
2. Keputusan Menkes RI No 1076/Menkes/SK/VII/2003 yang mengatur
tentang penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, dimana dalam peraturan
tersebut diuraikan cara- cara mendapatkan izin praktek pengobatan
tradisional beserta syarat- syaratnya
3. Keputusan Menkes RI Nomor 121 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan
Medik Herbal.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Terapi komplementer telah lama dilakukan dalam pelayanan kesehatan yang harus
dilaksanakan berdasarkan evidence based nursing. Terapi komplementer dan
alternatif yang dapat dikerjakan perawat adalah terapi yang telah terbukti secara
ilmiah dengan keamanan keefektifan yang tidak merugikan antara lain; Mind-
Body-Spirit Therapy, Energy and Biofiedls therapy, Manipulative and body based
therapy, dan Biologically based therapy. Pelaksanaan terapi komplementer harus
dilakukan oleh perawat yang sudah teregistrasi dan mendapatkan izin, memiliki
pengetahuan berbasis bukti, potensi manfaat dan risiko terapi tertentu , serta
kekuatan-kekuatan yang mendukung atau menentang terapi ini. Pelaksanaan terapi
komplementer harus memperhatikan prinsip etik, peraturan yang berlaku, serta
prinsip etik dan legal terhadap klien sebagai penerima layanan.

3.2 Saran
Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Maka dari itu kritik
dan saran dari para pembaca sangat penting bagi saya demi kesempurnaan
penyusunan makalah ini. Harapan saya, dengan adanya makalah ini semoga para
pembaca dapat menambah wawasan pengetahuan tentang filosofi holistik dalam
terapi komplementer baik dari apa itu definisi komplementer, prinsip holistik dalam
terapi komplementer, penis tindakan terapi komplementer yang dapat dilakukan
oleh perawat, kaitan Keperawatan Komplementer dengan Keperawatan Holistik,
persyaratan Menjadi Perawat Holistik, aspek Etik dan Legal Terapi Komplementer,
Kebijakan Hukum Pelayanan Keperawatan Komplementer yang penting untukkita
sebagai seorang perawat ataupun tenaga kesehatan untuk mengembangkan serta
memajukan derajat kesehatan di lingkungan keluarga maupun masyarakat,
diharapkan kepada praktisi keperawatan untuk dapat mengembangkan terapi
komplementer dengan meningkatkan praktik berdasarkan evidence based dalam
tatanan pelayanan kesehatan.

13
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/doc/283778403/terapi-komplementer
https://gustinerz.com/prinsip-keperawatan-holistik-dalam-terapi-
komplementer/

14

Anda mungkin juga menyukai