Anda di halaman 1dari 5

TUGAS MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

MERINGKAS JURNAL

OLEH:

WA ODE VELANI FATMAYONE SALIHIN

(B1B121194)

KELAS C

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HALU OLEO


2022
Konsep Ekonomi Islam M. Umer Chapra 1
Penulis: Abdul Jalil
Jika masalah ekonomi dikaitkan dengan masalah mendasar yang dihadapi umat manusia
saat ini, muncul anggapan bahwa munculnya perspektif yang memisahkan aspek material dari
dimensi nilai akan mengemuka. Apalagi pandangan hidup inilah yang mendukung ideologi
materialis, yang pada gilirannya mendorong perilaku manusia menjadi pelaku ekonomi
hedonistik, sekuler, dan materialistis.
Menurut M. Umer Chapra (1420 H/2000 M), ekonomi tradisional telah gagal, dan untuk
menjawab pertanyaan di atas, ekonomi Islam harus dikembangkan karena potensinya yang besar
dan cakupannya yang lebih luas. Artikel ini akan mencoba menangkap esensi dari pembacaan
penulis terhadap karya-karya Chapra, terutama yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. Sistem ekonomi Islam dianggap sebagai solusi alternatif dari sistem sekuler.
Tulisan ini hendak melihat lebih jauh seperti apa bangunan konsep yang ditawarkan
Chapra terkait Ekonomi Islam. Sebagai sebuah model dan pendekatan dalam memahami
berbagai aspek teori dan praktik ekonomi Islam dan keuangan, M Umer Chapra mampu
memberikan gambaran yang sangat jelas, dia selalu mengedepankan bahwa ekonomi berbasis
Islam jauh lebih adil dan mensejahterakan. Tawaran Umer Chapra terkait pemikiran ekonomi
Islam adalah hendaknya memperhatikan paradigm Islam berupa Rational Economic Man,
Positivisme, Keadilan, Pareto Optimum, serta peranan Negara.
Umer Chapra adalah sosok yang memiliki ide – ide cemerlang tentang ekonomi Islam.
Telah banyak buku dan artikel tentang ekonomi Islam yang sudah diterbitkan sampai saat ini.
Buku pertamanya, Towards a Just Monetary System adalah salah satu fondasi intelektuan dalam
subjek ekonomi Islam dan pemikiran ekonomi muslim modern.
Buku keduanya, Islam and the Economic Challenge, dideklarasikan oleh ekonom besar
Amerika, Profesor Kenneth Boulding, dalam resensi pra-publikasinya, sebagai analisis brilian
dalam kebaikan serta kecacatan kapitalisme, sosialisme, dan Negara maju serta merupakan
kontribusi penting dalam pemahaman Islam bagi kaum muslim maupun non-muslim.
Pendapat M. Umer Chapra terhadap ekonomi Islam, pernah dikatakan dan
didefinisikannya sebagai sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan
manusia yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa memberikan
kebebasan individu atau tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa
ketidakseimbangan lingkungan.
Sudah selayaknya kita melakukan gerakan ekonomi berbasis Islam tentu dengan media
saling toleransi dan tidak merugikan semua pihak, baik dalam kapasitas sebagai akademisi
maupun praktisi. Selama ini ada asumsi bahwa gerakan ekonomi Islam hanya pada level teori,
sementara di lapangan jauh

Runtuhnya Sistem Kapitalis Menuju Sistem Ekonomi Islam Mendunia


Penulis: Abdul Jalil
Sistem kapitalisme telah melahirkan malapetaka ekonomi berupa serangkaian krisis
sepanjang abad 20 dan terus berlanjut di abad 21 (Makhlani, 2012; Roy Davies dan Glyn Davies,
1996), mulai krisis keuangan Jepang dan Jerman di tahun 1920, sepuluh tahun berikutnya
dikenal dengan krisis Great Depressin (1930), pada tahun 1940 berupa krisis moneter Prancis,
Hungaria, dan Jerman, di tahun 1970 krisis perbankan di Inggris dan krisis Euro akibat pelepasan
sistem “Breton Wood, pada saat ini kegiatan spekulasi merajalela, pada tahun 1980 juga terjadi
krisis utang Polandia dan Mexico, 1990 krisis keuangan mexico, 1998 krisis keuangan Asia
tenggara termasuk Indonesia, tahun 2008 krisis keuangan Amerika Serikat, dan pada tahun 2011
sampai sekarang krisis utang Eropa. Artinya krisis yang muncul ini berangkat dari rahim
kapitalisme, yaitu siklus yang akan terjadi akibat dari sektor moneter yang penuh spekulasi
mendominasi aktivitas perekonomian (Burhanuddin, 2011).
Tulisan ini hendak mendeskripsikan dimana posisi ekonomi dengan sistem kapitalisme
dan ekonomi yang berbasis syari’ah, tentu harapan dari kajian ini tidak lagi sebuah penilaian
yang subyektif selaku penulis dan umunya sebagai muslim, tetapi ingin mendudukkan secara
bijak berdasarkan data yang dimiliki.
Sebagai sebuah negara yang perekonomiannya terbuka, Indonesia tak luput dari imbas
dinamika pasar keuangan global. Termasuk pula imbas dari krisis keuangan yang berawal dari
Amerika Serikat, yang menerpa negara-negara lainnya, dan kemudian meluas menjadi krisis
ekonomi secara global yang dirasakan sejak semester kedua tahun 2008.
Eskposure pembiayaan perbankan syariah yang masih lebih diarahkan kepada aktivitas
perekonomian domestik, sehingga belum memiliki tingkat integrasi yang tinggi dengan sistem
keuangan global dan belum memiliki tingkat sofistikasi transaksi yang tinggi; adalah dua faktor
yang dinilai telah 2 bulan pertama di tahun 2009 jaringan pelayanan bank syariah mengalami
penambahan sebanyak 45 jaringan kantor. Hingga saat ini sudah ada 1492 kantor cabang bank
konvensional yang memiliki layanan syariah. Secara geografis, penyebaran jaringan kantor
perbankan syariah saat ini telah menjangkau masyarakat di lebih dari 89 kabupaten/kota di 33
propinsi.
Kinerja pertumbuhan pembiayaan bank syariah tetap tinggi sampai posisi
Februari 2009 dengan kinerja pembiayaan yang baik (NPF, Net Performing Financing di bawah
5%). Penyaluran pembiayaan oleh perbankan syariah per Februari 2009 secara konsisten terus
mengalami peningkatan dengan pertumbuhan sebesar 33,3% pada Februari 2008 menjadi 47,3%
pada Februari 2009. Sementara itu, nilai pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah
mencapai Rp.40,2 triliun.
Beberapa indikator yang menjadikan peluang bangsa indonesia memimpin perekonomian
dunia sekaligus model pengembangan ekonomi Islam oleh dunia Barat dan Eropa, bahwa
Indonesia dengan kondisi sekarang sangat diuntungkan, misalnya jumlah penduduk mencapai
240 juta, 80% nya adalah muslim (180 juta), Indonesia dengan penduduk muslim terbesar di
dunia, sumber daya alam yang melimpah, kondisi ekonomi yang stabil dengan pertumbuhan
antara 6-7%, diprediksi menjadi kekuatan keempat terbesar didunia pada 2050 (ADB data),
masuk anggota G20. Produk dan layanan yang bernuansa syrai’ah sangat diminati masyarakat
Indonesia dewasa ini. Mengutip Adiwarman Karim, ada empat industri berbasis syari’ah yang
akan terus berkembang di Indonesi, yaitu industri busana muslim, industri halal food, industri
media bernuansa religi dan industri keuangan syari’ah.

Tumpang Tindih Kewenangan dalam Penyelesaian Sangketa Perbankan Syariah


Penulis: Abdul Jalil
Pada fakta statistiknya disebutkan bahwa perbankan syari’ah dewasa ini masih jauh lebih
getol menjalankan pembiayaan berbasis jual beli dari pada pembiayaan bagi hasil. Penyebabnya
adalah kondisi pendanaan bank syari’ah di Indonesia para nasabah bukanlah mereka yang siap
menanggung resiko investasi. Paradigma masyarakat, dan juga kapasitas bank syari’ah sendiri
menganggap bahwa bank syari’ah dalam hal strategi bisnis dan resiko bisnisnyaa adalah
commercial banking layaknya bank konvensional. Termasuk didalamya adalah pilihan
pembiayaan akad yang digunakan, apakah Murabahah, Mudharabah, dan Musyarakah.
Tulisan ini hendak mendiskusikan putusan Mahkamah Konstitusi (PutusanNomor
93/PUU-X/2012) terkait dikabulkannya permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 94) yaitu Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) yang mengatur tentang penyelesaian sengketa
terhadap Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, yang bunyinya bahwa Undang undang harus menjamin
kepastian hukum dan keadilan dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sementara pada
pasal 55 ayat (1), dijelaskan Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan
dalam lingkungan Peradilan Agama, sedangkan ayat (2), disebutkan Dalam hal para pihak telah
memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian
sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad, selanjutnya, pada ayat (3)Penyelesaian sengketa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan Prinsip Syariah. Selain hal
ini, tulisan juga akan mempertanyakan kembali sejauhmana kewenangan absolute lembaga
Peradilan Agama terkait penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah sebagaimana UU No. 3 tahun
2006 tentang Peradilan Agama.
Yang dimaksud ekonomi syari’ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang
dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain, meliputi: bank syari’ah, lembaga keuangan
mikro syari’ah, asuransi syari’ah, reasuransi syari’ah, reksadana syari’ah, obligasi dan surat
berharga berjangka menengah syari’ah, sekuritas syari’ah, pembiayaan syari’ah, pegadaian
syari’ah, dana pensiun lembaga keuangan syari’ah dan bisnis syari’ah.
Dari sini kemudian nampak jelas bahwa penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah melalui
Basyarnas bersifat opsional. Artinya jika sengketa oleh para pihak dapat diselesaikan ditingkat
basyarnas, maka tidak perlu Pengadilan Agama. Disis lain, Hakim di lingkungan Peradilan
Agama dengan kewenangan yang baru ini dapat diartikan sebagai peluang dan sekaligus
tantangan. Penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah oleh Hakim pengadilan agama menjadi
sesuatu yang baru, oleh karenanya dituntut memiliki kemampuan dalam memahami konsep dan
parktek ekonomi syari’ah yang berjalan di Indonesia. Kebanyakan hakim Pengadilan Agama
telah memahami konsep fiqh muamalah yang menjadi salah satu dasar pijakan operasional
lembaga keuangan syari’ah. Persoalanya adalah bagaimana memadukan pemahaman mengenai
ekonomi syari’ah dan praktek keuangan syari’ah di Indonesia. Hakim pengadilan agama sudah
dapat memutus perkara sengketa ekonomi syari’ah.
UU Peradilan Agama jauh sebelum pasal ini diuji materikan sudah menyebutkan bahwa
kewenangan pengadilan agama pasca amandemen lebih luas lagi, terutama menyangkut ekonomi
syari’ah dan Perbankan syari’ah. Meskipun jika diperhatikan pada akhir pertimbangan majelis
hakim konstitusi, juga banyak berbeda pendapat. Secara umum, dari ketiga pendapat hakim yang
berbeda ada titik kesamaan kesimpulan bahwa sebagian permohonan uji materi pasal 55 ayat 2
UU Perbankan Syari’ah bertentangan dengan prinsip ketidakpastian hukum sebagaimana diatur
dalam pasal 28 D UUD 1945.

Anda mungkin juga menyukai