Q = P x Qv
Keterangan:
Q = Volume kendaraan bermotor (smp/jam)
P = Faktor satuan mobil penumpang
Qv = Volume kendaraan bermotor (kendaraan per jam)
b. Hambatan Samping
Hambatan samping dapat diartikan sebagai dampak terhadap kinerja lalu lintas dari
suatu aktivitas samping segmen jalan. Aktivitas ataupun kegiatan sebagaimana
dimaksud meliputi kegiatan sisi jalan seperti pejalan kaki, penghentian angkot dan
kendaraan lainnya, kendaraan masuk dan keluar sisi jalan dan kendaraan lambat
(Panduan Kapasitas Jalan Indonesia, 2014). Adapun hambatan samping dapat
dikategorikan ke dalam beberapa kelas, kelas-kelas tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 3.3 Ketentuan Hierarki Jalan
Kelas Jumlah Bobot
Hambatan Kode Kejadian per 200m per Kondisi Khusus
Samping jam (dua sisi)
Daerah permukiman, jalan dengan
Sangat Rendah VL < 100
jalan samping
Daerah permukiman, beberapa
Rendah L 100 - 299
kendaraan umum, dsb
Daerah industri, beberapa took di
Sedang M 300 - 499
sisi jalan tinggi
Daerah komersial dengan aktivitas
Tinggi H 500 - 899
sisi jalan tinggi
Daerah komersial dengan aktivitas
Sangat Tinggi VH > 900
pasar di samping jalan
Sumber: PKJI, 2014
Hambatan samping terbagi ke dalam empat jenis kejadian. Masing-masing kejadian
hambatan samping sebagaimana dimaksud memiliki bobot yang berbeda. Setelah
diketahui frekuensi bobot kejadian hambatan samping, maka dapat digunakan untuk
mencari kelas hambatan samping.
Tabel 3.4 Faktor Bobot Hambatan Samping
Tipe Kejadian Hambatan Samping Simbol Faktor Bobot
Pejalan kaki PED 0,6
Tipe Kejadian Hambatan Samping Simbol Faktor Bobot
Kendaraan berhenti, parkir PSV 0,8
Kendaraan masuk dan keluar EEV 1,0
Kendaraan lambat SMV 0,4
Sumber: PKJI, 2014
Berdasarkan di atas, diketahui bahwa terdapat empat kelas hambatan samping
dengan faktor bobot yang berbeda-beda. Penentuan kelas hambatan samping
tersebut dapat dilakukan dengan memasukan angka yang didapat ke dalam
persamaan. Adapun persamaan sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut.
Rumus 3.5 Kelas Hamatan Samping
Tabel 3.6 Faktor penyesuaian kapasitas akibat perbedaan lebar lajur atau jalur lalu lintas (FCw)
Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif
Tipe Jalan FCw
(m)
Lebar per Lajur
3,00 0,92
4/2 T atau Jalan 3,25 0,96
satu arah
3,50 1,00
3,75 1,04
4,00 1,08
2/2 TT Lebar Jalur 2 Arah
Lebar Jalur Lalu Lintas Efektif
Tipe Jalan FCw
(m)
5,00 0,56
6,00 0,87
7,00 1,00
8,00 1,14
9,00 1,25
10,00 1,29
11,00 1,34
Sumber: PKJI, 2014
Tabel 3.7 Faktor penyesuaian kapasitas terkait pemisahan arah lalu lintas (FCsp)
Pemisah Arah SP %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
Dua Lajur 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
FCsp
Empat Lajur 4/2 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
Sumber: PKJI, 2014
Tabel 3.8 Faktor penyesuaian kapasitas akibat KHS pada jalan berbahu (FCsf)
SCsf
Tipe Jalan KHS Lebar bahu efektif (m)
≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0
SR 0,96 0,98 1,01 1,03
R 0,94 0,97 1,00 1,02
4/2 T S 0,92 0,95 0,98 1,00
T 0,88 0,92 0,95 0,98
ST 0,84 0,88 0,92 0,96
SR 0,94 0,96 0,99 1,01
2/2 TT atau R 0,92 0,94 0,97 1,00
Jalan satu S 0,89 0,92 0,95 0,98
arah T 0,82 0,86 0,90 0,95
ST 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber: PKJI, 2014
Keterangan:
Qin = Jumlah kendaraan yang memasuki area parkir
X = Jumlah Kendaraan yang sudah ada di area parkir
2. Akumulasi Parkir
Akumulasi parkir adalah jumlah kendaraan yang parkir di area parkir pada waktu
tertentu dengan satuan kendaraan per jam. Akumulasi parkir dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut.
Rumus 3.9 Akumulasi Parkir
Keterangan:
Qin = Jumlah kendaraan yang memasuki area parkir
Qout = Jumlah kendaraan yang keluar dari area parkir
X = Jumlah kendaraan yang sudah ada di area parkir (jika ada)
3. Durasi Parkir
Durasi parkir adalah rentang waktu (lama waktu) kendaraan yang diparkir pada tempat
tertentu. Rumus yang digunakan untuk menghitung durasi parkir adalah sebagai berikut
(Suwardi, 2008):
Rumus 3.10 Durasi Parkir
D = Qout – Qin
Keterangan:
D = Durasi parkir
Qout = Waktu saat kendaraan keluar dari lokasi parkir (pemberangkatan)
Qin = Waktu saat kendaraan masuk ke lokasi parkir (kedatangan)
Rumus 3.11 Rata-rata Lama Parkir
Nx × X × I
Rata-rata Lama Parkir =
Nt
Keterangan:
Nx = Akumulasi kendaraan yang parker selama waktu survei (kend.)
X = Jumlah waktu
I = Waktu survei
Nt = Jumlah akumulasi
4. Kapasitas Parkir
Kapasitas parkir merupakan jumlah maksimum kendaraan dapat di parkir pada suatu
area parkir dalam kondisi dan waktu tertentu. Rumus yang digunakan untuk menghitung
kapasitas parkir adalah sebagai berikut (Hobbs, 1995):
Rumus 3.12 Kapasitas Parkir
Keterangan:
Kp = Kapasitas Parkir (Satuan Ruang Parkir/Jam/Kendaraan)
D = Durasi rata-rata parkir (jam/kendaraan)
5. Indeks Parkir
Indeks parkir merupakan presentasi jumlah kendaraan parkir menempati area parkir.
Perhitungan indeks parkir dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut
(Hobbs, 1995):
Rumus 3.13 Indeks Parkir
Akumulasi Parkir
Ip = x 100%
Kapasitas Parkir
Jika IP < 100%, maka fasilitas parkir tidak bermasalah, dimana kebutuhan parker
tidak melebihi daya tamping/kapasitas normal
Jika IP = 100%, maka kebutuhan parkir seimbang dengan daya tamping/kapasitas
normal
Jika IP > 100%, maka fasilitas parkir bermasalah, dimana kebutuhan parkir
melebihi daya tamping.kapasitas normal
6. Kebutuhan Lahan Parkir
Kebutuhan ruang parkir adalah jumlah tempat yang dibutuhkan untuk menampung
kendaraan yang membutuhkan parkir berdasarkan fasilitas dan fungsi dari sebuah tata
guna lahan. Secara matematis, kebutuhan luas lahan parkir dapat ditulis sebagai berikut.
Rumus 3.14 Kebutuhan Lahan Parkir
Tv
Kl = Xt ×
t
Keterangan:
Kl = Kebutuhan lahan parkir
Xt = Akulimasi kendaraan yang parkir
Tv = Lama rata-rata parkir
T = Durasi pengamatan
Q
D=
Vn
Keterangan:
D = Kepadatan (pejalan kaki/m2)
Q = Arus (pejalan kaki/m/menit)
Vn = Kecepatan rata-rata
Untuk menghitung ruang pejalan kaki dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
Rumus 3.18 Ruang Pejalan Kaki
Vn
S=
Q
Keterangan:
S = Ruang pejalan kaki (m2/pejalan kaki)
Q = Arus (pejalan kaki/m/menit)
Vn = Kecepatan rata-rata (m/menit)
3. Analisis Walkability Index
Walkability Index (WI) merupakan metode penilaian tingkat kenyamanan berjalan pada
fasilitas pejalan kaki dengan komponen utama yang berupa keamanan dan keselamatan,
kenyamanan dan daya tarik, serta dukungan kebijakan pemerintah (Krambeck, 2006).
Umumnya analisis ini digunakan guna melakukan peninjauan terhadap kelayakan fasilitas
pejalan kaki di kawasan perkotaan, terutana pada area Central Business District (CBD) yang
menjadi penghubung pusat kegiatan dan aktivitas, seperti kawasan perekonomian, bisnis,
pendidikan, kesehatan, transit, hingga pariwisata. Konsep analisis ini diperlukan karena
dapat digunakan untuk mengidentifikasi secara spesifik karakteristik jalur pejalan kaki
sehingga memudahkan dalam kaitannya penyusunan item-item perbaikan (Erlangga,
Handayani, & Syafi'i, 2020). Di Indonesia sendiri, regulasi yang menjadi pedoman dalam
perencanaan fasilitas pejalan kaki guna mendukung kenyamanan pejalan kaki yaitu Pd 03-
2017-B (SE Menteri PUPR 02/SE/M/2018) tentang pedoman perencanaan fasilitas pejalan
kaki. Pedoman tersebut kemudian dapat diperbandingkan dengan variabel pada Global
Walkability Index.
Tabel 3.11 Klasifikasi Tingkat Pelayanan Pejalan Kaki
Variabel dari SE Menteri PUPR 02/SE/M/2018
Variabel dari Global Walkability Index sebagai acuan penilaian Walkability Index di
Indonesia
Konflik di jalur pejalan kaki Ketersediaan bolar atau pagar pengaman trotoar
Keamanan dari tindak kejahatan Ketersediaan penerangan jalan
Keselamatan penyebrang jalan Ketersediaan fasilitas penyebrangan
Perilaku pengendara kendaraan bermotor terhadap
Keberadaan rambu peringatan dan speed bump
pejalan kaki
Kelengkapan fasilitas Fasilitas pendukung atau pelengkap
Infrastruktur bagi penyandang disabilitas Fasilitas pejalan kaki berkebutuhan khusus
Kondisi kemiringan perkerasan pada permukaan jalur
Pemeliharaan dan kebersihan
pedestrian dan ketersediaan tempat sampah
Hambatan terhadap aktivitas pejalan kaki Kebutuhan lebar ruang bagi pejalan kaki
Variabel dari SE Menteri PUPR 02/SE/M/2018
Variabel dari Global Walkability Index sebagai acuan penilaian Walkability Index di
Indonesia
Ketersediaan infrastruktur penyebrangan Ketersediaan fasilitas penyebrangan
Sumber: Erlangga, 2020