PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia tidak pernah terlepas dalam dari permasalahan-permasalahan
kehidupan. Sehingga masalah itu menjadi tantangan yang harus diselesaikan
dalam kehidupannya. Namun terkadang masalah itu bukanlah masalah yang
sederhana yang gampang untuk diselesaikan. Apabila Permasalahan itu dapat
diselesaikan maka penyelesaian itu dapat dikatakan sebagai ilmu. Oleh karena itu,
sering sekali orang ingin memahami metode penemuan ilmu dalam kehidupannya,
sehingga terfokus terhadap upaya penemuan tersebut. ( Binsar Panjaitan, Keysar
Panjaitan 2012:1 )
Ada dua sifat Penelitian ilmiah, yang pertama sistematis dan terkontrol, ini
berarti bahwa kegiatan ilmiah tertata dengan cara tertentu sehingga penyelidik
dapat memiliki keyakinan kritis mengenai hasil penelitian. Yang kedua penlitian
bersifat empiris jika ilmuan berpendapat bahwa sesuatu adalah begini, ia harus
menggunakan cara tertentu untuk menguji keyakinannya itu dengan sesuatu diluar
dari si ilmuan. Dapat dikatakan Penelitian merupakan perpaduan antara
pengalaman dan penalaran yang dianggap sebagai pendekatan yang berhasil
dalam menemukan kebenaran, termaksud dalam ilmu alamiah. ( Binsar Panjaitan,
Keysar Panjaitan 2012:2 ). Menurut Ardhana (1997) penelitian adalah
penyelidikan secara sistematis, terkontrol, empiric, dan kritis mengenai proposisi-
proposisi hipotesis mengenai hubungan yang diperkirakan ada antara gejala-gejala
ilmiah.
Falsafat ilmu sendiri adalah bagian dari filsafat pengetahuan atau sering
disebut sebagai epistemology. Sederhananya dapat dikatakan bahwa filsafat ilmu
adalah dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh pengatahuan
secara ilmiah. Ini berarti terdapat pengetahuan yang ilmiah dan tidak ilmiah. Dan
yang tergolong ilmiah inilah yang disebut sebagai ilmu pengetahuan. Dengan ilmu
pengetahuan inilah kiranya masalah didalam kehidupan dapat diselesaikan.
1
Karena Ilmu pengetahuan inilah yang merupakan kebenaran ilmiahnya dapat
teruji dan dipertanggungjawabkan.
B. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang
statistika dalam keilmuan.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka Teknologi Pendidikan berperan
dalam pendidikan secara Nasional. Oleh sebab itu yang perlu dipertanyakan
adalah
1. Bagaimana hubungan antara statistika dengan ilmu pengetahuan?
2. Apa perbedaan berpikir secara induksi dan deduksi?
3. Bagaimana kaitan penalaran induktif dalam statistika?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Pada mulanya kata statistik diartikan sebagai “kumpulan bahan keterangan
(data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun yang tidak berwujud
angka (data kualitatif) yang mempunyai arti penting dan kegunaan besar bagi
suatu Negara.” Namun pada perkembangan selanjutnya arti kata statistik hanya di
batasi pada kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif)
saja. Dalam kamus ilmiah popular, kata statistik berarti table, grafik, daftar
informasi, angka-angka, dan informasi. Sedangkan kata statistika berarti ilmu
pengumpulan, analisis dan klasifikasi data, angka sebagai dasar untuk induksi.
Statistik dapat juga diartikan sebagai information science yang telah teruji
keunggulannya. Melalui pengertian inilah statistik telah diterima oleh ilmuan dari
semua bidang.
4
distribusi Normal; sebuah konsep yang paling umum dan paling sering digunakan
dalam analisis statistika disamping teori peluang. Distribusi lain, yang tidak
berupa kurva Normal ditemukan Francis Galton (1822-1911) dan Karl Person
(1857-1936). Selain itu, Teknik kuadrat kecil, simpangan baku, dan galat baku
untuk rata-rata dikembangkan oleh Karl Fredrich Gauss (1777-1855). Person
melanjutkan kosep-konsep galton dan mengembangkan konsep regresi, korelasi,
distribusi chi kuadrat dan analisis statistika untuk data kualitatif. Kemudian Searly
Gosset “student” mengembangkan konsep tentang pengambilan sampel/contoh.
Hingga akhirnya Ronald Alymer Fisher (1890-1962) mengembangkan disain
eksperimen seperti analisis varian dan kovarian, distribusi Z, distribusi t, uji
signifikansi dan teori tentang perkiraan.( Jujun S. Suriasumantri 1982:213)
5
Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya memberikan contoh cerita
penarikan kesimpulan yang tidak menggunakan prinsip-prinsip statistik, yaitu
Suatu hari seorang anak kecil disuruh ayahnya membeli sebungkus korek api
dengan pesan agar tidak terkecoh mendapatkan korek api yang jelek. Tidak lama
kemudian anak kecil itu datang kembali dengan wajah yang berseri-seri,
menyeraahkan kotak korek api yang kosong, dan berkata, ”Korek api ini benar-
benar bagus, pak, semua batangnya telah saya coba dan ternyata menyala”. Tak
seorangpun yang dapat menyalahkan kesahihan proses penarikan kesimpulan anak
kecil itu”. Apabila semua pengujian yang dilakukan dengan kesimpulan seperti
ini, maka prinsip-prinsip satatistika terabaikan, karena menurut Jujun S.
Suriasumantri, ”konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi variabel yang
ditelaah dalam suatu populasi tertentu”.
Untuk itu, suatu penelitian ilmiah, baik yang berupa survai maupun
eksperimen, dilakukan dengan lebih cermat dan teliti mempergunakan teknik-
teknik statistika yang diperkembangkan sesuai dengan kebutuhan”.
6
Deduksi adalah Proses penalaran yang bertolak dari generalisasi (umum)
lalu kita rumuskan kesimpulan yang lebih khusus. Pernyataan atau klaim deduktif
disebut juga dengan klaim a priori atau tanpa pengalaman. Kebenaran dan
kesalahan tidak ditentuakan oleh pengamatan (pengalaman). Kebenaran a priori
hanya dapat diketahui melalui rasio atau “intuisi intelektual”.
TEORI
(UMUM)
PROSES PROSES
PENALARAN PENALARAN
INDUKSI DESUKSI
DASAR EMPIRIS
(KHUSUS)
7
Pengujian merupakan suatu proses yang diarahkan untuk mencapai
simpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Dengan
demikian berarti bahwa penarikan simpulan itu adalah berdasarkan logika
induktif. Pengujian statistik mampu memberikan secara kuantitatif tingkat
kesulitan dari kesimpulan yang ditarik tersebut, pada pokoknya didasarkan pada
asas yang sangat sederhana, yakni makin besar contoh yang diambil makin tinggi
pula tingkat kesulitan kesimpulan tersebut. Sebaliknya, makin sedikit contoh yang
diambil maka makin rendah pula tingkat ketelitiannya. Karakteristik ini
memungkinkan kita untuk dapat memilih dengan seksama tingkat ketelitian yang
dibutuhkan sesuai dengan hakikat permasalahan yang dihadapi. Statistika juga
memberikan kesempatan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan
kesulitan antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar
terkait dalam suatu hubungan yang bersifat emperis.
8
kesesuaiannya dengan kenyataan. Oleh karena itu kesimpulan hanyalah
kebolehjadian, dalam arti selama kesimpulan itu tidak ada bukti yang
menyangkalnya maka kesimpulan itu benar.
9
juga diperbandingkan dengan fakta-fakta lain untuk diambil kesimpulan
umum. Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian
dari kesimpulan yang ditarik tersebut, yakni makin banyak bahan bukti
yang diambil makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut.
Demikian sebaliknya, makin sedikit bahan bukti yang mendukungnya
semakin rendah tingkat kesulitannya. Memverifikasi adalah membuktikan
bahwa hipotesis ini adalah dalil yang sebenarnya. Ini juga mencakup
generalisasi, untuk menemukan hukum atau dalil umum, sehingga
hipotesis tersebut menjadi suatu teori.
4. Teori dan hukum ilmiah, hasil terakhir yang diharapkan dalam induksi
ilmiah adalah untuk sampai pada hukum ilmiah. Persoalan yang dihadapi
oleh induksi ialah untuk sampai pada suatu dasar yang logis bagi
generalisasi dengan tidak mungkin semua hal diamati, atau dengan kata
lain untuk menentukan pembenaran yang logis bagi penyimpulan
berdasarkan beberapa hal untuk diterapkan bagi semua hal. Maka, untuk
diterapkan bagian semua hal harus merupakan suatu hukum ilmiah yang
derajatnya dengan hipotesis adalah lebih tinggi. Berikut ini adalah skema
langkah proses penalaran:
10
awal atau paling rendah di dalam urut-urutan derajat. Bila bahan-bahan bukti
yang mendukung telah terkumpul, maka hipotesis itu kemudian dapat
memperoleh derajat sebuah teori, dan bila teori itu saling berhubungan secara
sistematis dan dapat menerangkan setiap peristiwa yang diajukannya hanya
sebagai contoh, maka teori itu dapat dipandang sebagai hukum ilmiah.
BAB III
11
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori peluang yang menjadi dasar dari teori statistika sebelumnya tidak
dikenal dalam pemikiran Yunani Kuno, Romawi bahkan Eropa pada abad
Pertengahan. Teori ini berkembang menjadi cabang khusus dalam statistika
sebagai pelengkap teori peluang yang bersifat objektif. Pada awalnya statistika
hanya di gunakan untuk menggambarkan persoalan mengenai pencatatan
banyaknya penduduk, penarikan pajak dan sebagainya. Tetapi kemudian hampir
semua bidang keilmuan menggunakan statistic, seperti pendidikan, psikologi,
pendidikan bahasa, biologi, kimia, pertanian, kedokteran, hokum, politik dan
sebagainya. Suatu ilmu dapat didefinisikan dengan sederhana melalui pengujian
statistika dan semua pernyataan keilmuan dapat dinyatakan secara faktual.
B. Saran
1. Perlunya bagi pelaku penelitian memahami penalaran induktif sebagai
cara berpikir untuk menarik kesimpulan.
2. Para tegnolog pendidikan sebaiknya mengenal statistika dalam kawasan
Filsafat ilmu, sehingga dapat menmahami statistika lebih mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
12
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2005)
13