Anda di halaman 1dari 8

NAMA : ERI RAMANDA HIKMAYADI

KELAS : VII PIDANA


MATA KULIAH : POLITIK HUKUM
OLEH : DR KUSWANDI SH., MH.

ANALISIS FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN


YURIDIS DARI OMNIBUS LAW

1. Aspek Filosofis
Dari segi hukum, kata omnibus lazimnya disandingkan
dengan kata law atau bill yang berarti suatu peraturan yang
dibuat berdasarkan hasil kompilasi beberapa aturan dengan
substansi dan tingkatannya berbeda. Menurut Audrey O” Brien
(2009), Omnibus Law adalah suatu rancangan undang-undang
(bill) yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung
menjadi satu undang-undang.1
Omnibus Law dikenal di Indonesia setelah Presiden RI
menyampaikannya dalam pidato kenegaraan pada pelantikannya
sebagai Presiden di hadapan sidang MPR pada 20 Oktober 2019.
Omnibus lawmenjadi fokus presiden dengan tujuan agar dapat
menyelesaikan permasalahan tumpang tindihnya regulasi dan
birokrasi. Omnibus Law telah menyita perhatian masyarakat karena
tujuan dari Omnibus Law untuk menggantikan Undang-undang yang
ada sebelumnya dengan Undang-undang baru.
Omnibus Law merupakan penggabungan beberapa undang-
undang menjadi satu dalam peraturan, tujuan dari pemerintah

1
https://baktinews.bakti.or.id/artikel/arti-dan-sejarah-omnibus-law-atau-uu-sapu-jagat
membuat omnibus law adalah untuk menggabungkan 1.244 (seribu
dua ratus empat puluh empat) pasal dan 79 (tujuh puluh Sembilan)
Undang-undang dalam satu peraturan. Salah satu undang-undang
yang turut digabungkan dalam Omnibus law adalah Undang-Undang
Ketenagakerjaan, dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus Law
Cipta Lapangan Kerja akan menciptakan 11 (sebelas) perubahan
antara lain Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi, Tenaga
Kerja Asing, Jam Kerja, Hak dan Perlindungan Pekerja, menambah
jenis PHK, serta Penguatan Jaminan Sosial.
Sebenarnya Omnibus Law ide yang diutarakan oleh Sofyan
Djalil selaku Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan
Nasional Republik Indonesia pada tahun 2017 dimana banyak sekali
aturan yang menghambat percepatan pembangunan lantaran adanya
peraturan yang saling berbenturan sehingga Pemerintah telah
membuat Undang-undang Omnibus sebagai salah satu
mempersingkat perizinan. Presiden Joko Widodo menjelaskan akan
ada 3 (tiga) bentuk Undang-undang yang dibuat sebagai bentuk
Omnibus Law yaitu : Undang-undang Perpajakan; Undang-undang
Cipta Lapangan Kerja dan Undang-undang pemberdayaan UMKM.
Ketiga Undang-undang tersebut nantinya akan menggantikan
peraturan-peraturan terkait yang amat beragam dan lintas sektoral.
Latar belakang munculnya ide Omnibus Law adalah
kerumitan untuk berinvestasi di Indonesia. Kerumitan tersebut
muncul dalam beberapa hal yaitu perijinan, perpajakan, pengadaan
tanah, dan aspek lainnya yang terkait dengan investasi. Kehadiran
omnibus lawtersebut diharapkan dapat memudahkan investor untuk
berinvestasi. Adapun manfaat investasi bagi Negara adalah
mendapatkan modal baru untuk membantu pemerintah membangun
infrastruktur, membuka lapangan kerja, kemajuan bidang tertentu,
meningkatkan pemasukan negara, dan perlindungan negara.
Terbentuknya RUU Cipta Kerja menunjukkan telah ada politik
hukum dari eksekutif untuk dilanjutkan melalui proses legislasi.
Saat ini pemerintah sedang melakukan aktivitas untuk menentukan
pola atau cara membentuk hukum dan memperbarui hukum melalui
proses legislasi, sehingga terbentuk suatu legal policy yang bersifat
sebagai hukum yang akan diberlakukan untuk penciptaan lapangan
kerja. Ini berarti politik hukum dari RUU Cipta Kerja adalah
pembentukan hukum dengan menerapkan omnibus law dalam
perumusan hukum untuk peningkatan investasi sehingga tercipta
lapangan kerja. Adapun arah politik hukum RUU Cipta Kerja, yaitu
pembentukan hukum baru dengan mengadopsi konsep omnibus law
untuk simplifikasi regulasi dengan pemangkasan, penyederhanaan,
dan deregulasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
cipta kerja. Omnibus law ini merupakan terobosan hukum yang
dapat menjadi penggerak (trigger) bagi penguatan kapasitas
Indonesia sebagai negara hukum dan fungsi legislasi DPR.
Faktor Omnibus sebagai salah satu konsentrasi dalam
Pemerintah dilatarbelakangi dengan dinamika perubahan global yang
perlu direspons cepat dan tepat, sehingga diperlukan reformulasi
kebijakan karena akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Atas
dasar itu, dibentuk RUU Cipta Kerja yang merupakan inisiatif
Pemerintah dan masuk dalam daftar Prolegnas RUU Prioritas Tahun
2020. RUU Cipta Kerja dimaksudkan untuk: pertama, menciptakan
hukum yang fleksibel, sederhana, kompetitif, dan responsif demi
terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
sebagaimana amanat Konstitusi, dan kedua, mengembangkan sistem
hukum yang kondusif dengan menyinkronkan undang-undang
melalui satu undang-undang saja melalui Omnibus law.2

2
Aini, Nur. 2020. “Jokowi Minta MK Dukung Omnibus Law”. 28 Januari 2020,
https://republika.co.id/ berita/q4syac382/jokowi-mintamk-dukung-ltemgtomnibuslawltemgt,
diakses 18 Februari 2020.
Pemerintah sebagai pelindung dan juga pelaksana dalam
rangka mewujudkan Pancasila sebagai ruh dalam Peraturan-
peraturan di Indonesia (ucap Pak Dr. Kuswandi dalam pembelajaran)
maka seharusnya penciptaan Omnibus Law tidak menghiraukan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila lebih tepatnya Sila ke-5.
Salah satu contoh dalam pasal yang terkandung dalam UU Cipta
kerja tentang Kesejahteraan Buruh dalam hal pekerjaan mengenai
waktu lembur.

2. Aspek Sosiologis
Salah satu tujuan dari rencana pembentukan Omnibus Law
yaitu masalah ketenagakerjaan dimana yang menjadi objek arah dari
peraturan tersebut adalah Investor dan para pekerja, dengan cara
mempersingkat perizinan, memangkas pasal-pasal yang sensitif
untuk para pekerja sebagai tenaga kerja, dan mengubah nilai-nilai
yang terkandung dalam pasal yang diubah. Hal ini menjadi dampak
nyata dan sangat besar bagi para pelaku hasil peraturan perundang-
undangan ini.
Pasal yang terkandung dalam Undang-undang Cipta Kerja
diaangap hanya memiliki tujuan yang diarahkan kepada para
Investor meski tujuannya membuka lapangan kerja kepada
masyarakat, Namun dalam prakteknya perjalanan pembahasan RUU
ini dalam pemerintah inihanya melibatkan segelintir orang, yang
klaim pemerintah sendiri sudah melibatkanserikat buruh (yang
mana). Dimana ini melanjutkan pemerintah Jokowi periode pertama
yang ingin memudahkan berusaha, dimana Indonesia ingin
meningkatkan pertumbuhan investasi baik dari dalam negeri atau
luar negeri. Dimana tujuannya adalah untuk menyerap
pengannguran yang ada di Indonesia.3

3
Moh Zainul Arief dan Sutrisni, “Analisis Politik Hukum Tentang Omnibus Law Di Indonesia”. Jurnal
Jendela Hukum. ISSN Cetak & Online. 2021
Permasalahan utama dalam bidang ketenagakerjaan yaitu
ketentuan tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Pasal 59
ayat 1b sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 dihilangkan, kemudian sebagaimana ketentuan dalam PP No
35 Tahun 2021 tentang PKWT-PHK yang membatasi PKWT menjadi 5
tahun dengan tanpa aturan lebih lanjut yang mengatur periode
perjanjian. sehingga ketentuan batasan waktu pekerja kontrak paling
lama 2 tahun dan boleh perpanjang satu kali menjadi hapus dan
kemudian membuka peluang kontrak tidak terbatas atau setidaknya
lebih lama dari aturan sebelumnya. Dampak lebih jauh, ketika pasal
yang mengatur batasan kontrak diperpanjang maka akan berpotensi
memperkecil kesempatan pekerja menjadi pekerja tetap dan
mengakibatkan pasal mengenai pesangon dipersempit.
Contoh yang sama tentang ketenagakerjaan namun sangat
krusial apabila ditelaah yaitu Ketentuan mengenai Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) menjadi lebih mudah dengan
ditambahkannya frasa “Perjanjian kerja berakhir apabila selesainya
suatu pekerjaan tertentu” dalam Undang-Undang Cipta Kerja.
Perusahaan dapat sewaktu-waktu memutuskan kontrak kerja ketika
pekerjaan dinilai selesai meskipun pekerja masih dalam masa kerja
sebagaimana tertuang dalam kontrak kerja. PP No 35 Tahun 2021
tentang PKWT-PHK juga tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai
force majeure sebagai alasan PHK.
Pembentukan RUU Cipta Kerja merupakan harapan
pemerintah untuk bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi
minimal menjadi 6% dan menyerap lebih banyak jumlah
pengangguran serta angkatan kerja baru. Jumlah pengangguran di
Indonesia saat ini mencapai kurang lebih 7 juta orang dan 2 juta
angkatan kerja baru yang siap memasuki dunia kerja setiap
tahunnya. Pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja pada
tanggal 5 Oktober 2020 lalu memantik banyak respon baik dari
berbagai Organisasi, tokoh masyarakat dan aktivis pembela rakyat.
Respon tersebut dituangkan dalam berbagai aksi yang merupakan
wujud ketidaksiapan serta keterkejutan rakyat atas kebijakan
pemerintah yang dinilai terlalu terburu-buru dan terkesan sembunyi-
sembunyi dari rakyat. Sebelum pengesahan, RUU tersebut masih
banyak dikaji oleh para intelektual dan berbagai aktivis pekerja dan
organisasi tenaga kerja. Sebagian besar masih kontra terhadap
beberapa Pasal yang dianggap berpotensi mengurangi kesejahteraan
masyarakat dalam hal ini adalah pekerja dan dinilai lebih
menguntungkan pengusaha serta investor.4 Seolah-olah Karpet
merah dibentangkan untuk investor asing, dengan memberikan
suasana berinvestasi yang menggiurkan. Bagi pemodal, biaya rendah
untuk barang-barang modal seperti buruh dan tanah, termasuk
lingkungan dan izin-izin eksploitasi sumber daya alam, tentu jadi
daya tarik. Maka ditekanlah biaya-biaya itu sedapat mungkin.
Banyaknya respon dan menjadi perhatian dari berbagai
lapisan masyarakat tentang Omnibus Law menjadi factor yang
penilaian dari masyarakat kepada Pemerintah dengan ini legitimasi
dari Omnibus Law ini sangat rendah.

3. Aspek Yuridis
Hukum yang baik adalah hukum yang mampu
mengakomodasi dan membagi keadilan pada orang-orang yang akan
diaturnya. Indonesia merupakan negara yang menganut paham
negara hukum yang demokratis serta memiliki asas penyelenggaraan

4
Tri Nurhayati. “KAJIAN YURIDIS SOSIOLOGIS TERHADAP PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA BESERTA ATURAN TURUNANNYA”. Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semaran. 2021.
pemerintah yang baik. Sebagaimana disebutkan dalam konsideran
huruf a Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan: “Bahwa untuk
mewujudkan Indonesia sebagai Negara hukum, Negara berkewajiban
melaksanakan pembangunan hokum nasional yang dilakukan secara
terencana, terpadu dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional
yang menjamin perlindungan hak dan kewajiban segenap rakyat
Indonesia berdasarkan UUD NRI Tahun 1945”
Tujuan Pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Tentang Cipta Kerja tercantum di dalam konsideran:

Hal-hal yang tercantum dalam konsideran Undang-Undang Nomor


11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja sejalan dengan spirit khusus Hukum
5
Ketenagakerjaan di Indonesia;

a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal


dan manusiawi
b. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga
kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan
daerah.
c. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan
kesejahteraan, dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan
keluarganya.

Esensi dari spirit tersebut masih tersurat dan tersirat dalam konsideran,
namun terdapat minim keterbukaan dalam proses pembentukan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, dilihat dari beberapa
6
permasalahan:

5
Muhammad Azhar, Quo Vadis Cita Kerja: “Menakar Masa Depan Tenaga Kerja Indonesia”. Materi
disampaikan pada Webinar Nasional Pascasarjana UIN Walisongo Semarang Indonesia, issued
2020.
6
Tri Nurhayati. “KAJIAN YURIDIS SOSIOLOGIS TERHADAP PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA BESERTA ATURAN TURUNANNYA”. Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semaran. 2021.
a. Perbedaan jumlah halaman naskah Rancangan Undang-Undang
Cipta Kerja
b. Persetujuan naskah RUU Omnibus law Cipta Kerja oleh Badan
Legislatif DPR RI terkesan sembunyi-sembunyi.
c. Esensi tujuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja tidak jelas dan belum dibutuhkan oleh masyarakat Ketentuan
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan asas
pembentukan peraturan perundang-undangan mencakup:
1) Kejelasan tujuan
2) Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat
3) Kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan
4) Dapat dilaksanakan
5) Kedayagunaan dan kehasilgunaan
6) Kejelasan rumusan, dan
7) Keterbukaan

Berdasarkan asas tersebut di atas, terdapat beberapa aspek


yang tidak terpenuhi antara lain kejelasan serta keselarasan
antara tujuan dalam konsideran dan pasal-pasal lain didalamnya,
kedayagunaan dan kehasilgunaan karena pasal-pasal banyak
yang debatable, kemudian tidak tercermin asas keterbukaan
dalam setiap prosesnya.

d. Disinformasi mengenai hal-hal yang diatur dalam RUU Omnibus law


Cipta Kerja Minimnya transparansi naskah dan proses pembahasan
RUU Cipta kerja menimbulkan kesimpangsiuran dalam masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai